Anda di halaman 1dari 19

Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

BAB I

OSBORNE REYNOLD

1.1 Pendahuluan

Aliran yang benar-benar dibatasi oleh permukaan padat disebut aliran internal

(aliran dalam). Demikian juga aliran internal yang meliputi mengalir melalui pipa,

saluran, nozel, katup, dan alat kelengkapan. Aliran ini dapat berupa laminar, transisi

atau turbulen. Osborne Reynolds (1842-1912) adalah orang pertama yang membedakan

jenis jenis aliran. Peralatan terdiri dari reservoir yang dimasukkan ke dalamnya pipa

dikendalikan oleh katup di pintu keluar dari pipa. Sebuah pewarna jarum suntik terletak

di pintu masuk pipa, kemudian dengan memasukkan pipa tipis pewarna ke dalam aliran

akan terlihat jenis aliran.

1.2 Osborne Reynold

1.2.1 Tujuan

1. Untuk mengamati karakteristik aliran fluida dalam pipa, yang mungkin aliran

laminar, tansisi atau turbulent dengan mengukur jumlah bilangan Reynolds dan

perilaku aliran.

2. Untuk menghitung range (daerah bentangan) untuk laminar, transisi dan

turbulen.

3. Untuk membuktikan bilangan Reynolds adalah bilangan tanpa dimensi.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 1


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

1.2.2 Dasar Teori

a. Definisi Laminar, Transisi dan Turbulet

Gambar 1.1 Jenis jenis aliran laminar, transisi dan turbulen.

Sumber: MWH WATER TREATMENT PRINCIPLES AND DESIGN 3RD

Aliran Laminar ialah suatu aliran dimana gaya kekentalan relatif sangat besar

dibanding dengan gaya kelembaman, sehingga aliran dikuasai oleh pengaruh

kekentalan. Dalam aliran ini partikel-partikel cairan bergerak secara teratur

menurut lintasan-lintasan arusnya.

Aliran Turbulen ialah suatu aliran dimana gaya kelembaman relatif sangat

besar dibanding dengan gaya kekentalan, sehingga akan dikuasai oleh pengaruh

kelembaman. Dalam aliran ini partike-partikel cairan bergerak pada lintasan-

lintasan yang tidak teratur atau pada lintasan sembarang.

Aliran Transisi ialah suatu aliran yang berada diantara tipe aliran laminer dan

aliran turbulen.

b. Bilangan Reynold (Re)

Dalam mekanika fluida dan perpindahan panas, bilangan Reynolds,

adalah tanpa berdimensi. Bilangan Reynolds menetapkan bahwa transisi dari

laminar ke turbulent terjadi pada nilai tertentu dari properti dimensi, yang

disebut bilangan Reynolds.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 2


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

ρxV x D
Re  ................................................ (1.1)
μ

Q
v ................................................ (1.2)
A

V
Q ................................................ (1.3)
t

Keterangan:

Re = Bilangan Reynold

ρ = Densitas dari fluida

D = Diameter pipa (m)

μ = Viskositas kinematis (0.0008kg/ms)

v = Laju aliran kecepatan rata-rata (m2/s)

Q = Debit (m3/s)

A = Luas pipa (m2)

V = Volume aliran (m3)

t = Waktu aliran yang diperoleh (s)

Bilangan Reynolds dapat digunakan untuk menentukan apakah aliran

laminar, transisi atau turbulen. Aliran adalah:

 Re < 2300 ialah aliran Laminar (Lurus)

 2300 < Re < 4000 ialah aliran Transisi (Pergolakan)

 Re > 4000 ialah aliran Turbulen (Tercampur)


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 3
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Bilangan Reynolds sering timbul saat melakukan analisis tanpa

dimensi cairan dinamika dan masalah perpindahan panas. Mereka juga

digunakan untuk mengkarakteristikkan jenis aliran yang berbeda, seperti

laminar, transisi atau turbulen. Aliran laminar terjadi pada angka Reynolds

rendah, di mana viscositas (kekentalan) yang lebih dominan, sedangkan aliran

turbulen terjadi pada angka Reynolds yang tinggi dan didominasi oleh gaya

inersia, yang cenderung menghasilkan pusaran dengan kondisi yang acak.

