Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kronis merupakan kondisi yang mempengaruhi fungsi sehari-hari selama
lebih dari 3 bulan dalam setahun, yang menyebabkan hospitalisasi dari 1 bulan dalam setahun
atau (pada saat didiagnosis) cenderung mengalami perawatan di rumah sakit secara berulang
Penyakit kronis merupakan ancaman serius bagi kesehatan di negara-negara
berkembang. Pada negara-negara berkembang lainnya, kematian dan kecacatan dari penyakit
kronis sekarang persentasenya melebihi daripenyakit-penyakitmenular yang terdiri dari 49%,
dibandingkan dengan sekitar 40% untuk penyakit menular dan 11% untuk cedera.
Dominasipenyakit kronis di Negara berkembang initidak juga diakui kalangan ahli kesehatan
(Nugent, 2008).
Asumsi lama adalah bahwa penyakit kronis ada terutama di negara-negara kaya dan
bahwa penyakit menular ada terutama dinegara-negara berkembang. Pembagian sederhana
ini sudah tidak berlaku kembali. Menurut Nugent (2008) Finlandia, Taiwan, dan Korea
Selatan adalah contoh negara-negara yang relatifkaya dengan prevalensi rendah dari tingkat
kematian utama karena penyakit kronis. Sebaliknya,negara-negara yang sangat berkembang
sekalipun, seperti India dan Pakistan, dan negara-negara yang cukupberkembang, seperti
Rusiadan China, menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi dari penyakit kronis
daripada penyakit menular. Kesimpulannya adalah bahwa kondisi telah berubah di negara
berkembang dalam beberapa tahun terakhir, diasumsikan karena negara-negara berkembang
semakin mengadopsi gaya hidup tidak sehat dari negara maju.
Penyakit tidak menular (non-communicable disease) atau yang sering kita sebut
dengan penyakit kronik ternyata telah menjadi penyumbang kematian terbesar di Asia
Tenggara. Penyakit jantung, stroke, serta penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah
contoh penyakit tidak menular yang menjadi tren gaya hidup saat ini.
Berdasarkan data dari WHO di Asia Tenggara pada tahun 2008, sebanyak 55%
kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% disebabkan oleh penyakit menular,
dan sisanya 10,7% disebabkan luka.

1
Begitu juga di Indonesia, penyakit kronis menjadi penyebab kematian terbanyak.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2016), proporsi angka
kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi
49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab kematian tertinggi dari
seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, dan
PPOK.Sakit kronis sifatnya lebih tahan lama, bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun. Cedera tertentu dapat menyebabkan rasa sakit kronis. Hal ini terutama
berlaku pada cedera saraf. Sakit kepala migrain dan arthritis adalah kondisi lain yang juga
bisa memproduksi rasa sakit kronis.
Pengobatan penyakit kronik seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya
besar. Beberapa jenis penyakit tidak menular adalah penyakit kronik yang dapat mengganggu
ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak komplikasi yang dapat
terjadi adalah kecacatan termasuk kecacatan permanen.Oleh karena itu, terdapat kebutuhan
mendesak untuk mengobati faktor-faktor yang menjaga dan memperburuk pengalaman rasa
sakit agar dapat mengurangi penderitaan manusia, biaya perawatan penyembuhan menjadi
lebih efektif dan efisien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Penyakit Kronik?
2. Apa Penyebab Penyakit Kronik?
3. Apa tanda dan gejala dari Penyakit Kronik?
4. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan penyakt kronik?
5. Berapa jumpal populasi Penyakit Kronik?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit kronik
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit kronik
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit kronik
4. Untuk mengetahui pecegahan dan penatalaksanaan penyakit kronik
5. Untuk mengetahui jumlah populasi penyakit kronik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar medis


