Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN TERAPI KOMPREHENSIF TERHADAP


PASIEN TBC DI PUSKESMAS HALMAHERA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program


Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Periode Kepaniteraan 30 Mei – 31 Juli 2016

Oleh :
Desy Failasufa
NIM 30101206604

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

DIAGNOSIS HOLISTIK DAN TERAPI KOMPREHENSIF TERHADAP


PASIEN TBC DI PUSKESMAS HALMAHERA

PERIODE 30 MEI – 31 JULI 2016

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:


Desy Failasufa 30101206604
Laporan Kasus yang telah diseminarkan, diterima dan disetujui di depan tim
penilai Puskesmas Halmahera Semarang.

Semarang, Juli 2016


Disahkan Oleh:

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Kepala Bagian Ilmu Kesehatan
Halmahera Masyrakat

dr. M. Hidayanto dr. Tjatur Sembodo, MPH

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Diagnosis Holistik dan Terapi Komprehensif terhadap pasien TBC di
Puskesmas Halmahera periode 30 Mei – 31 Juli 2016.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka


menjalankan kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat
data hasil kunjungan TBC 25 Juni 2016.

Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :

1. dr. Muhammad Hidayanto selaku Kepala Puskesmas Halmahera yang


telah memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh
Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas
Halmahera, Semarang.
2. Dokter, Paramedis, beserta Staf Puskesmas Halmahera atas
bimbingan dan kerjasama yang telah diberikan.
Saya menyadari sepenunhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh
dari sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu saya sangat
berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata saya berharap semoga hasil laporan kasus Diagnosis Holistik
dan Terapi Komprehensif terhadap pasien TBC di Puskesmas Halmahera dengan
pendekatan segitiga epidemiologi periode 30 Mei – 31 Juli 2016 dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 4 Juli 2016

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ... ii
KATA PENGANTAR................................................................................... .. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 7
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 8
1.3 Tujuan .................................................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 8
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................... 8

1.4 Manfaat .................................................................................. 8


1.4.1 Bagi Masyarakat ........................................................ 8
1.4.2 Bagi Mahasiswa ......................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ .. 10
2.1 Definisi TBC ......................................................................... 10
2.2 Etiologi ................................................................................... 10
2.3 Penularan TBC ....................................................................... 10
2.4 Epidemiologi .......................................................................... 11
2.5 Penemuan Kasus TBC ............................................................ 11
2.5.1 Strategi Penemuan ......................................................... 12
2.5.2 Pemeriksaan Dahak ....................................................... 14
2.6 Diagnosis TBC.................................................................... ... 15
2.6.1 Diagnosis TBC Paru................................................. ..... 15
2.6.2 Diagnosis TBC Ekstraparu ............................................ 16
2.6.3 Tipe Penderita TBC Paru.............................................. . 17
2.7 Pengobatan TBC................................................................. .... 19
2.7.1 Prinsip Pengobatan TBC.......................................... ..... 19
2.7.2 Tahapan Pengobatan TBC..................................... ........ 19
2.7.3 Obat Anti Tuberculosis (OAT)............................. ......... 20

iv
BAB III ANALISA SITUASI ....................................................................... 26
3.1. Anamnesis Holistik ............................................................... 26
3.2 Usulan Penatalaksanaan Komprehensif ............................... 33
3.2.1 Identifikasi Masalah ................................................ 33
3.2.2. Perencanaan .............................................................. 33
3.2.3. Intervensi .................................................................. 35
3.2.4 Pemantauan (Follow up).......................................... ... 37
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................... .... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 41
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 41
5.2 Saran ..................................................................................... 41
5.2.1 Untuk Pasien ................................................................ 41
5.2.2 Untuk Puskesmas ......................................................... 41
5.2.3 Untuk Unissula ............................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43
LAMPIRAN ..................................................................................................... 44

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Alur Diagnosis TBC .................................................................... 17


Gambar 2.2. Alur Penanganan penderita TBC ................................................ 25

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang


masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. Indonesia masih menempati urutan ke-5 di dunia untuk jumlah
kasus TBC (WHO, 2010). Penemuan TBC BTA positif di kota Semarang dari
tahun 2013 hingga 2015 mengalami peningkatan. Tahun 2013 penemuan
kasus BTA positif sebanyak 1.120 kasus, tahun 2014 ditemukan 1.175 kasus
dan pada tahun 2015 ditemukan 1.222 kasus (Dinkes Kota Semarang, 2015).
Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Kunci keberhasilan
pengobatan TBC antara lain dipengaruhi oleh kepatuhan pasien minum OAT
(Obat Anti Tuberkulosis). Jangka waktu yang relatif lama dalam pengobatan
TBC menimbulkan kebosanan. Hal tersebut mengakibatkan tidak tuntasnya
pengobatan. Kegagalan pengobatan merupakan salah satu yang berpengaruh
tingginya angka kematian dan kesakitan TBC. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, di tingkat global digunakan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse). Secara harfiah DOTS berarti pengobatan jangka
pendek dengan pengawasan ketat. Strategi ini bermanfaat menurunkan angka
kesakitan dan kematian, mencegah resistensi obat, dan memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. Tahun 1995, Indonesia mengadopsi strategi DOTS
untuk penanggulangan TBC. Pada tahun 2001, seluruh propinsi dan lebih dari
95% puskesmas, serta 30% rumah sakit/BP4 telah mengadopsi strategi DOTS.
Berdasarkan data rekapitulasi kasus TBC di Puskesmas Halmahera
dari awal tahun 2016 sampai 24 Juni 2016 tercatat 13 kasus baru pasien TBC
BTA+ terdiri dari 12 kasus dewasa dan 1 kasus anak. Data angka penemuan

7
kasus baru untuk TBC BTA positif di wilayah puskesmas Halmahera masih
menduduki prioritas masalah kedua setelah gizi (Profil Puskesmas Halmahera,
2015). Oleh karena itu diduga angka kejadian TBC BTA+ di Halmahera
masih tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk lebih
mendalami diagnosis holistik dan terapi komprehensif terhadap pasien TBC di
wilayah kerja puskesmas Halmahera Kota Semarang dengan pendekatan
segitiga epidemiologi.

