Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENGUJIAN VOLUMETRI GRAVIMETRI

1.1. Dasar Teori


Pada prinsipnya tanah terdiri dari air, udara dan butir-butir tanah yang
padat. Sifat-sifat umum suatu tanah dilihat dari besarnya harga-harga
parameter dari tanah yang bersangkutan, misalnya :
 Berat volume ()
 Berat volume kering (d)
 Specific gravity (Gs)
 Kadar air (Wc)

Harga-harga dari , Wc dan Gs dapat ditentukan secara langsung


dilaboratorium, sedangkan parameter-parameter yang lain dapat dihitung
secara analitis dengan menggunakan referensi dari Buku Mekanika Tanah I
(Braja M. Das, 1995). Di bawah ini sedikit dibahas tentang perhitungan
volumetri dan gravimetri:

Air VA
Vw
Ww Water
Total Total
weight volume W V
(= W) (= V)
Ws solid Vs

(a) (b)
Soil element in natural state Three phases of the soil element

Gambar 1.1. Susunan Tanah

1
Dari gambar (a) menunjukan suatu elemen tanah dengan volume V dan
berat W. Untuk membuat hubungan volume-berat agregat tanah, tiga fase
dipisahkan seperti ditunjukan dalam gambar (b). Sedangkan untuk
klasifikasi tanah berdasarkan berat volume kering dan kadar air dapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 1.1. Angka Pori, Kadar Air, dan Berat Volume Kering untuk
Beberapa Tipe Tanah yang Masih Dalam Keadaan Asli.

Kadar Air
Angka Berat volume kering
Tipe Tanah keadaan
Pori, e
jenuh
(lb/ft³) (kN/m³)
Pasir keras butiran seragam 0,8 30 92 14,5

Pasir padat butiran seragam 0,45 16 115 18

Pasir berlanau yang lepas


0,65 25 102 16
dengan butiran bersudut

Pasir berlanau yang padat


0,4 15 121 19
dengan butiran bersudut

Lempung kaku 0,6 21 108 17

Lempung lembek 0,9-1,4 30 – 50 73-93 11,5-14,5

Tanah loos 0,9 25 86 13,5

Lempung organik lembek 2,5-3,2 90 – 20 38-51 6-8

Glacial till 0,3 10 134 21


Sumber: Braja M. Das, 1995

 Berat Volume Tanah

Berat volume tanah (γ) merupakan rasio antara berat dan volume total
tanah. Berat volume dapat juga dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar
air, dan volume total (Braja M. Das, 1995).

2
Dalam menentukan berat volume tanah, dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
 Menentukan berat sample tanah
W1 = Wct - Wc ..................................... (1.1)
Keterangan :
W1 = Berat sample tanah basah (gram)
Wct = Berat sample tanah + berat cawan (gram)
Wc = Berat cawan (gram)
 Hitung volume tanah
W2
V= ....................................... (1.2)
B.J. Raksa

Keterangan :
V = Volume air raksa = volume tanah
W2 = Berat air raksa yang tumpah (gram)
B.J Raksa = Berat jenis air raksa (13,6 gram/cm3)
 Menghitung berat volume tanah
W
γ= .............................................. (1.3)
V
Keterangan :
γt = Berat volume tanah (gram/cm3)
W = Berat contoh tanah (gram)
 Tanah basah W1
 Tanah kesring Ws
V = Volume tanah (cm3)

 Kadar Air

Secara umum tanah memiliki komponen-komponen penyusun


didalamnya, seperti butiran tanah itu sendiri, air, dan udara yang terdapat
diantara antara butiran tanah. Menurut buku Braja M. Das (1994), “Kadar
air (w) yang disebut juga water content didefinisikan sebagai perbandingan
antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki”.

3
Untuk menentukan beratnya air yang terkandung di dalam tanah. Untuk
mengetahi jenis tanah, dapat dilihat pada tabel berikut:

Rumus dalam mencari kadar air adalah :


W 2 W 3
𝜔c = × 100% .................................. ................. (1.4)
W 3  W1

Keterangan :
W1 = Berat cawan kosong.
W2 = Berat cawan + tanah basah.
W3 = Berat cawan + tanah kering.

 Specific Gravity (Gs)


Tujuan praktikum ini untuk menentukan berat jenis tanah yang
mempunyai butiran lolos saringan no.50 dengan piknometer. Untuk mineral
tanah lempung yang lain dapat dilihat di Tabel 1.2. yang menunjukan harga-
harga berat spesifik beberapa mineral yang umum terdapat pada tanah
(Braja M. Das, 1995).

Tabel 1.2. Berat Spesifik Mineral Penting

Sumber : (Braja M. Das,1995)

4
Rumus dasar untuk mengetahui atau mencari nilai specific gravity adalah :
W4
Gs =(W ………………………………. (1.5)
3+ W4 )- W2

Gs (pada 20o C) = Gs (pada T1) x A.................. (1.6)

Keterangan :
Gs = specific gravity
W2 = berat piknometer + tanah + air.
W3 = berat piknometer + air
W4 = berat tanah kering
A = parameter

Tabel 1.3. Harga Parameter A


Temperatur, T (°C) A
18 1,004
19 1,002
20 1,000
22 0,9996
24 0,9991
26 0,9986
28 0,998
Sumber : Modul Praktikum Mekanika Tanah 1, 2019

1.2. Hasil dan Analisa Praktikum


1.2.1 Pengujian berat volume
A. Prosedur Praktikum
1. Sebelum pengujian dilakukan, siapkan bahan uji yang terbuat dari
tanah yang telah ditekan dengan extruder kemudian dipotong hingga
terbentuk kubus tanah berukuran 2×2×2 cm.
2. Ambil dan timbang cawan tersebut, maka akan didapat berat cawan
(Wc),
3. Letakkan bahan uji diatas cawan dan timbang, maka akan didapat
berat contoh tanah + cawan (Wct),

5
4. Hitung berat contoh tanah dengan menggunakan persamaan (1.1)
5. Tentukan volume contoh tanah dengan cara menyiapkan cawan berisi
air raksa didalam mangkok peluberan,
6. Ratakan permukaan air raksa dengan mulut cawan dengan cara
menekan air raksa dengan kaca datar hingga air raksa tumpah,
7. Bersihkan air raksa yang tumpah dari mangkok peluberan,
8. Masukkan contoh tanah kedalam cawan berisi air raksa tersebut dan
tekan dengan kaca datar hingga air raksa tumpah,
9. Timbang air raksa yang tumpah sehingga didapat W2,
10. Hitung volume tanah menggunakan rumus (1.2),
11. Hitung berat volume tanah menggunakan rumus (1.3).

B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 1.2. Proses Pengambilan Sampel


Dari Alat Extruder.

6
Gambar 1.3. Benda Uji Ditimbang Untuk
Mendapatkan Berat Tanah Basah.

Gambar 1.4. Mencari Volume Air Raksa


yang Tumpah.

7
Gambar 1.5. Penimbangan Volume Air Raksa
yang Tumpah.

Untuk mendapatkan berat tanah (W1), Volume tanah (V), dan berat
volume tanah(γt) membutuhkan perhitungan sebagai berikut:
 Percobaan Sampel 1:
Berat tanah
W1 = 12.8 gram
Volume tanah
132.8
V= =9.765 cm3
13.6

Berat volume tanah kering

ᵧ=
d
12.8
9.765
= 1.31 gr/cm3

 Percobaan Sampel 2:
Berat tanah
W1 = 14.2 gram
Volume tanah
109.8
V= = 8.074 cm3
13,6

8
Berat volume tanah kering

ᵧ=
d
10.2
8.0745
= 1.26 gr/cm3

 Percobaan Sampel 3:
Berat tanah
W1 = 16.5 gram
Volume tanah
127.6
V= = 9.382 cm3
13,6

Berat volume tanah kering

ᵧ=d
12.1
9.382
= 1.29 gr/cm3

Dari percobaan ini diperoleh data sebagai berikut :


Tabel 1.4. Data Berat Volume Tanah
Tes Nomor 1 2 3
Nomor Cawan 1 15 29
Berat cawan (gram) 47.6 49.4 50.4
Berat tanah basah, W1 (gram) 17.6 14.2 16.5
Berat tanah kering, Ws (gram) 12.8 10.3 12.1
Berat air raksa yang dipindahkan oleh
132.8 109.8 127.6
tanah yang dites, W2 (gram)
Volume tanah, V (cm3) 9.765 8.074 9.382
3
Berat volume tanah basah, (gr/cm ) 1.802 1.759 1.759
3
Berat volume tanah kering, (gr/cm ) 1.31 1.26 1.29
Rata-rata 1,31 + 1,26 + 1,29
=1,29
3
Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil pada 3 sampel berat volume


sebesar 1.31 gr/cm3 , 1.26 gr/cm3 dan 1.29 gr/cm3. Maka dari itu
diperlukan rata-rata dari kedua berat volume tersebut sebesar 1,29 gr/cm3
= 12,90 kN/m3 . Nilai tersebut menentukan bahwa tanah tersebut adalah
jenis tanah Lempung Lembek.