Konsep aliran laminar adalah suatu aliran di mana lapisan fluida

meluncur di atas satu sama lain dalam sebuah pola garis lurus. Stabilitas aliran

laminar dapat dengan mudah dilihat dalam percobaan klasik Reynolds pada

aliran viskos di mana pewarna disuntikkan ke dalam aliran air yang melalui

pipa transparan. Bentuk seperti benang dari pewarna bergerak menunjukkan

perilaku laminar. Setelah meningkatnya kecepatan air, gerakan berfluktuasi

pewarna akan terlihat, menunjukkan transisi ke aliran tidak stabil, hal tersebut

menunjukkan aliran transisi. Pada kecepatan yang lebih tinggi benang

pewarna menjadi bercampur dengan cairan, fluktuasi kecepatan radial

menjadi tidak beraturan ditambahkan di atas gerakan aksialnya dan aliran ini

dikatakan menjadi turbulen.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 4


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

1.2.3 Peralatan Praktikum

 Gelas ukur  Selang bening

 Pewarna (tinta)
 Suntik

 Nosel  Bak Penampung Air

 Katub Pengontrol

Gambar 1.2 Peralatan laboratorium

1.2.4 Prosedur Percobaan

1. Mengisi Bak penampung sampai terisi penuh.

2. Mengatur sudut bukaan katub sesuai yang telah di tentukan.

3. Menghitung waktu air yang masuk gelas ukur per volume 100 ml.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 5


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

4. Menyuntikan pewarna kedalam selang

5. Mengamati visualisasi aliran dalam selang apakah pada kondisi (Laminar,

Transisi, Turbulen)

6. Mendata dan mendokumentasikan aliran ketika di suntikkan tinta pewarna

(difoto)

7. Mengulangi langkah 1 s/d 6 untuk ukuran selang yang berbeda

8. Mengembalikan valve seperti semula

9. Membersihkan peralatan-peralatan praktikum yang telah di pakai

1.2.5 Data dan Hasil Perhitungan

a. Dari percobaan ini diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1.1 Data Laboratorium

NO Sudut (Deg) Percobaan volume waktu


)
1 0,0001 27,7
1 18 ͦ 2 0,0001 27,2
3 0,0001 18,54
1 0,0001 4,65
2 36 ͦ 2 0,0001 2,56
3 0,0001 2,49
1 0,0001 3,86
3 54 ͦ 2 0,0001 2,02
3 0,0001 1,9
1 0,0001 3,67
4 72 ͦ 2 0,0001 1,91
3 0,0001 1,84
1 0,0001 3,48
5 90 ͦ 2 0,0001 1,64
3 0,0001 1,58

Sumber: Peneliti (2018)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 6


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Catatan: untuk percobaan 1 menggunakan selang berdiameter 6 mm, percobaan

2 menggunakan selang berdiameter 8 mm, sedangkan percobaan 3 menggunakan

selang berdiameter 10 mm.

1.2.6 Perhitungan

a. Perhitungan dari debit (Q) terhadap sudut buka katub

Q
V ................................................ (1.4)
A

Q V x A ................................................ (1.5)

1
A x π x D2 ................................................ (1.6)
4

Diketahui : Q = Debit aliran (m3/s) v = Kecepatan aliran (m/s)

V = Volume aliran (m3) t = waktu (s)

A = Luas penampang (m2) V = 100 ml = 0.0001 m3

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 7


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 6mm

Nilai A = ¼ x 3.14 x 62

A = 28.26mm2 = 0.00002826m2

 Sudut ( deg ) : 18˚

0.0001 𝑚3
Q= = 0,0000036
27,7 𝑠

3
𝑄 0,00000 6 𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0,127746 m/s
0.00002826 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 36˚

0.0001𝑚3
Q= = 0,0000125 m3/s
4,65𝑠

3
𝑄 0.0000215𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0,760983 m/s
0.00002826 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 54˚

0.0001𝑚3
Q= = 0,0000259 m3/s
,86 𝑠

3
𝑄 0.0000259𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0,916728 m/s
0.00002826 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 72˚

0.0001m3
Q= = 0,0000272 m3/s
.67s

3
𝑄 0.0000272𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0,964188 m/s
0.00002826 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 90˚

0.0001𝑚3
Q= = 0,0000287 m3/s
.48𝑠

3
𝑄 0.0000287𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 1,016831 m/s
0.00002826 𝑚2

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 8


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 8mm

Nilai A = ¼ x 3.14 x 82

A = 50.24mm2 = 0.00005024m2

 Sudut ( deg ) : 18˚

0.0001 𝑚3
Q= = 0.0000367 ⁄
27.2 𝑠

3
𝑄 0.0000 67 𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.073178 ⁄
0.00005024 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 36˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000391 ⁄
2.56𝑠