1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana diagnosis holistik dan terapi komprehensif terhadap pasien TBC di
puskesmas Halmahera?
1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk memperoleh informasi mengenai diagnosis holistik dan
terapi komprehensif terhadap pasien TBC.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit Tuberkulosis pada Tn.
S.
1.3.2.2. Untuk membantu penyembuhan penyakit Tuberkulosis
pada Tn. S.
1.3.2.3. Untuk mencegah penularan penyakit Tuberkulosis ke
keluarga maupun orang lain.

1.4.Manfaat

1.4.1. Bagi Masyarakat


1.4.1.1. Masyarakat mengetahui mengenai TBC.
1.4.1.2. Masyarakat mengetahui manfaat perilaku hidup bersih dan
sehat.

8
1.4.1.3. Masyarakat mengetahui tentang kesehatan lingkungan.
1.4.2. Bagi Mahasiswa
1.4.2.1. Mahasiswa mengetahui secara langsung permasalahan yang
ada di lapangan.
1.4.2.2. Mahasiswa menjadi terbiasa melaporkan masalah mulai
penemuan masalah sampai pembuatan plan of action.
1.4.2.3. Sebagai media yang menambah wawasan pengetahuan
tentang ilmu kesehatan masyarakat.
1.4.2.4. Sebagai modal dasar untuk melakukan penelitian bidang
ilmu kesehatan masyarakat pada tataran yang lebih lanjut.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi TBC


TBC adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Depkes, 2007). Sebagian besar menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman gram positif
berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm, tidak
tahan terhadap matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat
yang gelap dan lembab. Sebagian besar komponen Mycobacterium
tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mycobacterium tuberculosis bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium tuberculosis cenderung
tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah
tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis
(Somantri, 2008).
2.3. Penularan TBC
Sumber penularan adalah penderita TBC pada waktu batuk atau
bersin. penderita menyebarkan Mycobacterium tuberculosis ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobacterium
tuberculosis dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan. Setelah Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, Mycobacterium tuberculosis tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,
sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

10
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.
2.4. Epidemiologi
Laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus
TBC pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah Pasien
TBC dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah
Afrika. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TBMDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. Meskipun kasus dan
kematian karena TBC sebagian besar terjadi pada pria tetapi angka kematian
dan kesakitan pada wanita akibat TBC juga sangat tinggi. Diperkirakan
terdapat 2,9 juta kasus TBC pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena
TBC mencapai 410.000 kasus termasuk di antaranya adalah 160.000 orang
wanita dengan HIV positif. Separuh dari orang HIV positif yang meninggal
karena TBC adalah wanita. Meskipun jumlah kasus TBC dan jumlah kematian
TBC tetap tinggi untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan
disembuhkan tetapi fakta menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian
TBC. Peningkatan angka insidensi TBC secara global telah berhasil
dihentikan dan telah menunjukkan tren penurunan (turun 2% per tahun pada
tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan 45% bila
dibandingkan tahun 1990 (Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
2014).
2.5. Penemuan Kasus TBC
Penemuan kasus bertujuan untuk mendapakan pasien TBC melalui
serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap terduga pasien TBC,
pemeriksaan fisik dan laboratoris, menentukan diagnosis dan menentukan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien TBC, sehingga dapat dilakukan
pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain. Kegiatan ini membutuhkan pasien yang memahami dan sadar akan
keluhan dan gejala TBC, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga

11
kesehatan yang kompeten yang mampu melakukan pemeriksan terhadap
gejala dan keluhan tersebut.
Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan
tatalaksana pasien TBC. Penemuan dan penyembuhan pasien TBC menular,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TBC,
penularan TBC di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan
penularan TBC yang paling efektif di masyarakat (Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, 2014).
2.5.1. Strategi Penemuan
 Penemuan pasien TBC dilakukan secara intensif pada kelompok
populasi terdampak TBC dan populasi rentan.
 Upaya penemuan secara intensif harus didukung dengan dengan
promosi aktif, sehingga semua terduga TBC dapat ditemukan
secara dini.
 Penjaringan terduga pasien TBC dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat.
 Pelibatan semua fasilitas kesehatan dimaksudkan untuk
mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan
pengobatan.
 Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap :
a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TBC
seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV AIDS),
b. Kelompok yang rentan karena berada di lingkungan yang
berisiko tinggi tertular TBC seperti di rumah tahanan,
lembaga pemasyarakatan (para narapidana), mereka yang
hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien
TBC, terutama mereka yang dengan TBC BTA positif.
c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga
TBC harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah
diperlukan pengobatan TBC atau pencegahan TBC.

