Anda di halaman 1dari 15

Pengaruh dibukanya Koridor VI Bus Rapid Transit (BRT) Jalur Undip-

Unnes Terhadap Angkutan Kota dari dan ke Arah Unnes

Disusun oleh :

1. Lia Farokah (5401416023)


2. Desi Sulistyowati (5213415016)
3. Septyani Fitrianingsih (5213415017)
4. Zhafira Yasmin (5213415020)
5. Anik Jarmiati (5213415026)
6. Nur Arif Majid (5213415052)

Mata Kuliah Umum : Pendidikan Kewarganegaraan


Rombel : 119

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan kebijakan Bus Rapid
Transit, sebagai layanan Transportasi Masssal Publik di kota Semarang.
Kebijkan ini didukung dengan adanya Perda Kota Semarang nomor 8
tahun 2008. Yang isinya tentang RPJMD Kota Semarang tahun 2010 –
2015. Didalamnya menyangkut perihal penyediaan Pelayanan Bus Rapid
Transit Trans Semarang sejumlah 4 koridor.

Tujuan dari Kebijakan Bus Rapid Transit melalui Perda no.8 tahun
2008 ini tidak lain adalah untuk menarik minat warga masyarakat untuk
beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke kendaraan umum atau
massal. Selain itu, dengan adanya angkutan umum diharapkan akan
mampu mengurangi masalah kemacetan yang mulai dirasakan oleh warga
semarang saat ini.

Dalam rangka upaya untuk mengatasi kemacetan, Pemerintah kota


Semarang membuka 2 koridor baru Bus Rapid Transit (BRT) yaitu koridor
pada jalur Meteseh-PRPP dan Undip Tembalang-Unnes Sekaran pada
akhir Maret 2017. Berbagai tanggapan dan juga pendapat bermunculan
setelah dioperasikannya BRT pada kedua koridor tersebut. Mulai dari
tanggapan yang pro akan kebijakan tersebut hingga tanggapan yang kontra
terus mewarnai kebijakan tersebut saat ini.

Sudah sekitar satu bulan BRT ini beroperasi di wilayah Unnes


dengan Rute Unnes-Undip. Ada banyak perubahan yang terjadi setelah
adanya BRT ini, mulai dari dampak positif dan negatif. Salah satu dampak
negatif akibat pembukaan BRT koridor VI adalah menurunnya
penghasilan para sopir angkutan kota (Angkot), jalur ungaran-unnes,
unnes-sampangan, dan unnes-jatingaleh. Namun, dampak ini lebih
dirasakan oleh sopir angkutan umum jalur unnes-jatingaleh dan juga
unnes-sampangan. Dampak yang paling dominan adalah menurunnya
penghasilan akibat berkurangnya penumpang. Dari yang seharinya supir
angkot memdapat penghasilan sekitar Rp.50.000,- perhari menurun
menjadi Rp.20.000,- s.d Rp.30.000,- perhari semenjak pengopersian BRT
rute Undip-Unnes. Para sopir angkot merasa kecewa dengan kebijakan
pemerintah, dan merasa menjadi korban atas kebijakan pemerintah
tersebut. Bahkan sekarang ini sebagian angkot sudah mulai berhenti
beroperasi karena penumpang yang beralih ke BRT. Oleh karena itu, para
pengemudi angkot ini meminta kepada pemerintah untu mengkaji ulang
rute BRT koridor VI.

Sedangkan dampak positif dengan dibukanya koridor VI jalur


Undip-Unnes yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya
masyarakat sekitar Undip-Unnes dalam memperoleh sarana transportasi
yang murah dan mudah didapat, serta dapat mengurangi volume kendaraan
pribadi pada rute ini. Hal ini secara tidak langsung memberikan manfaat
bagi lingkungan yaitu mengurangi kemacetan yang diakibatkan kendaraan
pribadi serta mengurangi polusi akibat emisi kendaraan bermotor. Oleh
karena itu kami bermaksud mengadakan mini riset mengenai pengaruh
dibukanya BRT koridor VI jalur Undip-Unnes sebagai salah satu
kebijakan pemerintah di bidang perhubungan terhadap angkutan kota dari
dan ke arah Unnes.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian mengenai pengaruh dibukanya koridor VI
bus rapid transit (BRT) jalur Undip-Unnes terhadap angkutan kota dari
dan ke arah Unnes ini adalah :
a. Mengetahui tanggapan para sopir angkutan dari dan ke arah Unnes
atas dibukanya koridor VI BRT jalur Undip-Unnes.
b. Mengetahui dampak yang dominan atas dibukanya koridor VI BRT
jalur Undip-Unnes.