3
𝑄 0.0000 91𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.777518 ⁄
0.00005024 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 54˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000495 ⁄
2.02𝑠

3
𝑄 0.0000495𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.985369 ⁄
0.00005024 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 72˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000523 ⁄
1.91𝑠

3
𝑄 0.000052 𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 1,042118 ⁄
0.00005024 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 90˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000609 ⁄
1.64𝑠

3
𝑄 0.0000609𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 1,213686 ⁄
0.00005024 𝑚2

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 9


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 10mm

Nilai A = ¼ x 3.14 x 102

A = 78.5mm2 = 0.0000785m2

 Sudut ( deg ) : 18˚

0.0001 𝑚3
Q= = 0.0000539 ⁄
18.54 𝑠

3
𝑄 0.00005 9 𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.06871 ⁄
0.0000785 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 36˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000401 ⁄
2.49𝑠

3
𝑄 0.0000401𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.511601 ⁄
0.0000785 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 54˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000526 ⁄
1.9𝑠

3
𝑄 0.0000526𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.670466 ⁄
0.0000785 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 72˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000543 ⁄
1.84𝑠

3
𝑄 0.000054 𝑚 ⁄𝑠
v=𝐴= = 0.692329 ⁄
0.0000785 𝑚2

 Sudut ( deg ) : 90˚

0.0001𝑚3
Q= = 0.0000633 ⁄
1.58𝑠

𝑄 0.00006 𝑚3⁄
𝑠
v=𝐴= = 0.806257 ⁄
0.0000785 𝑚2

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 10


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

b. Perhitungan antara Reynords dengan sudut bukaan katub

Menghitun Reynolds Number (Re) g nilai :

ρxV x D
Re  ................................................ (1.7)
μ

𝐾𝑔⁄
Diketahui : 𝜌 = 𝑀𝑎 𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖 𝑎𝑖𝑟 1000

𝑣 = 𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑎𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 ⁄

𝑘𝑔⁄
𝜇 = 𝑉𝑖 𝑘𝑜 𝑖𝑡𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑢ℎ𝑢 25°𝐶 0.89 𝑥10−

𝐷 = 𝐷𝑖𝑎 𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑔

Gambar 1.2 Tabel viskositas air

Sumber: MWH WATER TREATMENT PRINCIPLES AND DESIGN 3RD

Catatan: menggunakan suhu 25˚C, karena suhu kamar berkisar antara 20˚C -

25˚C.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 11


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 6

 Sudut ( deg ) : 18˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.127746 𝑚⁄𝑠 𝑋 0.006 𝑚
𝑚
Re = kg = 858,6
0.89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re < 2300 → Aliran Laminar

 Sudut ( deg ) : 36˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.76098 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,006 𝑚
𝑚
Re = kg = 5114,83
0.89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 54˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.916728 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,006 𝑚
𝑚
Re = kg = 6161,65
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 72˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.964188 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,006 𝑚
𝑚
Re = kg = 6480,64
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 90˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 1.0168 1𝑚⁄𝑠 𝑋 0,006 𝑚
𝑚
Re = kg = 6834,47
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 12


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 8

 Sudut ( deg ) : 18˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.07 178 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,008 𝑚
𝑚
Re = kg = 655,80
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re < 2300 → Aliran Laminar

 Sudut ( deg ) : 36˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.777518 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,008 𝑚
𝑚
Re = kg = 6967,96
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 54˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0,985 69 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,008 𝑚
𝑚
Re = kg = 8830,68
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 72˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 1.042118 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,008 𝑚
𝑚
Re = kg = 9339,25
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 90˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 1,21 686 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,008 𝑚
𝑚
Re = kg = 10876,81
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 13


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 Diameter 10

 Sudut ( deg ) : 18˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0.06871 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,01 𝑚
𝑚
Re = kg = 769,71
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re < 2300 → Aliran Laminar

 Sudut ( deg ) : 36˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0,511601 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,01 𝑚
𝑚
Re = kg = 5731,08
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 54˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0,670466 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,01 𝑚
𝑚
Re = kg = 7510,73
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 72˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0,692 29 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,01 𝑚
𝑚
Re = kg = 7755,64
0,89 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