1. Definisi Penyakit Kronis
Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan
yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksnaan
jangka panjang.sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan
gejala kecacatan, sementara juga menghadapi segala bentuk perubahan identitas
diakibatkan oleh penyakit. Sebagian lagi mencakup menjalani perubahan gaya hidup
danregimen yang dirancang untuk tetap menjaga agar tanda dan gejala
terkontrol dan untuk dan untuk mencegah komplikasi. (Brunner dan Suddarth)
Penyebab Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat di derita oleh semua kalangan maupun kelompok usia,
tingkat sosial,ekonomi dan budaya. Kemajuan dalm teknologi perawatan dan farmakologi
telah memperpanjang rentan kehidupan tanpa harus menyembuhkan penyebab penyakit
kronis yang mendasari. Peningkatan dalam metode skrining dan diagnosa memungkinkan
deteksi dini penyakit, sementara kondisi tersebut masih dapat di obati, dengan demikian
juga meningkatkan umur panjang. Meskipun merupakan penyakit infeksi AIDS
merupakan penyakit kronis karna perkembangan dan penggunaan medikasi baru untuk
mengobati infeksi opotunistik.
Meskipun teknologi dapat menyelamatkan hidup, teknologi juga dapat
mengakibatkan masalah masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti yang
di rancang untuk menyembuhkannnya. Sebagai cintoh teknologi sangat meningkatkan
angka bertahan hidup bayi bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator dan kebutaan.
2. Sifat Penyakit Kronik
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa
sifat diantaranya adalah :

3
a. Progresi
Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit
jantung.
b. Menetap
Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada
individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
c. Kambuh
Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama
atau berbeda. Contoh penyakit arthritis
3. Dampak Penyakit Kronik Terhadap Klien
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap klien diantaranya
(Purwaningsih dan kartina, 2009) adalah :
a. Dampak psikologis
Dampak ini dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, yaitu :
1) Klien menjadi pasif
2) Tergantung
3) Kekanak-kanakan
4) Merasa tidak nyaman
5) Bingung
6) Merasa menderita
b. Dampak somatic
Dampak somatik adalah dampak yang ditimbulkan oleh tubuh karena keadaan
penyakitnya. Keluhan somatic sesuai dengan keadaan penyakitnya.
c. Dampak terhadap gangguan seksual
Merupakan akibat dari perubahan fungsi secara fisik (kerusakan organ) dan
perubahan secara psikologis (persepsi klien terhadap fungsi seksual)
d. Dampak gangguan aktivitas
Dampak ini akan mempengaruhi hubungan sosial sehingga hubungan social dapat
terganggu baik secara total maupun sebagian.

4
4. Fase-Fase Penyakit Kronis
a. Fase Pre-trajectory
Menggambarkan tahap di mana individu beresiko terhadap penyakit konis karena
fakto-faktor genetic atau perilaku yang meningkatkan kerentanan seseorang
terhadap penyakit kronis.
b. Fase trajectory
Ditandai dengan tampaknya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis.
Fase ini sering disertai dengan ketidakpastian karena gejala sedang dievakuasi dan
pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.
c. Fase Stabil
Terjdi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol
d. Fase Stidak Stabil
Ditandai dengan ketidak stabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala
atau progresi penyakit-penyakit. Sela fase ini, aktifitas sehari-hari pasien mungkin
terganggu oleh penyakitnya dan dibutuhkan strategi untuk mengatasinya. Ditandai
dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang berat
yang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit. Untuk menanganinya fase ini
membutuhkan modifikasi mayor aktifitas sehari-hari pasien.
e. Fase Krisis
Situasi krisis yang akan mengancam jiwa seseorang yang membutuhkan
pengobatandan perawatan kegawadaruratan.
f. Fase Pulih
Pulih kembali pada cara hidup yang dapat diterima dalam batasan yang dibebani
oleh penyakit kronis.
g . Fase Penurunan
Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan ketidakmampuan
dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala
h . Fase Kematian
Penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dam penghentian hubungan individu.