1.3 Ruang lingkup


Penelitian sederhana ini mencangkup batasan ruang lingkup tunggal.
Ruang lingkup tersebut adalah sopir angkutan kota dari dan ke arah unnes.
Ruang lingkup ini dipilih untuk mengetahui tanggapan dari para sopir
angkutan kota mmengenai kebijakan pemerintah kota Semarang dibidang
transportasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Publik
Thomas R, Dye dalam Nugroho (2006:6) mendefinisikan kebijakan
sebagai what government do, why they do it, and what difference it makes. Dalam
artian kebijakan merupakan apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh
pemerintah. Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung
makna bahwa (1) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasta; (2) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan
atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Untuk mengurai masalah kemacetan di Ibukota Jawa Tengah dan juga


sebagai tanggung jawab terhadap publik, Pemerintah Kota Semarang mengadakan
Kebijakan Bus Rapid Transit, sebagai layanan Transportasi Masssal Publik di
kota Semarang dengan menggunakan Perda Kota Semarang nomor 8 tahun 2008
tentang RPJMD Kota Semarang tahun 2010 – 2015 perihal penyediaan Pelayanan
Bus Rapid Transit Trans Semarang sejumlah 4 koridor.

Tujuan dari Kebijakan Bus Rapid Transit melalui Perda no.8 tahun 2008,
tentang RPJMD kota Semarang tahun 2010 – 2015 mengenai Rencana angkutan
umum yakni untuk menyediakan layanan transportasi Massal bagi seluruh warga
kota Semarang agar dapat tertarik dan beralih dari transportasi atau kendaraan
pribadi ke Transportasi Massal , karena Titik – titik jalanan yang dilalui Bus
Rapid Transit adalah kawasan yang padat penduduk, tempat tempat public seperti
kantor dan sekolahan, hingga daerah pinggiran kota Semarang dan diharapkan
dapat meningkatkan mobilitas warga kota Semarang.

Transportasi publik menjadi kebutuhan publik, sehingga peran pemerintah


untuk menyediakan dan memperbaiki layanan transportasi publik sangat
diperlukan (Mess dkk, 2006). Lebih lanjut penyediaan layanan transportasi harus
mengacu pada kebutuhan masyarakat dan mempertimbangkan aspek efisiensi dan
efektivitas (Wright, 2007). Terkait dengan penyediaan layanan transportasi publik
yang efisien dan efektif, Pemerintah Kota Semarang telah meluncurkan Bus
Rapid Transit Trans Semarang (BRT Trans Semarang) yang diujicobakan untuk
pertama kalinya pada tanggal 23 Mei 2009 dan mulai beroperasi sejak tanggal 18
September 2009 dengan harga tiket Rp. 3.500 (BLU UPTD Terminal Mangkang,
2011). BRT adalah sistem angkutan berbasis bis berkualitas tinggi, yang bergerak
dengan cepat, nyaman, dan efektif pada suatu infrastruktur jalur jalan yang
terpisah, mempunyai karakteristik operasional yang cepat dengan frekuensi
tertentu, serta mempunyai sistem pemasaran dan layanan pelanggan yang prima
(Wright, 2007). BRT adalah suatu moda transportasi cepat yang merupakan
kombinasi kualitas angkutan rel dengan fleksibilitas bis. Pada dasarnya BRT
dapat bersaing, dalam hal kinerja dan kenyamanan, dengan moda transportasi
modern berbasis rel, tetapi dengan biaya investasi yang lebih kecil (Thomas,
2000).

2.2. Evaluasi Kebijakan


Samodra Wibawa (1994:8), mengatakan bahwa pemerintah selaku
pembuat kebijakan bagaimana pun juga ingin agar tujuan kebijakan tercapai,
maka ia berkepentingan untuk menjaga proses implementasi sebaik mungkin, dan
seandainya kebijakan tetap gagal mencapai tujuan, pemerintah pasti ingin
mengetahui penyebab kegagalan tersebut agar hal yang sama tidak terulang lagi di
masa depan. Untuk kepentingan inilah evaluasi program dilakukan. Evaluasi
dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang
diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan/program
ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk
mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang
diinginkan. Dalam bahasa yang lebih singkat, evaluasi adalah kegiatan yang
bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan.
BAB III
METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


2.1.1 Lokasi Penelitian
Dengan melihat ruang lingkup penelitian yang ada, maka peneliti
memilih lokasi pelaksanaan ini adalah di pangkalan angkot hijau jalur
Unnes-Ungaran di depan Fakultas Ekonomi Unnes dan pangkalan
angkot orange jalur Unnes-Jatingaleh di dekat jembatan besi,
Sampangan.

