Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO LAPORAN KASUS BANGSAL

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Dokter Pembimbing :
dr. Herry Kristianto
dr. Nur Kartikasari

Disusun oleh :
dr. Desy Failasufa

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN
KABUPATEN PATI
2019
Portofolio Kasus
No. ID dan Nama Peserta : dr. Desy Failasufa
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Topik : PPOK
Tanggal (kasus) :
Nama pasien : Tn. R No. RM : 030XXX
Tanggal presentasi : Nama Pendamping : dr. Herry Kristianto
Tempat presentasi : RSUD Kayen, Kabupaten Pati
Objektif presentasi :
√ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegara □ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi :
Pasien laki-laki usia 69 th datang dengan keluhan sesak nafas sejak 3 bulan ini.
□ Tujuan:
 Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.
 Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi √ Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien : Nama : Tn. R Nomor Registrasi : 030XXX
Nama klinik : Telp : - Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien dibawa ke ke IGD RSUD Kayen karena sesak nafas sejak 3 bulan ini, sesak
muncul secara tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan perubahan
posisi. Terbangun tengah malam karena sesak (-), sesak ketika beraktifitas (+) namun hal ini
hanya sesekali dialami os, bengkak pada ekstremitas (-), nyeri dada (-). Os juga
mengeluhkan batuk yang sudah dialami 1 bulan ini dan tidak berkurang jika diberikan obat
batuk yang dibeli di warung. Batuk bersifat hilang timbul disertai dengan dahak yang
bening (+). Penurunan berat badan (-), keringat malam (-). Riwayat merokok (+) sejak usia
25 tahun dan baru berhenti 3 bulan yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus
dalam sehari. Demam (-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari dan dalam batas normal, nyeri
BAB (-), namun os pernah operasi ambeyen. Nyeri BAK (-) os hanya mengeluhkan susah
menahan kencing.
2. Riwayat pengobatan :
Pasien minum obat batuk dari warung.
3. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat keluhan serupa disangkal
- Riwayat hemoroid diakui
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat DM disangkal
4. Riwayat Keluarga :
1. Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal dengan istri dan 1 orang anaknya. Pasien berprofesi sebagai petani.
Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi rendah
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Composmentis, GCS E4V5M6 , tampak sakit berat
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 24x/menit, reguler
Suhu : 37,4°C per axilla
VAS : 0
Rambut : warna hitam dan tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 2mm/2mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)
Tenggorok : Tonsil : T1-1, hiperemis (-)
Leher : JVP R+2 cm, pembesaran KGB (+), trakea di tengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi servikal (-),
Toraks : retraksi (-), venektasi (-)
Pulmo
Inspeksi : barrel chest (+)
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : hipersonor / hipersonor
Auskultasi : suara dasar : (ekspirasi memanjang/ekspirasi memanjang)
suara tambahan : Rhonki basah pada lapang paru kiri bawah.
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di 2cm lateral linea mideoclavicularis sinistra, kuat
angkat (-), thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 2 cm medial linea medioclavicularis
sinistra
→ konfigurasi jantung kesan normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : datar, warna sama dengan sekitar
Auskultasi : Peristaltik usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) , hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Ekstremitas : superior inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Tonus normotonus

7. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (14/12/18)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi rutin
Hemoglobin 12,1 g/dl 12.0 – 15.6
Hematokrit 35,3 % 33 – 45
Leukosit 5,2 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 315 ribu/C 150 – 450
Wkt Perdarahan 4 Menit 1-3
Wkt Pembekuan 5’30 Menit 2-6
Eosinofil 0 % 1-4
Basofil 0 % 0-1
N. batang 1 % 3-5
Segmen 72 % 36-70
Limfosit 22 % 26-40
Monosit 5 % 2-10
PP/S 117 mg/dl 70-160
SGOT 26,2 U/L L-25
SGPT 13,1 U/L L-29
Ureum 29,7 Mg% 10-50
Creatinin 0,93 Mg% 0,6-1,2
Lain-lain
HbsAg Non reactive Non reactive

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis snake bite grade 1
Tatalaksana snake bite