5
5. Kategori Penyakit Kronik
Ada beberapa kategori penyakit kronis yaitu seperti dibawah ini.
a. Lived with illnesses.
Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi
penyakitnya selamahidupdanbiasanya tidak mengalami kehidupan yang mengancam.
Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan
epilepsi.
b. Mortal illnesses.
Pada kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan individu yang
menderita penyakit ini hanya bisamerasakan gejala-gejalapenyakitdan ancaman
kematian. Penyakit dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.
c. At risk illnesses.
Kategori penyakit ini sangat berbeda dari dua kategori sebelumnya. Pada kategori ini
tidak ditekankan pada penyakitnya,tetapi pada risiko penyakitnya. Penyakit yang
termasuk dalamkategori ini adalah hipertensidan penyakit yang berhubungan dengan
hereditas
6. Tanda dan Gejala
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak pasti, memiliki
faktor risiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama, menyebabkan
kerusakanfungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat disembuhkansecara
sempurna(Smeltzer & Bare, 2010). Tanda-tanda lain penyakit kronis adalah batuk dan
demam yang berlangsung lama, sakit pada bagian tubuh yang berbeda, diare
berkepanjangan, kesulitan dalam buang air kecil, dan warna kulit abnormal.
7. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-
Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009)
a. Kehilangan kesehatan
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa
takut , cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas.

6
b. Kehilangan kemandirian
Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui
berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan
c. Kehilangan situasi
d. Klen merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya
e. Kehilangan rasa nyaman
f. Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas,
nyeri, dll
g. Kehilangan fungsi fisik
Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus
dibantu melalui hemodialisa
h. Kehilangan fungsi mental
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien
mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
i. Kehilangan konsep diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi
sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta
identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
j. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
8. Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis
yang dideritanya oleh klien atau individu, yaitu:
a. Penolakan (Denial)
Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti
jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan
memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak
untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat) dan menyakini
bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka
pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat

7
disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka
panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image).
b. Cemas
Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu
yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang
terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya.
Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah
dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi
dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
c. Depresi
Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit
kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit
jantung mengalami depresi.
9. Pencegahan
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas. Dalam pencegahan
penyakit dikenal pencegahan primer, sekunder, dan tersier (Djauzi, 2009). Pencegahan
primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya pencegahanini dapat
berupa pencegahan umum(melalui pendidikan kesehatan dan kebersihan lingkungan) dan
pencegahan khusus (ditujukan kepada orang-orang yang mempunyai risiko dengan
melakukan imunisasi).
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghambat progresivitas
penyakit, menghindari komplikasi,dan mengurangi ketidakmampuan yang dapat
dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan secara cepat dan tepat. Pencegahan tersier
dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Upaya
pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ yang
mengalami kecacatan (Budiarto & Anggreni, 2001)
10. Populasi Penyakit Kronis
Berdasarkan data WHO, prevalensi penyakit kronik di dunia mencapai 70% dari
kasus yang menyebabkan kematian. Presentase ini akan semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan gaya hidup, mengkonsumsi makanan

8
tinggi lemak, kolesterol, merokok dan stress yang tinggi. Diperkirakan pada tahun 2030
sekitar 150 juta orang akan terkena penyakit kronis. Jenis penyakit kronik yang
menyebabkan kematian adalah penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakitparu obstruksi
kronik, hipertensi dan diabetes mellitus.
Berdasarkan data PTM dalam Riskesdas 2013 Penyakit Kronis meliputi : (1)
asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3) kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6)
hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9) stroke; (10) gagal ginjal kronis;
(11) batu ginjal; (12) penyakit sendi/rematik. Data penyakit asma/mengi/bengek dan
kanker diambil dari responden semua umur, PPOK dari umur ≥30 tahun, DM, hipertiroid,
hipertensi/tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, penyakit gagal jantung,
penyakit ginjal, penyakit sendi/rematik/encok dan stroke ditanyakan pada responden
umur ≥15 tahun.
Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara berupa
gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus
yang mempunyai riwayat gejala PTM (berdasarkan diagnosis atau gejala). Prevalensi
kanker, gagal ginjal kronis, dan batu ginjal ditentukan berdasarkan informasi pernah
didiagnosis dokter saja.
Untuk hipertensi, selain berdasarkan hasil wawancara, prevalensi juga
disampaikan berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah.Prevalensi asma, PPOK, dan
kanker berdasarkan wawancara di Indonesia masing-masing 4,5 persen, 3,7 persen, dan
1,4 per mil. Prevalensi asma dan kanker lebih tinggi pada perempuan, prevalensi PPOK
lebih tinggi pada laki-laki. Prevalensi DM dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan
jawaban pernah didiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM berdasarkan
diagnosis atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di
Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4
persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat
hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen penduduk yang minum
obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh nakes.
Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18
tahun sebesar 25,8 persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8 persen, sebagian besar (63,2%)
kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Prevalensi DM, hipertiroid, dan