2.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilaksanakan selama satu minggu dari
perencanaan penelitian hingga penyusunan laporan. Lokasi penelitian
adalah di pangkalan angkot hijau jalur Unnes-Ungaran di depan
Fakultas Ekonomi Unnes dan pangkalan angkot orange jalur Unnes-
Jatingaleh di dekat jembatan besi, Sampangan. Dimana sepengetahuan
peneliti, belum ada yang melakukan penelitian studi kasus ditempat
tersebut.

2.2 Metode Penelitian


Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan
untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan
menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan
melaporkan pandangan terperinci dari sumber informasi, serta dilakukan
dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti.
Untuk itu, peneliti sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan
narasumber guna mendapatkan informasi sebanyak mungkin.
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Pembukaan koridor VI Bus Rapid Transit (BRT) jalur Undip-Unnes


Pemerintah Kota Semarang mengeluarkan kebijakan Bus Rapid
Transit, sebagai layanan Transportasi Masssal Publik di kota Semarang.
Kebijkan ini didukung dengan adanya Perda Kota Semarang nomor 8
tahun 2008. Yang isinya tentang RPJMD Kota Semarang tahun 2010 –
2015. Didalamnya menyangkut perihal penyediaan Pelayanan Bus Rapid
Transit Trans Semarang sejumlah 4 koridor.
BRT koridor VI jalur Undip-Unnes mulai beroperasi pada akhir
Maret 2017. Tujuan dibukanya jalur ini adalah untuk menarik minat warga
masyarakat untuk beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke
kendaraan umum atau massal. Selain itu, dengan adanya angkutan umum
diharapkan akan mampu mengurangi masalah kemacetan yang mulai
dirasakan oleh warga semarang saat ini.
Pembukaan BRT koridor VI ini mendapatkan tanggapan yang
positif dari warga masyarakat dan juga mahasiswa. Karena dengan adanya
BRT pada jalur ini mampu menunjang mobilitas warga masyarakat yang
ada dijalur ini pada umumnya dan mahasiswa Undip-Unnes khususnya.
Karena mempermudah akses dari dan ke Undip ataupun Unnes.

2.2 Tanggapan sopir angkot mengenai pembukaan BRT jalur Undip-


Unnes
2.2.1 Tanggapan sopir angkot hijau jalur dari Ungaran-Unnes
Berdasarkan hasil wawancara yang kami laksanakan pada hari
Rabu, 26 April 2017, sopir angkot hijau yang bernama Irfa’i dan
rekan-rekannya menyatakan keberatan dengan dibukanya BRT koridor
VI jalur Undip-Unnes. Alasan mengapa beliau keberatan akan hal
tersebut adalah karena dengan adanya BRT tersebut menyebabkan
penumpang yang biasanya menggunakan jasa angkutan kini beralih ke
BRT. Jumlah penumpang angkutan berkurang sebanyak 30% dari
biasanya. Sehingga pendapatan beliaupun menurun 30% dari biasanya.
Dari pihak angkot hijau menyarankan agar tidak perlu ditambah
lagi jumlah armada BRT untuk koridor ini dan juga tidak perlu
ditambah corridor untuk jalur Ungaran-Unnes. Selain itu, juga
menghendaki untuk penempatan halte BRT haruslah tepat jangan
sampai menyebabkan anggkutan kota kehilangan penumpangnya.