12
d. Kontak dengan pasien TBC resistan obat ·
 Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan
gejala dan tanda yang sama dengan gejala TBC, seperti pendekatan
praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung
health), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen
terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan
penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya
“misopportunity” kasus TBC dan sekaligus dapat meningkatkan
mutu layanan.
 Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang
memiliki gejala:
a. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.
b. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit
paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang
ke Fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

13
2.5.2. Pemeriksaan Dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan
diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari
kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3
spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2
spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi
sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan
laboratorium.
b. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada
pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada
pasien tertentu, yaitu :
- Pasien TB Ekstra Paru
- Pasien Tb Anak
- Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan
dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang
ditetapkan.

14
c. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat TBC
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi
M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut
harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus
pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan
tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi
kriteria suspek TB-MDR (Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis, 2014).
2.6. Diagnosis TBC
2.6.1. Diagnosis TBC Paru
 Dalam upaya pengendalian TBc secara nasional, maka
diagnosis TBC Paru pada orang dewasa harus
ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan
bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang
dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan dan tes cepat.
 Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya
negatif, maka penegakan diagnosis TBC dapat
dilakukan secara klinis menggunakan hasil
pemeriksaan klinis dan penunjang (setidak-tidaknya
pemeriksaan foto thoraks) yang sesuai dan ditetapkan
oleh dokter yang telah terlatih TBC.
 Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis
dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik spektrum
luas (Non OAT dan Non kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TBC dengan
pemeriksaan serologis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TBC hanya
berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto thoraks

15
tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada
TBC paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi
overdiagnosis dan underdiagnosis.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TBC hanya dengan
pemeriksaan tuberkulin.
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Langsung
 Untuk kepentingan diagnosis dengan cara
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung,
terduga pasien TBC diperiksa contoh uji dahak SPS
(sewaktu-pagi-sewaktu): ditetapkan sebagai pasien
TBC apabila minimal 1 dari pemeriksaan contoh uji
dahak SPS hasilnya BTA positif.
2.6.2. Diagnosis TBC Ekstra Paru
 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena,
misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada
pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas
tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari
jaringan tubuh yang terkena.
 Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga
ditemukan keluhan dan gejala yang sesuai, untuk
menemukan kemungkinan adanya TBC Paru.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

16
Gambar 2.1 Alur Diagnosis TBC

2.6.3. Tipe Penderita TBC Paru


a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. Milier TB dianggap sebagai
TBC Paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
di rongga dada (hillus dan atau mediastinum) atau efusi pleura
tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TBC paru
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TBC
paru dan TB ekstra paru dimasukkan sebagai TBC paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

17
b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut
sebagai tipe pasien, yaitu:
1) Pasien baru TBC
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif
2) Pasien yang pernah diobati TBC
 Pasien kambuh (Relaps)
Adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
 Pasien yang diobati kembali setelah gagal
Adalah pasien yang telah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
 Pasien yang diobati kembali setelah putus obat
Adalah pasien yang telah diobati dan dinyatakan lost follow
up.
 Lain-lain
Adalah pasien yang pernah diobati namun hasil akhir
pengobatannya belum diketahui.
3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
 Mono resistan (TB MR)
Resistan terhadap satu salah satu jenis OAT lini pertama saja.
 Poli resistan (TB PR)
Resistan terhadap lebih dari salah satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid dan Rifampicin secara bersamaan.
 Multi drug resistan (TB MDR)
Resistan terhadap Isoniazid dan Rifampicin secara bersamaan.

18
 Extensive drug resistan (TB XDR)
TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT
golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu OAT lini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
 Resistan rifampicin (TB RR)
Resistan terhadap Rifampicin dengan atau tanpa resistan terhadap
OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat)
atau metode fenotip (konvensional).
d. Klasifikasi pasien berdasarkan status HIV
 Pasien TBC dengan HIV positif (pasien ko-infeksi Tb/HIV)
Pasien TBC dengan hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang
mendapatkan ART atau hasil tes HIV positif saat didiagnosi TBC.
 Pasien TBC dengan HIV negatif
Pasien TBC dengan hasil tes HIV negatif sebelumnya atau pada
saat didiagnosis TBC.
 Pasien TBC dengan status HIV tidak diketahui
Pasien TBc tanpa ada bukti pendukung hasil tes Hiv saan diagnosis
TBC ditetapkan.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).
2.7. Pengobatan TBC
2.7.1. Prinsip Pengobatan TBC
 Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah
terjadinya resistensi.
 Diberikan dalam dosis yang tepat.
 Ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO (Pengawas
Minum Obat) sampai selesai minum obat.
 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.

19
2.7.2. Tahapan Pengobatan TBC
 Tahap awal: pengobatan diberikan setiap hari. Panduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara
efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh
pasien dan meminimalisisr pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan semlama 2 bulan. Pada umumnya
dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit,
daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan 2
minggu.
 Tahap lanjutan: tahap yang penting untuk membunuh sisa-
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khusunya kuman
persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan.
2.7.3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2.1 OAT Lini Pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,
gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin bakterisidal Flu syndrome, gangguan
(R) gastrointestinal, urin berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombostopeni, demam, skin rash,
sesak nafas, anemia hemolitik
Pirazinamid bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
(Z) gangguan fungsi hati, gout
arthritis
Streptomisin bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
(S) gangguan keseimbangan dan

20
pendengaran, renjatan anafilaktik,
anemia, agranulositosis,
trombositopeni
Etambutol bakterisidal Gannguan penglihatan, buta
(E) warna, neuritis perifer

Tabel 2.2 Kisaran Dosis OAT Lini Pertama Bagi Pasien Dewasa
OAT Dosis
Harian 3x/ minggu
Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum/hari
dosis (mg) dosis (mg)
(mg/kg (mg/kg
BB) BB)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20- - 35 (30- -
30) 40)
Etambutol 15 (15- - 30 (25- -
20) 35)
Streptomisin 15 (12- - 15 (12- 1000
18) 18)

Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur >60 tahun atau
pasien dengan berat badan < 50 kg mungkin tidak dapat
mentoleransi dosis > 500 mg/ hari beberapa buku rujukan
menganjurkan penurunan dosis menjadi 10 mg/kgBB/hari.

