Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ETIKA, MORAL DAN AKHLAK, KONSEP TASAWUF DAN


AKHLAK KARIMAH DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Ibu Inayatilah Ridwan, SHI, M.Pd

Disusun oleh:

Lugina Jannatika 3311181013


Khairunnisa Azizah 3311181014
Aura Putri Purnama 3311181031
Ahmad Mutawali 3311181035
Annisa Amalia 3311181042

PROGRAM STUDI SARJANA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar biasa
ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul
“Konsep Ketuhanan dan Konsep Kerasulan”.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang merupakan satu-satunya karunia paling
besar bagi seluruh alam semesta.

Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas


mata kuliah Agama Islam. Pada makalah ini akan dibahas mengenai Konsep
Ketuhanan dan Konsep Kerasulan.

Kami ucapkan terimakasih kepada setiap pihak yang telah mendukung


saya selama proses penyelesaian makalah ini hingga selesainya makalah ini. Saya
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.

Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, saya meminta kesediaan


pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai
penulisan makalah kami ini, untuk kemudian kami akan merevisi kembali
pembuatan makalah ini di waktu berikutnya.

Cimahi, 13 Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………….…...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………..2
1.4 Manfaat Makalah……………………………………………………….2
1.5 Metode Penyusunan Makalah…………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Ketuhanan……………………………………………………...4
2.1.1 Siapa itu Tuhan …………………………..………………………4
2.1.2 Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan……………………...5
2.1.3 Ajaran Islam Tentang Kemahaesaan Tuhan……………………...7
2.1.4 Wahdaniyat Allah……………………………………………….10
2.2 Konsep Kerasulan
2.2.1 Pengertian Nabi dan Rasul……………………………………...10
2.2.2 Perbedaan Nabi dan Rasul………………………………………11
2.2.3 Hukum Beriman kepada Nabi dan Rasul……………………….11
2.2.4 Ulul Azmi……………………………………………………….12
2.2.5 Akhlak Rasul……………………………………………………12
2.2.6 Keistimewaan Rasul…………………………………………….13
2.2.7 Peranan Rasul…………………………………………………...18
2.2.8 Adab Terhadap Rasul…………………………………………...23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………24
3.2 Saran…………………………………………………………………..24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep ketuhanan adalah segala sesuatu yang mencakup
pemahaman seorang muslim mengenai Tuhannya. Pemahaman ini sangat
penting karena bagaimana seorang muslim mengenal Tuhannya akan
mempengaruhi kadar keimanannya. Seorang muslim yang benar-benar
yakin akan keberadaan Tuhannya akan senantiasa menjalani semua
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Konsep kerasulan pun tidak kalah pentingnya. Rasul yang
merupakan utusan Allah lah yang menjadi perantara untuk menyampaikan
firman-firman-Nya. Dengan mengetahui dan mempercayai sepenuh hati,
seorang muslim akan senantiasa menjalankan sunnah-sunnahnya. Dengan
demikian, kehidupan seorang muslim akan bahagia baik di dunia maupun
di akhirat kelak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapa Tuhan itu?
2. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan?
3. Bagaimana ajaran islam tentang kemahaesaan Tuhan?
4. Apa yang dimaksud dengan Wahdaniyat Allah?
5. Apa pengertian Nabi dan Rasul?
6. Apa perbedaan Nabi dan Rasul?
7. Bagaimana hukum beriman kepada Nabi dan Rasul?
8. Apa yang dimaksud dengan Ulul Azmi?
9. Bagaimana akhlak Rasul?
10. Apa keistimewaan Rasul?
11. Apa peranan Rasul?
12. Bagaimana adab terhadap Rasul?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui siapa itu Tuhan.


2. Mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan.
3. Mengetahui ajaran islam tentang kemahaesaan Tuhan.
4. Mengetahui Wahdaniyat Allah.
5. Mengetahui pengertian Nabi dan Rasul.
6. Mengetahui perbedaan Nabi dan Rasul.
7. Mengetahui hukum beriman kepada Nabi dan Rasul.
8. Mengetahui Ulul Azmi.
9. Mengetahui akhlak Rasul.
10. Mengetahui keistimewaan Rasul.
11. Mengetahui peranan Rasul.
12. Mengetahui adab terhadap Rasul.