9
1.2.2. Pengujian Kadar Air
A. Prosedur Praktikum
1. Sebelum pengujian dilakukan, siapkan bahan uji yang terbuat dari
tanah yang telah ditekan dengan extruder kemudian dipotong hingga
terbentuk kubus tanah berukuran 2×2×2 cm,
2. Ambil dan timbang cawan, maka akan didapat berat cawan (W1),
3. Letakkan bahan uji diatas cawan dan timbang, maka akan didapat
berat cawan + tanah basah (W2),
4. Masukkan bahan uji + cawan tersebut kedalam oven selama 24 jam,
5. Keluarkan bahan uji + cawan dari oven dan angin-anginkan sebentar,
6. Timbang bahan uji + cawan, maka akan didapat berat cawan + tanah
kering (W3)
7. Hitung kadar air menggunakan rumus (1.4).
B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 1.6. Proses Pengambilan Sampel


Dari Alat Extruder.

10
Gambar 1.7. Benda Uji Ditimbang Untuk
Mendapatkan Berat Tanah Basah.

Gambar 1.8. Benda Uji Setelah di Oven.

11
Untuk mendapatkan nilai kadar air (𝜔c), didapatkan dari hasil
perhitungan sebagai berikut:

Tes Nomor 1
(65.2-60.4)
𝜔c = (60.4-47.6)
×100% = 37.50%

Tes nomor 2
(63.6-59.7)
𝜔c = ×100% = 37.86%
(59.7-49.4)

Tes nomor 3
(66.9-62.5)
𝜔c = ×100% = 36.36%
(62.5-50,4)

Dari percobaan kadar air yang dilakukan, diperoleh data sebagai


berikut :

Tabel 1.5. Data Kadar Air.


Tes nomor 1 2 3
Nomor cawan 1 15 29
Berat cawan, W1 (gram) 47.6 49.4 50.4
Berat cawan + tanah basah,
65.2 63.6 66.9
W2 (gram)
Berat cawan + tanah kering,
60.4 59.7 62.5
W3 (gram)

Kadar air, 𝜔 c (%) 37.50 37.86 36.36


Rata-rata 37,50 + 37,86 + 36,36
=37,24
3
Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Dari hasil perhitungan didapatkan nilai kadar air sebesar 37.50%,


37.86% dan 36.36%, jika dirata-rata menunjukan hasil 37.24% Maka
dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwasanya tanah yang digunakan
termasuk Lempung Lembek.

12
1.2.3. Pengujian Specific Gravity (GS)
A. Prosedur Praktikum
1. Menyiapkan tanah lolos no. 50
1
2. Tanah dimasukkan kedalam piknometer sebanyak bagian
3

piknometer.
3. Memasukkan air kedalam piknometer sampai permukaan air di leher
piknometer. Kemudian piknometer ditimbang.
4. Piknometer yang berisi air dan tanah dikocok selama ±10 menit
sehingga air dan tanah bercampur.
5. Setelah dikocok, busa pada leher piknometer dibersihan menggunakan
tissue sampai busa pada leher piknometer hilang.
6. Air yang bercampur tanah dibuang dan piknometer dibersihkan.
7. Air yang sudah bersih dimasukkan kedalam piknometer, dan suhu air
diukur menggunakan thermometer.
8. Specific Gravity dihitung sesuai dengan rumus 1.5 dan untuk suhu 20o
dihitung dengan rumus 1.6.

B. Dokumentasi Praktikum.

Gambar 1.9. Butiran Tanah Dimasukkan


Didalam Piknometer.

13
Gambar 1.10. Butiran Tanah Dalam
Piknometer Ditimbang.

Gambar 1.11. Butiran Tanah di Dalam


Piknometer Diisi Air.

Gambar 1.12. Tanah dan Air Yang


Sudah Dicampur Didalam Piknometer.

14
Gambar 1.13. Proses Pengambilan Gelembung
Didalam Piknometer.

Dari percobaan uji specific gravity yang dilakukan, diperoleh data


sebagai berikut :

Tabel 1.6. Data Specific Gravity


Sampel Tanah Dari Volume Gravimetri
Test No Satuan 1 2
Nomor Piknometer 1 2
Berat Piknometer, Wp gram 34.5 33.3
Berat Piknometer + Tanah
gram 67.1 66.1
Kering, W1
Berat Piknometer + Tanah +
gram 138.9 136.5
Air, W2
Berat Piknometer + Air, W3 gram 118.4 116.1
Berat Tanah Kering, W4 gram 32.6 32.8
Gs (Pada T 1°C)
𝑊4 2.694 2.645
(𝑊3 + 𝑊4) − 𝑊2
Gs (pada T 28°C)
Gs (pada T 1°C). 2.689 2.640
A=0,9980
Rata-rata 2,689 + 2,640
=2,66
2

Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Dari hasil perhitungan didapat hasil rata-rata sebesar 2,66. Dari nilai
tersebut dapat diketahui mineral yang terkandung didalam sampel benda uji
adalah mineral Sodium dan Calcium Feldspar berdasarkan Tabel 1.2.

15
1.3. Kesimpulan
Dari analisa percobaan Volume Gravimetri didapatkan hasil jenis tanah
yang sama antara kadar air dan berat volume kering, yaitu dengan jenis
tanah Lempung lembek. Data pengujian Volume Gravimetri diantaranya :
1. Kadar Air sebesar 37.24%
2. Volume tanah rata-rata (W1) sebesar 12,90 kN/m3
3. Specific Gravity 2,66, Jadi tanah mengandung mineral Sodium
dan Calcium Feldspar.

16
BAB II

PENGUJIAN ATTERBERG LIMIT

2.1. Dasar Teori


Tanah berbulir halus lembek yang mengandung mineral lempung maka
tanah tersebut dapat diremas tanpa timbulnya pecah – pecah. Sifat tersebut
disebut sebagai kohesi yaitu adanya penyerapan air butir tanah lempung.
Perubahan kadar air dalam butiran tanah dapat membuat perubahan wujud
pada tanah. Masing – masing kedudukan air tersebut menunjukkan tanah
dalam 3 keadaan yaitu :

 Batas cair ( Liquid Limit )


Batas cair adalah keadaan air bebas dimana pada suatu tanah berubah
dari keadaan plastis ke keadaan cair (Braja M. Das,1995), Untuk melakukan
uji batas cair, tanah diletakkan kedalam mangkuk kemudian digores
ditengahnya dengan alat penggores standart dengan menyalakan alat
pemutar. Mangkuk kemudian dinaikkan dan diturunkan dari ketinggian
0,3937 in (10 mm). Kadar air dinyatakan dalam persen ( % ) dari tanah yang
dibutuhkan untuk menutup goresan yang bergerak 0,5 in (12,7 mm)
sepanjang dasar contoh didalam mangkuk. Pada 25 pukulan didefinisikan
sebagai batas cair (liquid limit).

 Batas Plastis ( Plastic Limit)


Menurut Braja M. Das,1995 batas plastis merupakan transisi kadar air
dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis. Batas ini juga merupakan batas
terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah.