9
hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki . Prevalensi jantung
koroner berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 persen, dan
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi gagal jantung
berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 persen, dan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 persen. Prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen
penyakit stroke telah terdiagnosis oleh nakes.
Prevalensi penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke terlihat meningkat
seiring peningkatan umur responden. Prevalensi stroke sama banyak pada laki-laki dan
perempuan.
Prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan pernah didiagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,2 persen dan penyakit batu ginjal sebesar 0,6 persen. Prevalensi penyakit sendi
berdasarkan pernah didiagnosis nakes di Indonesia 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis
atau gejala 24,7 persen.
B. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses keperawatan
dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
1. Pengkajian
Pada proses keperawatan pengkajian dilakukan terhadap klien, keluarga, dan
lingkungan.
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnose
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasKemampuan dalam mengambil dan
4) memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :

10
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan perubahan
yang terjadi
c. Pengkajian lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses pengkajian
klien dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
a. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan mengekspresikan
perasaan
c. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan ketidakmampuan dan
ketidak pedulian karena stress

11
DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Bina hubungan
dengan gangguan kondisi keperawatan selama 2x24 saling percaya
kesehatan yang ditandai jam, klien mulia bisa  Latih klien cara-cara
dengan : bergaul dengan KH : berinteraksi dengan
DS :  Klien mulai merasa orang lain secara
 Klien mengatakan tidak nyaman jika berada bertahap
nyaman jika berada didekat orang lain  Diskusikan dengan
didekat orang lain,  Klien bisa melakukan keluarga pentingnya
karena kondisinya tindakan di luar interaksi klien
sekarang kamar dengan keluarga
 Lebih senang sendiri  Klien bisa bergaul terdekat
DO : tanpa rasa malu dan  Libatkan klien dalam
 Klien banyak diam dan takut terapi kelompok
kurang mau berbicara secara bertahap
 Klien tampak sedih,
ekspresi datar dan
dangkal
2. Kecemasan yang meningkat Setlah dilakukan tindakan  Kaji tingkat
berhubungan dengan selama 2x24 jam, ansietas kecemasan klien
ketidakmampuan klien berkurang dengan dari ttv, nafsu
mengekspresikan perasaan KH : makan,
yang ditandai dengan  Klien mampu  Beri dorongan pada
DS : menunjukkan koping klien untuk
 Klien merasa takut yang baik mengungkapkan
penyakitnya tidak bisa  Klien mampu pikiran dan perasaan
disembuhkan mengungkapkan  Berikan penyuluhan
 Klien juga perasaan dan bisa kepada keluarga dan

12
mengkhawatirkan bertukar pikirang dan ajak untuk bersama
keluarganya dirumah perasaan sama memotivasi
DO : klien
 Klien tampak tidak bisa
untuk tidur
 Klien tampak lemah
dan lesu akibat kurang
tidur
3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan  Bantu klien untuk
personal Hygine keperawatan selama 2x24 personal hygine
berhubungan dengan jam, personal hygiene sesuai kebutuhan
ketidakmampuan dan klien terpenuhi dengan KH yang di anjurkan
ketidak pedulian karena :  Dukung kemandirian
stress yang ditandai dengan  Klien mengatakan untuk melakukan
DS : merasa segar dan personal hygine jika
 Klien mengatakan tidak nyaman memungkinkan
mampu untuk  Klien mampu menjaga  Berikan penjelasan
membersihkan diri kebersihan dirinya kepada klien akan
secara maksimal  Tidak tercium lagi bau pentingnya
 Klien mengatakan tidak tidak sedap kebersihan diri baik
peduli mau mandi atau  Klien tampak bersih secara kesehatan,
tidak, yang dia pikirkan mulai dari pakaian agama maupun sosial
hanya penyakitnya
 Klien mengatakan tidak
mengetahui cara
merawat luka dengan
baik dan benar, hanya
menunggu perawat saja
yang melakukannya
DO :