2.2.2 Tanggapan sopir angkot orange jalur Unnes-Jatingaleh dan Unnes-


Sampangan
Berdasarkan hasil wawancara yang kami laksanakan pada hari
Rabu, 26 April 2017, sopir angkot orange yang bernama Kirno dan
rekan-rekannya menyatakan kurang setuju dengan dibukanya BRT
koridor VI jalur Undip-Unnes. Banyak tindakan telah beliau-beliau
lakukan sebagi upaya untuk menolak dibukanya BRT koridor VI ini.
Diantara tindakan-tindakan tersebut adalah aksi mogok dijalan diarea
jembatan besi dan juga demo. Namun, tindakan tersebut tidak
membuahkan hasil terbukti dengan tetap dibukanya BRT koridor VI ini.
Sebelum adanya BRT penumpang angkot orange ini sangat banyak
terutama saat weekend, mulai dari pelajar, mahasiswa, dan para
pedagang. Namun, setelah adanya BRT koridor VI ini, penumpang
angkot orange hanya para pedagang yang membawa barang dagangan
baik dihari biasa ataupun saat weekend. Sehingga jumlah penumpang
menurun secara drastis dan mengakibatkan jumlah pendapatan sopir
angkot orange berkurang sekitar 75-100%. Hal ini, terbukti dengan
jumlah angkutan orange yang beroperasi saat ini hanya sedikit. Karena,
sebagian sopir memilih untuk menjual angkot mereka dan beralih pada
pekerjaan yang lain.
Banyak saran dan juga harapan yang disampaikan oleh Bapak
Kirno dan rekan-rekan terkait kebijakan pengadaan BRT Koridor VI
ini. Diantara saran tersebut adalah seharusnya calon sopir dari BRT
koridor VI diajak untuk mensurvei sekaligus untuk mengenalkan medan
jalan pada rute tersebut. Hal ini dikarenakan dijalur ini belum sesuai
jika digunakan untuk jalur BRT, karena terlalu curam dan juga
berbahaya. Hal ini terbukti setelah adanya beberapa kecelakaan BRT
setelah 1 bulan beroperasi.
Bapak Kirno dan rekan-rekan sebagai sopir angkot hanyalah
masyarakat kecil yang hanya mampu menerima semua kebijakan
pemerintah. Beliau-beliau hanya berpegang pada keyakinan bahwa
rejeki sudah ada yang mengatur, sehingga beliau-beliau tetap bekerja
seperti biasanya dan berharap semoga antara BRT dan juga angkot
orange mampu berjalan berdampingan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan banyak uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
a. Sopir angkot orange dan hijau kurang setuju dengan adanya BRT
Koridor VI jalur Undip-Unnes
b. Hanya dampak negative yang dirasakan para sopir angkot, hal ini
terbukti dengan berkurangnya pendapatan mereka.

4.2 Saran
a. Sebelum menetapkan suatu kebijakan ada baiknya Pemerintah
mengkaji kembali akan dampak yang ditimbulkan dari kebijakan
tersebut
b. Seharusnya Pemerintah mampu memberikan perhatian lebih
kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan atas kebijakan tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjowijoto, Riant Nugroho.2006.Kebijakan Publik untuk Negara-Negara


Berkembang Model-Model Perumusan,Implementasi,dan Evaluasi.Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.

Ekowati,Mas Roro Lilik.2009.Perencanaan,Implementasi&Evaluasi Kebijakan


Atau Program.Surakarta:Pustaka Cakra.

Singarimbun.2005.Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: PT.


Raja Grafika Persada.

Subarsono,AG.2009.Analisis Kebijakan Publik :Konsep,Teori,dan Aplikasi.


Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Suwitri,Sri.2011.Konsep Dasar Kebijakan Publik.Semarang:Badan Penerbit


Universitas Diponegoro.

Wibawa, Samodra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik , Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Winarno,Budi.2002.Teori dan Proses Kebijakan Publik.Yogyakarta: medpress.

Sumber regulasi.

Perda Kota Semarang No. 8 tahun 2008 tentang RPJMD kota Semarang tahun
2010-2015 tentang penyediaan BRT Trans Semarang.

Mess, P., Patrick M., John S., dan Michael, B., (2006), “Putting the Public
Interest Back Into Public Transport: A Report to the Victorian Community”,
Laporan Penelitian, University of Melbourne, Monash Universit, Swinburne
University, RMIT University, Melbourne.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran hasil wawancara