17
 Batas Susut ( Shrinkage Limit )
Batas susut adalah batas keadaan air pada saat tanah mencapai volume
konstanakibat pengeringan. Suatu tanah akan menyusut apabila yang
dikandungnya secara perlahan – lahan hilang dalam tanah. Dengan
hilanynya air secara terus menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat
keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan
perubahan volume.

 Indeks Plastisitas ( Plasticity Index )


Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks
plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukan sifat keplastisan tanah.
Jika tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air
berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat,
macam tanah, dan kohesi diberikan oleh Atterberg terdapat dalam Tabel 2.1
Tabel 2.1 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (jumikis, 1962)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non Plastis Pasir Non kohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian
7 - 17 Plastisitas sedang Lempung Kohesif
berlanau
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif

 Batas – batas Atterberg (Atterberg Limit)


Batas-batas Atterberg ditemukan oleh peneliti tanah berkebangsaan
Swedia, Atterberg pada tahun 1911.Batas-batas Atterberg digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties
dan engineering behavior tanah berbutir halus.

Dua hal yang menjadi parameter utama untuk mengetahui plastisitas


tanah lempung yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas.Atterberg
memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah

18
berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Holtz
dan Kovacs, 1981). Batas- batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan
batas susut. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .

Gambar 2.1. Batas- batas Atterberg

2.2. Hasil dan Analisa Praktikum


2.2.1. Uji Batas Cair ( Liquid Limit )
A. Prosedur Praktikum
1. Menyiapkan tanah lolos ayakan no. 50.
2. Mencampur tanah dan air dalam mangkok.
3. Meletakkan campuran ke dalam mangkok kuningan alat uji batas cair
(cassagrande) sampai rata kemudian dibuat alur dengan pisau.
4. Selanjutnya, kran yang ada di cassagrande diputar sehingga mangkok
terangkat dan jatuhsetiap putaran (ketukan) kemudian tanah akan
menutup alur.
5. Pemutaran dilakukan sampai alur tertutup sekitar 1,2 cm. Setelah
selesai, diambil sampel untuk mencari kadar airnya
6. Percobaan dilakukan 4x dengan kadar air yang berbeda dengan 2
percobaan kurang dari 25 ketukan, dan 2x lebih dari 25 ketukan.
7. Menghitung nilai kadar air (wc) dengan rumus 2.1. Buat skala log
hubungan kadar air dan jumlah ketukan.
8. Dari jumlah ketukan 25 ditarik ke kadar air dan didapatkan batas cair
dari tanah yang diuji.

19
B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 2.2. Pembuatan Sampel Uji

Gambar 2.3. Percobaan Praktikum


Uji Batas Cair (Liquid Limit)

20
Gambar 2.4. Pengujian Sampel Praktikum

Gambar 2.5. Contoh Sampel Sebelum Dioven

Gambar 2.6. Contoh Sampel Sesudah Dioven

21
Analisa hasil uji batas cair.
Batas cair dapat dihitung dengan membandingkan berat air dan tanah
kering, dikalikan 100% serta dinyatakan dalam persen. Secara matematis
dirumuskan sebagai.
(W2-W3)
wc = X 100%............................................. (2.1)
(W3-W1)

Keterangan :
W1 = Berat cawan kosong.
W2 = Berat cawan + tanah basah.
W3 = Berat cawan + tanah kering.

Analisa perhitungan kadar air :


 Test no.1
Cawan No 26
58,2−54,3
wc = 54,3−48,9 𝑋 100 = 72,22%

Cawan No 32
51−45,6
wc =45,6−38,1 𝑋 100 = 72%

 Test no.2
Cawan No 36
62,4−59
wc = 59−54,3 𝑋 100 = 72,34%

Cawan No 44
56,7−52,1
wc = 52,1−45,8 𝑋 100 = 73,02%

 Test no.3
Cawan No 51
55−51,8
wc = 51,8−47,3 𝑋 100 = 71,11 %

Cawan No 52
60,9−55,3
wc = 55,3−47,7 𝑋 100 = 73,68 %

 Test no.4
Cawan No 54
58,9−54,7
wc = 54,7−49 𝑋 100 = 73,68 %

22
Cawan No 22
64−59,2
wc =59,2−52,9 𝑋 100 = 72,73%

Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil yang telah dipaparkan


dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Batas Cair (Liquid Limit)

Test No 1 2 3 4

Nomor Cawan 36 44 26 32 51 52 54 22

Berat Cawan, W1 (gram) 54,3 45,8 48,9 38,1 47,3 47,7 49 52,6

Berat Cawan + Tanah


62,4 56,7 58,2 51 55 60,9 58,9 64
Basah, W2 (gram)
Berat Cawan + Tanah
59 52,1 54,3 45,6 51,8 55,3 54,7 59,2
Kering, W3 (gram)
Kadar Air, Wc (%)
(𝑊2 − 𝑊3)
𝑥100%
(𝑊3 − 𝑊1) 72,34 73,02 72,22 72,00 71,11 73,68 73,68 72,73

Jumlah Pukulan (N) 19 22 29 33

Rata-rata pada ketukan diatas 25 kali 72,8

Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Untuk mendapatkan batas cair, maka dari data kadar air dan jumlah
pukulan dihubungkan dalam grafik yang ditunjukkan dari gambar 2.8. Nilai
dari batas cair yaitu nilai dari kadar air dengan jumlah pukulan 25. Untuk
nilai batas cair yang digunakan perhitungan dalam sub-bab 2.3 yaitu asumsi
batas cair pada percobaan ketukan hanya diatas 25 kali dengan merata – rata
71,11+73,68+73,68+72,73
data LL (liquid limid) = = 72,8 %
4

23
Grafik Batas Cair
100.00

90.00

80.00
72.80 70.00
Kadar Air, W %

60.00

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
1 Jumlah Ketukan 10 25 100

Gambar 2.7. Kurva Aliran Penentu Batas Cair

Nilai kadar air dari empat (4) percobaan yang didapatkan kemudian
dihubungkan dengan jumlah pukulan seperti yang ditunjukkan pada gambar
2.6. Kemudian nilai batas cair didapat dari kadar air dengan jumlah pukulan
25 dan diperoleh nilai batas cair 72.8%.

2.2.2. Uji Batas Plastis (Plastic Limit)


A. Prosedur Praktikum
1. Tanah lolos ayakan no. 200 dicampur dengan air secukupnya.
2. Campuran kemudian digelintir diatas plat kaca sampai retak-retak.
3. Tanah yang sudah digelintirkan kemudian diletakkan di cawan dan
ditimbang, W1.
4. Kemudian tanah dimasukkan kedalam oven selama 24 jam, lalu
ditimbang, W2
5. Dihitung harga Plastic Limit (PL)-nya sesuai rumus 2.1.

24
B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 2.8. Pembuatan Tanah Sampel Uji

Gambar 2.9. Pembuatan Sampel Benda Uji

Gambar 2.10. Penimbangan Tanah Yang Retak

25
Analisa Perhitungan kadar air
22,6-21,5
 Test No.1 = 21,5-16,2 𝑋 100 = 20,75 %
18-17,1
 Test No.2 = 𝑋 100 = 25 %
17,1-13,5

Dari hasil percobaan batas plastis, didapatkan data dalam Tabel 2.3
Tabel 2.3. Data Batas Plastis (Plastic Limit)
)Test No 1 2

Nomor Cawan 17 4

Berat Cawan, W1 (gram) 16,2 13,5

Berat Cawan + Tanah Basah, W2 (gram) 22,6 18

Berat Cawan + Tanah Kering, W3 (gram) 21,5 17,1


Plastis Limit, PL (%)
(𝑊2 − 𝑊3)
𝑥100% 20,75 25,00
(𝑊3 − 𝑊1)

Rata-rata 20,75 + 25
=22,87
2
Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Hasil PL (plastic Limit) dari dua percobaan dirata-rata 22,87%

2.2.3. Uji Batas Susut (Shringkage Limit)


A. Prosedur Praktikum
1. Mengambil 200 gr contoh tanah yang telah dikeringkan.
2. Mencampurkan tanah dan air.
3. Cawan diisi dengan campuran sampai terisi penuh dan udara dalam
tanah harus dikeluarkan.
4. Kemudian menimbang berat cawan beserta tanah didalamnya.
5. Meletakkan cawan ke dalam oven.
6. Menimbang cawan dan tanah yang sudah dioven selama 24 jam.
7. Mengeluarkan tanah dari cawan.
8. Permukaaan air raksa pada gelas kaca diratakan dengan kaca datar.