SOAP
1. SUBJEKTIF :
Bengkak di jari tangan keempat kanan akibat digigit ular dudak (ular tanah) ± 2
jam SMRS (pukul 14.00), keluhan disertai nyeri hebat dan rasa panas pada area gigitan.
Awalnya bengkak hanya di area gigitan, namun saat di IGD pasien mengeluh bengkak
meluas. Pasien tidak mengeluh mual, muntah, pusing, sesak, kejang dan demam.
2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status lokalis
Regio digiti 4 manus dextra :
Inspeksi : tampak pada jari tangan kanan jejas (+) bekas gigitan ular, jumlah 2,
bentuk titik hitam, edem (+), bula (-), warna kuku pucat.
Palpasi : nyeri tekan (+), perabaan suhu hangat, konsistensi kenyal tegang.
Seluruh pemeriksaan tersebut mendukung diagnosis snake bite grade 1.
3. “ Assesment’’ :
Snake bite grade 1 adalah gigitan ular dengan bisa minimal ditandai dengan fang marks, nyeri
sedang-berat, luas 1-5 inci (2,54 – 12,7 cm), terdapat edem dan eritem dalam 12 jam pertama,
gangguan sistemik belum terlihat.

4. “ Plan” :
Assessment : Snake bite grade 1
IP Dx : S:-
O:-
IP Tx :
 Debridement luka
 Ivfd D5 + ABU 1 vial  20 tpm
 Inj. Tetagram
 Inj. Ceftriaxon 2 g/24 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
 Amlodipine tab 10 mg/ 24 jam
 Pasang DC

IP Mx : Evaluasi keadaan umum, tanda vital dan tanda syok, luka bekas gigitan
IP Ex : Menjelaskan tentang penangan luka dan komplikasi yang mungkin
terjadi pada pasien dan keluarga.

FOLLOW UP
Tanggal Monitoring Keterangan
15/12/18 S : luka jari tangan kanan Ivfd. RL 20 tpm
10.00 O : KU cukup, CM Inj. Ceftriaxon 1g/ 12 jam
Melati TD : 110/70 mmHg Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
T : 36°C (axiller)

A : snake bite grade 1


16/12/2018 S : luka dijari tangan Ketorolac 3x1
09.00 O : KU Baik, CM Cefadroxil 2x1
Melati TD : 100/70 mmHg BLPL
HR : 78x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5°C (axiller)
A : snake bite grade 1

PROGNOSIS
 Ad vitam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam
 Ad fungsionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

EPIDEMIOLOGI
Sekitar 50.000 – 100.000 kematian setiap tahunnya diseluruh dunia karena gigitan
ular. Hal ini adalah faktor resiko terbesar terutama pada pekerja pertanian dan warga
pendatang di daerah tropis. Kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun
di Amerika Serikat, dengan lebih dari 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun
1960 rata – rata korban setiap tahun meninggal di AS karena gigitan ular, dengan 70%
kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan
California Selatan.