21
Dosis Paduan OAT
a. Kategori-1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
 Pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
 Pasien TBC paru terdiagnosis klinis
 Pasien TBC ekstra paru
Tabel 2.3 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 : 2 (HRZE) / 4 (HR)3
Berat badan Tahap Intensif tiap Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
hari selama 56 hari selama 16 minggu
RHZE RH (150/150)
(150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet KDT

Tabel 2.4 Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE / 4H3R3


Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
Pengobatan Pengobatan hari/kali
Tablet Tablet Tablet Tablet
menelan
Isoniazid@ Rifampicin Pirazinamid Etambutol
obat
300 mgr @ 400 @ 500 mgr @ 250
mgr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

b. Kategori -2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA ( + ) yang telah diobati
sebelumnya:

 Pasien kambuh

22
 Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1
sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follouw-up)
Tabel 2.5 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2:
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3
(150/75/400/275) + S kali seminggu RH
(150/150) + E
(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20
minggu
30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2
500 mg tab Etambutol
Streptomisin
inj.
38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3
750 mg tab Etambutol
Streptomisin
inj.
55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4
1000 mg tab Etambutol
Streptomisin
inj.
≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5
1000 mg tab Etambutol
Streptomisin
inj.

23
Tabel 2.6 Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/
5H3R3E3)

Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Etambutol Streptomisin Jumlah


Pengobatan Pengobatan Isoniasid Rifampisin Pirazinamid injeksi hari/kali
Tablet Tablet
@300 @450 mgr @500 mgr menelan
250mg 400mg
mg obat

Tahap 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56


Intensif
1 bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)

Tahap 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
Lanjutan
(dosis 3x
seminggu)

Catatan :

 Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TBC pada keadaan khusus.


 Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1ml = 250mg)
 Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan gharus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
 Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Di samping itu dpat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistansi pada OAT lini kedua.
 OAT lini kedua disediakan di fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TBC yang resitan obat.
(Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, 2014).

24
Gambar 2.2 Alur Penanganan Penderita TBC

25
BAB III

ANALISA SITUASI

3.1. Anamnesis Holistik

ASPEK 1
Keluhan Utama Batuk berdarah >3 minggu
Harapan Sembuh
Kekhawatiran Penyakit bertambah parah
ASPEK 2
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 4 April 2016 pasien datang ke Puskesmas Halmahera mengeluh
batuk, diare, berat badan menurun drastis dalam waktu 4 bulan. 18 April 2016
pasien datang kembali mengeluh demam dan sering berkeringat dingin pada
malam hari, serta kontrol gula darah. 30 Mei 2016 pasien datang untuk kontrol
gula darah serta masih mengeluh batuk. 3 Juni 2016 dokter meminta pasien untuk
cek sputum, pemeriksaan sputum dilakukan pada tanggal 6 Juni 2016 didapatkan
hasil BTA ++. 8 Juni 2016 pasien mulai menerima terapi untuk TBC dan tetap
mengkonsumsi OHO.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Diabetes Melitus : (+)
b. Hipertensi : (-)
c. Penyakit jantung : (-)
d. Asma : (-)
e. Alergi : udara dingin
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat Sosial Ekonomi

26
Pasien adalah seorang tukang parkir, pasien memiliki seorang istri dan 3 anak.
Sekarang pasien tinggal bersama istri dan dua anaknya. Anak kedua pasien
merantau ke Jakarta. Pasien seorang perokok aktif sejak usia 13 tahun.
Lingkungan tempat tinggal lembab, dan kepadatan rumah per orang 5,25 m.
Memiliki fasilitas MCK dirumah, terdapat jendela dan ventilasi, lantai tidak kedap
air.
ASPEK 3
Faktor Risiko Internal

 Usia 52 tahun
 Perokok aktif sejak usia 13 tahun
 Diabetes Melitus yang terkontrol

ASPEK 4
Faktor Risiko Eksternal

1. Rumah terletak di lingkungan yang padat dan jarak antar rumah dekat.
2. Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai infeksi TBC.
3. Lantai rumah tidak kedap air
4. Hanya memiliki 1 kamar tidur
5. Higiene sanitasi kurang
6. Memiliki teman akrab penderita TBC
7. Akses ke pelayanan kesehatan dari puskesmas Halmahera berjarak 4 km
8. Transportasi ke Pelayanan kesehatan menggunakan motor
9. Pembiayaan kesehatan menggunakan BPJS.