 Sudut ( deg ) : 90˚

𝑘𝑔
997 ⁄ 3 𝑋 0,806257 𝑚⁄𝑠 𝑋 0,01 𝑚
𝑚
Re = kg = 9031,88
0,8 𝑥 10−3 ⁄𝑚𝑠

Re > 4000 → Aliran Turbulen

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 14


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

Tabel 1.2 Perhitungan Data

Karakteristik
NO Sudut (Deg) Percobaan volume waktu Q v Re
aliran
) ⁄ ⁄)

1 0,0001 27,7 3,61011E-06 0,127746 858,6268705 Laminer


1 18 ͦ 2 0,0001 27,2 3,67647E-06 0,073178 655,8078395 Laminer
3 0,0001 18,54 5,39374E-06 0,06871 769,7075829 Laminer
1 0,0001 4,65 2,15054E-05 0,760983 5114,831035 Turbulen
2 36 ͦ 2 0,0001 2,56 3,90625E-05 0,777518 6967,958295 Turbulen
3 0,0001 2,49 4,01606E-05 0,511601 5731,075738 Turbulen
1 0,0001 3,86 2,59067E-05 0,916728 6161,648786 Turbulen
3 54 ͦ 2 0,0001 2,02 4,9505E-05 0,985369 8830,679819 Turbulen
3 0,0001 1,9 5,26316E-05 0,670466 7510,725572 Turbulen
1 0,0001 3,67 2,7248E-05 0,964188 6480,644227 Turbulen
4 72 ͦ 2 0,0001 1,91 5,2356E-05 1,042118 9339,253002 Turbulen
3 0,0001 1,84 5,43478E-05 0,692329 7755,640537 Turbulen
1 0,0001 3,48 2,87356E-05 1,016831 6834,472503 Turbulen
5 90 ͦ 2 0,0001 1,64 6,09756E-05 1,213686 10876,81295 Turbulen
3 0,0001 1,58 6,32911E-05 0,806257 9031,885182 Turbulen

Sumber : Olahan Peneliti (2018)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 15


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

c. Gambar plot hubungan perhitungan antara Reynords dengan sudut

bukaan katub

 D = 0.006 m

Sudut RE (Reynolds Number)

18 ̊ 858,63

36 ̊ 5114,83

54 ̊ 6161,65

72 ̊ 6480,64

90 ̊ 6834.47

Gambar grafik hubungan antara Reynolds Number dengan sudut bukaan

kutub

8000

7000

6000
reynolds number

5000

4000

3000

2000

1000

0
18 ̊ 36 ̊ 54 ̊ 72 ̊ 90 ̊
sudut

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 16


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 D = 0.008 m

Sudut RE (Renolds Number)

18 ̊ 655,81

36 ̊ 6967,96

54 ̊ 8830,68

72 ̊ 9339,25

90 ̊ 10876,81

Gambar grafik hubungan antara Reynolds Number dengan sudut bukaan

kutub

12000

10000
reynolds number

8000

6000

4000

2000

0
18 ̊ 36 ̊ 54 ̊ 72 ̊ 90 ̊
sudut

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 17


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

 D = 0.01 m

Sudut RE (Renolds Number)

18 ̊ 769,71

36 ̊ 5731,08

54 ̊ 7510,73

72 ̊ 7755,64

90 ̊ 9031,89

Gambar grafik hubungan antara Reynolds Number dengan sudut bukaan

kutub

10000

9000

8000

7000
reynolds number

6000

5000

4000

3000

2000

1000

0
18 ̊ 36 ̊ 54 ̊ 72 ̊ 90 ̊
sudut

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 18


Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

d. Diagram batang karakteristik aliran Reynolds terhadap bukaan kutub

12000

10000
Reynords Number

8000

6000

4000

2000

0
0.006 0.008 0.01
Diameter Pipa (m)

18 ̊ 36 ̊ 54 ̊ 72 ̊ 90 ̊

1.2.7 Kesimpulan

1. Dengan semakin besarnya sudut serta semakin besar luas penampang selang,

maka semakin tinggi pula debit yang dihasilkan, hal ini menandakan sudut

berbanding lurus dengan kecepatan dan luas penampang.

2. Semakin besar sudut dan luas penampang selang maka semakin besar bilangan

Reynold yang dihasilkan, hal ini menunjukkan bahwa bilangan Reynold

berbanding lurus dengan sudut serta luas penampang dan berbanding terbalik

dengan nilai viskositas.

3. Semakin besar sudut bukaan katub maka semakin besar pula volume aliran

yang dihasilkan.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | 2018 19

Anda mungkin juga menyukai