26
9. Tanah kering kemudian diletakkan diatas gelas kaca yang berisi air
raksa. Tekan tanah tersebut dengan kaca datar sehingga akan ada air
raksa yang tumpah ke mangkuk peluberan.
Air raksa yang di mangkuk peluberan dihitung beratnya untuk dipakai
menghitung volume tanah yang dites.

B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 2.11. Penimbangan Sampel Uji


Sebelum Di Oven

Gambar 2.12. Penimbangan Sampel Uji


Setelah Di Oven

27
Gambar 2.13. Sampel Tanah Setelah di Oven
Dicelupkan ke Dalam Air Raksa

Gambar 2.14. Air Raksa Yang Tumpah


Ditimbang

Batas susut dapat di tentukan dengan cara sebagai berikut :


(W2-W3)
wi =(W3-W1) 𝑋 100%....................................................... (2.2)
W4-W5
w= 𝑋 100%............................................... (2.3)
13,6x(W3-W1)

Nilai batas susut (shrinkage limit) merupakan selisih antara persamaan


2.2 dan 2.3. Secara matematis dirumuskan sebagai:
SL =wi −w …………………………………………… (2.4)

28
Keterangan :
wi = Kadar airi
w = Kadar air
W1 = Berat mangkok
W2 = W1 + berat tanah basah
W3 = W1 + berat tanah kering
W4 = Berat air raksa yang mempunyai volume sama dengan mangkuk
shringkage limit,
W5 = Berat air raksa yang mempunyai volume yang sama dengan
volume tanah kering.

Analisa Perhitungan
 Perhitungan kadar air tanah mula-mula sampel 1
W2 - W3
W i= X 100 %
W3 - W1
51,5−37,9
W i= X 100 % = 53,75%
37,9-12,6

 Perhitungan kadar air sampel 1


W4 -W5
Wc = X 100 %
13,6 x (W3 -W1 )

350,8-183,2
Wc= X 100 % = 48,71
13,6 x (37,9-12,6 )

 Perhitungan kadar air tanah mula-mula sampel 2


W2 - W3
W i= X 100 %
W3 - W1
46,7−36,6
W i= X 100 % = 52,60%
36,6-17,4

 Perhitungan kadar air sampel 2


W4 -W5
Wc = X 100 %
13,6 x (W3 -W1 )

350,8−183,2
Wc= X 100 % = 48,10 %
13,6 x (36,6-17,4 )

 Perhitungan nilai SL
SL1 = Kadar Air mula-mula - Kadar Air

29
= 53,75% - 48,71% = 5,05%

SL2 = Kadar Air mula-mula - Kadar Air


= 52,60% - 48,10% = 4,50%

Dari praktikum yang dilakukan, didapatkan data pada tabel 2.4. berikut:
Tabel 2.4 Data Batas Susut (Shrinkage limit)
limit)limit)Limit
Test No 1 2

Nomor Cawan 13 27

Berat Cawan, W1 (gram) 12,6 17,4

Berat Cawan + Tanah Basah, W2 (gram) 51,5 46,7

Berat Cawan + Tanah Kering, W3 (gram) 37,9 36,6

(𝑊2 − 𝑊3)
Wi = 𝑥100% 53,75 52,60
(𝑊3 − 𝑊1)

Berat Air Raksa yang dipakai untuk


350,8 257,7
Mengisi Cawan, W4 (gram)

Berat Air Raksa yang dipindahkan oleh


183,2 132,1
Tanah yang ditest, W5 (gram)

(𝑊4 − 𝑊5)
W= 𝑥100% 48,71 48,10
13,6𝑥(𝑊3 − 𝑊1)

SL= Wi - W 5,05 4,50

ΔSL 0,55

Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Hasil yang didapatkan berbeda 0,55 %. Hal ini bisa terjadi karena pada
saat pengisian adonan ke cawan masih ada udara yang belum terisi,
sehingga hasilnya terdapat perbedaan.

30
2.2.4. Indeks Plastisitas ( Plasticity Index )
Indeks plastisitas dapat di tentukan dengan cara sebagai berikut :
PI = LL − 𝑃𝐿…………………………………………… (2.5)
Keterangan :
PI = Plasticity Index
LL = Liquit Limit
PL = Plastic Limit

Analisa Perhitungan :
PI = LL – PL
= 72,8 % - 22,875 %
= 49,925 %

Hasil PI yang didapatkan 49,925 % > 17, sehingga masuk dalam


kategori tanah Lempung dengan sifat plastisitas tinggi dan bersifat Kohesif.

2.3. Kesimpulan

shringkage Plastic Limit Liquid Limit


limit
Padat Semi Padat Plastis Cair

0,55% 22,87% 72,8%

Dari analisa percobaan atterberg limits diperoleh :


 Nilai liquit limit dari tabel 2.1. memiliki nilai batas cair 72.8 % yang
pada ketukan ke-25 kali.
 Nilai plastic limit dari kedua percobaan yaitu 22,87%
 Nilai shringkage limit dari kedua percobaan yaitu 0,55%
 Nilai Plasticity Index yaitu 49,925 %

31
BAB III
IDENTIFIKASI BUTIRAN TANAH

3.1. Dasar Teori


Analisis ayakan adalah proses analisa tanah yang bertujuan mengetahui
klasifikasi tipe tanah melalui ukuran butir tanah. Untuk standar ayakan yang
digunakan yaitu ayakan Amerika Serikat, nomor ayakan dan ukuran lubang
diberikan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Ukuran –ukuran Ayakan Standart di Amerika


Serikat Nomor Ukuran
Ayakan Lubang (mm)
No. 4 4.76
No. 6 3.35
No. 8 2.36
No. 10 2.00
No. 16 1.18
No. 20 0.841
No. 30 0.595
No. 40 0.425
No. 50 0.300
No. 60 0.250
No. 80 0.180
No. 100 0.150
No. 140 0.106
No. 170 0.088
No. 200 0.075

Sumber : (Braja M. Das,1995)

Gradasi baik apabila tidak ada partikel yang menyolok dalam suatu
perentang distribusi, gradasi tanah buruk jika partikel tanah yang berbutir
besar terhadap keloncatan ukuran yang mencolok dan gradasi tanah
sebagian jika partikel tanah tersebut mempunyai ukuran yang seragam
antara satu dengan yang lain.

32
Selain mengetahui jenis gradasi, analisa ayakan juga dapat digunakan
untuk mengklasifikasikan jenis tanah. Saat ini ada dua sistem klasifikasi
tanah yang selalu dipakai oleh para ahli teknik sipil. Kedua sistem tersebut
memperhitungkan distribusi ukuran butir dan batas-batas atterberg. Sistem-
sistem tersebut adalah: Sistem Klasifikasi AASHTO dan Sistem Klasifikasi
Unified. Sistem klasifikasi AASHTO pada umumnya dipakai oleh
departemen jalan raya di semua negara bagian di Amerika Serikat.

1. Sistem Klasifikasi AASHTO


Sistem klasifikasi ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai
Public Road Administration Classification System. Sistem ini sudah
mengalami beberapa perbaikan versi yang saat ini berlaku adalah yang
diajukan oleh Committee on Classification of Materials for Subgrade
and Granular Type Road of the Highway Research Board dalam tahun
1945 (ASTM Standard no D-3282, AASHTO metode M145). Untuk
mengetahui jenis tanah berdasarkan sistem klasifikasi tanah, data hasil
uji lab dicocokkan dengan angka-angka di Tabel 3.2

Tabel 3.2. Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya
( Sistem AASHTO).

33
Tabel lanjutan 3.2

3.2. Analisa Ayakan


3.2.1 Prosedur Praktikum
1. Memecahkan gumpalan tanah dengan alat penumbuk berujung `
karet hingga menjadi butir-butir tanah yang terpisah satu
sama lainnya .
2. Tanah yang akan diuji ditimbang 500 gram.
3. Kemudian tanah dimasukkan ke dalam ayakan yang telah disusun
dari ukuran diameter besar ke kecil.
4. Selanjutnya, ayakan digoyang-goyangkan selama 10 menit.
5. Setelah selesai digoyangkan, tanah yang tertahan disetiap saringan
ditimbang.
6. Menghitung dan menentukan jenis tanah yang diuji.

34
3.2.2 Dokumentasi Praktikum

Gambar 3.1. Proses Pengayakan

Gambar 3.2. Tanah yang Tertahan di Ayakan

Gambar 3.3. Penimbangan Tanah Tertahan

35
3.2.3 Hasil dan analisa praktikum
Dengan berat awal tanah 500 gram, setelah dilakukan uji analisa ayakan
didapatkan data pada Tabel 3.3. :

Tabel 3.3. Data Uji Analisa Ayakan


Berat Tanah Tertahan Tiap No. % Komulatif dari tanah % Tanah yang
No Diameter Ayakan (gram) Tertahan Lolos Lewat
Ayakan Lubang Tiap-tiap
Ayakan Tertahan Komulatif %Tahan %Komulatif Ayakan

3 6,3 3,5 3,5 0,75 0,75 99,295

4 4,75 17,7 21,2 3,564 4,269 95,731

8 2,36 63,1 84,3 12,706 16,975 83,025

10 1,7 56,5 140,8 11,377 28,352 71,648

20 0,85 111,4 252,2 22,433 50,785 49,215

50 0,3 121,5 373,7 24,466 75,251 24,749

100 0,15 64 437,7 12,888 88,139 11,861

200 0,075 30,4 468,1 6,122 94,261 5,739

Pan 28,5 496,6 5,739 100 0

Jumlah 496,6 100

Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Syarat tanah yang hilang < 2%


Wawal - Wakhir 500-496,6
Tanah yang hilang = X 100 % = X 100 %
Wawal 500

= 0,68% < 2% (oke)

Maka, tanah yang hilang pada saat pengujian masih dalam kategori diperbolehkan.

36
Contoh perhitungan pada Tabel 3.7. (ayakan no.3)

 Kumulatif tertahan1 = kumulatif berat tertahan0 + berat tertahan1


= 3,5 + 3,5 = 7 gr
 Persentase tertahan1 = berat tertahan1 / berat total *100%
= 7 / 500 *100% = 1,4 %
 % Kumulatif tertahan1 = % kumulatif tertahan0 + % tertahan1
= 0,75 + 0,75 = 1,5 %
 Persentase tanah lolos = 100% - persentase kumulatif tertahan
= 100% - 1,5% = 98,5 %

Dari tabel 3.7. Hasil data analisa ayakan dapat di plot pada grafik
3.1. Dengan sumbu X adalah diameter butiran tanah, sedangkan Y adalah
persentase butiran tanah yang lolos ayakan.

Dari hasil plot data tersebut maka dapat diketahui data D60, D30, dan
D10 yang kemudian digunakan untuk menghitung Cu dan Cc yang berguna
untuk menentukan jenis tanah berdasarkan metode Unified atau USCS.

37
Grafik 3.1. Grafik ayakan

Sand Fines
Gravel
Coarse Medium Fine Silt Clay

4,314 % 89,992 % 5,739 % 0,0 %

D60

D30

Persentase tanah yang lolos ayakan (%)


D10

38
1,2
0
0,42
0,10

Diameter butiran tanah (mm)


Dari Gambar 3.4. Maka diketahui presentasi jenis tanahnya. Dari tanah
yang diuji, didapatkan presentase sebagai berikut:
 Gravel (tertahan ayakan No.3 dan No.4) = 4,314%
 Sand (lolos ayakan No. 4 dan tertahan ayakan No. 200)
Sand = 100% - (5,379% + 5,019%) = 89,992 %
 Fines: (lolos ayakan No. 200) = 5,739 %

Untuk jenis pasir, ukuran partikelnya dibagi menjadi 3 yaitu: coarse


(kasar), medium (sedang), dan fine (halus). Presentase ukuran partikel pasir
dinyatakan sebagai:
 Coarse = presentase tertahan ayakan No. 8 dan No. 10
= 12,706 % + 11,377 % = 24,083 %
 Medium = presentase tertahan ayakan No. 20 dan No. 50
= 22,433 % + 24,466 % = 46,899 %
 Fine = presentase tertahan ayakan No. 100 dan No. 200
= 12,888 % + 6,122 % = 19,01 %
Jadi, tanah yang paling dominan adalah pasir dengan ukuran medium,
karena jenis tersebut memiliki presentase paling banyak.
 Dari Grafik 3.4 Didapatkan persentase tanah ayakan yang lolos
pada nomor 60, 30, 10 digunakan untuk menghitung Koefisien
Keseragaman (Cu) dan Koefisien Gradasi (Cc) :
D60 : 1,2
D30 : 0,42
D10 : 0,10
 Koefisien Keseragaman (Cu):
D60 1,2
Cu = = = 12
D10 0,1

 Koefisien Gradasi (Cc) :


(D30)² (0,42)²
Cc = = = 1,47
D60xD10 1,2x0,1

Jadi Cu = 12 > 6,Cc 1 < 1,47 < 3 tanah bergradasi baik, karena tanah
bergradasi baik jika mempunyai koefisien gradasi 1 < Cc < 3 dengan Cu > 4

39
untuk kerikil dan Cu > 6 untuk pasir, selanjutnya tanah disebut bergradasi
sangat baik, bila Cu > 15.

Menurut sistem AASHTO pada tabel 3.2 didapatkan klasifikasi tanah


diantaranya :
 Klasifikasi umum : Tanah berbutir (35% atau kurang
dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200)
 Klasifikasi Kelompok : A-2-7
 Analisis Ayakan (% lolos) :
- No.10 :-
- No. 40 :-
- No. 200 : Maksimal 35
 Sifat fraksi yang lolos ayakan No. 40 :
- Batas Cair (LL) : Minimal 41
- Indeks Plastisitas : Minimal 11
 Tipe material yang paling dominan : Pasir yang berlempung
 Penilaian sebagai bahan tanah dasar : Baik

3.3. Kesimpulan
Dari analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan :
1. Jenis tanah yang paling dominan pada tanah yang diuji yaitu pasir
dengan presentase 89,992 %.
2. Berdasarkan klasifikasi AASHTO tanah tersebut masuk klasifikasi
kelompok A-2-7 dengan analisis ayakan No. 200 maksimal 35.
Tipe material yang paling dominan Pasir berlempung dan penilaian
sebagai bahan tanah dasar termasuk Baik

40
BAB IV

PENGUJIAN PEMADATAN TANAH


4.1. Dasar Teori
4.1.1 Standard Proctor Test

Didalam pemadatan yang menggunakan silinder berukuran tertentu dan


dalam penulisan penggunaan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi 30 cm,
Hal ini dilakukan secara mekanis untuk memadatkan tanah untuk setiap
gaya pemadatan tertentu, kepadatan yang dicapai tergantuang kepadatan air
dalam tanah tersebut.

Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat inti


keringnya, bukan dengan angka porinya. Lebih tinggi berat kering berarti
lebih kecil angka porinya dan lebih tinggi derajat kepadatannya. Jadi untuk
menentukan kadar optimum biasanya dibuat grafik isi kering terhadap air
dan dilakukan dilaboratorium, disini juga menentukan berat volume kering
maksimum dan kadar air optimum proctor compation test. Perhitungan dari
hasil percobaan ini menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑊2 −𝑊1
Berat tanah basah, t = (4.1)
𝑉
𝛾𝑡
Berat volume kering, d = 𝑤 (%) (4.2)
1+ 100

Untuk suatu kadar air tertentu, berat volume kering maksimum secara
teoritis di dapat pada pori-pori sudah tidak ada udaranya lagi,yaitu pada saat
dimana derajat kejenuhan tanah = 100%. Jadi berat volume kering
maksimum (teoritis) pada suatu kadar air tertentu dengan kondisi “zero air
voids” yaitu kondisi dimana pori-pori tanah tidak mengandung udara sama
sekali dapat di hitung dengan persamaan 4.3 (Braja M. Das,1995)

𝛾𝑤
Berat volume kering (ZAV), dZAV = 𝑤 (%) 1 (4.3)
+
100 𝐺𝑠

41
Dimana : 𝑤 = Kadar air. (%)
W1 = Berat cawan
W2 = Berat cawan + berat tanah basah.
V = Volume cetakan.
Gs = Specific gravity dari butir – butir air.

Lee & Sued Kamp (1972) telah mempelajari kurva pemadatan dari 35
jenis tanah. Mereka menyimpulkan bahwa kurva pemadatan tanah tersebut
dibedakan hanya menjadi empat (4) tipe umum yang digambarkan pada
gambar 4.1.

Gambar 4.1 Bentuk umum kurva pemadatan untuk empat jenis tanah.

42
Tabel 4.1. Berat Jenis Tanah (Specific Gravity)
Macam Tanah Berat Jenis ( Gs )
Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 – 2,68
Lanau Anorganik 2,62 – 2,68
Lempung Organik 2,58 – 2,65
Lempung Anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 – 1,80
Sumber : Hardiyatmo (2002:5)
Untuk menentukan jenis tanah, maka dapat digunakan data berat jenis
tanah Specific Gravity pada tabel 4.1.

4.2. Hasil dan Analisa Praktikum


4.2.1 Standard Proctor Test
A. Prosedur Praktikum
1. Tanah sebanyak 6,5 kg = 6500 gr diambil dengan gumpalan besar
dipecahkan hingga dalam bentuk kecil-kecil.
2. Hasil tumbukan diayak dengan ayakan No. 4 dan diaduk dengan air 50
ml.
3. Plat dan cetakan ditimbang.
4. Tanah lembab dimasukkan kedalam cetakan silinder. Setiap 1/3
bagian ditumbuk 25 kali dengan mold. Tanah yang lembab diharapkan
bagian atasnya harus diatas sambungan.
5. Silinder perpanjangan dilepas perlahan apabila proses pemadatan
selesai.
6. Permukaan tanah lembab pada silinder diratakan.
7. Plat dasar dilepaskan dari cetakan. Tanah dan cetakan ditimbang.
8. Contoh tanah lembab diambil dan diletakkan di cawan lalu ditimbang.

43
9. Pecahkan gumpalan tanah yang baru saja dikeluarkan dari cetakan.
Tambahkan air dan campur hingga merata. Ulangi pengujian ini
hingga berat volume tanah turun.

B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 4.2. Proses Pencampuran Tanah


Untuk Sampel Proctor Test

Gambar 4.3. Penumbukan Tanah Dalam Mold

44
Gambar 4.4. Penimbangan Tanah Dalam Mold

Gambar 4.5. Penimbangan Sampel tanah basah

Gambar 4.6. Penimbangan Sampel tanah setelah di oven

45
11 1
19 12 2
10
20
21 13
9 24 3
18 25
22 14
8 17 23 4
16 15
7 5
6 5

Gambar 4.7. Alur Perojokan dengan 25 kali rojokan

Analisa perhitungan pada Tabel 4.2 (percobaan 1)


 Tanah kering = W2 – W1
= 97,5 – 49,8 = 47,7 gr

 Berat tanah(wt) = W5 – W6
= 4540 – 3165 = 1375 gr

 Volume mold = D: 10 cm h: 11,5cm


1
= 4 π𝐷 2 x t

= 902,75 cm3

 Berat volume tanah basah γt = Wt/ V


= 1375/902,75
= 1.5231 gr/cm3

𝑊2−𝑊3
 Kadar air (w) = 𝑋 100 %
W3–W1
97,5– 94,4
= X 100 %
94,4-49,8

= 6,950%

γt
 Berat volume kering d = w (%)
1+ 100

46
1,533
= 6,950
1+ 100

= 1.424 gr/cm3

Analisa perhitungan pada Tabel 4.2 (percobaan 2)


 Tanah kering = W2 – W1
= 102,2 – 51,1 = 51,1 gr

 Berat tanah(wt) = W5 – W6
= 4570 – 3165 = 1405 gr

 Volume mold = D: 10 cm h: 11,5cm


1
= 4 π𝐷 2

= 902,75 cm3

 Berat volume tanah basah γt = Wt/ V


= 1405/905.89
= 1,556 gr/cm3

𝑊2−𝑊3
 Kadar air (Wc) = 𝑋 100 %
W3–W1
102,2– 98,2
= X 100 %
98,2-51,1

= 8,493%

γt
 Berat volume kering d = w (%)
1+ 100

1,556
= 8,49
1+ 100

= 1,435 gr/cm3

47
Tabel 4.2. Data Uji Pemadatan Tanah.
Percobaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Berat cawan,W1 49.8 51.1 54.1 38.1 48.9 45.4 48.7 47.5
Berat cawan + tanah
basah, W2 (gr) 97.5 102.2 105 89.2 102.1 97.5 94.5 96.1
Berat cawan + tanah
kering, W3 (gr) 94.4 98.2 100.1 83.1 94.9 89.9 87.2 87.8
Berat Tanah
kering,W4 (gr) 44.6 47.1 46 45 46 44.5 38.5 40.3
Berat mold + tanah
basah, W5 (gr) 4540 4570 4610 4660 4710 4750 4730 4700
Berat mold, W6 (gr) 3165 3165 3165 3165 3165 3165 3165 3165
Berat tanah basah,
W7 (gr) 1375 1405 1445 1495 1545 1585 1565 1535
Volume mold (cm3) 902.75 902.75 902.75 902.75 902.75 902.75 902.75 902.75
Berat volume tanah
basah (γt), (gr/cm3) 1.523 1.556 1.600 1.656 1.711 1.756 1.734 1.700
Kadar air (Wc), (%) 6.950 8.493 10.652 13.555 15.652 17.079 18.961 20.595
Berat volume kering
(γd), (gr/cm3) 1.424 1.435 1.447 1.458 1.479 1.499 1.457 1.409
Sumber : Hasil Analisis Praktikum, 2019

Untuk mendapatkan nilai kadar air (w) optimum dan berat kering (d)
maksimum maka dibuat grafik hubungan kadar air dan berat volume kering.

48
Grafik 4.1 Hubungan Berat Volume dan Kadar Air
1.55

d Maximum 1,499 gr/cm3


1.5
Berat Volume Kering gr/cm3
1.499
1.479
1.45
1.458 1.457
1.447
1.435
1.424
1.409 Proctor Test
1.4

1.35

Kadar Air Optimum 17,079


1.3
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kadar Air %

Dari hasil Grafik


hubungan berat volume
dan kadar air Gambar
4.4 dihubungkan
kedalam grafik bentuk
umum kurva pemadatan
untuk 4 jenis tanah
Gambar 4.5. maka
didapatkan jenis tanah
lempung kadar tinggi

Gambar 4.8. Bentuk umum kurva pemadatan


untuk 4 jenis tanah

49
Tabel 4.3. Data Specific Gravity
Sampel Tanah Dari Proctor Test
Test No Satuan 1 2
Nomor Piknometer 1 2
Berat Piknometer, Wp gram 34.5 33.3
Berat Piknometer + Tanah
gram 60 61.4
Kering, W1
Berat Piknometer + Tanah +
gram 141.5 142.1
Air, W2
Berat Piknometer + Air, W3 gram 125.5 124.5
Berat Tanah Kering, W4 gram 25.5 28.1
Gs (Pada T 1°C)
𝑊4 2.684 2.676
(𝑊3 + 𝑊4) − 𝑊2
Gs (pada T 28°C)
Gs (pada T 1°C). 2.679 2.671
A=0,9980
Rata-rata 2,679 + 2,671
=2,67
2

Sumber: Hasil Analisis Praktikum, 2019

Dari hasil jenis pasir bergradasi buruk tersebut digunakan untuk


menentukan berat jenis tanah (spesific gravity) yang kemudian digunakan
untuk mencari dzav. Pada tabel 4.1. didapatkan berat jenis tanah sebesar
2.679-2.671, dari hasil tersebut diambil data sebesar 2.67. maka didapatkan
rumus sebagai berikut.

w
 Rumus Berat volume kering dzav = Wc (%) 1
100
+Gs

Analisa Berat volume kering dzav pada percobaan (1):


w 1
 dzav = Wc (%) 1 = 6,950 1 = 2,2521
+Gs +
100 2,67
100

50
Analisa Berat volume kering dzav pada percobaan (2):
w 1
 dzav = Wc (%) 1 = 8,493 1 = 2,1765
+ +
100 2,67
100 Gs

Analisa Berat volume kering dzav pada percobaan (3):


w 1
 dzav = Wc (%) 1 = 10,652 1 = 2,0788
+ 100
+2,67
100 Gs

Tabel 4.4. Perhitungan Rumus Berat volume kering dzav


Percobaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8

γd ZAV(gr/cm3) 2,2521 2,1765 2,0788 1,9605 1,8831 1,8338 1,7726 1,7227

Untuk mendapatkan nilai berat kering (d zav) maka dibuat grafik
hubungan kadar air dan berat volume kering serta berat kering zero air void.

51
Grafik 4.2 Hubungan Berat Volume dan Kadar Air

Hubungan Berat Volume Dan Kadar Air

2.3 2.2521
2.1765
2.2
2.0788 Gs : 2.67
Berat Volume Kering (gr/cm3)

2.1

2 1.9605
1.8831
1.9 1.8338
1.7726
1.8
1.7227
1.7
Kurva ZAV
1.6
Berat kering maksimum=1,479 gr/cm3 1.499
1.479
1.5 1.447 1.458 1.457
1.424 1.435 1.409
1.4
Kurva Proctor
1.3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kadar Air Optimum=17,079
Kadar Air %

Dari Gambar 4.4. dan 4.6. dapat dilihat bahwa, jika energi pemadatan
bertambah, maka harga berat volume kering tanah juga bertambah. Namun
setelah mencapai kadar air tertentu, penambahan kadar air justru
cenderung menurunkan nilai berat volume kering dari tanah. Hal ini
dikarenakan, air tersebut justru menempati pori-pori dalam tanah yang
sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat tanah.

Dari Gambar 4.4. dan 4.6. maka didapat hasil sebagai berikut :
 Kadar air optimum = 17.079%
 Berat volume kering = 1,499 gr/cm3

52
4.2.2 CBR (California Bearing Ratio)
CBR (California Bearing Ratio) merupakan parameter kekuatan
relatif yang paling sering digunakan dalam desain perkerasan. Metode
pengujian CBR dikembngkan pada tahun 1930 oleh California division of
highways dan kemudian diikuti dan disesuaikan oleh berbagai institusi dan
Negara di dunia. Pengujian CBR pada dasarnya dilakukan engan
mengukur beban yang diperlukan oleh batang penekan. Dengan demikian,
CBR adalah perbandingan antara beban yang diperlukan untuk mendorong
batang masuk ke dalam tanah dengan beban yang diperlukan untuk
mendorong batang masuk ke dalam batu pecah sampai kedalaman tertentu.

C.B.R. dikembangkan sebagai cara menilai kekuatan tanah dasar


jalan. Dengan ini kita dapat mengetahui bahan yang hendak dipakai untuk
pembuatan perkerasan. Harga C.B.R. dihitung pada harga penetrasi 0,1
dan 0,2 dengan membagi bahan penetrasi masing-masing sebesar 3000 dan
4500 pound beban standart yang diperoleh dari percobaan terhadap macam
batuh pecah yang dianggap mempunyai C.B.R. 100%. Percobaan C.B.R.
dapat dilakukan pada contoh tanah asli atau tanah yang dipadatkan atau
dilakukan dilapangan langsung pada tanah yang akan dicoba dengan
menggunakan rumus(Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Bina Marga, 2006). Secara matematis, nilai CBR dinyatakan sebagai:
Beban Pada Penetrasi 0.1"
CBR0.1” = x 100 % (4.3)
3000
BebanPada Penetrasi 0.2"
CBR0.2” = x 100 % (4.4)
4500
Untuk perhitungan beban dapat digunakan persamaan berikut:
Y = ( 0,72 x X ) – 8,5. (4.5)

Dimana : Y = Beban standart ( lb )


X = Pembacaan Arloji ( Atas/ Bawah )

53
Nilai CBR biasanya perbandinganbeban pada penterasi 2,54 mm (0,10
in). Apabila perbandingan beban pada penetrasi 5,08 mm (0,20 in) ternyata
lebih besar daripada perbandingan penetrasi pada2,54 mm (0,10 in), maka
pengujian perlu diulang.
Apabila hasil pengulangan tersebut adalah sama, maka CBR merupakan
perbandingam pada 5,08 mm (0,20 in).(Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006)

A. Prosedur Praktikum
1. Tanah yang memiliki kadar air optimum dimasukkan ke dalam mold.
2. Mold yang berisi tanah ditimbang kemudian mengambil sampel tanah
untuk dicari nilai kadar airnya.
3. Benda uji diletakkan pada mesin C.B.R.
4. Pada permukaan benda diatur penetrasi sehingga arloji beban
menunjukkan beban permukaan.
5. Kecepatan pemutaran pada alat CBR diberikan secara teratur.
6. Mencatat pembacaan arloji pada angka-angka penurunan yang telah
ditentukan sampai jarum penurunan berputar berlawanan.
7. Jarum yang telah berputar berlawanan, maka mold dibalik untuk diuji
yang sisi bawah, langkahnya sama dengan pembacaan atas.
8. Mengeluarkan mold dari mesin CBR, kemudian tanah yang diuji
dikeluarkan dari mold tersebut.
9. Merapikan kembali alat-alat yang telah digunakan.

54
B. Dokumentasi Praktikum

Gambar 4.9. Tanah Dimasukan ke Dalam Mold

Gambar 4.10. Penimbangan Tanah

55
Gambar 4.11. Pengujian Benda Uji

Gambar 4.12. Pembacaan Penurunan

Gambar 4.13. Sampel Tanah Sebelum Dioven

56
Gambar 4.14. Sampel Tanah Setelah Dioven

C. Hasil Dan Analisa Praktikum


Dalam percobaan CBR didapatkan bebarapa data yang disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.5. Data Uji CBR
Berat tanah + silinder,W1 (gr) 12.410
Berat silinder, W2 (gr) 7.050
Berat tanah basah, W3 (gr) 5.360
Volume (cm3) 3.394
Berat volume tanah (gr/cm3) 1,579
Sumber : Hasil Analisis Praktikum, 2019

Tabel 4.6. Data Sampel Uji CBR.


Sebelum Sesudah
Tanah basah + cawan, gr 101.1 104.9
Tanah kering + cawan, gr 91.6 95.9
Berat air, gr 9.5 9
Tanah kering, gr 45.8 43.4
Kadar air (%) 20 17.375
Sumber : Hasil Analisis Praktikum, 2019

57
Contoh Perhitungan Tabel 4.4.
 Perhitungan berat volume tanah
(γ) = W3 / V
γ = 5360/3394,73
= 1,579
Contoh Perhitungan Tabel 4.5.
 Perhitungan kadar air (w)
berat air
w = tanah kering 𝑋 100 %

1
w= X 100 %
45.8
= 2.1 %

Tabel 4.7. Data Pembacaan Arloji Uji CBR


Penurunan (mm) Pembacaan Arloji Beban (lbs)
Atas Bawah Atas Bawah
0,0125 110 170 78.35 121.55
0,0250 175 260 125.15 186.35
0,0500 180 310 128.75 222,35
0,0750 185 320 132.35 229,55
0,1000 195 325 139.55 233.15
0,1500 215 340 153.95 243,95
0,2000 240 365 171.95 261,95
0,3000 310 395 222.35 283,55
Sumber : Hasil Analisis Praktikum, 2019

Dalam SNI 1744-2012 didapatkan data bahwa nilai beban terkoreksi


setiap benda uji pada penetrasi 2,54 mm (0,10 inci) dan 5,08mm (0,20
inci).

58
Cara mendapatkan nilai pada kolom beban (lbs) seperti pada tabel 4.6.
Yaitu dengan memasukkan nilai pembacaan arloji kedalam persamaan
kalibrasi yaitu Y = 0,72X – 8,5
Y = beban (lbs),
X = pembacaan arloji

 Contoh perhitungan tabel 4.6. Perhitungan beban.

Y = 0,72X – 8,5

Y = 0,72(110) – 8,5

= 70,7 lbs

Setelah perhitungan beban selesai, dilanjutkan dengan perhitungan


nilai CBR.

Cara mendapatkan nilai beban pada penetrasi ke 0,1000 inch yaitu


dengan cara sebagai berikut :

Contoh Perhitungan Tabel 4.7


 Penurunan 0,1”
Penurunan
Atas = 𝑋 100 %
3000
125,15
= 𝑋 100 %
3000

= 4,171 %
Penurunan
Bawah = 𝑋 100 %
3000
183,35
= 𝑋 100 %
3000

= 6,111 %
 Penurunan 0,2”
Penuruan
Atas = 𝑋 100 %
4500

59
128,75
= 𝑋 100 %
4500

= 2,861 %
Penurunan
Bawah = 𝑋 100 %
3000
222,35
= 𝑋 100 %
4500

= 4,941 %
Tabel 4.8 Nilai CBR
Pembacaan 0,1” (%) 0,2” (%)
Atas 4,171 2,861
Bawah 6,111 4,941

Syarat penetrasi pengujian CBR dalam SNI 1774-2012 didapatkan


jika CBR penetrasi 0,2 inci lebih besar dari CBR pada penetrasi 0,1 inci,
pengujian CBR harus diulang. Jika setelah diulang tetap memberikan hasil
yang serupa, CBR pada penetrasi 0,2 inci harus digunakan. Apabila sudah
didapatkan nilai penetrasi yang sesuai maka tentukan nilai yang terbesar
pada saat pembacaan penetrasi tersebut apakah nilai pembacaan atas atau
bawah.

Nilai kadar air sampel tanah yang diuji CBR, sebelum diuji 11.1 %
dan sesudah diuji sebesar 32.74%. Kadar air sesudah diuji CBR lebih besar
daripada kadar air sebelum diuji. Hal ini dikarenakan pada saat diuji CBR
pori-pori tanah telah dimampatkan sehingga kadar air berkurang.

Setelah dihitung nilai CBR, selanjutnya diplot data CBR kedalam


grafik, dengan sumbu – X adalah penetrasi (mm) dan sumbu – Y adalah
beban (lbs) seperti pada Gambar 4.12.

60
Grafik 4.3. Grafik Hubungan Penurunan dan Beban

Hubungan Penurunan dan Beban


300
283.55
261.95
250
243.95
229.55233.15
222.35 222.35
200
186.35
171.95
Beban

150 153.95
139.55
125.15128.75132.35 Pembacaan Atas
121.55
100
78.35 Pembacaan Bawah

50

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35
Penurunan

4.3. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pengujian pemadatan tanah, didapatkan hasil
sebagai berikut :
 Standard Proctor Test
- d Optimum = 1,499 gr/cm3
- Kadar Air Optimum = 17,079%
- dzav Optimum = 3.37 gr/cm3

 CBR (California Bearing Ratio)


- Pembacaaan 0,1”
 Atas = 4,171 %
 Bawah = 6,111 %
 Rata-rata = 4,171 + 6,111/2
= 5,141%
- Pembacaan 0,2”
 Atas = 2,861%

61
 Bawah = 4,941%
 Rata-rata = 2,861 + 4,941/2
= 3,901%
Nilai yang dipakai yaitu pembacaan 0,1”, karena nilai CBR kecil
pada basah optimum untuk usaha pemadatan yang lebih tinggi.

62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Data yang didapat dari praktikum mekanika tanah 1 ini adalah:

 Berat volume tanah : 1,29 gr/cm3


 Kadar Air : 37.24% %
 Gravity Specific : 2,66
 Batas Cair : 72,8 %
 Batas Plastis : 20,75% dan 25%
 Indeks Plastisitas : 49,925 %
 Batas Susut : 4,5% dan 5,05%
 Kadar air optimum : 17,079%
 Berat volume kering max :1,499 gr/cm3
 Koefisien Keseragaman (Cu) : 12
 Koefisien Gradasi (Cc) : 1,47

 Nilai CBR - Pembacaaan 0,1”

 Atas = 4,171 %
 Bawah = 6,111 %
 Pembacaan 0,2”
 Atas = 2,861%
 Bawah = 4,941%
 Kadar Air sebelum : 11,1 %
 Kadar Air sesudah : 32,74 %

Dari nilai kadar air sebesar 37,24% dan berat jenis (Gs) sebesar 2,66
dapat dinyatakan tanah yang diuji merupakan jenis tanah lempung lembek
dengan mineral yang terkandung yaitu mineral Montmorillonite.
Dengan nilai batas cair dan batas plastis yang dihasilkan, menunjukkan
bahwa indeks plastisitasnya > 17%. Artinya, tanah tersebut mengandung

63
plastisitas yang tinggi. Jika nilai indeks plastisitas dan batas cair tersebut
dihubungkan dalam bagan plastisitas, titik terletak di bagian jenis tanah
lempung anorganik/lembek.
Nilai Cu dan Cc menunjukkan bahwa pendistribusian ukuran butiran
termasuk memiliki gradasi yang baik (well gradation). Dengan data analisa
ayakan yang diperoleh, maka sistem klasifikasi tanah yang diuji yaitu
kelompok SC, dimana yang termasuk kelompok ini adalah pasir
berlempung, atau campuran pasir – lempung.
Jenis tanah yang paling dominan pada tanah yang diuji yaitu pasir
dengan presentase 89,992 %.
Dari percobaan Proctor, energi pemadatan dengan kadar air 17,079%
didapat nilai berat volume kering 1,499 gr/cm3, artinya tanah yang
dipadatkan sudah sangat padat.
Jadi keismpulannya, tanah yang diuji merupakan pasir lempung
anorganik dengan plastisitas tinggi dan mengandung mineral
Montmorillonite. Jenis tanah ini akan sangat padat jika diberikan energi
pemadatan dengan kadar air optimum 17,079%

5.2 Saran
Saran Untuk Sarana dan Prasarana Laboratorium
1. Seharusnya ada perawatan pada alat-alat yang digunakan untuk
menimbang kerikil, semen, dan pasir agar pengukuran menjadi
lebih akurat.
2. Kebersihan laboratorium perlu di tingkatkan lagi agar mahasiswa
dapat Lebih nyaman dalam menjalankan praktikum.
3. Tersedianya alternatif kedua jika alat praktikum yang digunakan
tidak dapat dioperasikan.
4. Penambahan alat praktikum oven dan cawan agar satu kelompok
dengan kelompok lain tidak bergantian dan saling menunggu.

64
DAFTAR PUSTAKA

Cassagrande, A. 1932. Research of Atterberg Limits of Soils. Public Roads, vol.


13, No. 8, 121-136
Das, BrajaM.1995.Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1.
Jakarta:Erlangga
DPU Dirjen Bina Marga. 2006. Pedoman Penyelidikan dan Pengujian Tanah
Dasar Untuk Pekerjaan Jalan
Hardiyatmo. 2002. Mekanika Tanah I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Kurniawan, Dwi Wahyu,dkk. 2016. Laporan Praktikum Mekanika Tanah I.
Surabaya : Jurusan Teknik Sipil-Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil ITATS. 2017. Buku Petunjuk
Praktikum Mekanika Tanah I. Surabaya : Teknik Sipil ITATS
Lee, P. Y., and Suedkamp, R. J. (1972). Characteristics of Irregularly Shaped
Campaction Curves of Soils, Highway Research Record No. 381 , National
Academy ofSciences, Washington, D . C . , 1 -9.
Liu, T. K. ( 1967). A Review of Engineering Soil Classification Systems. Highway
Research Record No. 156, National Academy of Sciences, Washington, D .
C., 1-22.
Rosidin, Zainul,dkk. 2016. Laporan Praktikum Mekanika Tanah I. Surabaya :
Jurusan Teknik Sipil-Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

65
LAMPIRAN

66

Anda mungkin juga menyukai