ULAR BERBISA DAN ULAR TIDAK BERBISA


Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular
tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa
terancam. Pit viper dinamakan demikian karena memiliki ciri lekukan yang sensitive
terhadap panas terletak antara mata lubang hidung tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki
pupil berbentuk elips, berlainan dengan pupil bulat yang dimiliki ular tidak berbahaya.
Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper
memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal. Ular tak berbisa tidak banyak gigi
taring dan mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa
dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung
berwarna hitam dan memiliki guratan cincin warna merah yang berdampingan dengan warna
kuning.
TOXIKOLOGI
Bisa ular kompleks, terdiri dari banyak peptide dan enzim. Peptida dapat
menghancurkan endothelial pembuluh darah, meningkatkan permeabilitas dan memicu
timbulnya edema dan syok hipovolemik. Enzim mengandung protease dan L – amino asam
oksidase, yang menyebabkan jaringan mengalami nekrosis, sehingga memudahkan bisa ular
menyebar ke dalam jaringan; dan fosfolipid A2 yang dapat merusak eritrosit dan sel otot.
Enzim – enzim lainnya terdiri dari endonuklease, alkalin fosfatase, asam fosfat, dan
kolinesterase. Disamping menyebabkan cedera lokal, komponen tersebut juga memiliki efek
mematikan pada sistem kardiovaskular, paru – paru, ginjal, dan neurologis. Komponen
lainnya dari bisa besar pengaruhnya terhadap koagulasi, fibrinolisis, fungsi trombosit, dan
integritas vascular, terkadang menimbulkan hemoragik atau sekuel trombotik.
MANIFESTASI KLINIS
Lokal
Sebanyak 20% gigitan disebabkan oleh ular tidak berbisa, biasanya yang ditemukan
yaitu luka atau laserasi, dan nyeri minimal. Sedangkan pada ular berbisa menimbulkan nyeri
yang terasa panas dalam beberapa menit, yang diikuti dengan edema dan eritema. Dalam
waktu beberapa jam akan terjadi proses pembengkakan dan muncul ekimosis dan bulla
hemorrhagic. Bila penanganannya terlambat dan tidak ade kuat akan menimbulkan nekrosis
jaringan yang berat.
Sistemik
Pasien biasanya mengeluhkan lemah, mual, muntah, parastesia perioral, mulut berasa
logam, otot berkedut. Kebicilan kapiler difuse menyebabkan edema pulmonary, hipotensi dan
akhirnya shock. Pada korban dengan gigitan yang berat dalam beberapa jam dapat timbul
konsumptif koagulopati. Pada beberapa pasien dapat terjadi perdarahan spontan dari hamper
tiap bagian anatomi, walau secara klinis terjadinya perdarahan tersebut secara signifikan tidak
umum, tetapi berdasarkan hasil tes koagulasi abnormal. Gagal ginjal akut multifactorial
disebabkan oleh efek langsung nephrotoxins, sirkulasi yang kolaps, myoglobinuria, dan
koagulopati konsumtif. Hasil laboratorium yang abnormal dapat berupa hypofibrinogenemia,
thrombocytopenia, prolonged protombin time dan partial thromboplastine times,
meningkatnya kreatinin dan keratin phopokinase, proteinuria, hematuria, dan anemia atau
hemokonsentrasi.
Pada ular tanah yang berbisa menyebabkan gaguan pada system multiorgan, tetapi
pada ular coral berbisa efeknya lebih ke neurotoxic seperti disfungsi saraf kranial, dan
hilangnya reflex tendon, dapat juga berlanjut kepada depresi respiratori, dan paralysis dalam
beberapa jam.

TANDA DAN GEJALA

Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit
dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara
lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar,
pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
Gejala Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.

 Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah
yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

 Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi


(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur

Gejala dan tanda awal


Setelah rasa sakit langsung penetrasi ke kulit oleh taring ular, mungkin ada
peningkatan nyeri lokal (terbakar, meledak, berdenyut) dilokasi gigitan, pembengkakan lokal
secara bertahap meluas sampai ekstremitas, sakit di daerah kelenjar getah bening regional (di
selangkangan-femoralis, atau inguinalis.
Gejala dan tanda-tanda bervariasi sesuai dengan jenis ular yang bertanggung jawab
yang menggigit dan jumlah racun yang disuntikkan. Terkadang identitas ular yang menggigit
tidak bias dikonfirmasikan dengan memeriksaularmati, melainkan dapat diduga
kuatdarideskripsi pasien atau keadaan gigitan atau dari pengetahuan efek klinis dari racun
spesies yang menggigit. Informasi ini akan memungkinkan dokter untuk memilih sebuah
antivenom yang tepat, mengantisipasi kemungkinan komplikasi dan karena itu mengambil
sesuai tindakan.

Gejala dan tanda lokal di daerah gigitan


 Tanda Fang

 Nyeri lokal
 Perdarahan Lokal
 Memar
 Limfangitis
 Pembesaran Kelenjar getah bening
 Inflamasi (Pembengkakan, Kemerahan, terasa panas)
 Blistering

 Infeksi Lokal, pembentukan abses


 Nekrosis

Gejala dan tanda sistemik


Umum
Mual, muntah, malaise, nyeri abdomen, kelemahan, mengantuk.
Kardiovaskular (Viperidae)
Gangguan visual, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, jantung aritmia, edema paru,
edema konjungtiva.
Perdarahan dan gangguan pembekuan (Viperidae)
- Perdarahan dari luka (termasuk tanda fank), Vena punkture.
- Perdarahan sistemik spontan dari gusi, epistaksis, perdarahan ke dalam air mata,
hemoptisis, hematemesis, melena atau perdarahan rektum, hematuria, perdarahan
vagina, perdarahan ke dalam kulit (petechiae, purpura, ekimosis) dan mukosa (misalnya
konjungtiva, perdarahan intrakranial (meningisme dari perdarahan subarachnoid,
tanda-tanda lateralizing dan/atau koma dari pendarahan otak.