1.3 Manfaat Makalah


1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah ini disusun untuk menambah wawasan keislaman bagi
penulis dan pembaca tentang konsep ketuhanan dan kerasulan yang
sangat penting untuk kita pahami.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam serta sebagai referensi bagi
pembaca.

1.4 Metode Penyusunan Makalah


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah
telaah pustaka, yaitu metode yang dilakukan dengan membaca,
mempelajari, dan mengumpulkan data baik dari buku maupun internet
sebagai sumber informasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Ketuhanan

2.1.1 Siapa itu Tuhan

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang (dianggap penting) oleh


manusia, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.

Perkataan dianggap penting hendaklah diartikan secara luas.


Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-
harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan
termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau
kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut :

Al-ilah ialah : yang dipuja dengan penuh kecintaan hati,


tunduk kepadanya, merendahkan diri dihadapannya, takut, dan
mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika dalam
kesulitan, berdoa, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan
ketenangan saat mengingat dan terpaut cinta kepadanya.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa Tuhan


itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia.
2.1.2 Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran


manusia adalah konsep yang didasarakan atas hasil pemikiran baik
melalui pengalaman lahiriyah maupun batiniyah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaan batin. Dalam literatur sejarah
agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan
adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, menjadi
sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller,
kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock,
dan Jevens. Proses perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak jaman primitif telah


mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda.
Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia. Kekuatan yang
ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-beda seperti
mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan panca
indera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang misterius.
Tetapi, dapat dirasakan pengaruhnya.

b) Animisme

Disamping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga


mempercayai adanya peran roh dalam hidup. Setiap benda yang
dianggap baik mempunyai roh. Roh dipercayai sebagai sesuatu yang
aktif sekalipun bendanya telah mati. Roh akan senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun
adalah suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c) Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama lama tidak


memberian kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan
dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai bidangnya.
Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, adanya
membidangi masalah air, angin, dan lain sebagainya.

d) Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terhadap kaum


cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama.
Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif. Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan bangsa lain.
Kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan
Henoteisme.

e) Monoteisme

Monoteisme hanya mengakui satu tuhan untuk seluruh


bangsa. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat ketuhanan yaitu
deisme, panteisme,dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan


sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB Taylor (1877)
ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa
orang-orang berbudaya rendah sama monoteismenya dengan orang –
orang kristen. Mereka mempercayai wujud yang Agung dan sifat
yang khas terhadap Tuhan mereka. Dengan lahirnya pendapat
Andrew Lang, golongan Evolusionisme menjadi reda dan sarjana –
sarjana agama mulai memperkenalkan teori baru untuk memahami
sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan datang
secara relevansi atau wahyu. Dalam penyelidikan didapatkan bukti
bahwa asal usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme
dan monoteisme berasal dari ajaran wahyu Tuhan.

2. Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat islam terdapat satu kelompok berpegang


teguh dengan Jabariyah, yaitu paham yang mengartikan bahwa
Tuhan mempunyai kekuatan yang menjadi penentu segalanya. Di
lain pihak ada yang berpegang pada Qodariyah, yaitu paham yang
mengatakan bahwa manusia yang menetukan nasibnya. Polemik
dalam masalah ketuhanan dikalangan umat islam menimbulkan
peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh
Jabariyah oleh penguasa Qodariyah.

Untuk memenangkan kelompok dalam mengahadapi


oposisinya, mereka tidak segan-segan menggunakan konsep asasi.
Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya.
Sebagaimana dalam al-quran surat al-maidah (5) : 44

Artinya : Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan


apa yang diturunkan Allah (Al-quran), maka mereka adalah orang –
orang kafir.

2.1.3 Ajaran Islam Tentang Kemahaesaan Tuhan


Menurut aqidah islam, konsepsi tentang ketuhanan yang
Maha Esa disebut Ilmu Tauhid. Menurut Osman Raliby ajaran Islam
tentang emahaesaan Tuhan adalah sebagai berikut :

1. Allah Maha Esa dalam Zat-Nya

Hal ini dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa zat Allah


itu unik, berbeda dalam segala-galanya. Ia tidak dapat disamakan
atau dibandingkan dengan benda apapun yanng kita kenal, yang
dapat hancur musnah dan lenyap pada suatu masa.

