IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Berat badan ; 10 kg
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Petani
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : IRT
1
KASUS PASIEN
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien kejang. Kejang terjadi tiba-tiba
selama kurang dari 10 menit dan terjadi sekitar 10 kali dalam satu hari. Kejang terjadi kapan
saja termasuk saat pasien beraktifitas. Kejang berupa kedua lenan dan tungkai kelojotan
disertai dengan mata yang terbelalak. Pasien tidak sadar saat kejang. Setelah kejang pasien
mengalami muntah dengan volume yang sedikit dan terdiri dari lendir dan menjadi lemas.
Keluhan disertai dengan penurunan kesadaran berupa pasien tidak dapat duduk dan
Keluhan disertai dengan demam yang dirasakan sebelum masuk rumah sakit. Demam
terjadi tiba tiba dan hilang timbul. Demam tidak pernah tinggi, demam paling tinggi terjadi
saat pasien datang pertama kali ke IGD RS. Salamun dengan suhu 39º. Demam disertai
dengan mengigil.
Keluhan saat kejang terjadi demam tinggi disangkal orang tua. Tidak ada riwayat
terbentur. Tidak ada riwayat keganasan pada keluarga. Tidak ada riwayat sakit kepala hebat
Pada saat di rumah sakit pasien mengalami keluhan sulit buang air besar selama 5 hari
sejak dirawat namun kembali normal setelah diberikan pengobatan. Pada tanggal 10 oktober
pasien mengalami edema pada bagian mata kanan. Pada tanggal 13 Oktober pasien
Sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien telah dirawat 4x dengan keluhan
yang sama. Pada saat pertama kali dirawat dirumah sakit pasien mengalami keluhan kejang
2
yang terjadi pada seluruh badan disertai kelumpuhan pada sebelah anggota badan setelah
selama 7 bulan. Pasien memiliki riwayat hidrocephalus kongenital. Pasien memiliki riwayat
sering sakit dan demam saat bayi. Pasien sering mengalami batuk dan pilek saat di rumah.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien saat ini
Anggota keluarga (bibi pasien) ada yang memiliki riwayat kejang 3 tahun yang lalu
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien hamil di usia 24 tahun, mengalami lemah kandungan, sejak usia 5 bulan
diberikan obat penguat kandungan oleh dokter. Tidak ada riwayat sakit pada saat hamil.
Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan, alkohol dan merokok saat hamil.
Riwayat Persalinan
Bayi perempuan lahir tanggal 06 April 2011 dari ibu G2P2A0 dengan usia kehamilan
cukup bulan, lahir di rumah sakit, caesar, langsung menangis. Bayi lahir dengan berat badan
0-6bulan: ASI
1. personal sosial
2. motorik halus
3. motorik kasar
3
4. bahasa
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan KMS namun mengalami
keterlambatan pada saat imunisasi campak dikarenakan pasien sedang sakit saat akan
melakukan imunisasi.
