Anda di halaman 1dari 34

Tugas Kelompok

Landasan Pendidikan dan Pengajaran Kimia

ANALISIS LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Disusun Oleh:
Bella Pratiwi (1810246923)
Eltarizky Fatma (1810246928)
Tsurayya Zhafirah (1810246929)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 4
A. Analisis Landasan Utama Filsafat Pendidikan ............................ 4
B. Pengertian Filsafat Pendidikan...................................................... 7
C. Pengertian, Jenis dan Fungsi Landasan Pendidikan ................... 8
D. Fungsi Filsafat Pendidikan ............................................................. 13
E. Objek Kajian Filsafat Pendidikan ................................................. 14
F. Filsafat sebagai Induk Pengetahuan ............................................. 16
G. Pendidikan sebagai Cabang Ilmu dari Filsafat ............................ 18
H. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan ................................................. 22
I. Pancasila sebagai Sistem Filsafat ................................................... 27
J. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan
Nasional ............................................................................................ 29
BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 32

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat
berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos
(cinta) atau philein (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia atau shopos
(hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman praktis
inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau
kebenaran.
Peran filsafat dalam dunia pendidikan adalah memberikan kerangka
acuan bidang filsafat pendidikan guna mewujudkan cit-cita pendidikan yang
di harapkan oleh suatu masyarakat atau bangsa. Karena itu, tak heran bila
filsafat pendidikan yang terdapat pada suatu negara yang di pengaruhi oleh
filsafat hidup yang menjadi panutan bangsa di negara tersebut.
Filsafat di butuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, jawaban
itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyekuruh dan
mendasar. Jawaban seperti itu juga di gunakan untuk mengatasi masalah-
masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk
bidang pendidikan.
Kebenaran yang dimaksud dalam konteks filsafat adalah kebenaran
yang tergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia. Karena itu
kebenaran menurut Plato dan Aristoteles adalah apabila penyataan yang di
anggap benar itu bersifat koheren dan konsisten dengan penyataan
sebelumnya.
Di zaman yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dan
spesial, akan tetapi suatu cara hidup yang kongkrit, suatu pandangan hidup
dan total tentang manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan
seseorang selanjutnya dengan kehidupan atau perkembangan peradaban
manusia dan ploblema kehidupan yang dihapinya, maka pengertian yang
bersifat teoristis seperti yang dilahirkan filsafat yunani kehilangan
kemampuan untuk memberikan jawaban yang layak tentang kebenaran itu.

1
Peradaban itu telah menyebabkan manusia melakukan loncatan besar dalam
bidang sains, teknologi, kedokteran, dan juga Pendidikan.
Filsafat juga diakui sebagai induk ilmu pengatahuan (the mother of
scinces) yang mampu menjawab pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari
masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah
manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Namun karena
banyak permasalahan yang tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat, maka
lahirlah ilmu pengetahuan lain yang membantu menjawab segala macam
permasalahan yang timbul.
Dan ada juga landasan filosofis pendidikan merupakan bagian
terpenting yang harus dipelajari dalam dunia pendidikan, hal ini dikarenakan
pendidikan bersifat normatif dan persektif. Selain itu juga, dengan filosofis
pendidikan kita akan mengetahui mengapa, apa, dan bagaimana kita
melakukan pelajaran, siapa kita yang diajar dan mengenai hakikat belajar.

B. Rumusan Masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan. Beberapa masalah tersebut
antara lain:
a. Apa analisis landasan utama filsafat pendidikan?
b. Apa pengertian filsafat pendidikan?
c. Apa pengertian, jenis, dan fungsi landasan pendidikan?
d. Apa fungsi pendidikan?
e. Apa saja objek kajian filsafat pendidikan?
f. Apakah yang dimaksud filsafat sebagai induk pengetahuan?
g. Apakah yang dimaksud pendidikan sebagai cabang ilmu dari filsafat?
h. Apa saja aliran-aliran filsafat pendidikan?
i. Apakah yang dimaksud pancasila sebagai sistem filsafat?
j. Apakah yang dimaksud pancasila sebagai landasan filosofis sistem
pendidikan nasional?

2
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui analisis landasan utama filsafat pendidikan
b. Untuk mengetahui pengertian filsafat pendidikan
c. Untuk mengetahui pengertian, jenis, dan fungsi landasan pendidikan
d. Untuk mengetahui fungsi pendidikan
e. Untuk mengetahui objek kajian filsafat pendidikan
f. Untuk mengetahui filsafat sebagai induk pengetahuan
g. Untuk mengetahui pendidikan sebagai cabang ilmu dari filsafat
h. Untuk mengetahui aliran-aliran filsafat pendidikan
i. Untuk mengetahui pancasila sebagai sistem filsafat
j. Untuk mengetahui pancasila sebagai landasan filosofis sistem pendidikan
nasional

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Landasan Utama Filsafat Pendidikan
1. Ontologi
Ontologi sering diidentifikasi dengan metafisika, yang juga disebut
dengan proto filsafat atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan
yang bahasannya adalah hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan
akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi
atau segala sesuatu yang ada dibumi dengan tenaga-tenaga yang dilangit,
wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.
Dalam hal ini, aspek Ontologi menguak beberapa hal, diantaranya:
a. Obyek apa yang telah ditelaah ilmu?
b. Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan
pengetahuan?
d. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang
berupa ilmu?
Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan
atau ditelaah secara:
a. Metodis : Menggunakan cara ilmiah
b. Sistematis : Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam satu
keseluruhan
c. Koheren : Unsur-unsur harus bertautan tidak boleh mengandung
uraian yang bertentangan
d. Rasional : Harus berdasarkan pada kaidah berfikir yang benar
(logis)
e. Komprehensif : Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut
pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan
f. Radikal : Diuraikan sampai akar persoalan, atau esensinya
g. Universal : Muatan kebenaranya sampai tingkat umum yang berlaku
dimana saja