ASPEK 5
Derajat Fungsional
2
Anamnesis Keluarga
Genogram

27
Bentuk dan Struktur Keluarga
Bentuk keluarga : keluarga inti (nuclear family)
Struktur keluarga
 Komunikasi : kadang terbuka. Jika ada masalah jarang didiskusikan dan
dicari penyelesaiannya
 Struktur peran :
o Pasien sebagai kepala keluarga.
o Anak kedua pasien merantau ke Jakarta
o Anak pertama dan ketiga pasien telah bekerja .
 Struktur kekuatan : expert power (pendapat ahli) dan
informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi)
 Nilai/norma/budaya keluarga :
o Menurut pasien, berobat ke pelayanan kesehatan hanya jika ada
keluhan yang parah.
o Menurut pasien beli obat sendiri di warung sudah cukup daripada
harus ke pelayanan kesehatan.
Fase Kehidupan Keluarga
Keluarga pasien berada di fase kehidupan anak-anak meninggalkan keluarga
(satu-persatu anak-anak meninggalkan keluarga).
Identifikasi Fungsi Keluarga
 Fungsi biologis
Meneruskan keturunan (√)

28
Memelihara dan membesarkan anak (√)
Memenuhi kebutuhan gizi keluarga (kurang)
 Fungsi psikologis
Memberi perhatian di antara anggota keluarga (√)
 Fungsi sosial
Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak (kurang)
 Fungsi ekonomi
Menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimasa depan (-)
Risiko-risiko Internal Keluarga
 Sikap keluarga yang cenderung tidak memperhatikan cara penularan penyakit
pasien
 Status ekonomi rendah
 Higiene sanitasi kurang
Risiko-risiko Eksternal Keluarga
Kurangnya pengetahuan serta penerapan masyarakat mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat
Skala Fungsional Keluarga
Skala Fungsional 2 (mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan
di luar rumah)
PEMERIKSAAN FISIK PASIEN
Tanda Vital

 Tekanan darah: 130/80 mmHg


 Nadi: 80 x/menit
 RR: 20 x/menit
 Temperatur: 37 0C
 Antropometri
BB: 70 kg
TB: 170 cm

29
BMI: 24,2
Status Present:

1. Kepala : Normochepal
2. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakhea (-)
3. Thoraks:
o Inspeksi : simetris, retraksi ruang sela iga (-), massa (-)
o Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), krepitasi (-), gerakan dinding
dada simetris, fremitus vocal simetris
o Perkusi : redup pada apex paru
o Auskultasi
- Cor : S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
- Pulmo : vesikuler (+) seluruh lapang paru, Rhonki basah (-/-
), wheezing (-/-)
4. Abdomen:
o Inspeksi: datar, tanda-tanda inflamasi (-), massa (-), caput meducae
(-), spider nevy (-), distensi (-)
o Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi: timpani (+)
o Auskultasi: bising usus (-), bising pembuluh darah (-)
5. Pelvis : deformitas (-), krepitasi (-), massa (-), nyeri tekan (-)
6. Muskuloskeletal: gerakan bebas (+), deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan
(-)
7. Saraf:
o Kaku kuduk: Tidak ditemukan
o Saraf kranialis: Dalam batas normal
o Motorik

Motorik Superior Inferior


Gerakan N/N N/N
Kekuatan 5/5 5/5

30
Tonus N/N N/N
Trofi N/N N/N

 Refleks fisiologis : ++/++


 Refleks patologis : --/--
 Kulit: ikterik (-), petekhie (-), turgor kulit < 2detik
8. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan sputum : pagi(+): 06 Juni 2016
sewaktu(+): 06 Juni 2016
BTA : (++)
GDP : 108
9. Diagnosis Holistik

Aspek 1  Personal
Keluhan: Batuk > 3minggu
Kekhawatiran: Penyakit Bertambah Parah
Harapan: Sembuh

Aspek 2
Diagnosis kerja (klinis): TBC, DM tipe 2 yang terkontrol
Diagnosis Banding: Pneumonia, common cold

Aspek 3
Faktor risiko Internal
Pasien laki-laki berusia 52 tahun, perokok aktif, pasien memiliki DM yang
terkontrol

Aspek 4
Faktor Risiko Eksternal
Keluarga pasien memiliki pengetahuan yang kurang berkaitan dengan infeksi
TBC dan penerapan PHBS. Lingkungan tempat tinggal berada di lingkungan

31
padat penduduk, pasien memiliki teman akrab penderita TBC. Akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan terjangkau. Pembiayaan kesehatan oleh BPJS.

Aspek 5
Derajat Fungsional
2

Diagnosis Keluarga
Aspek 1  Personal
Keluhan: Batuk berdarah > 3minggu
Kekhawatiran: Penyakit Bertambah Parah
Harapan: Sembuh

Aspek 2
Diagnosis kerja (klinis): TBC, DM tipe 2 yang terkontrol
Diagnosis Banding: Pneumonia, common cold

Aspek 3
Faktor risiko Internal
Pasien laki-laki berusia 52 tahun, perokok aktif, pasien memiliki DM yang
terkontrol
Aspek 4
Faktor Risiko Eksternal
Keluarga pasien memiliki pengetahuan yang kurang berkaitan dengan infeksi
TBC dan penerapan PHBS. Lingkungan tempat tinggal berada di lingkungan
padat penduduk, pasien memiliki teman akrab penderita TBC. Akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan terjangkau. Pembiayaan kesehatan oleh BPJS.