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital:
Suhu : 39,1ºC
Antropometri
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 83 cm
Lingkar kepala: 48 cm
TB/U:
Kepala
Simetris
Ubun-ubun menutup
Mata
4
Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Toraks
Jantung
S1, S2 normal
5
Pulmonal
Kanan Kiri
Depan :
Wheezing - -
Stridor - -
Ronchi - -
Belakang:
Wheezing - -
Ronchi - -
Stridor - -
Abdomen
Perkusi: timpani
Kulit
Turgor baik
Ekstremitas
6
Pemeriksaan Neurologi
Saraf kranial
Refleks patologis
Rangsang meningeal:
Resume
Pasien A, perempuan, usia 2,5 tahun status gizi baik. Kejang 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Kejang tipe tonik, bilateral, 10 x sehari, kurang dari 10 menit, tiap kejang tidak
sadar. Keluhan disertai penurunan kesadaran dan demam. Kejang tidak terjadi saat pasien
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien somnolen, tampak sakit berat, demam. Mata
7
Diagnosis Banding
Meningitis bakterialis
Meningitis tuberkulosis
Meningitis viral
Ensefalitis
Tumor otak
Usulan Pemeriksaan
Darah rutin
Lumbal pungsi
Hasil Lab
Hematologi rutin
Hematokrit 36 35-45
8
Hitung Jenis leukosit 80 54 – 62
Segmen 15 25-33
Limfosit 5 3-7
Monosit
MN 100
PMN 0
Diagnosis Kerja
9
OBSERVASI
10
Sabtu 100 24 36,8oC Keadaan umum baik Fenitoin 2 x 20 g P\O
12 Oktober Ceftriaxon 1x1 g IV
2013 Nyndia 4x/ml
Farmakoterapi
Infus RL 8 tetes/mac
Depaken 2x3 ml
Diazepam 5 mg/IV
Ampisilin 4x750 mg IV
Kloramfenikol 4x250 g IV
Dexametason 4x1,5 g IV
Fenitoin 2x20 g PO
Nyndia 4x/ml
Microlax supp I
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Meningitis Bakterialis
Definisi
saraf pusat dengan inflamasi yang melibatkan pia-arakhnoid, rongga subarakhnoid dan dapat
Meningitis dibagi menjadi meningitis bakterialis akut, meningitis subakut dan kronis
Infeksi pada sistem saraf pusat dapat fokal atau difus. Meningitis dan ensefalitis
adalah contoh infeksi difus. Meningitis terutama melibatkan meninges, sedangkan ensefalitis
terutama melibatkan parenkim otak. Karena batas anatominya sering tidak jelas, banyak
pasien memiliki tanda baik keterlibatan meningeal dan parenkimal, sehingga pasien dianggap
mengalami meningoensefalitis. Diagnosis infeksi SSp difus tergantung dari pemeriksaan CSF
Etiologi
dalam CSF. Pencegahan infeksi bergantung blood-brain dan blood-CSF barrier, tetapi sekali
organisme melewati barrier dan masuk rongga subarakhnoid, organisme akan berkembang
karena CSF merupakan medium kultur yang ideal dikarenakan memiliki sedikit bahkan sama
12
Neonatal Bayi Anak Anak lebih tua dan
Staphylococcus
aureus
Streptococcus
pneumoniae
Epidemiologi
Faktor resiko utama meningitis adalah rendahnya imunitas patogen spesifik yang
berhubungan dengan usia muda. Resiko tambahan termasuk kolonisasi bakteri patogen yang
baru terjadi, kontak dekat dengan individu yang memiliki penyakit invasif yang disebabkan
Mode transmisi kemungkinan kontak antara orang dengan orang melalui sekresi
13
Disfungsi splenik (sickle cell anemia) atau asplenia (trauma, defek kongenital)
disease.
Pada pasien ini faktor resiko yang mungkin terjadi adalah rendahnya imunitas yang
berhubungan dengan usia muda dikarenakan pasien baru beruisa 2,5 tahun. Selain itu
didapatkan riwayat pasien sering mengalami sakit baik pada saat bayi maupun saat ini
Patogenesis
patogen yang potensial biasanya merupakan sumber bakteremia. Dapat terjadi kolonisasi
organisme yang memanjang tanpa terjadi penyakit (carriage) atau dapat juga terjadi invasi
cepat setelah munculnya kolonisasi. Infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang terjadi
meningitis.
melalui pili. Setelah penempelan ke sel epitel, bakteri menembus mukosa dan masuk
fagositik setelah diingesti oleh sel epitel. Survival bakteri dalam aliran darah dikarenakan
kapsul bakteri besar mengganggu fagositosis dan berhubungan dengan peningkatan virulensi.