Neurologis (Elapidae, Russell Viper)


Mengantuk, paraestisia, ptosis opthalmoplegia, eksterna,kelumpuhan otot wajah
yang disarafi saraf cranial, aphonia dan kesulitan dalam menelan.
Kerusakan otot rangka (ular laut, russell viper)
Nyeri yang general, kekakuan dan nyeri trismus myoglobinuria, jantung gagala
ginjal akut

Ginjal (Viperidae, ular laut)


Nyeri punggung bawah, hematuri, hemoglobinuria, myoglobinuria, oligouri/anuri.

Endokrin (hipofisis akut/ insufisiensi adrenal)


- Fase akut : Shock, hipoglikemi.
- Fase kronik : Kelemahan, kehilangan seksual sekunder, amenore, atrofi
testis, hipotiroidisme

GRADING GIGITAN ULAR

Tabel - Grading of Crotalid Envenomation

Grade Tanda dan Gejala


0: tidak ada bias Satu atau lebih fang marks, nyeri minimal, luas < 1 inci
(2,54 cm), edema dan eritema disekitarya dalam 12 jam
pertama, gangguan sistemik
I: bisa minimal Fang marks, nyeri sedang hingga berat, luas 1 - 5 inci (2,54
– 12,7 cm),terdapat edema dan eritem disekitarnya dalam
12 jam pertama, gangguan sistemik biasanya belum terlihat
II: bisa sedang Fang marks, nyeri berat, luas 6 - 12 inci (15,24 – 30,48
cm),terdapat edema dan eritema disekitarnya dalam 12 jam
pertama, mungkin terdapat gangguan sistemik diantaranya
mual, muntah, pusing/mabuk, syok, atau gejala
neurotoksik.
III: bisa berat Fang marks, nyeri berat, luas > 12 inci (> 30,48cm),
terdapat edema dan eritema disekitarnya dan biasanya
muncul petekia dan ekimosis generalisata.
IV: bisa sangat berat Selalu ada gangguan sistemik, dan terdapat gejala gagal
ginjal, secret campur darah, koma dan kematian; edema
lokal bisa meluas ke ektremitas yang terserang dan
permukaan ipsilateral tubuh.

Gigitan ular Rattle ditandai oleh adanya injeksi bisa, kurang dari 50% pada saat itu.
Gejala sistemik sering timbul dini dan berhubungan dengan gangguan koagu Iasi darah,
kerusakan pembuluh darah sampai pada lapisan intima, kerusakan otot jantung, dan
gangguan pernapasan. Edema paru dan komplikasi perdarahan sering timbul pada gigitan
dengan jumlah bisa yang banyak, dan baik perdarahan maupun masa pembekuan darah
biasanya memanjang.

Gambar – Sebuah kasus dengan kasus racun bisa ular tipe berat yang berasal dari
diamondblack rattlesnake (Crotalus atrox) pada hari ke-4 paska gigitan ular. Tampak soft
tissue swelling dan hemoragik dan vesikel – vesikel berisi serum. (dokumentasi dari David
Hardy, MD) (Norris, Robert L.; Auerbach, Paul S.; Nelson, Elaine E.;, 2004)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium. Sampel darah harus segera diambil untuk peng-
golongan dan uji silang serta dilakukan pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah
lengkap, hitung trombosit, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, urina lisis,
gula darah, BUN, dan elektrolit. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala
sistemik. Pemeriksaan Radiologis. Foto thoraks untuk pasien dengan edema
pulmonum. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal.
Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersial tersedia alat yang steril,
sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya (seperti Styker pressure monitor).
Indikasi pengukuran tekanan kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan yang
signifikan, nyeri yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi muncul
pada ekstremitas yang tergigit