Aspek 5
Derajat Fungsional
2

32
3.2. Usulan Penatalaksanaan Komprehensif
3.2.1. Identifikasi masalah (masalah yang ada pada pasien dan
keluarga)
1. Perokok aktif
2. Lingkungan tempat tinggal pasien adalah pemukiman yang padat
3. Tingkat pengetahuan keluarga yang kurang berkaitan dengan infeksi
TBC
4. Tingkat pengetahuan yang kurang berkaitan dengan PHBS
5. Kepadatan hunian kamar tidur
6. Teman akrab yang menderita TBC

3.2.2. Perencanaan
No Masalah Intervensi Indikator Sasaran Waktu yang
Keberhasilan Diperlukan
1. Perokok aktif Edukasi kepada pasien Pasien mulai Pasien Kamis, 26 Juni
mengenai bahaya mengurangi dan anak 2016 pukul
merokok serta aktivitas laki-laki 18.30 – 20.30
memberikan saran merokok. pasien WIB
alternatif bagaimana
cara untuk melatih
berhenti merokok.

2. Lingkungan tempat Pencegahan penularan Pasien dan Pasien


tinggal pasien TBC disekitar Keluarga dan
adalah pemukiman lingkungan pasien mengetahui cara Keluarga
yang padat dengan cara penggunaan
pemberian masker. masker yang
baik dan benar

33
3. Tingkat Edukasi kepada pasien Pasien dan
pengetahuan dan keluarga tentang keluarga
keluarga yang penyakit TBC dari mengetahui
kurang berkaitan definisi, penyebab, dengan jelas
dengan infeksi TBC cara penularan, mengenai
pencegahan dan penyakit TBC
pengobatan.
4. Kepadatan hunian Edukasi kepada pasien Keluarga pasien
kamar tidur dan keluarga untuk mampu dan mau
membersihkan kamar untuk merubah
dan menjemur kasur perilaku terkait
agar tidak lembab 2 kebersihan
hari sekali. kamar.
5. Tingkat Edukasi terkait PHBS. Keluarga
pengetahuan yang mengetahui
kurang berkaitan dengan jelas
dengan PHBS mengenai rumah
sehat dan
meningkatkan
upaya untuk
mengurangi
kelembapan
rumah
Keluarga
mengetahui
dengan jelas
mengenai PHBS

34
3.2.3. Intervensi
1. Promotif
 Patient centered
- Memberikan pengetahuan sederhana kepada pasien
mengenai penyakit TBC yang meliputi : definisi, penyebab,
gejala, cara penularan, pengobatan.
- Rutin mengkonsumsi OAT.
- Rutin mengkonsumsi OHO untuk mengontrol gula darah.
- Rutin berolahraga ringan.
 Family focus
- Memberikan pengetahuan sederhana kepada keluarga
pasien mengenai penyakit TBC yang meliputi : definisi,
penyebab, gejala, cara penularan, pengobatan.
- Memberikan informasi mengenai manfaat penggunaan
masker untuk pencegahan dan penyebaran penyakit TBC.
- Memberikan informasi penjelasan kepada keluarga pasien
mengenai penerapan PHBS.
 Community oriented
- Memberikan pengetahuan sederhana kepada tetangga
pasien mengenai penyakit TBC yang meliputi : definisi,
penyebab, gejala, cara penularan, pengobatan.
- Memberikan informasi mengenai manfaat penggunaan
masker untuk pencegahan dan penyebaran penyakit TBC.
- Memberikan informasi mengenai imunisasi BCG untuk
mencegah terjadinya TBC.
2. Preventif
 Patient centered
- Memakai masker untuk mencegah penularan.
- Meludah pada tempat yang telah disediakan.

35
 Family focus
- Semua anggota keluarga ikut serta menjaga kebersihan
rumah, membuka jendela setiap pagi serta mengatur
pencahayaan rumah yang baik.
- Menggunakan masker.
 Community oriented
- Melakukan kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar
rumah.
- Menggunakan masker.
3. Kuratif
 Patient centered
1. Non medikamentosa
- Olahraga ringan yang rutin
- Nutrisi
2. Medikamentosa
- 1 x 3 tabet 4KDT
- Metformin 1x 500 mg
- Glibenklamid 1 x 5mg
 Family focus
-
 Community oriented
-
4. Rehabilitatif
 Patient centered
- Minum obat secara teratur.
- Perilaku hidup bersih dan sehat.
- Menjaga gizi tetap baik.
 Family focus
- Dukungan keluarga agar pasien minum obat teratur.

36
- Memotivasi keluarga untuk menghindarkan pasien hal-hal
yang memungkinkan memperburuk keadaan pasien atau
menyebabkan infeksi berulang.
- Memotivasi keluarga untuk mengantarkan pasien kontrol ke
puskesmas hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
 Community oriented
- Dukungan lingkungan dan tetangga untuk mendukung
kesembuhan pasien.
3.2.4. Pemantauan (Follow up)

Kunjungan pertama ke tempat tinggal pasien, dilakukan pada 25


Juni 2016. Dalam kunjungan pertama ke rumah pasien, didapatkan
gambaran keadaan pasien dalam kondisi stabil, batuk sudah mulai
berkurang. Lingkungan tempat tinggal pasien termasuk pemukiman
padat dengan jarak antar rumah sangat dekat. Jendela dan ventilasi
minimal. Kamar mandi menggunakan ember. Di ruang tamu terdapat
kandang-kandang burung.
Kunjungan kedua dilakukan pada tanggal 26 Juni 2016. Pada
kunjungan ini, melakukan intervensi dari hasil kunjungan pertama.
Memberikan edukasi kepada pasien mengenai bahaya merokok serta
memberikan saran alternatif bagaimana cara untuk melatih berhenti
merokok. Edukasi tentang penyakit TBC dari definisi, penyebab, cara
penularan, pencegahan dan pengobatan. Memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarga untuk membersihkan kamar dan menjemur kasur
agar tidak lembab 2 hari sekali. Memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Memberikan masker
untuk mencegah penularan TBC.
Kunjungan ketiga dilakukan pada tanggal 30 Juni 2016. Pada
kunjungan ini, melakukan evaluasi dari hasil intervensi pada kunjungan
kedua. Hasil evaluasi didapatkan keterangan bahwa pasien masih tetap
merokok dan susah untuk berhenti. Pasien telah bersedia mengenakan

37
masker, keluarga pasien menjemur kasur 2 hari sekali, jendela dibuka
setiap pagi.