14
bacteremia. Pada anak-anak, host nonimun, defek kemungkinan diakibatkan karena belum
adanya IgM atau IgG antikapsular antibodi yang terbentuk sedangkan pada pasien
Bakteri dapat banyak masuk ke CSF melalui koroid plexus ventrikel lateral dan
meninges lalu bersirkulasi ke CSF ekstraserebal dan subarachnoid space. Bakteri secara
cepat bermultiplikasi karena konsentrasi komplemen dan antibodi di CSF tidak adekuat untuk
menstimulasi respon inflamasi akan menstimulasi respon inflamasi lebih lanjut, dengan
Sitokin berlebih yang menginduksi inflamasin akan terus berlanjut setelah CSF steril
dan kemungkinan bertnggung jawab untuk inflamasi kronis dari meningiis piogenik.
Meningitis juga dapat terjadi karena invasi bakteri dari fokus infeksi seperti sinusitis
paranasal, otitis media, mastoiditis, selulitis orbital, osteomyelitis kranial atau vertebral atau
terjadi melalui penetrasi trauma kranial atau meningomyelocele. Meningitis mungkin terjadi
Pada pasien ini kemungkinan pasien mengalami kolonisasi bakteri di nasofaring yang
menyebar secara hematogen sampai ke meningen. Kolonisasi bakteri ini dapat terjadi salah
satunya karena tejadinya infeksi saluran pernafasan atas oleh virus yang dapat meningkatkan
15
patogenitas bakteri, dimana pasien sebelumnya diketahui sering mengalami infeksi saluran
Onset meningitis akut memiliki 2 pola dominan, yang lebih dramatis dan jarang
terjadi adalah onset tiba-tiba dengan progresivitas cepat dari shock, purpura, DIC dan
penurunan kesadaran yang menyebabkan kematian dalam 24 jam. Pola yang lebih sering
adalah meningitis yang didahului oleh gejala saluran nafas bagian atas atau gastrointestinal,
berhubungan dengan infeksi sistemik dan manifestasi iritasi meningeal. Temuan nonspesifik
termasuk demam, anoreksia, gejala infeksi saluran nafas atas, myalgia, artrhalgia, takikardi,
hipotensi dan berbagai manifestasi kutaneus seperti peteki purpura atau erythematous
macular rash.
Iritasi meninges dimanifestasikan sebagai kaku kuduk, nyeri punggung, kernig sign
Peningkatan ICP ditandai dengan nyeri kepala, muntah, fontanel yang menonjol atau
sutura yang melebar (diastasis), paralisis saraf okulomotor atau abdusen, hipertensi dengan
bradikardi, apnea atau hiperventilasi, postur dekortikasi atau deserebrasi, stupor atau koma.
Tanda neurologis fokal biasanya diakibatkan oleh oklusi vaskular. ± 10-20% anak
dengan meningitis bakterialis memiliki tanda neurologis fokal. Frekuensi meningkat menjadi
30% pada meningitis pneumokokus karena organisme ini menstimulasi respon inflamasi yang
lebih kuat.
Kejang (fokal atau generalisata) terjadi karena cerebritis, infark, atau gangguan
elektrolit yang terjadi pada 20-30% pasien. Kejang yang muncul dalam 4 hari awal tidak
16
memiliki prognosis yang signifikan, jika kejang menetap setelah 4 hari onset penyakit dan
Perubahan status mental dan penurunan level kesadaran sering terjadi pada pasien
Manifestasi termasuk: iritabilitas, letargi, stupor dan koma. pasien dengan koma memiliki
Pasien ini mengalami pola meningitis kedua, yaitu meningitis yang didahului oleh
gejala infeksi saluran nafas bagian atas yang diikuti gejala infeksi SSP tidak spesifik berupa
anoreksia, demam, kejang. Diagnosis meningitis ditegakkan dari infeksi SSP lainnya
berdasarkan terdapatnya tanda iritasi meningeal yaitu kaku kuduk. Selain itu didapatkan
perubahan status mental berupa pasien menjadi rewel, kemungkinan diakibatkan peningkatan
Pada awalnya terjadi gejala yang tidak spesifik seperti malaise, perubahan
temperamen seperti irritabilitas atau apati, demam derajat rendah, nyeri kepala yang hilang
timbul. Setelah 1-3 minggu, iritasi meningeal berkembang ditandai dengan sakit kepala dan
muntah meningkat, diikuti oleh kaku kuduk dengan tanda Kernig dan Brudzinki positif.
Gejala yang paling menonjol pada anak-anak adalah muntah, sedangkan pada dewasa adalah
nyeri kepala. Saat penyakit semakin progresif, bukti bahwa ada keterlibatan parenkim otak,
seperti kejang, mengantuk dan defisit neurologik fokal menjadi terlihat seperti munculnya
hemiparese dan keterlibatan saraf kranial II, III, IV, V, VI dan VII dan, jarang terjadi,
pergerakan involunter. Dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial, pada dewasa dapat
berkembang papilloedema, pada anak mungkin dapat muncul fontanel yang menonjol atau
lingkar kepala yang membesar. Jika arakhnoiditis berkembang di meninges medulla spinalis
17
dapat terjadi paraparesis. Kejang dapat diakibatkan karena hiponatremia, hidrosefalus, infark
otak atau edema otak.4 Gejala paling akhir dikarakteristikkan dengan koma dengan postur
ekstensor abnormal dan defisit neurologik fokal yang lebih parah seperti hemiplegia atau
paraplegia.
Stadium I : Kesadaran penuh dan rasional, gejala tidak spesifik, tanpa ada tanda
Stadium III : Stupor atau koma dan/atau dengan defisit neurologis fokal yang parah
Ensefalitis herpes simplex (EHS) merupakan penyebab 10% kasus ensefalitis dan
merupakan penyebab tersering kasus ensefalitis fatal yang muncul secara sporadik dan
menyebabkan ensefalitis pada semua usia, tetapi terbanyak pada penderita berusia >20 tahun.
18
EHS pada neonatus biasanya karena infeksi VHS tipe 2 selama melalui jalan lahir dari ibu
Manifestasi klinis tidak spesifik, dapat akut dan subakut. Fase prodormal terjadi
malaise dan demam selama 1-7 hari. Manifestasi ensefalitis dimuai dengan sakit kepala,
muntah, perubahan kepribadian dan gangguan daya ingat kemudian penderita akan terjadi
ataksia, gangguan sistem autonom, paresis saraf kranialis, kaku kuduk dan papiledema.
Kemungkinan EHS bila demam, kejang fokal, dan gejala neurologis fokal. Diagnosis
Partially treated Normal atau 5-10.000 PMN Biasanya 100- Normal atau Organisme
bacterial meningitis meningkat 500 menurun mungkin
trlihat pd
pewarnaan
gram
Meningitis viral atau Normal atau Jarang >1000. Biasanya 50- Secara umum Enterovirus
meningoensefalitis sedikit Awalnya 200 normal, dideteteksi
meningkat PMN tapi MN mungkin dengan
(80-150) akan menurun <40 PCR. HSV
mendominasi pada bbrp ensefalitis
seiring viral, terutama ditandai
perjalanan campak dengan
kejang fokal
19
atau
penemuan
fokal di CT
scan atau
MRI
Bentuk meningitis
yang jarang terjadi
Meningitis Biasanya 10-500, awal 100-3000 <50 Organisme
Tuberkulosis meningkat PMN, tapi pada tahan asam
limfosit akan kebanyakan hampir tidak
mendominasi kasus terlihat pada
setelahnya pewarnaan
20
Kimia(obat, Biasanya 100-1000 atau 50-100 Normal atau
myelography dye) meningkat lebih, sedikit
didominasi menurun
PMN
Diagnosis
Kontraindikasi LP adalah 1) tanda peningkatan ICP seperti palsi saraf kranial III atai
VI dengan penurunan level kesadaran atau hipertensi dan bradikardi dengan abnormalitas
respiratori, 2) infeksi kulit tempat LP, 3) pasien yang dalam posisi LP dapat mengganggu
fungi kardiopulmonari.
Kultur darah harus dilakukan pada semua pasien dengan suspek meningitis. Kultur
darah dapat menunjukkan bakteri yang bertanggung jawab pada 80-90% kasus.
Pada LP: CSF leukosit pada meningitis bakterialis biasanya meningkat >1000mm3 dan
menunjukkan netrofil mendominasi (75-95 %). CSF keruh terlihat saat leukosit melebihi 200-
400/mm3. Normal leukosit pada neonatus 30 leukosit/mm3 anak yang lebih tua 5
leukosit/mm3.
Suspected: onset tiba-tiba demam (>38,5°C rektal atau 38.0° aksila) dan salah satu
dari tanda: kaku kuduk, gangguan kesadaran atau tanda meningeal lainnya
21
Probable: suspected case dengan pemeriksaan CSF menunjukkan setidaknya satu
(pewarnaan gram atau metode deteksi antigen) bakteri patogen (Hib, pneumococccus,
atau meningococcus) di CSF atau dari darah pada anak dengan sindrom klinis yang
22
Manajemen
23
Anak usia <3 bl Anak usia ≥3 bl
kecurigaan penyakit
≤3 bl ≥3 bl
kecurigaan penyakit
Segera berikan Antibiotik empirik
sefotaksim i.v. + Segera berikan terapi
amoksisilin atau seftriakson i.v (jangan
ampisilin diberikan bersamaan
dengan cairan infus
Seftriakson dapat mengandung kalsium
dipakai untuk atau gunakan
menggantikan Penurunan sefotaksim)
sefotaksim, kecuali atau fluktuasi
pada bayi prematur Lakukan tingkat Jika melakukan
atau bayi kuning, pemeriksaan kesadaran atau perjalanan ke luar
hipoalbumin atau CT-scan ditemukan negeri atau mendapat
asidosis, atau ya tanda multipel antibiotik
mendapatkan infus selama 3 bl, berikan
neurologis
mengandung kalsium vankomisin
fokal
Jika melakukan Jika terdapat
perjalanan ke luar peningkatan leukosit
negeri atau mendapat LCS dan risiko
antibiotik jangka meningitis
tidak
panjang tambahkan tuberkulosism evaluasi
vankomisin diagnosis untuk
meningitis tuberkulosis
Jika terdapat
peningkatan leukosit Berian cairan pemeliharaan penuh: Pertimbangkan
LCS dan risiko ensefalitis herpes
gunakan jalur enteral jika ditoeransi, atau
meningitis tuberkulosis, simplex sebagai
evaluasi diagnosis untuk gunakan cairan isotonik jika memerlukan i.v diagnosis alternatif
meningitis tuberkulosis
Jangan batasi asupan caran kecuali Jika meningitis
Pertimbangkan terdapat bukti peningkatan sekresi hormon tuberkulosis adalah
ensefalitis herpes antidiuretik bagian dari diagnosis
simplex sebagai banding, berikan terapi
Lakukan pungsi lumbal
diagnosis alternatif Gunakan protokol lokal/nasional untuk antibioik yang sesuai
penatalaksanaan kejang
Jika meningitis Jika meningoensefalitis
tuberkulosis adalah akibat herpes simplex
bagian dari diagnosis merupakan bagian dari
banding, berikan terapi diagnosis banding,
antibioik yang sesuai
Konfirmasi penyakit? berikan terapi antibiotik
yng sesuai
Jika meningoensefalitis
akibat herpes simplex Steroid
merupakan bagian dari
diagnosis banding, Berikan deksametason
Ya (positif Tidak (negatif (0,15 mg/kgBB sampai
berikan terapi antibiotik
kultur kultur
yng sesuai dosis maks. 10 mg,
darah/LCS dan darah/LCS dan
atau PCR atau PCR
4x/hr selama 4 hr) jika
darah/LCS) darah/LCS) pungsi lumbal
menunjukkan:
LCS purulen
Antibiotik untuk Antibiotik untuk hitung leukosit
penyakit yang penyait yang belum CSF>1000 µL
peningkatan jumlah
sudah dipastikan dipastikan
leukosis LCS >1g/L
bakteri pada apus
gram
24
Anak usia <3 bl Anak usia ≥ 3 bl Anak usia <3 bl Anak usia ≥ 3 bl
penyakit sudah penyakit sudah penyakit penyakit belum
dipastikan dipastikan belumdipastikan dipastikan
Terapi meningitis
meningokokus dgn
sefotaksim i.v.