13
 Mulai tercium bau tidak
sedap dari tubuh dan
luka klien
 Klien tampak tidak
menjaga kebersihan
diri.

3. Terapi

Sebagian besar klien yang memiliki faktor – faktor psikologis yang

mempengaruhi kondisi medis berada dalam kondisi medikal – bedah karena mereka

memeriksakan kesehatan yang berhubungan dengan kondisi fisiologis mereka.Ketika

seorang klien melaksanakan anjuran untuk terus mengikuti terapi, fokusnya ada pada

bagaimana faktor – faktor psikologis seperti ansietas dan depresi mempengaruhi

berbagai terapi atau hasilnya.

a. Terapi Individual

1) Pastikan klien mendapat supervise dan intervensi medis yang tepat untuk

setiap kondisi yang di diagnosis.

2) Kaji emosi klien tentang situasi kehidupannya.

3) Ajarkan klien tentang stress dan bagaimana mengenali stressor kehidupan

yang khas. Fokuskan pada pembelajaran dan praktik keterampilan

penatalaksanaan stres.

4) Minta klien mengidentifikasikan perasaan pada tubuhnya yang

mengindikasikan stress

5) Minta klien mengenali hubungan antara gejala fisik dan masalah emosi

6) Minta klien menghilangkan distorsi kognitif dan hal – hal negatif yang kronis.

14
7) Minta klien mengidentifikasikan dan mengevaluasi strategi koping yang

digunakan saat ini.

8) Rujuk klien ke kelompok terapi atau kelompok pendukung supaya klien

memiliki sebuah mekanisme untuk membeberkan perasaannya, mengatasi

ansietas, dan menguatkan keterampilan koping yang efektif.

9) Dorong anggota keluarga untuk mendiskusikan perasaan mereka, khususnya

perasaan marah dan tidak berdaya, yang berhubungan dengan banyaknya

kebutuhan fisik dan psikologis klien.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (effendi, 1995). Jenis tindakan pada

implementasi ini terdiri dari tindaka mandiri( independent), saling

ketergantungan/kolaborasi( interdependent), dan tindakan rujukan/ ketergantungan (

dependent)

Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan , perawat erlu

memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih dibutuhkan klien dan

sesuai dengan kondisinya saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah

mempunyai kemampuan Interpersonal, intelektual teknikal sesuai tindakan yang akan

dilaksanakan. Perlu penilaian kembali apakah aman bagi klien.

Setelah semua tidak ada hambatan, maka tindakan keperawatan boleh

dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan, perawat melakukan

kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta

klien yang di harapkan.

15
5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan

keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat perubahan

dan berupaya mempertahankan dan memelihara.Pada evaluasi sangat diiperlukan

reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama
sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. Respon klien
dalam kondisi kroni sansgat tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami,
sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
kronis. Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian
beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering bukan pada kematian itu sendiri
tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi perawatan yang
sesuai dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu memberikan asuhan
keperawatan yang baik pada klien yang mengalami penyakit kronis.
B. Saran
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-
saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai.
Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS.Jakarta: Balitbang


Kemenkes RI

Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Budiarto .E, Anggraeni .D. 2001. Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Djoerban, Zubairi dan Djauzi, Samsuridjal. 2009. HIV/AIDS di Indonesia.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jilid III. Jakarta: Internal Publishing.

Nuggent R. 2008. Chronic Diseases in Developing Countries Healt and Economic Burdens.
New York Academy Science.

Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. (2010).Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner &
Suddart. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai