Anda di halaman 1dari 3

BILA GURU MENJADI HAKIM

Dengan tidak bermaksud mendiskreditkan prefesi guru, yang perlu dipahami adalah bukan
kapasitas guru yang memutuskan kesalahan siswa. Salah dan benar itu merupakan tugas hakim,
jadi kalau ada guru yang berani memutuskan bahwa salah satu siswa salah dan lainnya benar
maka guru tersebut telah berperan sebagai hakim. Dalam undang-undang telah jelas dinyatakan
bahwa tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Berdasarkan amanah undang-undang, apabila terjadi perselisihan antara siswa maka tugas guru
adalah membimbing, mendidik dan mengarahkan mereka supaya menghilangkan perselisihan
tersebut. Posisi guru tidak mencari kesalahan dan tidak pula melakukan pembenaran, akan tetapi
guru memberi pengertian, perhatian dan pemahaman bahwa perbuatan yang mereka lakukan
tidak sesuai dengan etika dan etiket. Guru mengajarkan mereka tentang perbuatan baik dan
perbuatan yang tidak baik.
Bagaimana dengan sanksi bagi siswa yang nakal? Pada usia sekolah, para ahli bersepakat bahwa
usia tersebut merupakan usia pencarian jati diri, usia dimana mereka masih membutuhkan
bimbingan, arahan, dan didikan. Prilaku yang muncul pada prinsipnya bukanlah termasuk
kategori nakal, sebab secara psikologis pada usia ini selalu mendambakan pujian dan perhatian.
Kejiwaan mereka didominasi oleh rasa ingin tahu dan selalu mencoba sesuatu yang baru,
sehingga kadangkala membuat mereka menjadi ceroboh.

Pengalaman yang belum terbentuk membuat mereka tidak memperhitungkan dampak negatif
atas perbuatannya. Maka lahirlah asumsi bahwa mereka adalah siswa yang nakal, sekolah
termasuk guru kemudian menjatuhkan sanksi kepada mereka karena dinilai telah melanggar tata
tertib sekolah. Yang sangat memprihatinkan pula bahwa ternyata sebagian dari sanksi-sanksi itu
justru tidak sesuai dengan berat ringan timbangan perbuatannya.

Pemberian sanksi tanpa didukung dengan layanan konseling akan membangkitkan jiwa berontak
dari dalam dirinya dan mematikan motivasi belajarnya. Sungguh ini sesuatu yang berbahaya bagi
perkembangan siswa. Pemberian layanan konseling ditujukan untuk membuka akal dan pikiran
siswa tentang dampak dari prilaku mereka.

Jadi tindakan yang seharusnya di ambil adalah dengan memaksimalkan bimbingan konseling,
sehingga mereka menyadari perbuatannya, mereka paham bahwa perbuatan mereka dapat
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain di masa sekarang dan dimasa yang akan datang.
DILEMA GURU

Menjadi pendidik memang butuh tenaga ekstra untuk menghadapi bermacam-macam karakter.
Ada yang kalem, biasa-biasa saja, pemberontak, bahkan pembuat onar. Nah, siswa 'trouble
maker' inilah yang biasanya jadi keresahan para guru. Ruang kelas bisa jadi riuh dan tidak
kondusif karena ulahnya. Ini jelas mengganggu proses belajar mengajar di kelas. Jika guru
justru ingin 'menyerang', masalah ini tidak akan selesai. Yuk, jadi guru cerdas yang tahu kiat
menghadapi siswa yang suka melawan!

#1. Sedikit kelonggaran

Cobalah beri sedikit kelonggaran dalam aturan. Hal ini mungkin terkesan Bapak/Ibu
"mendukung" pemberontakan siswa. Namun, tujuannya adalah agar tidak terlalu memusingkan
hal-hal kecil. Tetap berkomitmen dengan aturan yang penting, seperti saling menghormati,
melakukan hal yang benar, serta tidak merugikan pihak lain, dan sebagainya.

Misalnya saja ketika siswa menggunakan topi di kelas dan itu melanggar aturan sekolah,
Bapak/Ibu dapat mengatakan, “Saya juga pernah jadi siswa. Beberapa peraturan terlihat sedikit
konyol. Selama pengawas tidak ada, kamu boleh menggunakannya di kelas. Tapi jika mereka
datang, kamu harus melepaskannya.”. Hal ini memberikan siswa pemberontak fleksibilitas dalam
aturan, dan lebih merasa bahwa Bapak/Ibu berada di sisi mereka.

#2. Pendekatan

Di sekolah, Bapak/Ibu adalah jalur utama untuk berhubungan dengan siswa. Oleh sebab itu,
perlu kemampuan membaca tanda-tanda yang ditunjukkan siswa, juga harus mau terlibat pada
setiap tindak-tanduk siswa. Hal yang harus dipahami, penyebab siswa melawan bisa jadi karena
adanya perasaan bahwa dunia tidak memihak mereka. Banyak siswa yang sebenarnya
bermasalah di rumah, lingkungan, dan sekitarnya dan membuat mereka merasa tidak ada cita-
cita, hidup hampa, depresi, bahkan ada yang sampai berniat bunuh diri. Jangan sampai siswa
mencapai titik tersebut.

#3. Koordinasi

Acapkali berbagai informasi yang diperlukan berasal dari orangtua siswa. Nah, untuk kiat yang
satu ini memang agak tricky. Bapak/Ibu tentu tidak mau siswa merasa terancam jika ada
kedekatan dengan orangtua mereka. Rasa percaya siswa pun bisa luntur karena mereka pikir
Bapak/Ibu akan melaporkan rahasia yang sudah mereka percayakan and vice versa. Triknya
adalah pastikan hal-hal yang perlu dilaporkan pada orangtua sekiranya bisa mencegah hal-hal
membahayakan bagi siswa. Misalnya, kalau hal yang diceritakan siswa agak riskan, Bapak/Ibu
bisa langsung memberi tahu orangtua terlebih dahulu untuk pencegahan.

#4. Problem solver

Bapak/Ibu tentu menghindari adanya perilaku kekerasan di dalam kelas. Jadi, cobalah untuk
menjaga komuniksi dengan siswa yang memberontak, dan tunjukkan bahwa Bapak/Ibu tetap
menghargai mereka. Meskipun mereka sempat melakukan kekerasan. Seringkali yang jadi
masalah adalah siswa merasa dipandang sebelah mata oleh banyak pihak. Jadi, mereka tidak tahu
harus berbiara dengan siapa dan bagaimana harus bersikap. Jadi pendengar yang baik walaupun
sikap mereka kurang bisa ditolerir. Sampaikan dengan kalimat positif dan hentikan memberi cap
“bandel/nakal” pada siswa. Ubahlah menjadi “Saya rasa apa yang orang katakan tentang kamu
tidak benar. Kamu jauh lebih baik dari apa yang orang pikirkan”. Dengan demikian, siswa akan
tersentuh hatinya karena merasa ada orang yang masih percaya padanya. Perlahan, siswa akan
paham bahwa tidak seharusnya mereka bersikap tidak menyenangkan.

#5. The power of trust

Berikan siswa sebuah tanggung jawab dan percayakan padanya. Bisa dimulai dari hal-hal kecil
seperti meminta bantuannya membawakan buku-buku ke ruang guru, menjadikan ia pemimpin
dalam kelompok, dan sebagainya. Hal-hal tersebut akan membuatnya merasa lebih percaya diri.
Jika siswa berhasil melakukan tugasnya dengan baik, jangan ragu untuk beri pujian. Apabila
hendak menegur, gunakan kalimat seperti ini “Minggu ini Bapak/Ibu lihat kamu banyak
kemajuan. Kamu bisa pertahankan ya? Bapak/Ibu percaaya kamu pasti bisa pilih hal yang baik
untuk dirimu dan lingkunganmu.”

Anda mungkin juga menyukai