PENATALAKSANAAN
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah :
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum
korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain
yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang
membahayakan. Langkah-langkah pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan
korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit
dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena
pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah
dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari
gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan
menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi yang dapat digunakan untuk membawa pasien
adalah tandu, sepeda, motor, kuda, kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul
(dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion) bila ia muntah
dalam perjalanan
3. Penatalaksanaan rumah sakit
 Primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Jika pasien secara keseluruhan tidak muncul gejala dalam 6 jam paska gigitan pit viper
atau 24 jam paska gigitan coral snake, dan seluruh hasil laboratorium normal, tidak
terjadi keracunan, boleh dipulangkan. Seluruh pasien keracunan bisa ular sebaiknya
diobervasi minimal 24 jam di RS.
 Pemberian Antivenom
Indikasi Pemberian Anti Bisa Ular :

Pemberian serum anti bisa ular direkomendasikan bila dan saat pasien terbukti
atau dicurigai mengalami gigitan ular berbisa dengan munculnya satu atau lebih tanda
berikut :

Gejala venerasi sistemik

Kelainan hemostatik : perdarahan spontan (klinis), koagulopati, atau trombositopenia.

Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia eksternal, paralisis, dan lainnya.

Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, syok, arritmia (klinis), kelainan EKG.

Cidera ginjal akut (gagal ginjal) : oligouria/anuria (klinis), peningkatan kreatinin/urea


urin (hasil laboratorium). Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin coklat gelap (klinis),
dipstik urin atau bukti lain akan adanya hemolisis intravaskuler atatu rabdomiolisis
generalisata (nyeri otot, hiperkalemia) (klinis, hasil laboratorium). Serta adanya bukti
laboratorium lainnya terhadap tanda venerasi.

Gejala venerasi lokal :

Pembengkakan lokal yang melibatkan lebih dari separuh bagian tubuh yang terkena
gigitan (tanpa adanya turniket) dalam 48 jam setelah gigitan. Pembengkakan setelah
tergigit pada jari-jari ( jari kaki dan khususnya jari tangan). Pembengkakan yang meluas
( misalnya di bawah pergelangan tangan atau mata kaki pada beberapa jam setelah
gigitan pada tangan dan kaki), pembesaran kelenjar getah bening pada kelenjar getah
bening pada ekstremitas yang terkena gigitan.

Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi. Anti bisa ular
dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap
selama beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat belangsung
dua minggu atau lebih. Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan selama terdapat
bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat mencegah nekrosis lokal
masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti klinins menunjukkan bahwa agar
anti bisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular harus diberikan pada satu jam pertama
setelah gigitan.

Antivenom biasanya tidak diperlukan untuk keracunan bisa derajat 0 - I.


Derajat II memerlukan 3 - 4 ampul, derajat III memerlukan 5 - 15 ampul. Jika
gejalanya bertambah hebat, beberapa ampul lagi dapat diberikan dalam 2 jam
pertama. Karena anak - anak tubuhnya lebih kecil, mereka terkena racun bisa,
dalam dosis yang relatif lebih besar yang menempatkan mereka dalam kelompok
risiko tinggi. Karenanya makin kecil pasien, makin besar dosis antivenom yang
diberikan.
Antivenom biasanya diberikan secara intravena dalam dosis 3-5 ampul
dalam 500 mL cairan garam fisiologis atau glukosa 5% per drip. Jika sudah terdapat
gejala yang lebih parah, dapat ditambah 6-8 ampul. Dosis intravena yang telah
diberikan dengan mudah dapat dititrasi dengan respon terhadap terapi dan jumlah
yang diberikan didasari pada perkembangan gejala dan keluhan, tidak berdasar berat
badan penderita. Antivenom diberikan sampai gejala lokal dan sistemik membaik.
Penggunaan steroid masih kontroversial. Gangguan pernafasan diatasi dengan
intubasi endotrakeal, sementara gagal ginjal akut mungkin memerlukan dialisis. Pada
kasus tertentu, fasia dalam ekstremitas bisa menjadi keras dan memerlukan fasiotomi.
Banyak kejadian koagulopati telah dilaporkan, dan perlu diberikan darah, fibrinogen
dan vitamin K. Antibiotik juga segera diberikan untuk mencegah infeksi sekunder,
dan toksoid tetanus juga diberikan. Kebanyakan spesies yang terdapat pada bisa ular
adalah Pseudomonas aeruginosa, Proteus spp. Clostridium spp, dan Bacteriodes
fragilis.
 Penanganan luka
 Fasiotomi
Kebanyakan gigitan ular meninggalkan deposit bisa pada jaringan subkutan.
Bisa ular yang terdeposit oleh karena ular yang lebih besar di dalam kompartemen
otot, bagaimanapun juga bisa mengakibatkan peningkatan tekanan intrakompartemen.
Secara klinis perbedaan dengan sindrom kompartemen yang sebenarnya adalah dari
jenis bengkak, nyeri ekstremitas yang terlihat pada jaringan subkutan yang terkena
bisa ular adalah sulit dan memerlukan pengukuran tekanan kompartemen.
Fasiotomi sebaiknya dilakukan jika tekanan yang ada melebihi 30 – 40 mmHg
walaupun telah diterapi antivenom dan elevasi. Secara hemodinamik untuk stabilisasi
pasien, pemakaian manitol intravena sebagai tambahan antivenom dan elevasi
mungkin dapat menghindari pembedahan jika tekanan intrakompartemen dapat
diturunkan dalam 1 jam. Pada daerah yang pengukurannya terlalu kecil (misalnya jari
– jemari), peningkatan tekanan dapat dicurigai ketika kulit yang tertusuk pada jari
yang terkena menghitam. Tidak ada ketentuan ataupun profilaksis fasiotomi pada
gigitan ular beracun.

