DI SUSUN OLEH :
1. ABDULLAH NUR ABADI (163210042)
2. VINDARI AFRIYANTI (163210139)
3. ZAHRO AINUR R (163210140)
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan
pertolongan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kegawat
Daruratan pada Pasien Gagal Ginjal Akut, dengan tepat pada waktunya. Sholawat dan
salam kami senantiasa tercurahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga Allah SWT
senantiasa meRidhoi segala usaha kita.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal akut
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang gagal ginjal akut
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gagal ginjal akut
8. Untuk mengetahui pengobatan gagal ginjal akut
9. Untuk mengetahui syarat diet gagal ginjal akut
10. Untuk mengetahui komplikasi pada gagl ginjal akut
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) adalah penurunan fungsi ginjal tiba-
tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma. Haluaran
urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi mungkin juga jumlahnya normal
atau kadang-kadang dapat meningkat. Meskipun tidak ada batas pasti untuk BUN dari
15-30 mg/dl dan peningkatan kreatinin dari 1-2 mg/dl mengisyaratkan ARF pada
pasien yang sebelumnya mempunyai fungsi ginjal normal.
2.2 Etiologi
2.2.1 Prerenal
a. Hipovolemia
1. Perdarahan
2. Dehidrasi
3. Muntah, diare dan diaforesis
4. Pengisapan lambung
5. Diabetes melitus dan diabetes insipidus
6. Luka bakar dan drainase luka
7. Sirosis
8. Pemakaian diuretik yang tidak sesuai
9. Peritonitis
b. Penurunan Curah Jantung
1. Gagal jantung kongestif
2. Infark miokard
3. Tamponade jantung
4. Disritmia
c. Vasodilatasi Sistemik
1. Sepsis
2. Asidosis
3. Anafilaksis
3
d. Hipotensi dan Hipoperfusi
1. Gagal jantung
2. Syok
2.2.2 Intrarenal
a. Kerusakan Nefron
1. Nekrosis tubular akut
2. glomerulonefritis
b. Perubahan Vaskular
1. Koagulopati
2. Hipertensi malignant
3. Stenosis
c. Nefrotoksin
1. Antibiotik (gentamisin, tobramisin, neomisin, kanamisin dan
vankomisin)
2. Kimiawi (karbon tetraklorida dan timbal)
3. Logam berat (arsenik dan merkuri)
4. Nefritis interstitial akibat obat (tetrasiklin, furosemid, tiasid dan
sulfanomid)
2.2.3 Postrenal
a. Obstruksi Ureter dan Leher Kandung Kemih
1. Kalkuli
2. Neoplasma
3. Hiperplasia prostat
4
terjadinya ARF Sepsis
Intrarenal (Intrinsik) Nefritis internal akut
Kerusakan jaringan ginjal Terpapar nefrotoksin
yang disebabkan oleh proses Glomerulonefritis akut
inflamasi dan imunologi atau Vasculitis
dari hipoperfusi yang Syndrome hepatorenal
berkepanjangan Akut tubular nekrosis
Stenosis/ trombosis
arteri atau vena ginjal
Postrenal Kanker pada uretra
Obstruksi pada sistem ginjal atau bladder
dari batu kalkuli uretra/ Batu/ kalkuli ginjal
dimanapun letaknya Atony bladder
Obstruksi pada bladder secara Kanker atau hiperplasia
bilateral yang menyebabkan prostat
kegagalan pada postrenal, Kanker cervix
tidak hanya pada satu fungsi Striktura uretra
ginjal.
2.3 Patofisiologi
Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut:
1. Stadium Oliguria
Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah
terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada
fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari
400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam,
keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan
keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit
yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit
kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin
kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi
perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin,
elektrolit (terutama K dan Na).
5
2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400
ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2
sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena
tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum
pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk
mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar
urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat
mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis,
azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis
yang benar.
3. Stadium Penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu,
produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara
bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik,
tetapi pada beberapa pasien tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate
(GFR) yang permanen.