selama total 7 hari
25
Terapi awal (empiris) untuk meningitis pada bayi dan anak yang immunokompeten
Influenzaetipe b. Antibiotik yang dipilih harus mampu mencapai level bakterisidal pada CSF.
terhadap cefotaxime dan ceftriaxone juga terjadi pada 5-10% isolat. Peningkatan resistansi S.
atau ceftriaxone (100 mg/kg/24 jam diadministrasikan 1 kali per hari atau 50 mg/kg/dosis
diberikan setiap 12 jam) dikombinasikan dengan vankomisin (60 mg/kg/24 jam, diberikan
diberikan secara penuh dalam 10-14 hari dengan sefalosporin generasi ke-3 atau penicillin
intravena (400,000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4-6 jam). Jika resistan terhadap penisilin
Penisilin intravena (400.000 U/kg/24 jam, diberikan setiap 4-6 jam) untuk 5-7 hari
Efek samping terapi antibiotik untuk meningitis termasuk phlebitis, drug fever, rash,
Kortikosteroid
Mematikan bakteri secara cepat di CSF efektif dalam mensterilkan infeksi meningeal
tapi menyebabkan rilisnya produk toksik sel setelah sel lisis (endotoksin yang dapat
meningkatkan jalur sitokin-mediasi inflamasi. Formasi edema dan infiltrasi netrofil dapat
26
memproduksi injuri neurologik tambahan dengan memburuknya tanda dan gejala SSP.
Sehinnga agen yang membatasi produksi mediator inflamasi sangat berguna untuk pasien
setiap 6 jam selama 2 hari pada pengobatan pasien anak >6 minggu dengan meningitis
bakterialis akut yang disebabkan H. Influenza type b. Pasien anak dengan meningitis karena
h. Influenzae type b yang menggunakan kortikosteroid memiliki durasi demam yang lebih
pendek, protein CSF yang rendah dan reduksi kehilangan pendengaran sensorineural.
Prognosis
Prognosis paling buruk terjadi pada bayi <6 bulan dan pasien dengan konsentrasi bakteri
tinggi di CSF. Pasien dengan kejang >4 hari dengan koma atau tanda neurologik fokal
memiliki peningkatan resiko sekuele jangka panjang. Sekuele neurologik paling sering
masalah perilaku dan terlambat dalam bahasa. Kehilangan pendengaran sensorineural adalah
sekuele paling sering pada meningitis bakterialis dan bisanya muncul dari awal presentasi
penyakit diakibatkan labirinitis setelah infeksi koklear atau dapat juga karena inflamasi pada
saraf auditori.
27
DAFTAR PUSTAKA
2000.
2. Gilroy J, Meyer JS. Medical Neurology. 3 ed. United States: Macmillan Publishing
preventable disease
4. Bharucha NE, Raven RH. Tuberculosis. In: Shakir RA, Newman PK, Poser CM,
5. Davis LE. Tuberculous Meningitis. In: Davis LE, Kennedy PGE, editors. Infectious
Disease of the Nervous System. 10 ed. United States: Oxford Medical Publication;
1993.
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi. 4 ed. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
28