2. Allah Maha Esa dalam Sifat- Nya

Hal ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh


kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-
sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun, dari al-
quran dapat diketahu 99 nama sifat Tuhan yang disebut Asmaul
Husna. Di dalam ilmu tauhid, dijelaskan 20 sifat Tuhan yaitu : Ada,
Azal, Kekal, Berbeda Dengan Yang Baru, Berdiri Sendiri, Maha
Esa, Berkuasa, Berkehendak, Maha Mengetahui, Hidup. Maha
Mendengar, Maha Melihat, Maha Berkata-Kata, Dalam Keadaan
Berkuasa, Dalam Keadaan Berkemauan, Dalam Keadaan
Berpengetehauan, Dalam Keadaan Hidup, Dalam Keadaan
Mendengar, Dalam Keadaan Melihat, Dan Dalam Keadaan Berkata-
kata.

3. Allah Maha Esa dalam Perbuatan – Nya

Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita meyakini


Tuhan yang Maha Esa tiada bertara dalam melakukan sesuatu,
sehingga hanya Dialah yang dapat berbuat menciptakan alam
semesta ini misalnya bagaimana ia menciptakan diri kita dalam
bentuk tubuh yang sangat baik, yang dilengkapi dengan panca
indera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman dan
sebagainya.

4. Allah Maha Esa dalam Wujud– Nya

Ini berarti bahwa wujud Allah lain sama sekali dari wujud
alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dalam bentuk apapun juga.
Karena itu Ia disbut wajibul wujud. Pernyataan ini mempunyai
makna bahwa hanya Allah lah yang abadi dan wajib eksistensi atau
wujud – Nya. Selain dari Dia, semuanya mumkinul wujud artinya
boleh ada boleh tiada seperti eksistensi manusia dan seluruh alam
semesta yang pada waktunya akan hancur binasa.

5. Allah Maha Esa dalam menerima ibadah

Ini berarti bahwa hanya Allah sajalah yang berhak


disembah dan menerima ibadah. Hanya kepada –Nya pula kita
meminta pertolongan. Yang dimaksud ibadah adalah segala
perbuatan manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata
terucapkan maupun dalam bentuk perbuatan yang kelihatan dan yang
tidak.

6. Allah Maha Esa dalam menerima Hajat dan Hasrat Manusia

Artinya bila seorang manusia hendak menyampaikan


maksud, permohonan atau keinginannya sampaikanlah langsung
kepada Allah tanpa perantara apapun. Tidak ada sistem kependetaan
dalam Islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul sama
kedudukannya dalam berhubungan langsung dengan Allah.

7. Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum

Ini berarti bahwa Allah lah satu-satunya pemberi hukum


yang tertinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti hukum alam
yang selama ini kita kenal dengan sebutan hukum Archimedes,
Boyle, Lavoisier, Hukum Relativitas, Termodinamik dan
sebagainya. Ia pula yang memberi hukum kepada umat manusia
bagaimana mereka harus hidup di bumi sesuai dengan ajaran dan
kehendaknya.

2.1.4 Wahdaniyat Allah

1. Wahdaniyat Rububiyah

Dengan pengertian, hanya Allah yang menciptakan,


mengurus dan mengendalikan alam semesta ini.

Sebagaimana Firman Allah dalam (Al- Quran 2: 21-22) “Hai


manusia. Sembahlah Tuhanmu yang menciptkan kamu dan
menciptakan orang – orang yang terdahulu dari kamu terpelihara dari
kejahatan. Tuhan yang menciptakan bumi untuk hamparan bagimu
dan langit sebagai atap dan menurunkan hujan dari langit (awan)
maka tumbuhlah karena buah-buahan untuk rezeki kamu. Sebab itu,
janganlah kamu adakan sekutu Tuhan, sedang kamu mengetahui.”

2. Wahdaniyat Uluhiyah

Dengan pengertian hanya Allah saja yang berhak dipuja,


tempat meminta dan tempat memohon pertolongan.

Sebagaimana Firman Allah dalam (Al- Quran 16: 20-22)


“Dan apa-apa selain Allah yang mereka puja itu, tiada menciptakan
sesuatu apapun, hanya mereka yang menciptakan benda-benda mati,
tiada hidup, dan semuanya tiada mengerti bilakah mereka akan
dibangkit? Tuhan kamu ialah Tuhan yang Maha Esa.”