6
2.4 Pathway
Pra renal : hipoperfusi Intra renal: kerusakan sel tubulus atau glomelurus
Pasca renal : obstruksi/reflux
Penurunan GFR
7
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ARF seperti : pucat (anemia), oliguria, edema,
hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif atau
edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan atau tanpa
melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut :
a. Fase oliguria atau anuria : jumlah urine berkurang sampai 10-30 ml/ hari, dapat
berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia
nyata seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, nafas kussmaul,
kejang dan lainnya. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,
hiponatremia dan asidosis metabolik.
b. Fase diuretik : poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
c. Fase penyembuhan atau pascadiuretik : poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal
glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada
kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urine.
Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap
ditemukan.
8
2.7 Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada
penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab yang
paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung, perubahan
tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor seperti disritmia jantung,
infark miokard akut, dan temponande prikardial akut,semuanya ini menurunkan curah
jantung, mungkin berhubungan dengan penurunan aliran darah ginjal. Oleh karenanya
reversibilitas (kemampuan untuk kembali ke keadaan normal) dari gagal ginjal
tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat
payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode
waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif. Sekali
lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang terkecil.
Gambaran utama dari keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap natrium, yang
mengakibatkan peningkatan volume cairan ekstraselular, kenaikan tekanan vena
sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran darah
ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang telah
dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek superficial
menurun, sementtara aliran darah kearea kortikal dalam meningkat. Selain itu,
diperkirakan bahwa nefron pada region kortikal dalam menyerap natrium terfiltrasi
dalam presentase yang lebih besar daripada nefron di korteks luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan
proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan
onkotik posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap peningkatan
reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium tubular pada gagal
jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine.
Kadang-kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung ,
yang selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu
memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium.
9
Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal.
Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi tubulus ginjal dimana reabsorpsi
natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid
(Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik
(Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat reabsorpsi
natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih belum jelas
apakah agen ini juga mempunyai efek pada tubulus proksimal. Diuretic tiazid
mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh karenanya agen ini agak kurang
poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat
efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari
pada pasien dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena
diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia yang
mengancam hidup pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi untuk
triamteren, diuretic hemat kalium.
10
2.9 Syarat Diet Gagal Ginjal Akut
Syarat-syarat Diet Penyakit Gagal Ginjal Akut adalah :
1. Energi cukup untuk mencegah katabolisme,yaitu 25-35 kkal/kg BB.
2. Protein disesuaikan dengan katabolisme protein, yaitu 0,6-1,5 g/kg BB. Pada
katabolik ringan kebutuhan protein 0,6-1 g/kg BB,katabolik, katabolik sedang
0,8-1,2 g/kg BB, dan katabolik berat 1-1,5 g/kg BB.
3. Lemak sedang,yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total, atau 0,5-1,5 g/kg BB.
Untuk katabolisme berat dianjurkan 0,8-1,5 g/kg BB.
4. Karbohidrat sebanyak sisa kebutuhan energi setelah dikurangi jumlah energi
yang diperoleh dari protein dan lemak. Apabila terdapat hipergliseridemia,
batasi penggunaan karbohidrat sederhana atau gula murni.
5. Natrium dan k
6. alium dibatasi bila ada anuria.
7. Cairan, sebagai pengganti cairan yang keluar melalui muntah,diare, dan urin
+500 ml.
8. Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan dalam bentuk
formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan, tambahkan suplemen asam
folat, vitamin B6, vitamin C, vitamin A, dan vitamin K.
11
Bahan Makanan Sehari
Untuk Gagal Ginjal Akut dengan Katabolik Ringan, Berat Badan Ideal 60 kg.
Bahan Makanan Berat (g) Jumlah Porsi
Beras 150 3 gls tim
Telur ayam 50 1 btr
Ayam 50 1 ptg sdg
Ikan 50 1 ptg sdg
Tempe 25 1 ptg sdg
1
Tahu 50 /2 bh bsr
Sayuran 150 1 1/2gls
Buah 300 3 ptg sdg papaya
minyak 25 2 1/2 sdm
Gula pasir 25 4 sdm
Madu 40 3 sdm
Susu 200 1 gls
2.10 Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan
kegawatan.
12
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Anamnesa
1.1 Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
2.1 Keluhan utama
2.2 Upaya yang telah dilakukan
2.3 Terapi/operasi yang pernah dilakukan
2.4 Perjalanan penyakit sekarang
3. Pemeriksaan fisik
3.1 Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi.
tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
3.2 Pemeriksaan Pola Fungsi
a. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut
uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan
asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
b. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering
didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut
merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
13
akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
c. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan
kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase
oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
d. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.
Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.
e. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone).
g. Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
4. Pemeriksaan Laboratorium :
4.1 Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
4.2 Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
4.3 Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4.4 Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
4.5 Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
4.6 Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
4.7 Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
14
4.8 Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
4.9 PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
4.10 Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,
dan ratio urine/serum sering 1:1.
4.11 Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
4.12 Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
4.13 Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
4.14 SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
4.15 Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA
biasanya ada proteinuria minimal.
4.16 Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular
ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis
glomular.
5. Darah
5.1 Hb. : menurun pada adanya anemia.
5.2 Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir
metabolisme.
5.3 BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5.4 Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
5.5 Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
5.6 Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
5.7 Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
5.8 Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
15
5.9 Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
5.10 CT.Scan
5.11 MRI
5.12 EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
6. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhungam dengan hambatan ekspansi paru
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah.
7. Intervensi
NO. DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Jalan Nafas
nafas berhubungan keperawatan selama 1 x 6 jam di IGD 1. Buka jalan nafas dengan
dengan hambatan diharapkan pola nafas klien efektif tekhnik chin lift atau jaw
ekspansi paru dan dapat diharapkan klien mencapai thrust, sebagaimana mestinya
kriteria hasil sebagai berikut : 2. Posisikan pasien untuk
NOC : memaksimalkan ventilasi
1. Status pernapasan 3. Identifikasi kebutuhan actual
- Frekuensi pernapasan : 2 atau potensial pasien untuk
- Irama nafas : 2 memasukkan alat pembuka
- Kedalaman inspirasi : 2 jalan nafas
- Suara auskultasi nafas : 2 4. Masukkan alat nasopharyngeal
- Kepatenan jalan nafas : 2 airway ( NPA ) atau
oropharyngeal airway ( OPA ),
sebagaimana mestinya
5. Lakukan fisioterapy
dada,sebagaimana mestinya
6. Buang secret dengan
memotifasi pasien untuk
16
melakukan batuk atau
menyedot lendit
7. Motivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar, dan
batuk.
8. Intruksikan bagaimana agar
bisa melakukan batuk efektif
9. Bantu dengan dorongan
spidometer, sebagaimana
mestinya
10. Auskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
11. Posisikan untuk meringankan
sesak nafas
12. Monitor status pernafasan dan
oksigenasi,sebagaimana
mestinya
17
6. Gangguan pola elektrolit urine
nafas
7. Ketidak
seimbangan
elektrolit
8. Oliguria
18
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Seorang wanita berusia 35 tahun dengan BB 50 kg dan TB 160 datang ke IGD dengan
keluhan sesak nafas, kaki bengkak pada bagian kanan dan susah untuk berkemih. Setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV: TD 100/60 mmHg, RR 30x/mnt, S 39oC, N
100x/mnt, CRT > 3dtk, akral dingin, sianosis, irama nafas ireguler, dan terdengar suara
ronchi saat respirasi. Kesadaran pasien composmentis, warna urine kuning dan frekuensi
urine 30 cc/jam.
I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk : 01 februari 2019
B. Jam masuk : 20.00 Wib
C. Tanggal Pengkajian : 01 februari 2019
D. Jam Pengkajian : 20.00 Wib
E. No.RM : 13xxxxxx
F. Identitas
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 35 Th
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SD
f. Pekerjaan : PNS
g. Alamat : Jombang
h. Status Pernikahan : Kawin
2. Penanggung Jawab Pasien
a. Nama : Tn. B
b. Umur : 46 Th
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Pegawai Negeri
19
g. Alamat : Jombang
h. Hub. Dengan PX : Suami
G. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
1) Posisi kepala : flexy
2) Secret/sputum : tidak ada
3) Reflek batuk : tidak ada
4) Lidah jatuh : tidak
5) Benda asing : tidak ada
6) Gigi : lengkap
7) Epistaksis : tidak
8) Data lain :-
b. Breathing
1) Frekuensi nafas : 30 x/menit
2) Irama nafas : ireguler
3) Suara nafas : krekels
4) Kedalaman nafas : dangkal
5) Jenis pernafasan : takipnea
6) Suara tambahan : Terdengar suara ronchi
7) Ekspansi dada : tidak normal
8) Batuk : tidak ada
9) Data lain :-
c. Circulation
1) Tekananan darah : 100/60 mmHg
2) Bunyi jantung : S1, S2 tunggal
3) Akral : dingin
4) Sianosis : Pucat
5) CRT : kurang < 3dtk
6) Suhu : 39oC
7) Odem : tidak ada
8) Tremor : tidak ada
9) Data lain :-
20
d. Disability
1) Kesadaran : composmentis
2) GCS : 4-5-6
3) Respon nyeri :-
4) Respon bicara : mampu memberi jawaban verbal/ teriorentasi
5) Reflek pupil : isokor
6) Spasme otot : terkadang otot berkedut
7) Parastesia : tidak ada
8) ROM : pasif
9) Data lain :-
e. Exposure
1) Cedera : tidak ada
2) Kerusakan jaringan : tidak ada
3) Dislokasi : tidak mengalami diskolasi
4) Luka : tidak ada
5) Odem : bagian kaki kanan
6) Data lain :-
2. Secondary Survey
a. Keadaan Umum
a. Status gizi : Gemuk Normal Kurus
Berat Badan : 50 kg Tinggi Badan : 160 cm
b. Sikap : Tenang Gelisah Menahan nyeri
b. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing (B1)
a. Bentuk dada : simetris
b. Frekuensi nafas : 32x/menit
c. Kedalaman nafas : dangkal
d. Jenis pernafasan : takipnea
e. Pola nafas : tidak efektif
f. Retraksi otot bantu : tidak beraba
g. Irama nafas : abnormal
h. Ekspansi paru : tidak normal
i. Vocal fremitus : tidak ada
j. Nyeri : tidak ada
21
k. Batas paru : normal
l. Suara nafas : vesikuler
m. Suara tambahan : terdengar suara ronchi
n. Pemeriksaan penunjang : -
o. Data lain :-
2) Blood (B2)
a. Ictus cordis : tidak Nampak, letak tidak bergeser
b. Nyeri : tidak ada
c. Batas jantung : normal
d. Bunyi jantung : S1, S2 Tunggal
e. Suara tambahan : tidak ada
f. Pemeriksaan penunjang : -
g. Data lain :-
3) Brain (B3)
a. Kesadaran : somnolen
b. GCS : 2-5-4
c. Reflek fisiologis : respon kontraksi otot dinding perut
d. Reflek patologis : Hoffman Tromer
e. Pemeriksaan penunjang : -
f. Data lain :-
4) Bladder (B4)
a. Kebiasaan miksi : pasien menggunakan kateter
b. Pola miksi : tidak terkaji
c. Warna urine : kuning
d. Jumlah urine : 30 cc/jm (720 cc/24 jam)
e. Pemeriksaan penunjang : -
f. Data lain : -
5) Bowel (B5)
a. Bentuk abdomen : simetris
b. Kebiasaan defekasi : saat pagi hari
c. Pola defekasi : 1x sehari
d. Warna feses : kuning kecoklatan
e. Kolostomi : tidak ada
f. Bising usus : 20x/mnt
22
g. Pemeriksaan penunjang : -
h. Data lain : -
6) Bone (B6)
a. Kekuatan otot: kanan atas : 3-3-2-3
b. Turgor : abnormal
c. Odem : pada bagian kaki kanan
d. Nyeri : pada bagian kaki kanan, S: 4
e. Warna kulit : sianosis
f. Akral : dingin
g. Sianosis : pucat
h. Parese : px mengalami parese pada bagian kaki kanan.
i. Alat bantu : kursi roda
j. Pemeriksaan penunjang : -
k. Data lain : -
c. Terapi Medik
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
23
II. ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Px mengatakan sesak saat bernafas hambatan Ketidak efektifan pola
DO : ekspansi paru nafas
- TTV :
- TD :100//60 mmHg
- RR : 30x/mnt
- S : 39oC
- N:
- Irama nafas ireguler
- Suara nafas krekels
- Kedalaman nafas dangkal
- Takipnea
- Terdengar suara ronchi
- Ekspansi dada tidak normal
24
IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
25
- Warna urine : 2 mengalami kehausan atau
- Intake cairan : 1 gejala perubahan cairan
4. Monitor asupan dan
pengeluaran urin.
5. Monitor kadar serum dan
elektrolit urine
V. IMPLEMENTASI
NO. HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
DX TGL
1. Jum’at 20:00 1. Membuka jalan nafas dengan tekhnik chin lift atau jaw
01/02/19 thrust, sebagaimana mestinya
2. Mempoosisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Mengidentifikasi kebutuhan actual atau potensial pasien
untuk memasukkan alat pembuka jalan nafas
4. Memasukkan alat nasopharyngeal airway ( NPA ) atau
oropharyngeal airway ( OPA ), sebagaimana mestinya
5. Membuang secret dengan memotifasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lendit
6. Memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar,
dan batuk.
2. Jum’at 20:00 1. Menentukan jumlah dan jenis intake atau asupan cairan
01/02/19 serta kebiasaan eliminasi
2. Menentukan factor-faktor resiko yang mungkin
menyebabkan ketidakseimbangan cairan
3. Menentukan apakah pasien mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
4. Memonitor asupan dan pengeluaran urin.
5. Memonitor kadar serum dan elektrolit urine
26
VI. EVALUASI
NO. NO. HARI/ JAM EVALUASI PARAF
DX TGL (SOAP)
1. 1. Jum’at 20.00 Wib S : Pasien mengatakan sesak masih sesak
01/02/19
O:
- TTV :
- TD :100//60 mmHg
- RR : 30x/mnt
- S : 39oC
- N:
- Irama nafas ireguler
- Suara nafas krekels
- Kedalaman nafas dangkal
- Takipnea
- Terdengar suara ronchi
- Ekspansi dada tidak normal
P : Lanjutkan Intervensi
O:
- px dibatasi minum 1300 ml/hr
- terdapat odema pada kaki bagian kanan
- frekuensi urine 720cc/24 jm
P : Lanjutkan intervensi
27
BAB 5
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure, ARF) yaitu penurunan fungsi ginjal
tiba-tiba yang ditentukan dengan peningkatan kadar BUN dan kreatinin plasma.
Haluaran urine dapat kurang dari 40 ml/ jam (oliguria), tetapi mungkin juga
jumlahnya normal atau kadang-kadang dapat meningkat. Pada pasien ARF, 50%
mengalami oliguria dan 80% pasien ini meninggal. Dari kasus ARF intrinsik, 90%
adalah nekrosis tubular akut.
Pada pasien ARF dapat diratik diagnosa Ketidakefektifan pola nafas,
Kelebihan volume cairan dan Nuitrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :
1. Persiapan diri sebaik mungkin sebelum melaksanakan tindakan asuhan
keperawatan
2. Bagi mahasiswa diharapkan bisa melaksakan tindakan asuhan keperawatan
sesuai prosedur yang ada.
28
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Nursalam, Dr. Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
29