PROGNOSIS
Meskipun kebanyakan korban gigitan ular berbisa dapat tertolong dengan baik,
memprediksi prognosis pada tiap kasus individu dapat menjadi sulit. Disamping fakta bahwa
mungkin terdapat sebanyak 8000 kasus gigitan ular berbisa, terdapat kurang dari 10 kematian,
dan kebanyakan dari kasus fatal ini tidak mencari pertolongan karena suatu alasan dan lain hal.
Jarang terjadi untuk seseorang meninggal sebelum mencapai perawatan medis di AS.
Kebanyakan ular tidak berbisa jika menggigit. Jika tergigit oleh ular tidak berbisa, korban akan
pulih. Komplikasi yang mungkin dari gigitan ular tak berbisa meliputi gigi yang tertahan pada
luka gigitan atau infeksi luka (termasuk tetanus).Ular tidak membawa atau mentransmisikan
rabies.
Tidak semua gigitan oleh ular berbisa menghasilkan racun berbisa. Pada lebih dari
20% gigitan oleh rattlesnake dan moccasin, sebagai contoh, tidak ada bisa yang disuntikan. Hal
ini disebut gigitan kering yang bahkan lebih umum pada gigitan yang diakibatkan oleh elapid.
Gigitan kering (tanpa injeksi bisa ular) memiliki komplikasi yang sama dengan gigitan ular
tidak berbisa.Seorang korban yang masih sangat muda, tua, atau memiliki penyakit sistemik
lain sebagian besar tidak mampu mentoleransi jumlah injeksi bisa yang sama dengan orang
dewasa yang sehat. Ketersediaan perawatan medis darurat dan, yang paling penting, antibisa
ular, dapat mempengaruhi bagaimana keadaan korban.
Efek bisa yang serius dapat tertunda untuk beberapa jam. Seorang korban yang
awalnya terlihat baik kondisinya dapat menjadi sangat kesakitan. Seluruh korban yang tergigit
oleh ular berbisa harus segera mendapat perawatan medis tanpa harus ditunda-tunda.
DAFTAR PUSTAKA
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region,
World Health Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News
Vol. 28,Number 3, March, 2001.
Norris, Robert L.; Auerbach, Paul S.; Nelson, Elaine E.;. (2004). Bites and Stings. In C. M.
Townsend JR, Sabiston: Textbook of Surgery 17th edition (p. 597). Philadelpia: Elsevier.
Schwartz’s Principles of Surgery, eight edition, Mcgraw-Hill : USA. 2005.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal ……………………..…………... telah dipresentasikan oleh :


Nama Peserta :
Dengan Judul/Topik :
Nama Pendamping :
Nama Wahana :

NO. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pendamping,

dr. Nur Kartika Sari

Anda mungkin juga menyukai