Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tak ternilai jasanya dalam penilaian
efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif. Hewan percobaan
merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha–usaha kesehatan
(Malole, 1989).
Dalam bidang farmakologi, hewan yang digunakan haruslah memiliki kesamaan
struktur dan sistem organ dengan manusia seperti mencit, katak, marmot, tikus,kera,dsb. Selain
itu haruslah juga diperhatikan variasi biologik ( usia, jenis kelamin ), ras, sifat genetik, status
kesehatan, nutrisi, bobot dan luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik.
Pada praktikum farmakologi kali ini telah dilakukan penanganan hewan percobaan.
Cara pemberian obat pada hewan menggunakan cara oral. Hewan coba yang digunakan adalah
mencit jantan sebanyak 2 ekor dan tikus sebanyak 1 ekor. Obat yang diberikan pada hewan
tersebut adalah obat A untuk tikus, obat B untuk mencit nomor 1, dan obat C untuk mencit
nomor 2.
Hewan percobaan harus diberikan penomoran sehingga dapat memberikan kemudahan
untuk mengetahui perbedaan hewan satu dengan yang lainnya, dapat menggunakan asam
pikrat atau dengan spidol permanen. Untuk penggunaan di laboratorium yang hanya
menggunakan sekitar 20-30 ekor mencit, yang biasanya diberi penomoran pada bagian ekor.
Mencit dan tikus adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam
laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Mencit ini mudah ditangani dan
bersifat fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam
hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya. Sedangkan tikus bersifat
mudah ditangani dan sangat cerdas, lebih resisten terhadap infeksi, tidak bersifat fotofibik dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya sangat kurang, suhu tubunya 37,5 C, laju
respirasi normal, dan jika diperlakukan kasar akan menyerang pemilik.