1. Dengan Bapak Irfa’I dan rekan-rekan sopir angkutan kota warna hijau rute
Ungaran-Unnes
Pewawancara :“Selamat pagi pak. Maaf mengganggu waktunya bapak
sebentar, kami ingin menanyakan soal BRT. Nama bapak
siapa, ya?”
Narasumber :“Pagi mbak. Iya mbak gak papa. Boleh mbak, nama saya
Irfa’i.”
Pewawancara :“Baik, sebelumnya apakah sudah pernah ada
pemberitahuan dari pihak terkait dalam hal ini pemerintah
khususnya untuk pengadaan BRT koridor Vi ini, pak?”
Pewawancara :“Pemberitahuannya ada mbak, tapi itu sifatnya memaksa.
Gimana ya, pokoknya mau nggak mau ya harus tetap mau
namanya juga cuman rakyat kecil mbak ya harus nurut sama
atasannya.”
Pewawancara :“Ooo begitu ya pak. Terkait pemberitahuan tersebut apakah
ada tindakan dari para sopir angkot untuk menolak
kebijakan tersebut, pak?”
Narasumber :“Kalau dari sopir angkot yang hijau ini kemaren sempat
berdiskusi dengan pihak yang bersangkutan namun hasilnya
nihil mbak. Trus kalau dari sopir angkot yang orange
kemaren sempet demo dan juga mogok kerja juga mbak.
Tapi semua percuma saja mbak.”
Pewawancara :“Lalu dampak yang paling dirasakan oleh Bapak Irfa’i dan
kawan-kawan apa, pak?”
Narasumber :“Ya itu mbak pendapatan menurun. Karena sekarang
peumpang berkurang sekitar 30% dari biasanya mbak. Tapi
itu tidak seberapa mbak, dibandingkan dengan sopir-sopir
angkutan orange yang saat ini sudah banyak yang menjual
angkutannya dan beralih ke pekerjaan yang lain.”
Pewawancara :“Baik, Pak. Selanjutnya harapan Bapak Irfa’i dan rekan-
rekan bapak kedepannya terkait kebijakan adanya BRT
koridor VI ini, apa pak?”
Narasumber :“Ya harapannya antara angkutan kota dan juga BRT tetap
bias berjalan beriringan, penempatan halte BRT harus tepat
jangan sampai malah menghabiskan penumpang angkutan
kota. Trus jangan ditambah armada lagi untuk koridor ini.
Dan untuk jalur Ungaran Unnes kalau bisa jangan dikasih
jalur BRT.”
Pewawancara :“Baik, Pak. Terima kasih atas kesediaan bapak untuk
memberikan sedikit tanggapan terkait pengadaan BRT jalur
Undip-Unnes ini. Sekali lagi terima kasih, pak. Selamat
pagi.”
Narasumber :“Iya sama-sama mbak. Pagi, mbak.”

2. Dengan Bapak Kirno salah satu sopir angkutan kota warna orange rute
Unnes-Jatingaleh

Pewawancara :“Selamat pagi pak. Maaf mengganggu waktunya bapak


sebentar, kami ingin menanyakan soal BRT. Nama bapak
siapa, ya?”

Narasumber :“Pagi mbak. Iya mbak gak papa. Boleh mbak, nama saya
Kirno.”

Pewawancara : “Apakah di pangkalan angkutan kota ini ada


organisasinya, pak?
Narasumber : “Ada mbak, namanya paguyuban mbak, ketuanya pak
Wawik dari Jatingaleh”.
Pewawancara : “Sebelum adanya BRT koridor ini apakah sudah ada aksi
penolakan dari paguyuban sopir disini, pak?”
Narasumber : “Sudah ada mbak. Kemaren pernah demo dan mogok
jalan di jembatan besi dan jatingaleh. Pokoknya sopir
nggak mau jalan, kalau ada penumpang, penumpangnya
diturunin.”
Pewawancara : “Apakah ada perbedaan penumpang sebelum adanya
BRT dan setelah adanya BRT saat ini, pak?”
Narasumber : “jelas ada mbak. Yang sebelum ada BRT itu
penumpangnya banyak mulai dari pelajar, mahasiswa,
pedagang, juga orang biasa. Tapi, setelah ada BRT
penumpangnya tinggal pedagang-pedagang yang bawa
barang dagangannya aja.
Pewawancara : “Kalau hari libur rame atau tidak pak penumpangnya
sekarang?”
Narasumber : “mau liburan mau hari biasa selalu sepi mbak sekarang.”
Pewawancara : “Lalu kira-kira pengurangan penumpangnya berapa
persen, pak?”
Narasumber : “Hampir 100% mbak. Lah udah banyak yang nggak
narik angkot jalur jatingaleh-unnes sama sampangan-
unnes lagi.”
Pewawancara : “Lalu harapan bapak terkait adanya BRT koridor ini, apa
pak?”
Narasumber : “mudah-mudahan saja bisa sama-sama jalan, toh juga
rejeki udah ada yang ngatur mbak. Jadi ya udah terima
nasib saja.”
Pewawancara : “Baik, terima kasih atas waktuny adan informasinya pak.
Kami mohon undur diri. Selamat pagi, pak.”
Narasumber : “sama-sama mbak. Pagi.”
Lampiran Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai