Anda di halaman 1dari 4

1.

Mutu Asuhan dan audit klinis


Mutu Pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi
keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan keadaan dari segi biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012). Mutu pelayanan keperawatan adalah
asuhan keperawatan professional yang mengacu pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu, (reability,
tangibles, assurance, responsiveness, dan empathy) (Bauk, Kopp, & Avramović, 2013). Mutu
pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang menggambarkan produk dari pelayanan
keperawatan itu sendiri yang meliputi secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual pada individu
sakit maupun yang sehat dan dilakukan sesuai standar keperawatan (Asmuji, 2012).
Menurut Nursalam (2014) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa faktor yaitu:
a. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth/WOM communication), faktor ini sangat
menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/pelayanan. Pada umumnya
komunikasi dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang telah mendapatkan
perawatan dari sebuah instansi pemberi jasa. Yang kemudian akan menyebarkan kepada yang lain,
mereka akan menyampaikan berita positif apabila mereka mendapatkan perlakuan yang baik
selama dirawat atau menyampaikan berita negatif tentang mutu pelayanan keperawatan
berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan. Penyampaian berita yang baik sekaligus dapat
menjadi bentuk promosi bagi instansi tersebut, dimana turut menentukan keberhasilan suatu
pelayanan yang diberikan. Suatu produk atau layanan yang berkualitas apabila tidak pernah
disebarkan informasinya kepada konsumen maka belum tentu konsumen akan menggunakannya.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien bervariasi maka mutu
pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung menilai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam mutu pelayanan keperawatan yang
baik akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya jika
seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan keperawatan maka akan
melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi mutu pelayanan
keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien akan mempercayai penuh terhadap
mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.

Nursalam (2011) menyatakan bahwa mutu pelayanan keperawatan dapat dilihat dari kepuasan pasien
terhadap pelayanan yang diberikan, puas atau tidak puas. Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan
keperawatan harus memiliki mutu yang baik dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah:
a. Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada pasiennya. Perawat akan
senantiasa memberikan asuhan dengan sikap yang siap tanggap dan perawat mudah dihubungi pada
saat pasien membutuhkan perawatan.
b. Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan anggota medis lain, pasien, keluarga
pasien, dan tim sejawat keperawatan dalam menyelesaikan prioritas perencanaan pasien. Disini
perawat juga bertanggung jawab penuh dalam kesembuhan dan memotivasi pasien.
c. Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Dimana perawat menunjukkan sikap yang tidak acuh tak acuh, tetapi akan memberikan sikap baik
kepada pasien.
d. Empati adalah sikap yang harus ada pada semua perawat. Perawat akan selalu memperhatikan dan
mendengarkan keluh kesah yang dialami pasien. Tetapi perawat tidak bersikap simpati, sehingga
perawat dapat membimbing kepercayaan pasien.
e. Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat sendiri. Perawat tidak akan cenderung
membela satu pihak, tetapi perawat akan bersikap netral kepada siapapun pasien mereka. Perawat
juga akan menghargai pendapat pasien, keluarga pasien, dan tim medis lain dalam hal kebaikan dan
kemajuan pasien.
f. Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga merupkan salah satu kunci keberhasilan
perawat dalam hal perawatan kepada pasien. Perawat akan bertanggung jawab atas kesembuhan
dan keluhan yang dialami pasien.
g. Komunikasi teraupetik merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan perawat
dalam memberikan asuhan. Karena komunikasi teraupetik sendiri merupakan cara efektif agar
pasien merasa nyaman dan lebih terbuka dengan perawat.
Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pelayanan keperawatan dikatakan baik harus
memiliki beberapa prisip tertentu. Prinsip tersebut dapat meliputi caring, kecepatan, kolaborasi, empati,
courtesy, dan sincerity. Dalam melakukan pelayanan perawat juga harus memiliki standar kompetensi yang
baik dan berdasarkan etik legal keperawatan.

Audit klinik
Audit adalah bagian yang penting dari tata kelola klinik yang baik. Audit klinik adalah sebuah
siklus yang terus menerus dilakukan untuk mengupayakan peningkatan mutu pelayanan klinik (Dilnawaz
et al., 2012). Definisi standar audit klinik menurut National Institute for Clinical Excellence (NICE) yakni
merupakan proses peningkatan mutu dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien dan
luarannya, melalui kajian sistematis terhadap pelayanan berdasarkan kriteria eksplisit dan upaya-upaya
perbaikannya. Aspek struktur, proses dan hasil pelayanan dipilih dan dievaluasi secara sistematis
berdasarkan kriteria eksplisit.
a. Struktur (apa yang kita butuhkan) termasuk kepegawaian dan fasilitas
b. Proses (apa yang kita lakukan), sebagai contoh ceklis, protolo;, guidelines, pencatatatan, waktu
tunggu dan lain-lain
c. Hasil (apa yang kita harapkan) sebagai contoh kepuasan pasien
Jika diindikasikan, upaya-upaya perbaikan diterapkan pada tim individu atau tingkat pelayanan dan
monitoring selanjutnya digunakan untuk memberi konfirmasi adanya perbaikan dalam pemberian
pelayanan.
Tujuan audit medis dari Permenkes No 496 Tentang Pedoman Audit Medis di RS. Audit medis
sebagai upaya peningkatan mutu pelayanan dalam rangka monitoring.
"... penelitian berkaitan dengan menemukan hal yang benar untuk dilakukan sedangkan audit dimaksudkan
untuk memastikan bahwa hal itu dilakukan dengan benar." (Smith, 1992)
Tujuan khusus :
a. Untuk melakukan evaluasi mutu pelayanan
b. Untuk mengetahui penerapan standar pelayanan
c. Untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan
Audit klinis diatur dalam keputusan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor
496/MENKES/SK/IV/2005 tentang audit medis di rumah sakit. Pelaksanaan audit medis terdiri dari tiga
komponen yaitu:
a. Auditor adalah orang yang melakukan audit, dan dapat dilakukann oleh satu auditor atau lebih.
Auditor memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanaan suatu audit.
b. Klien yaitu orang, departemen atau kelompok yang meminta audit atau disebut sebagai pelanggan
auditor. Audit dapat dilakukan berdasarkan suatu permintaan klien yang mempunyai wewenang
terkait audit dan mengetahui untuk apa audit diminta.
c. Auditee dapat berupa orang, fungsi atau area yang akan di audit. Auditee mempunyai beberapa
tanggung jawab untuk memudahkan pelaksanaan audit yaitu bekerja sama dan membantu dalam
suatu audit, memberikan fasilitas yang memadai dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelesaikan audit.
2.1 Langkah-Langkah Audit

1) Identifikasi topik
Topik harus menjadi masalah penting karena mendukung seluruh audit. Contoh masalah penting
termasuk yang berisiko tinggi untuk pasien, biaya, kebutuhan pasien, beban kerja bervolume tinggi.
Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah :
- Adanya standar nasional dan pedoman yang menjadi rujukan praktik klinis yang lebih efektif
- Area yang menjadi masalah dapat dijumpai di lahan praktik
- Rekomendasi dari pasien dan masyarakat
- Berpotensi jelas untuk meningkatkan pemberian pelayanan
- Kaitan dengan volume, risiko dan biaya tinggi jika upaya perbaikan diterapkan
2) Menetapkan kriteria dan standar
- Kriteria adalah pernyataan eksplisit yang didefinisikan sebagai elemen representatif dari
pelayanan yang dapat diukur secara objektif.
- Standar adalah aspek pelayanan yang dapat diukur, yang selalu didasarkan pada hasil
penelitian yang terbaik (ekspektasi tiap kriteria)
- Standar & kriteria wajib (Must Do): merupakan kriteria minimum yang absolut dibutuhkan
untuk menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan & harus dipenuhi oleh setiap petugas
- Standar kriteria tambahan (Should do): merupakan kriteria dari hasil riset yang dapat
dibuktikan dan merupakan hal penting
3) Pengumpulan data
Untuk menjamin pengumpulan data tepat dan teliti, dan hanya informasi penting yang
dikumpulkan, tentunya detail dari hal-hal yang akan di audit ditetapkan sejak awal. Diantaranya
adalah :
- Kelompok yang termasuk pengguna pelayanan, dengan tanpa perkecualian
- Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan
- Periode penerapan dari kriteria
- Ukuran sampel dapat ditentukan menggunakan statistik, data dapat dikumpulkan baik dengan
sistem informasi komputer maupun secara manual. Yang terpenting adalah data apakah yang
akan diambil?, dimanakah data dapat ditemukan? Dan siapakan yang akan mengambil data?
4) Membandingkan hasil pengumpulan data dengan standar
Tahap ini merupakan tahap analisis, dimana hasil dari pengumpulan data dibandingkan dengan
kriteria dan standar. Hasil akhir dari analisis adalah apakah standar sudah sesuai, jika dapat
diaplikasikan, identifikasi alasan ketidaksesuaian standar dengan kasus.
5) Melakukan upaya perbaikan (Melakukan analisa kasus yg tidak sesuai dgn standar & kriteria)
Setelah hasil audit dipublikasikan dan didiskusikan, kesepakatan sebaiknya dibuat sebagai
rekomendasi perbaikan. Rencana kegiatan dilaporkan untuk menentukan siapa yang akan
menyetujui, apa yang akan dilakukan dan kapan akan dimulai. Tiap-tiap poin sebaiknya
didefinisikan dengan jelas termasuk nama-nama individu yang akan bertanggung jawab dan target
waktu pencapaian.
6) Tindakan korektif
7) Rencana re-audit

Anda mungkin juga menyukai