2.2 Konsep Kerasulan


2.2.1 Pengertian Nabi dan Rasul
Nabi adalah seorang lelaki yang mendapat wahyu dari Allah
untuk dirinya sendiri, tetapi ia tidak diperintahkan untuk
menyampaikannya kepada ummat. Sementara Rasul (‫)رسول‬
adalah seorang lelaki yang mendapat wahyu dari Allah untuk dirinya
sendiri dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada
ummat. Jadi, setiap Rasul pasti seorang Nabi, namun tidak setiap
Nabi itu seorang Rasul. Jadi, jumlah para Nabi pasti jauh lebih
banyak daripada para Rasul. Seorang Rasul juga memiliki tingkatan
lebih tinggi karena menjadi pimpinan ummat.

2.2.2 Perbedaan Nabi dan Rasul

Aspek Nabi Rasul

Diberi wahyu untuk


dirinya dan wajib
Wahyu Diberi wahyu untuk dirinya
disampaikan kepada
ummatnya

Bilangan 124.000 orang 313 orang

Seorang Nabi belum tentu Setiap Rasul pasti seorang


Status
Rasul Nabi

Rasul menerima kitab dan


Kitab tidak diturunkan
Kitab suhuf untuk disampai
kepada para Nabi
kepada ummatnya

Diwajibkan mengetahui
Tidak wajib mengetahui
Pengetahuan bilangan dan nama 25
bilangan dan nama Nabi
orang Rasul

2.2.3 Hukum Beriman kepada Nabi dan Rasul


Setiap muslim wajib beriman kepada Nabi dan Rasul. Hal ini
sudah jelas tercantum dalam rukun iman yang ke-4.
Berikut adalah ayat-ayat al-qur’an yang menjelaskan tentang
keimanan kepada rasul:
1. Surah Al-Mukmin, 40:78.
2. Surah An-Nahl, 16:43.
3. Surah Al-Baqarah, 2:285.
4. Surah Al-Furqan, 25:20.
5. Surah Saba’, 34:28.
6. Surah At-Taubah, 9:128.
7. Surah Al-Maidah, 5:15.
8. Surah An-Nisa, 4:165.

2.2.4 Ulul Azmi


Ulul Azmi (‫ ) أولوالعزم‬adalah sebuah gelar khusus bagi
golongan nabi pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa. Gelar
Ulul Azmi dijelaskan dalam Surah Al-Ahqaf ayat 35 dan Asy-
Syura ayat 13. Terdapat 5 orang nabi yang mendpat gelar Ulul Azmi,
yaitu:
1. Nabi Nuh a.s
2. Nabi Ibrahim a.s
3. Nabi Musa a.s
4. Nabi Isa a.s
5. Nabi Muhammad s.a.w

2.2.5 Akhlak Rasul


1. Siddiq (benar)
Benar adalah suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak
seseorang yang beriman kepada Allah dan kepada perkara-perkara
yang ghaib. Sifat mustahilnya : Kizib (dusta).
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan kepadanya.” (QS An-Najm: 4-5)
2. Amanah (dapat dipercaya)
Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya urusan itu
akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Sifat mustahilnya:
khianat (tidak dapat dipercaya).
“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku
hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS Al-A'raaf:
68)

3. Tabligh (Menyampaikan)
Segala firman Allah SWT yang ditujukan oleh manusia,
pasti disampaikan. Sifat mustahilnya: Kitman (menyembunyikan).
“Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah
menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang ilmu-Nya meliputi
apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu
persatu.” (QS Al-Jin: 28)

4. Fathonah (Cerdas)
Dalam menyampaikan ayat Al-Quran dan kemudian
menjelaskannya dalam puluhan ribu hadis memerlukan kecerdasan
yang luar biasa. Sifat mustahilnya: Baladah (bodoh).
Rasul harus mampu menjelaskan firman-firman Allah SWT
kepada kaumnya sehingga mereka mau memeluk Islam. Rasul juga
harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang
sebaik-baiknya.

2.2.6 Keistimewaan Rasul

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih di antara para hamba-Nya


sebagai nabi dan rasul dengan memberikan beberapa kekhususan
yang tidak dimiliki hamba-hamba-Nya yang lain. Di antara
kekhususan para nabi dan rasul tersebut ialah:

1. Wahyu

Allah telah mengkhususkan mereka dengan wahyu, sehingga mereka


menjadi perantara Allah dengan hamba-hambaNya. Hal ini telah
ditegaskan dalam firmanNya:

ِ ‫ى أَنَّ َمآ ِإالَ ُه ُك ْم ِإلَهٌ َو‬


ٌ ‫احد‬ َّ َ‫قُ ْل ِإنَّ َمآ أَنَا بَش ٌَر ِمثْلَ ُك ْم يُو َحى ِإل‬

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti


kamu, yang diwahyukan kepadaku,’Bahwa sesungguhnya Ilah kamu
itu adalah Ilah Yang Esa’.” [Al Kahfi:110].