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Masalah yang terjadi pada kasus pasien Tn. S terkait dengan kelima aspek
diagnosis holistik yang pertama adalah pasien seorang perokok aktif. Hasil
anamnesis pasien merokok sejak usia 13 tahun. Merokok dapat meningkatkan
risiko infeksi TBC paru dengan beberapa mekanisme yang memungkinkan.
Merokok dapat mengganggu kejernihan mukosa silia yang mana digunakan
sebagai mekanisme pertahanan utama dalam melawan infeksi. Merokok juga
memungkinkan untuk terjadinya penurunan fungsi T sel yang dimanifestasikan
oleh penurunan perkembangbiakan mitogen T sel. Polarisasi fungsi T sel dari
respon TH-1 ke Th-2 mungkin juga mengganggu pertahanan pejamu dalam
melawan infeksi akut. Merokok juga mempunyai dampak negatif pada fungsi B-
limfosit yaitu dapat menurunkan produksi immunoglobulin. Secara ringkas
merokok dapat meningkatkan risiko infeksi melalui efek yang bersifat merugikan
pada struktur dan fungsi jalan pernapasan dan respon imunologis pejamu terhadap
infeksi (Eisner, 2008).
Masalah yang ditemukan berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal
pasien. Lingkungan juga berpengaruh terhadap kejadian TBC pada penderita
meliputi struktur rumah, pencahayaan dan kelembaban, sirkulasi udara, serta
kondisi lingkungan sekitar. Pada umumnya, lingkungan rumah yang buruk (tidak
memenuhi syarat kesehatan) akan berpengaruh pada penyebaran penyakit menular
termasuk penyakit TBC. Kelembaban merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya M.
tuberculosis. M. tuberculosis akan mati jika terpapar cahaya matahari secara
langsung dengan waktu sekitar 6-8 jam dan cahaya ruangan yang kurang
sekitar 2 – 7 hari. Sputum yang mengandung M. tuberculosis di dalam
ruangan yang gelap dapat hidup berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Kenyataan yang kami temukan di lapangan antara lain: ventilasi rumah pasien
minimal karena ukuran rumah yang hanya 3 x 7 m, jendela hanya ada 2 yang
terletak di ruang tamu dan kamar tidur. Pencahayaan rumah kurang serta lembab.

39
Lingkungan dalam dan luar rumah pasien agak bersih namun di ruang tamu ada
>1 kandang burung. Daerah rumah tersebut sangat berdekatan satu sama lain.
Masalah PHBS pada keluarga pasien didapatkan strata warna kuning
karena jumlah skor yang didapat dari 16 indikator adalah 10. Masalah yang terjadi
pada keluarga pasien terkait indikator PHBS adalah gizi tidak seimbang, lantai
tidak kedap air, kurangnya aktifitas fisik atau olahraga, merokok, kebiasaan tidak
mencuci tangan, dan PSN 1 bulan sekali. Masalah PHBS yang terjadi
berhubungan dengan tingkat pendidikan dan ekonomi. Tingkat pendidikan yang
rendah pada umumnya akan mempengaruhi mata pencaharian ekonomi yang
rendah sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan hidup yang seadanya
termasuk pemenuhan sandang, pangan, maupun papan (pakaian, gaya hidup
kurang diperhatikan, makan seadanya , struktur rumah yang kurang diperhatikan).
Sehingga hal tersebut membuat nutrisi perorang menjadi berkurang, akhirnya
daya tahan tubuh melemah dan sangat mudah agent penyakit masuk ke tubuh
pasien.
Masalah kepadatan penghuni rumah 4 orang/21 m2 .
Studi terhadap
kondisi rumah menunjukkan hubungan yang tinggi antara koloni bakteri dan
kepadatan hunian per meter persegi sehingga efek sinergis yang diciptakan
sumber pencemar mempunyai potensi menekan reaksi kekebalan bersama
dengan terjadinya peningkatan bakteri patogen dengan kepadatan hunian pada
setiap keluarga. kepadatan penghuni dirumah pasien akan mencemari udara di
rumah dan bakteri TBC dirumah penderita TBC paru semakin banyak bila
jumlah penghuni semakin banyak jumlahnya

40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan
5.1.1. Dari hasil analisa, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya TBC pada Tn. S adalah
sebagai berikut:
 Pasien sering berkontak dan berteman akrab dengan penderita
TBC tanpa menggunakan masker.
 Lingkungan tempat tinggal pasien yang sangat padat dan lembab
memungkinkan untuk menjadi media hidup M. tuberculosis.
 Kebiasaan merokok sejak dini yang dilakukan pasien
memungkinkan untuk mempermudah terjadinya infeksi akut
pada saluran pernafasan, misalnya TBC.
5.1.2. Intervensi kepada Tn. S dengan terapi secara komprehensif
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) diharapkan dapat
mempercepat penyembuhan dan mencegah penularan TBC pada
keluarga dan orang lain.
5.2.Saran
5.2.1. Untuk Pasien
 Membiasakan anggota keluarga untuk selalu hidup bersih
dan sehat.
 Mempraktekan buka tutup jendela setiap pagi dan
memberikan pencahayaan yang baik untuk dalam rumah.
 Meludah pada tempatnya (disediakan suatu tempat khusus)
 Menutup hidung-mulut saat bersin dan batuk (menggunakan
penutup hidung-mulut atau masker).
5.2.2. Untuk Puskesmas
 Meningkatkan kegiatan kunjungan rumah – rumah warga
untuk selalu mengingatkan agar terus melakukan PHBS dan
menjadikan rumah sehat untuk meningkatkan kualitas

41
penyembuhan pasien dan pengurangan angka penularan
TBC.
 Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang
TBC.
 Memotivasi pasien dan keluarga agar melakukan
pengobatan rutin TBC.
5.2.3. Untuk Unissula
Bekerjasama dengan puskesmas di sekitar kampus Unissula untuk
lebih meningkatkan kesehatan masyarakat.

42
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2007,Pedoman Penanganan Tuberculosis, Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat. Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.. Jakarta. 2014.

Dinkes Kota Semarang, 2015, Profil kesehatan Kota Semarang tahun 2015,
Semarang: Dinkes Kota Semarang.
Eisner M, 2008, Biology and Mechanisms for Tobacco-attributable Respiratory
Disease, including TB, Bacterial Pnemonia and other Respiratory Disease,
The International Journal of Tuberculosis and Lung Disease, Volume 12.
Puskesmas Halmahera, 2015, Profil Puskesmas Halmahera tahun 2015,
Semarang.
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba
Medika.

World Health Organization, 2007. The Global Task Force on XDR-TB. Dalam: R.
K. Srivastava, 2010. Manifestation of Mycobacterium Other Than
Tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis.

43
LAMPIRAN

44
45
46

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyuluhan HIV AIDS 2014
    Penyuluhan HIV AIDS 2014
    Dokumen16 halaman
    Penyuluhan HIV AIDS 2014
    Agustinus Nopi
    60% (10)
  • Kuesioner DM
    Kuesioner DM
    Dokumen1 halaman
    Kuesioner DM
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Mini Pro
    Mini Pro
    Dokumen53 halaman
    Mini Pro
    Karina Kristanti
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir 1
    Daftar Hadir 1
    Dokumen1 halaman
    Daftar Hadir 1
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Olahrga
    Olahrga
    Dokumen2 halaman
    Olahrga
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Olah Rga
    Olah Rga
    Dokumen2 halaman
    Olah Rga
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Ke Sling
    Ke Sling
    Dokumen4 halaman
    Ke Sling
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Asma Karin
    Asma Karin
    Dokumen22 halaman
    Asma Karin
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Prolanis Fix
    Prolanis Fix
    Dokumen4 halaman
    Prolanis Fix
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Askep Depresi PD Lansia
    Askep Depresi PD Lansia
    Dokumen18 halaman
    Askep Depresi PD Lansia
    Dyah Dyah Asri Astini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus PPOK
    Laporan Kasus PPOK
    Dokumen42 halaman
    Laporan Kasus PPOK
    Rivhan Fauzan
    67% (3)
  • Snake Bite Isip Kayen
    Snake Bite Isip Kayen
    Dokumen21 halaman
    Snake Bite Isip Kayen
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Asam Rat Penyuluhan
    Asam Rat Penyuluhan
    Dokumen21 halaman
    Asam Rat Penyuluhan
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Prolanis Fix
    Prolanis Fix
    Dokumen4 halaman
    Prolanis Fix
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Bangsal
    Laporan Kasus Bangsal
    Dokumen17 halaman
    Laporan Kasus Bangsal
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Tahlil Lipat 3new
    Tahlil Lipat 3new
    Dokumen5 halaman
    Tahlil Lipat 3new
    ariahenkus
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Snake Bite Luvita
    Laporan Kasus Snake Bite Luvita
    Dokumen20 halaman
    Laporan Kasus Snake Bite Luvita
    Luvita Amallia Syadhatin
    100% (1)
  • PPOK
    PPOK
    Dokumen22 halaman
    PPOK
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara Forum Ilmiah
    Berita Acara Forum Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara Forum Ilmiah
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Asam Rat Penyuluhan
    Asam Rat Penyuluhan
    Dokumen21 halaman
    Asam Rat Penyuluhan
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Asma Karin
    Asma Karin
    Dokumen22 halaman
    Asma Karin
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Prolanis Fix
    Prolanis Fix
    Dokumen4 halaman
    Prolanis Fix
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus PPOK
    Laporan Kasus PPOK
    Dokumen42 halaman
    Laporan Kasus PPOK
    Rivhan Fauzan
    67% (3)
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen3 halaman
    Gizi
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Prolanis Fix
    Prolanis Fix
    Dokumen4 halaman
    Prolanis Fix
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Gizi
    Gizi
    Dokumen3 halaman
    Gizi
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Form Medical Check Up
    Form Medical Check Up
    Dokumen1 halaman
    Form Medical Check Up
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • CP Desy Failasufa
    CP Desy Failasufa
    Dokumen46 halaman
    CP Desy Failasufa
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat
  • Refrat Kumpulan
    Refrat Kumpulan
    Dokumen58 halaman
    Refrat Kumpulan
    Desy Failasufa
    Belum ada peringkat