Di antara nabi dan rasul ada yang langsung berbicara dengan Allah
dan ada yang melalui perantara Malaikat jibril, sehingga mereka
mengetahui perkara-perkara ghaib dengan wahyu tersebut.

2. Kemaksuman (al-ismah)

Seluruh umat sepakat, para rasul memiliki kemaksuman dalam


menerima risalah Allah, sehingga mereka tidak lupa sedikitpun
terhadap wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Mereka juga
memiliki kemaksuman dalam penyampaian wahyu tersebut kepada
manusia. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala :
َ ‫سنُ ْق ِرئُكَ فَالَتَن‬
‫سى‬ َ

“Kami akan membacakan (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad),


maka kamu tidak akan lupa.” [Al A’laa:6].

ِ ُ ‫سو ُل َب ِل ْغ َمآأ‬
ُ‫نز َل ِإلَيْكَ ِمن َّر ِبكَ َو ِإن لَّ ْم ت َ ْف َع ْل فَ َما َبلَّ ْغتَ ِر َسالَتَهُ َوهللا‬ َّ ‫َياأ َ ُّي َها‬
ُ ‫الر‬
َ‫اس إِ َّن هللاَ الَ َي ْهدِي ْالقَ ْو َم ْالكَافِ ِرين‬ ِ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ الن‬ ِ ‫يَ ْع‬

“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-


mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [Al Maidah:67]

‫ط ْعنَا ِم ْنهُ ْال َوتِينَ فَ َما ِمن ُكم ِم ْن أَ َح ٍد‬ ِ ‫ض اْألَقَا ِوي ِل أل َ َخذْنَا ِم ْنهُ بِ ْاليَ ِم‬
َ َ‫ين ث ُ َّم لَق‬ َ ‫َولَ ْو تَقَ َّو َل َعلَ ْينَا َب ْع‬
ِ ‫َع ْنهُ َح‬
َ‫اج ِزين‬

“Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas


(nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan
kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.
(Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat
menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.” [Al
Haaqqah:44-47].

3. Diberi pilihan ketika akan dicabut nyawanya, sebagaimana


ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah, beliau berkata:

ُ ‫سلَّ َم يَقُو ُل َما ِم ْن َنبِي ٍ يَ ْم َر‬


‫ض إِ َّال ُخيِ َر بَيْنَ الدُّ ْنيَا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َّ ‫سو َل‬ َ
‫س ِم ْعتُهُ يَقُو ُل َم َع الَّذِينَ أَ ْن َع َم‬ َ ٌ‫ض فِي ِه أَ َخذَتْهُ بُ َّحة‬
َ َ‫شدِيدَة ٌ ف‬ َ ‫ش ْك َواهُ الَّذِي قُ ِب‬
َ ‫َو ْاْل ِخ َرةِ َو َكانَ فِي‬
‫صا ِل ِحينَ فَ َع ِل ْمتُ أَنَّهُ ُخ ِي َر‬
َّ ‫اء َوال‬
ِ َ‫ش َهد‬ ِ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن النَّ ِب ِيينَ َو‬
ُّ ‫الصدِيقِينَ َوال‬ َّ
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak ada seorang nabipun yang sakit kecuali diminta memilih
antara dunia dan akhirat Pada saat sakit mendekati kematiannya,
Beliau mengeluarkan suara parau sekali, sehingga aku
mendengarnya. Beliau mengatakan : Bersama orang yang Allah
berikan kenikmatan pada mereka dari kalangan para nabi, shiddiqin,
syuhada dan shalihin, lalu aku tahu Beliau sedang diberi pilihan.”

4. Dikuburkan di tempat meninggalnya.

Bila seorang nabi meninggal dunia di suatu tempat, maka ia


dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini didasari hadits Abu Bakar,
beliau berkata:
َ ‫ْث يَ ُموتُ فَأ َ َّخ ُروا فِ َرا‬
ُ ‫شه‬ ٌّ ِ‫سلَّ َم يَقُو ُل لَ ْن يُ ْقبَ َر نَب‬
ُ ‫ي إِ َّال َحي‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬
َّ ‫سو َل‬ َ
‫َو َحفَ ُروا لَهُ تَحْ تَ فِ َرا ِش ِه َر َواهُ أَحْ َمد‬

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Seorang nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat kematiannya
dengan menyingkirkan pembaringannya dan dibuat lubang di bawah
pembaringannya tersebut.”

5. Jasadnya tidak dimakan bumi.

Allah memuliakan jasad para nabi dengan tidak dihancurkan oleh


tanah yang menguburnya, walaupun dengan rentang waktu yang
sangat lama, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam dalam sabdanya:

ِ َ‫سادَ ْاأل َ ْن ِبي‬


‫اء‬ َ ْ‫ض أَج‬
ِ ‫اركَ َوت َ َعالَى َح َّر َم َعلَى ْاأل َ ْر‬ َّ ‫ِإ َّن‬
َ َ‫َّللاَ تَب‬
“Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala mengharamkan tanah
menghancurkan jasad para nabi.”

6. Mata mereka terpejam tidur, namun hatinya tetap sadar dan


terjaga.

Dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang


berbunyi:

‫تَنَا ُم َع ْينِي َو َال َينَا ُم قَ ْل ِبي‬

“Mataku tidur namun hatiku tidak tidur.”

Berkata Anas bin Malik ketika mengisahkan kisah isra’ mi’raj :

‫سلَّ َم نَائِ َمةٌ َع ْينَاهُ َو َال يَنَا ُم قَ ْلبُهُ َو َكذَلِكَ ْاأل َ ْن ِبيَا ُء تَنَا ُم أ َ ْعيُنُ ُه ْم َو َال تَنَا ُم‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫َوالنَّ ِب‬
َ ‫ي‬
‫قُلُوبُ ُه ْم‬

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam matanya tidur, namun hatinya


tidak tidur. Dan demikian juga para nabi, mata mereka tidur sedang
hati mereka tidak tidur.”

7. Tetap hidup di kuburan mereka

Para nabi dan rasul walaupun telah meninggal dunia, namun mereka
tetap hidup di kuburannya dalam keadaan shalat, sebagaimana
diberitakan Rasulullah dalam sabdanya:

َ‫صلُّ ْون‬
َ ُ‫األ َ ْن ِبيَا ُء أَحْ يَا ٌء فِ ْي قُب ُْو ِر ِه ْم ي‬
“Para nabi itu tetap hidup di kuburan mereka dalam keadaan shalat.”

2.2.7 Peranan Rasul

1. Tugas agung mereka ialah mengajak manusia beribadah kepada


Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya.

Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah


merupakan dasar dan jalan dakwah para rasul seluruhnya,
sebagaimana dikhabarkan Allah dalam firmanNya:

َّ ‫سوالً أَ ِن ا ْعبُد ُوا هللاَ َواجْ تَنِبُوا ال‬


ُ ‫طا‬
َ‫غوت‬ ُ ‫َولَقَدْ بَعَثْنَا فِي ُك ِل أ َ َّم ٍة َّر‬

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat


(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut
itu. [An Nahl:36].

Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjelaskan tugas, dasar dakwah
dan inti risalah para rasul. Yaitu mengajak kepada tauhid,
mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan menjauhi segala
sesembahan selainNya. Hal ini juga disebutkan dalam firmanNya:

ِ ‫وحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ ْل إِلَهَ إِْل أَنَا فَا ْعبُد‬


‫ُون‬ ُ ‫س ْلنَا ِمن قَ ْبلِكَ ِمن َّر‬
ِ ُ‫سو ٍل إِالَّن‬ َ ‫َو َمآأَ ْر‬

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan


Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. [Al
Anbiyaa’:25].
Hal ini dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan
menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah jelaskan dalam
firmanNya:

َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َواْ ِإل‬


‫نس ِإالَّ ِليَ ْعبُد ُون‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya


mereka menyembahKu.” [Adz Dzaariyaat:56].

Tauhid juga merupakan asas fithrah manusia yang diperintahkan


untuk ditegakkan, sebagaimana dalam firmanNya:

ِ َ‫ق هللاِ ذَلِك‬


ُ‫الدين‬ ِ ‫اس َعلَ ْي َها الَتَ ْبدِي َل ِل َخ ْل‬
َ َّ‫ط َر الن‬ َ َ‫هللا الَّ ِتي ف‬
ِ َ‫ط َرت‬ ْ ‫ِين َح ِني ًفا ِف‬
ِ ‫فَأ َ ِق ْم َوجْ َهكَ ِللد‬
َ‫صالَة َ َوالَتَ ُكونُوا ِمن‬ َّ ‫اس الَيَ ْعلَ ُمونَ ُمنِيبِينَ إِلَ ْي ِه َواتَّقُوهُ َوأَقِي ُموا ال‬ِ َّ‫ْالقَيِ ُم َولَ ِك َّن أ َ ْكث َ َر الن‬
َ‫ْال ُم ْش ِركِين‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan
kembali bertaubat kepadaNya dan bertaqwalah kepadaNya serta
dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah.” [Ar Ruum:30-31].

Para rasul mengajak umatnya untuk mewujudkan tauhid dalam diri


mereka dan dengan segala kemampuannya, mereka merealisikan
dakwahnya tersebut. Cukuplah kisah Nabi Nuh dalam surat Nuh
sebagai contoh kegigihan para rasul dalam mendakwahkan tauhid
kepada masing-masing kaumnya.
2. Menyampaikan syari’at Allah kepada manusia dan menjelaskan
agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah:

ِ ُ ‫سو ُل بَ ِل ْغ َمآأ‬
ُ‫نز َل ِإلَيْكَ ِمن َّر ِبكَ َو ِإن لَّ ْم ت َ ْفعَ ْل فَ َما بَلَّ ْغتَ ِر َسالَتَهُ َوهللا‬ َّ ‫يَاأَيُّ َها‬
ُ ‫الر‬
َ‫اس ِإ َّن هللاَ الَ َي ْهدِي ْالقَ ْو َم ْالكَافِ ِرين‬ ِ َّ‫ص ُمكَ ِمنَ الن‬ ِ ‫يَ ْع‬

“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-


mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara
kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [Al Maidah:67]

َ‫اس َمانُ ِز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم َيتَ َف َّك ُرون‬ ِ َ‫الزب ُِر َوأَنزَ ْلنَآ ِإ َل ْيك‬
ِ َّ‫الذ ْك َر ِلت ُ َب ِينَ ِللن‬ ُّ ‫ت َو‬
ِ ‫ِبال َب ِينَا‬

“Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami


turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya
mereka memikirkan.” [An Nahl:44].

3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan menyampaikan kabar


kepada mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelakunya, serta
memperingatkan kepada mereka dari kejelekan dan siksaan yang
disiapkan untuk yang melanggarnya. Allah berfirman :

ً ‫س ِل َو َكانَ هللاُ َع ِز‬


‫يزا َح ِكي ًما‬ ُّ َ‫اس َعلَى هللاِ ُح َّجةُُُ َب ْعد‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ‫سالً ُّم َبش ِِرينَ َو ُمنذ ِِرينَ ِلئَالَّ َي ُكونَ ِللن‬
ُ ‫ُّر‬

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan


pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [An Nisaa’:165].
4. Memperbaiki manusai dengan teladan dan contoh yang baik
dalam perkataan dan perbuatan. Allah berfirman :

َ‫أ ُ ْولَئِكَ الَّذِينَ َهدَى هللاُ فَ ِب ُهدَا ُه ُم ا ْقت َ ِد ْه قُل ْلأ َ ْسئَلُ ُك ْم َعلَ ْي ِه أَجْ ًرا ِإ ْن ه َُو إِالَّ ِذ ْك َرى ِل ْلعَالَ ِمين‬

“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,


maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta
upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu
tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.” [Al An’am:90].

َ ‫سو ِل هللاِ أُس َْوة ٌ َح‬


‫سنَةٌ ِل َمن َكانَ يَ ْر ُجوا هللاَ َو ْاليَ ْو َم اْأل َ ِخ َر َوذَك ََر هللاَ َكثِي ًرا‬ ُ ‫لَّقَدْ َكانَ لَ ُك ْم فِي َر‬

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al
Ahzab:21].

5. Para rasul mempunyai tugas menegakkan dan menerapkan syari’at


Allah diantara hamba-hambaNya. Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :

ُ‫ض َمآ أَنزَ َل هللا‬ ِ ‫َوأ َ ِن احْ ُكم بَ ْينَ ُهم ِب َمآأَنزَ َل هللاُ َوالَتَت َّ ِب ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم َواحْ ذَ ْر ُه ْم أَن يَ ْفتِنُوكَ َعن بَ ْع‬
‫اس‬ ً ِ‫ض ذُنُو ِب ِه ْم َو ِإ َّن َكث‬
ِ َّ‫يرا ِمنَ الن‬ ِ ‫ِإلَيْكَ فَإِن ت ََولَّ ْوا فَا ْعلَ ْم أَنَّ َما ي ُِريد ُ هللاُ أَن ي‬
ِ ‫ُصيبَ ُهم بِ َب ْع‬
َ‫لَفَا ِسقُون‬

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka


menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari
hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah
kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan
sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
[Al Maidah:49].

6. Menjadi saksi sampainya hujjah kepada manusia.

َ‫ش ِهيدًا َعلَ ْي ِهم ِم ْن أَنفُ ِس ِه ْم َو ِج ْئنَا ِبكَ َش ِهيدًا َعلَى هَآ ُؤالَ ِء َون ََّز ْلنَا َعلَيْك‬ َ ‫ث فِي ُك ِل أ ُ َّم ٍة‬
ُ ‫َويَ ْو َم نَ ْب َع‬
َ‫ش ْىءٍ َو ُهدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َرى ِل ْل ُم ْس ِل ِمين‬ َ ‫ْال ِكت‬
َ ‫َاب ِت ْب َيانًا ِل ُك ِل‬

“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap


umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami
datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang berserah diri.” [An Nahl:89].

َ ‫سو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬


‫ش ِهيدًا‬ ِ َّ‫ش َهدَا َء َعلَى الن‬
َّ َ‫اس َويَ ُكون‬
ُ ‫الر‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬ َ ‫َو َكذَلِكَ َجعَ ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ً ‫س‬

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam),


ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu.” [Al Baqarah:143].

Di dalam muqadimah kitabnya, Imam Abul Qasim Al Ashbahani


menyatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan
tanda-tanda kebenaran lalu menjelaskannya, dan telah memunculkan
mahaj agama ini lalu menerangkannya. Dialah yang telah
menurunkan Al Qur’an lalu seluruh hujjah ada padanya dan
mengutus Muhammad sebagai Rasul, sehingga memutus seluruh
alasan (udzur). Lalu Rasulullah menyampaikan, bersungguh-
sungguh dan berjihad, serta menjelaskan kepada umat ini jalan
(kebenaran). Juga menyampaikan kepada mereka syari’at, agar
mereka tidak menyatakan “Belum datang kepada kami pemberi
kabar gembira (basyir) dan pemberi peringatan (nadzir)’.”

2.2.8 Adab Terhadap Rasul


1. Sentiasa berselawat kepada rasul
2. Beriman dengan ajaran yang dibawa oleh rasul
3. Mengamalkan sunnah rasul dalam amalan harian
4. Mengasihi dan mencintai mereka melebihi makhluk yang lain
5. Mentaati ajaran yang disampaikan oleh rasul dengan ikhlas
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep ketuhanan dan kerasulan merupakan hal yang sangat
penting bagi kita sebagai seorang muslim. Seorang muslim harus benar-
benar mengenal Tuhannya sehingga dapat beriman dengan sepenuh hati.
Begitu juga kepada Rasulnya, seorang muslim yang memahami berbagai
aspek kerasulan dengan baik akan senantiasa mempercayai dan menjalani
sunnah-sunnahnya. Dengan demikian, hidup seorang muslim akan bahagia
baik di dunia maupun di akhirat.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, penulis menyarankan agar pembaca
lebih mendalami pemahaman mengenai konsep ketuhanan dan kerasulan
melalui berbagai referensi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.D. (1998). Pendidikan Agama Islam. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

https://almanhaj.or.id/2951-rasul-tugas-dan-kekhususannya.html

https://www.slideshare.net/SitiFatimah63/konsep-kerasulan

http://rizkyfajar09.blogspot.com/2013/11/tugas-agama-islam-konsep-
kerasulan.html

https://www.materikelas.com/iman-kepada-rasul-pengertian-hukum-dan-ayat-
yang-menjelaskan-tentang-iman-kepad-rasul/

Anda mungkin juga menyukai