4
Hakikat dari ontologi ilmu pengetahuan:
a. Ilmu berasal dari riset (penelitian)
b. Tidak ada konsep wahyu
c. Adanya konsep pengetahuan empiris
d. Pengetahuan rasional, bukan keyakinan
e. Pengetahuan metodologis
f. Pengetahuan observatif
g. Menghargai asas verifikasi (pembuktian)
h. Menghargai asas skeptisisme yang redikal
Di dalam pendidikan, pandangan ontologi secara praktis akan
menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya
dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak,
baik di masyarakat maupun sekolah, selalu dihadapkan pada realita, objek
pengalaman, benda mati, benda hidup dan sebagainya. Membimbing anak
untuk memahami realita dunia dan membina kesadaran tentang kebenaran
yang berpangkal pada realita itu merupakan tahap pertama sebagai
stimulus untuk menyelami kebenaran itu. Dengan sendirinya, potensi
berpikir kritis anak-anak untuk mengerti kebenaran itu telah dibina. Di sini
kewajiban pendidik ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada
abad 19 di Institut of Metaphisics (1854). Dalam Encyclopedia of
philosophy, epistemologi didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-
anggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan
pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain dari logika
material atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yakni
pengetahuan. Sementara itu, Brameld mendefinisikan epistemologi dengan
“It is epistemology that gives the teacher the assurance that he is
conveying the truth to his student”. Maksudnya, epistemologi memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran
kepada murid-muridnya.

5
Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, bagaiamana kita
mengetahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa contoh
pertanyaan yang menggunakan kata “tahu” dan mengandung pengertian
yang berbeda-beda baik sumbernya maupun validasinya.
Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang
pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari
pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Dalam aspek
epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme,
premis mayor, dan premis minor.
a. Analogi dalam ilmu bahasa adalah persaaman antar bentuk yang
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain
b. Silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak
langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang di sediakan
sekaligus
c. Premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan,
kebenaran, dan kepastian
d. Premis Minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan
dalil-dalilnya
Dalam epistimologi dikenal dengan 2 aliran, yaitu:
a. Rasionalisme : Pentingnya akal yang menentukan hasil atau
keputusan
b. Empirisme : Realita kebenaran terletak pada benda kongkrit yang
dapat diindera karena ilmu atau pengalaman impiris
3. Aksiologi
Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value).
Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam aksiologi.
Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang
melahirkan estetika. Ketiga, sosio-political life, kehidupan sosio-politik.
Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan

6
manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk
mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi
menilai secara mendalam dalam arti untuk membina kepribadian ideal.

B. Pengertian Filsafat Pendidikan


Para ahli banyak yang memberikan definisi tentang filsafat pendidikan,
namun kesemuanya hampir sepakat untuk mengatakan bahwa filsafat
pendidikan mengandung makna berfikir kritis, sistematis, dan radikal tentang
berbagai problem kependidikan guna pencarian konsep-konsep dan gagasan-
gagasan yang dapat mengarahkan manusia dalam rancangan yang integral
agar pendidikan benar-benar dapat menjawab kebutuhan masyarakat dalam
rangka kemajuan-kemajuan. Berikut dikutip beberapa definisi yang telah
diberikan para ahli terhadap filsafat pendidikan itu.
1. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany menyebutkan, bahwa filsafat
pendidikan adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah-kaidah
filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut dengan
pendidikan.
2. M. Arifin M.Ed., mengemukakan, bahwa filsafat pendidikan adalah upaya
memikirkan permasalahan pendidikan.
3. Ali Khalil Abu al-Ainain mengemukakan pula, bahwa filsafat pendidikan
adalah upaya berfikir filosofis tentang realitas kependidikan dalam segala
lini, sehingga melahirkan teori-teori pendidikan yang berguna bagi
kemajuan aktivitas pendidikan itu sendiri. (Muhmidayeli, 2013)
Menurut al-Syaibani, filsafat pendidikan adalah aktifitas pikiran yang
teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan,
dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan menjelaskan
nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya.
(Abdul Khobir, 2007)
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis
dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan
filsafat umum dan menitik beratkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan

7
persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. (Jalaluddin dan Abdullah,
2007)
Menurut Ali Saifullah dalam bukunya “Antara Filsafat dan
Pendidikan” mengemukakan bahwa, filsafat pendidikan sebagai suatu
lapangan studi mengarahkan pusat perhatiannya dan memusatkan kegiatannya
pada dua fungsi normatif ilmiah, yaitu:
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep,
tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi
pendidikan serta isi moral pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education)
yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau
organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk
pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan
masyarakat dan negara. (Zuhairini, 2012)

C. Pengertian, Jenis dan Fungsi Landasan Pendidikan


1. Pengertian Landasan Pendidikan
Landasan pendidikan terdiri dari dua suku kata, yaitu kata landasan
dan pendidikan. Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di
mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan
istilah foundation, yang dalam bahasan Indonesia menjadi fondasi. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa landasan adalah pondasi atau dasar tempat
berpijaknya sesuatu.
Pendidikan berasal dari kata didik, kata ini mendapatkan awal me,
sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan.
Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,
tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Selanjutnya pengertian pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Di bawah ini saya sampaikan beberapa pengertian pendidikan
menurut para ahli, di antaranya:

8
a. Pertama, menurut Ahmad D. Marimba (1989: 19), pendidikan adalah
bimbingan/pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
b. Kedua, menurut A. Tafsir (2004: 27), menyatakan bahwa pendidikan
adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal.
c. Ketiga, menurut John Dewey (1959), pendidikan adalah suatu proses
pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi dalam
pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda,
mungkin pula terjadi secara sengaja dan di lembagakan untuk
menghasilkan kesinambungan sosial.
d. Keempat, menurut M.J. Langeveld (1957), pendidikan adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak
merupakan lapangan dalam suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik
itu berlangsung.
e. Kelima, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 bab 1 ayat 1 dinyatakan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
Dapat disimpulkan, landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi
yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan atau studi pendidikan.
2. Jenis Landasan Pendidikan
a. Landasan religius pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber
dari ajaran agama yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan.
b. Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber
dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan.

9
c. Landasan ilmiah Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber
dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam
rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke
dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis
pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb. Landasan ilmiah
pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau
landasan faktual pendidikan.
d. Landasan yuridis atau hukum Pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
Pendidikan.
3. Fungsi Landasan Pendidikan
Sebelum membahas tentang fungsi landasan pendidikan, kami akan
menjabarkan terlebih dahulu fungsi dan tujuan pendidikan. Fungsi
pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban dan
harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik itu dapat tertuju
pada diri manusia yang dididik mauapun kepada masyarakat bangsa
ditempat ia hidup.
Ada beberapa fungsi pendidikan:
a. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar
menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas
hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia
b. Bagi masyarakat, pendidikan berfungis untuk melestarikan tata social
dan tata nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan sebagai
agen pembaharuan social (direktif) sehingga dapat mengantisipasi
masa depan
c. Menyiapakan tenaga kerja
d. Menyiapkan manusia sebagai warga Negara yang baik
e. Menyiapkan manusia sebagai manusia
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Tanpa dasar tujuan maka praktek pendidikan tidak

10
akan ada artinya. Tujuan pendidikan Indonesia menurut pasal 3 UU No.20
Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adapun beberapa tujuan dalam pendidikan:
a. Tujuan umum, total atau akhir adalah tujuan yang paling akhir dan
merupakan keseluruhan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna,
yaitu kepuasan hingga tidak menimbulkan keinginan lagi dan kekal
atau abadi.
b. Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai
hal, misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, minat, lingkungn social-
budaya, tahap-tahap perkembangan, dan lain sebagainya.
c. Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian
aspek kehidupan manusia. Misalnya aspek sosiologis, psikologis atau
biologis saja.
d. Tujuan sementara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk
sementara saja, sedangkan kalau tujuan sementara telah tercapai
kemudian ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain.
e. Tujuan intermedier yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainya yang
pokok. Misalnya anak dibiasakan menyapu halaman agar kelak dia
menjadi bertanggung jawab.
f. Tujuan incidental yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu,
seketika, spontan. Misalnya guru menegur anak yang bermain kasar
pada saat pelajaran olahraga.
g. Tujuan Umum adalah tujuan akhir atau tertinggi yang berlaku disuatu
lembaga dan kegiatan pendidikan.
h. Tujuan institusional adalah tujuan yang menjadi tugas suatu lembaga
pendidikan untuk mencapainya.
i. Tujuan kulikuler adalah tujuan yang akan dicapai oleh mata pelajaran
atau bidang studi tertentu.

11
j. Tujuan instruksional adalah tujuan yang yang ingin dicapai p-ada
waktu guru mengajar suatu pkok bahasan tertentu.
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang
kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya,
tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan
yang dipilihnya, dan seterusnya. Dengan demikian landasan yang kokoh
setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan
dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan
fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Landasan pendidikan memiliki fungsi bagi para pendidik atau
tenaga kependidikan, dan para ahli pendidikan. Bagi pendidik, landasan
pendidikan berfungsi sebagai titik tolak, acuan dalam rangka
melaksanakan tugas profesionalnya merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pendidikan.
Bagi tenaga kependidikan, landasan pendidikan juga berfungsi
sebagai tempat berpijak atau dasar dalam melaksanakan tugas
profesionalnya seperti mengembangkan kurikulum, melaksanakan
penelitian dan pengembangan pendidikan, dan mengelola pendidikan baik
dalam lingkup mikro maupun lingkup makro.
Fungsi Landasan Pendidikan dalam tenaga kependidikan tidak
tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai
pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan
tertuju kepada pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan
dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang
harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara
pandang dan bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya.
Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam
pendidikan tenaga kependidikan tidak tertuju kepada pengembangan aspek
keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai spesialisasi jurusan atau
program pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan
kependidikan, yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat
umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga

12
kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka
melaksanakan tugasnya.
Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih dan diadopsi oleh
seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar
rujukan konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
pendidikan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain, fungsi landasan
pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak praktek
pendidikan dan atau studi pendidikan.

D. Fungsi Filsafat Pendidikan


Fungsi filsafat pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Spekulatif
Fungsi spekulatif dalam filsafat pendidikan, berusaha mengerti
keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam
satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari
segi ilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan
pendidikan dan antar hubungannya dengan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pendidikan.
2. Fungsi Normatif
Fungsi normatif dalam filsafat pendidikan, sebagai penentu arah
dan pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan
pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya
norma moral yang bagaimana sebaiknya manusia cita-citakan. Bagaimana
filsafat pendidikan memberikan norma, pertimbangan bagi kenyataan-
kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnya
membentuk kebudayaan.
3. Fungsi Kritik
Fungsi kritik terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis
rasional dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya,
data pengukuran analisa evaluasi, baik kepribadian, maupun achievement
(prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu,
untuk mendapat kesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi

13
itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik), juga
untuk menetapkan asumsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat
harus kompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang
ilmiah, melengkapinya dengan data, dan argumentasi yang tak didapatkan
dari data ilmiah.
4. Fungsi Teori dan Praktek
Dalam fungsi teori dan praktek, semua ide, konsepsi, analisa, dan
kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan berfungsi teori. Dan teori ini
adalah dasar bagi pelaksanaan atau praktek pendidikan. Dengan demikian,
filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.
5. Fungsi Integratif
Fungsi integratif filsafat pendidikan adalah wajar, artinya sebagai
pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu pendidikan
(ilmu kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan
filsafat pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu
metafisika, epistimologi, dan aksiologi.

E. Objek Kajian Filsafat Pendidikan


Sebagai cabang filsafat, maka kajian filsafat pendidikan mencakup
berbagai aspek yang juga menjadi karakteristik kajian filsafat pada umumnya
yang meliputi semua realitas yang wujud ataupun yang mukmin al-wujud.
Hanya saja, dalam konteks filsafat pendidikan lebih menekankan pada upaya
perenungan dan perefleksian realitas-realitas yang terdapat di dalam kancah
dunia pendidikan. Sedemikian rupa, sehingga dengan perenungan yang utuh
dapat ditemukan kebenaran-kebenaran dan kebijakan-kebijakan yang berguna
bagi kemajuan dunia pendidikan itu sendiri. Realitas kependidikan terkait
dengan upaya-upaya sistematis dan terprogram untuk menjadikan subjek-
subjek didiknya menjadi manusia-manusia idaman sebagaimana yang
diinginkan. Spirit pendidikan disini berada pada aktivitas pembelajaran.
Kondisi ini meniscayakan filsafat pendidikan mesti berbicara persoalan
pendidikan dan anak didik. Oleh karena itu, filsafat pendidikan pun tentu juga
akan mengonsentrasikan dirinya untuk menganalisis berbagai kemungkinan

14
langkah yang dapat ditempuh oleh semua subjek yang terkait agar segala yang
diupayakannya benar-benar efektif dan efisien untuk merealisasikan tujuan-
tujuan yang diinginkan. Tendensi ini pun dapat dilakukan dengan fokus model
pembahasan dalam konteks berfikir metafisika, epistemologis maupun
wilayah aksiologis, baik dengan menggunakan filsafat kritis, analitis maupun
preskriptif.
Kecuali itu, mengingat peristiwa pembelajaran bukan bangunan yang
berdiri sendiri, tetapi terdapat berbagai varian yang berkenaan dengan
bangkitnya peristiwa pembelajaran itu sendiri, maka filsafat pendidikan juga
memberikan aksentuasi kajian tentang aspek-aspek penting yang berhubungan
dengan jalannya proses pembelajaran yang dimaksud baik meliputi unsur
tujuan, isi, metode, strategi dan prosedur, maupun unsur evaluasi dan
penunjang penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan itu semua, maka realitas-realitas kependidikan yang
menjadi objek kajian filsafat pendidikan antara lain menyangkut hal-hal yang
berkenaan dengan:
1. Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan dan
penyempurnaan
2. Pendidikan dan nilai-nilai yang dianut sebagai suatu landasan berfikir dan
berbuat dalam tatanan hidup suatu masyarakat
3. Hakikat tujuan kependidikan sebagai arah bangun pengembangan pola
dunia pendidikan
4. Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang terlihat
langsung dalam pelaksanaan proses edukasi
5. Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang dikembangkan
dalam aktivitas pendidikan
6. Hakikat kurikulum sebagai tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam
proses kependidikan menuju peraihan tujuan-tujuan.
7. Hakikat metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
penumbuhkembangan potensi subjek didik

15
8. Alternatif-alternatif yang mungkin dilalui dalam pengembangan sumber
daya manusia baik menyangkut prinsip-prinsip, metode maupun alat-alat
pendukung peraihan tujuan.
9. Keterkaitan dunia pendidikan dengan lembaga-lembaga lain dalam lingkup
masyarakat, seperti pendidikan dan dunia politik, pendidikan dan sistem
pemerintahan, pendidikan dan tata hukum dan adat dalam masyarakat.
10. Keterkaitan dunia kependidikan dengan perubahan-perubahan taraf hidup
dalam masyarakat.
11. Aliran-aliran filsafat yang tumbuh dan berkembang dalam memecahkan
berbagai ragam problem kependidikan.
12. Keterkaitan pendidikan sebagai suatu lembaga dengan ideologi yang
dianut dan yang berkembang dalam suatu masyarakat. (Muhmidayeli,
2011)

F. Filsafat sebagai Induk Pengetahuan


Dalam sejarah ilmu pengetahuan telah dikemukakan bahwa pada
mulanya hanya ada satu ilmu pengetahuan yaitu filsafat. Kedudukan filsafat
pada waktu itu sebagai induk dari ilmu pengetahuan atau mother of science.
Namun, di dalam perkembangannya, masing-masing ilmu itu kemudian
memisahkan diri dari filsafat. Sebagai induk ilmu pengetahuan maka filsafat
akan menjadi dasar, perangkai serta pemersatu, karena setiap cabang ilmu
pengetahuan apabila sampai pada masalah yang fundamental mau tidak mau
akan kembali kepada filsafat.
Sebelum ilmu pengetahuan lahir, filsafat telah memberikan
landasannya yang kuat. Para filsuf Yunani Klasik seperti Demokritus sampai
tiga serangkai guru dan murid yang sangat terkenal seperti Socrates, Plato dan
Aristoteles telah membicarakan tentang atom, naluri, emosi, bilangan dan ilmu
hitung (matematika), demokrasi, sistem pemerintahan dan kemasyarakatan,
yang kemudian dikemukakan oleh fisika, biologi, kedokteran, matematika,
ilmu budaya, psikologi, sosiologi dan ilmu politik. (Rehayati, 2017)
Filsafat dikatakan sebagai ilmu karena filsafat merupakan induk dari
semua ilmu dan mempunyai peranan yang sangat mendasar dalam sebuah

16
pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran
seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak
perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat
rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empirik yang
dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang
dapat diimplementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang
nyata.
Namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya,
filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah
tersebut. Sementara ilmu terus mengembangkan dirinya dalam batas-batas
wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses atau interaksi tersebut
pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu, oleh karena itu filsafat
ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara
filsafat dengan ilmu., sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat,
dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara
dangkal.
Dulu pada mulanya filsafat meliputi semua ilmu yang ada pada
zamannya: politik, ekonomi, hukum, seni, dan sebagainya. Akan tetapi lama
kelamaan dengan intensifnya usaha-usaha yang bersifat empiris dan
eksperimental terciptalah satu persatu ilmu yang khusus memecahkan satu
bidang masalah. Sehingga terwujudlah berbagai ilmu pengetahuan yang
mendasarkan penyelidikannya secara empiris dan eksperimental dan
terlepaslah dari filsafat sebagai induknya. Tetapi dengan munculnya ilmu-ilmu
tidak berarti telah lenyaplah eksistensi filsafat dan fungsinya. Filsafat masih
tetap eksis dan mempunyai fungsi sendiri yang tidak dapat digantikan oleh
ilmu pengetahuan. Garapan filsafat berbeda dengan garapan ilmu pengetahuan
dan masing-masing dibutuhkan. Dalam kenyataan, setiap ilmu membutuhkan
filsafatnya. Ada ilmu hukum ada pula filsafat hukum, ada ilmu pendidikan ada
pula filsafat pendidikan.
Ditinjau dari segi historis, hubungan antar filsafat dan ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada

17
permulaan sejarah filsafat di Yunani “philosophia” meliputi hampir seluruh
pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian
hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani
kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-
pecah. Lebih lanjut Nuchelman, mengemukakan bahwa dengan munculnya
ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan
antara filsafat dengan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah
dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah
identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van
Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian
dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat
yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999),
filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan
menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar
bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepas diri dari batang
filsafatnya, berkembang mandiri dan masing masing mengikuti metodologinya
sendiri-sendiri. (Muta'abidin, 2015)

G. Pendidikan sebagai Cabang Ilmu dari Filsafat


Jika ditelaah lebih jauh, filsafat dan pendidikan adalah dua hal tidak
terpisahkan. Baik dilihat dari proses, jalan dan tujuannya. Hal ini sangat
terpahami karena pendidikan pada hakikatnya merupakan hasil spekulasi
filsafat, terutama sekali filsafat nilai, yaitu terkait dengan ketidakmampuan
manusia di dalam menghindari fitrahnya sebagai diri yang selalu mendamba
makna-kesamaan di dalam proses, ruang etika dan ruang pragmatis.
Di satu sisi, manusia selalu menjadi satu-satunya primata yang selalu
menyerukan kebaikan, cinta dan kebenaran. Namun bersamaan dengan itu,
manusia pula satu-satunya makhluk yang dapat membunuh diri dan
sesamanya dengan begitu tanpa alasan sama sekali, selain hanya sebuah
kesenangan.

18
Dalam ruang inilah pendidikan bagi hidup manusia menjadi sesuatu
hal yang penting untuk membawanya pada hidup yang bermakna. Dengan
pendidikan, manusia akan mampu menjalani hidupnya dengan baik dan benar.
Dengan demikian, ia bisa tertawa, menangis, bicara dan diam mengambil
ukuran-ukuran yang tepat. Ini sangat berbeda dengan banyak diri yang tidak
terdidik. Hubungan ini menurut pakar merupakan ilmu yang paling tertua
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, mereka
menyebut bahwa filsafat adalah induk semua ilmu-ilmu pengetahuan dimuka
bumi ini.
Sementara, filsafat mengakui bahwa menurut substansinya yang ada
itu tunggal, dan berada di tingkat abstrak, bersifat mutlak, serta tidak
mengalami perubahan. Sedangkan, menurut eksistensinya, yang ada itu plular,
berada di tingkat konkret, bersifat relatif dan mengalami perubahan terus-
menerus.
Jadi, segala sesuatu yang ada di dunia pengalaman itu berasal mula
dari satu substansi. Persoalan yang muncul adalah bagaimana menyikapi
segala pluralitas ini agar tidak terjadi benturan antara satu dan lainnya?
Misalnya pluralitas jenis, sifat,dan bentuk manusia, binatang, tumbuhan, dan
badan-badan benda berasal dari satu substansi. Apakah yang seharusnya
dilakukan agar manusia satu dan lainnya tidak saling berbenturan kepentingan
sehingga dapat mengancam keteraturan sosial dan ketertiban dunia?
Jawaban terhadap persoalan diatas adalah manusia harus bersikap dan
berperilaku adil terhadap diri sendiri, masyarakat dan terhadap alam. Agar
dapat berbuat demikian, manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan
yang benar mengenai keberadaan segala sesuatu yang ada ini, dari mana
asalnya, bagaimana keberadaannya dan apakah yang menjadi tujuan akhir
keberadaan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik diri dan sesamanya
secara terus-menerus.
Bertolak dari pemikiran filsafat tersebutlah pendidikan muncul dan
memulai sesuatu. Manusia mulai mencoba mendidik diri dan sesamanya.
Dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap eksistensi kehidupan ini.
Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada materi yang berisi

19
pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi dan tujuan
kehidupan. Kesadaran terhadap asal mula dan tujuan kehidupan menjadi
landasan bagi perilaku sehari-hari sehingga semua kegiatan eksistensi
kehidupan ini selalu bergerak teratur menuju satu titik tujuan akhir.
Berdasarkan filsafat, pendidikan berkepantingan membangun filsafat
hidup agar dapat dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Untuk selanjutnya, kehidupan sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan.
Jadi, terhadap pendidikan, filsafat memberikan sumbangan berupa kesadaran
menyeluruh tentang asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan manusia.
Tanpa filsafat, pendidikan tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak tahu
apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya, tanpa pendidikan, filsafat tetap
berada dalam dunia utopianya. Oleh karena itulah, seorang guru harus
memahami dan mendalami filsafat. Khususnya filsafat pendidikan. Melalui
filsafat pendidikan, guru memahami hakikat pendidikan dan pendidikan dapat
dikembangkan melalui falsafah ontologi, epistimologi dan aksiologi
Pengertian filosofi pendidikan dan bagaimana penerapannya serta apa
dampak dari pendidikan harus diketahui oleh guru karena pendidikan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi setiap manusia, termasuk guru
di dalamnya. Jadi, seorang guru harus mempelajari filsafat pendidikan karena
dengan memahami dan memaknai filsafat itu, akan dapat memberikan
wawasan dan pemikiran yang luas terhadap makna pendidikan. Filsafat
pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan filsafat lainnya,
misalnya filsafat hukum, filsafat agama, filsafat kebudayaan filsafat lainnya.
Dalam pengertian tersebut, filsafat tidak lain bertujuan membawa
manusia mengalami hidup yang dimilikinya dengan pandangan, pengalaman,
pengetahuan serta penghayatan yang baik dan benar. Dengan pemahaman
tersebut, manusia mampu menyadari hidup yang dimilikinya.
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan
rasa ragu-ragu, sedangkan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Olehkarena
itu, dalam filsafat, jauh-sebelum persoalan-persoalan mesti dicari jawabannya,
filsafat selalu terlebih dahulu mempertanyakan sejauh mana relevansi

20
persoalan-persoalan tersebut. Adakah ia sungguh-sungguh memang sebuah
problem atau justru hanya diproblematikakan saja?
Di sini, filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang
mendalam. Maka, kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang
sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif karena
kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang dapat diamati oleh manusia saja.
Sesungguhnya, isi alam yang dapat diamati hanya sebagian kecil saja,
diibaratkan mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang dipermukaan
laut saja. Sementara, filsafat mencoba menyelami sampai ke dasar gunung es
itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pemikiran dan renungan
yang kritis.
Sedangkan pendidikan merupakan salah satu bidang ilmu, sama halnya
dengan ilmu-ilmu lain. Pendidikan lahir dari induknya, yaitu filsafat. Sejalan
dengan proses perkembangan ilmu, ilmu pendidikan juga lepas secara
perlahan-lahan dari induknya. Pada awalnya, pendidikan berasal bersama
dengan filsafat, sebab filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan
pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan
memahami kedudukan manusia, perkembangan manusia dan peningkatan
hidup manusia. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam
pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
ruhani kearah kedewasaan. Secara garis besar, pengertian pendidikan dapat
dibagi menjadi tiga. Pertama, pendidikan; kedua, teori umum pendidikan; dan
ketiga, ilmu pendidikan
Dalam pengetian pertama, pendidikan pada umumnya mendidik yang
dilakukan oleh masyarakat umum. Pendidikan seperti ini sudah ada sejak
manusia ada di muka bumi ini. Pada zaman purba, kebanyakan manusia
memperlakukan anak-anaknya secara insting atau naluri, suatu sifat
pembawaan, demi kelangsungan hidup keturunannya. Tindakan yang
termasuk insting manusia antara lain sikap melindungi anak, rasa cinta
terhadap anak, bayi menangis, kemampuan menyusu air susu ibu, dan
merasakan kehangatan dekapan ibu.

21
Pekerjaan mendidik mencakup banyak hal, yaitu segala sesuatu yang
bertalian dengan perkembangan manusia. Mulai dari perkembangan fisik,
kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemuan, sosial sampai kepada
perkembangan iman. Kegiatan mendidik bermaksud membuat manusia
menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dari
kehidupan alamiah menjadi berbudaya. Kegiatan mendidik adalah
membudayakan manusia. Dalam pengertian kedua, pendidikan dalam teori
umum, menurut John Dewey, “The general theory of education and
philoshophy is the general theory of education.” Dia tidak membedakan
filsafat pendidikan dengan teori pendidikan atau filsafat pendidikan sama
dengan teori pendidikan. Sebab itu, ia mengatakan pendidikan adalah teori
umum pendidikan.
Konsep diatas bersumber dari filsafat pragmatis atau filsafat
pendidikan progresif. Inti filsafat pragmatis yang berguna bagi manusia itulah
yang benar, sedangkan inti filsafat pendidikan progresif mencari terus-
menerus sesuatu yang paling berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.
Dalam pengertian ketiga, ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah cabang
ilmu yang terkait satu dengan lain membentuk suatu kesatuan. Masing-masing
cabang ilmu pendidikan dibentuk oleh sejumlah teori. (Ghandhi, 2013)

H. Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan


1. Progresivisme
a. Pengertian dan Sejarah
Progresivisme secara Bahasa dapat diartikan sebagai aliran
yang menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks
filsafat pendidikan, progresivisme merupakan suatu aliran yang
menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekadar upaya pemberian
sekumpulan pengetahuan kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi
beragam aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir
mereka secara menyeluruh, sehingga mereka dapat berfikir secara
sistematis melalui cara-cara ilmiah seperti penyediaan ragam data
empiris dan informasi teoritis, memberikan analisis, pertimbangan dan

22
pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternatif yang paling
memungkinkan untuk pemecahan masalah yang tengah dihadapi.
Secara historis, progresivisme ini telah muncul pada abad ke-
19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad
ke-20, terutama di negara Amerika Serikat. Bahkan pemikiran yang
dikembangkan aliran inipun sesungguhnya memiliki benang merah
yang secara tegas dapat dilihat sejak zaman Yunani kuno, seperti
Heraklitos, Protagoras, Socrates dan Aristoteles. (Muhmidayeli, 2011)
b. Landasan Filosofis Progresivisme
Progresivisme beranggapan bahwa kemajuan-kemajuan yang
telah dicapai oleh manusia tidak lain adalah kerena kemampuan
manusia dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan
berdasarkan tata logis dan sistematisasi berpikir ilmiah. Oleh karena
itu, tugas pendidikan adalah melatih kemampuan-kemampuan subjek
didiknya dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan yang
mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi
kehidupannya dalam masyarakat. (Muhmidayeli, 2011)
c. Pandangan Progresivisme tentang Pendidikan
Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan mestilah dimaknai
sebagai sebuah proses yang berlandasan pada asas pragmatis. Dengan
asas ini pendidikan bertujuan untuk memberikan pengalaman empiris
kepada anak didik sehingga terbentuk pribadi yang selalu belajar dan
berbuat. Belajar mesti pula berpusat pada anak didik, bukan pada
pendidik. Pendidik progresif selalu melatih anak didiknya, bahwa
belajar adalah sebuah kebutuhan anak didik dan ialah yang ingin
belajar. Oleh karena itu, anak didik progresif mesti selalu mampu
menghubungkan apa yang ia pelajari dengan kehidupannya.
(Muhmidayeli, 2011)
2. Perenialisme
a. Pengertian dan Sejarah
Perenialisme dengan kata dasarnya perennial, yang berarti
continuing throughout the whole year atau lasting for a very long time,

23
yakni abadi atau kekal yang terus ada tanpa akhir. Dalam
pengertiannya yang lebih umum dapat dikatakan bahwa tradisi
dipandang juga sebagai prinsip-prinsip yang abadi yang terus mengalir
sepanjang sejarah manusia, karena ia adalah anugerah Tuhan pada
semua manusia dan memang merupakan hakikat insaniah manusia.
Dalam perjalanan sejarahnya, perenialisme berkembang dalam
dua sayap yang berbeda, yaitu dari golongan teologis yang ingin
menegakkan supremasi ajaran agama, dan dari kelompok yang skuler
yang berpegang teguh dengan ajaran filsafat Plato dan Aristoteles.
(Muhmidayeli, 2011)
b. Landasan Filosofis Perenialisme
Dasar pemikiran filsafat perenialisme ini pun terlihat dari
keyakinan ontologis mereka tentang manusia dan alam. Bagi mereka
sistem gerak perkembangan manusia memiliki hukum natural yang
bersifat tetap dan teratur menurut hukum-hukumnya yang jelas dan
terarah. (Muhmidayeli, 2011)
c. Pandangan Perenialisme tentang Pendidikan
Pendidikan menurut aliran ini bukanlah semacam imitasi
kehidupan, tetapi tidak lain adalah suatu upaya mempersiapkan
kehidupan. Sekolah menurut kelompok ini tidak akan pernah dapat
menjadi situasi kehidupan yang riil. Anak dalam hal ini menyusun
rancangan dimana ia belajar dengan prestasi-prestasi warisan budaya
masa lalu. Tugasnya kemudian adalah bagaimana merealisasikan nilai-
nilai yang diwariskan kepadanya dan jika memungkinkan
meningkatkan dan menambah prestasi-prestasi itu melalui usaha
sendiri. (Muhmidayeli, 2011)
3. Esensialisme
a. Pengertian dan Sejarah
Filsafat esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang lebih
merupakan perpaduan ide filsafat idealisme objektif disatu sisi dan
realisme objektif di sisi lainnya. Oleh karena itu, wajar jika ada yang
mengatakan bahwa Plato lah sebagai peletak asas-asas filosofis aliran

24
ini, ataupun Aristoteles dan Democritos sebagai peletak dasar-
dasarnya. Kendatipun kemunculan aliran ini didasari oleh pemikiran
filsafat idealisme Plato dan realisme Aristoteles, namun bukan berarti
kedua aliran ini lebur ke dalam paham esensialisme. Sebagai sebuah
aliran filsafat, esensialisme telah lahir sejak zaman renaissance,
bahkan dapat dikatakan sejak zaman Plato dan Aristoteles.
(Muhmidayeli, 2011)
b. Landasan Filosofis Esensialisme
Esensialisme memandang bahwa manusia sebagai bagian dari
alam semesta yang bersifat mekanis dan tunduk pada hukum-
hukumnya yang objektif kausalitas, maka iapun secara nyata terlihat
dan tunduk pula pada hukum-hukum alam. Dengan demikian, manusia
bergerak dan berkembang sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum
natural yang bersifat universal. Hukum universallah yang mengatur
keseluruhan makrokosmos yang meliputi aturan benda-benda, energi,
ruang dan waktu bahkan juga pikiran manusia. Tuhan dalam hal ini
mengatur eksistensi segala realitas yang ada termasuk diri manusia dari
“atas”. Semua hukum ilmu pengetahuan tidak lain adalah perwujudan
keharmonisasian dan validitas aktivitas Tuhan. (Muhmidayeli, 2011)
c. Pandangan Esensialisme tentang Pendidikan
Kelompok esensialis memandang bahwa pendidikan yang
didasari pada nilai-nilai yang fleksibel dapat menjadikan pendidik
ambivalen dan tidak memiliki arah dan orientasi yang jelas. Oleh
karena itu, agar pendidikan memiliki tujuan yang jelas dan kukuh
diperlukan nilai-nilai yang mempunyai tata yang jelas dan telah teruji
oleh waktu. (Muhmidayeli, 2011)
4. Rekonstruksionisme
a. Pengertian dan Sejarah
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris
reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat
pendidikan, rekonstruksionisme adalah sebuah aliran yang berupaya
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup

25
kebudayaan yang bercorak modern. Aliran ini sering pula disebut
rekonstrusi sosial.
Rekonstruksionisme sebagai aliran pendidikan sejak awal
sejarahnya di tahun 1920 dengan lahirnya sebuah karya John Dewey
yang berjudul Reconstruction in Philosophy yang kemudian
digerakkan secara nyata oleh George Counts dan Harold Rugg di tahun
1930-an selalu ingin menjadikan lembaga pendidikan sebagai wahana
rekonstruksi masyarakat. Rekonstruksionisme ini pun telah pula
diformulasikan oleh George S. Counts dalam sebuah karya klasiknya
Dare the Schools Build a New Social Order? yang diterbitkan pada
tahun 1932. (Muhmidayeli, 2011)
b. Landasan Filosofis Rekonstruksionisme
Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realitas itu
bersifat universal, realitas itu ada dimana saja dan sama disetiap
tempat. Untuk memahami suatu realitas dimulai dari sesuatu yang
konkret menuju arah yang khusus yang menampakkan diri dalam
perwujudan sebagaimana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap
oleh panca indra manusia. Misalnya hewan, tumbuh-tumbuhan atau
benda-benda lain disekeliling kita. Realitas tidak terlepas dari suatu
sistem disamping substansi yang dimiliki bagi tiap-tiap benda tersebut
yang dipilih melalui akal pikiran.
Pada prinsipnya aliran ini memandang alam metafisika dalam
bentuk dualism dimana alam nyata ini mengandung dua hakikat,
jasmani dan ruhani. Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas
dan berdiri sendiri, azali dan abadi, hubungan antara keduanya
menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Rine Decartes seorang
tokohnya menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima
prinsip dualism ini yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat
segera ditanggap oleh pancaindra manusia sementara kenyataan batin
segera diakui dengan adanya akal dan perasaan hidup. Dibalik realitas,
sesungguhnya terdapat kausalitas sebagai pendorongnya dan
merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima dalam

26
konteks ini adalah Tuhan sebagai penggerak yang tidak digeraknya.
Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dari substansi.
(Muhmidayeli, 2011)
c. Pandangan Rekonstruksionisme tentang Pendidikan
Aliran ini yakin bahwa pendidikan tidak lain adalah tanggung
jawab sosial. Hal ini mengingat eksistensi pendidikan dalam
keseluruhan realitasnya diarahkan untuk pengembangan dan atau
perubahan masyarakat. Rekonstruksionisme tidak saja berkonsentrasi
tentang hal-hal yang berkenaan dengan hakikat manusia, tetapi juga
terhadap teori belajar yang dikaitkan dengan pembentukan kepribadian
subjek didik yang berorientasi pada masa depan. Oleh karena itu pula,
maka idealitasnya terletak pada filsafat pendidikannya. Bahkan
penetapan tujuan dalam hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam
aliran ini. Segala sesuatu yang diidamkan untuk masa depan
masyarakat mesti ditentukan secara jelas oleh pendidikan.
Para rekonstruksionis menginginkan, bahwa pendidikan dapat
memunculkan kesadaran pada subjek didik untuk senantiasa
memperhatikan persoalan sosial, ekonomi dan politik dan menjelaskan
kepada mereka bahwa memecahkan kesemua problem itu hanya
melalui keterampilan memecahkan problem. Tujuan aliran ini tidak
lain adalah untuk membangun masyarakat baru, yakni suatu
masyarakat global yang memiliki hubungan interdependensi.
(Muhmidayeli, 2011)

I. Pancasila sebagai Sistem Filsafat


Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian
bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Disamping itu, Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia,
Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup
manusia akan mencapai puncak bahagia jika dapat dikembangkan keselarasan
dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai
makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam,

27
Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan
rohaniah. (Jalaluddin, 2012)
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa ini,
maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis
dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan rumusan yang beku dan mati,
serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yang
dimaksud disini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan UUD
1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir-butir
Pancasila yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah, akan
tetapi Pancasila adalah merupakan satu kesatuan. Sangatlah wajar kalau
Pancasila dikatakan sebagai filsafat hidup bangsa karena menurut Noor Syam
bahwa nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang
sejak awal peradabannya terutama meliputi:
1. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana
2. Kesadaran kekeluargaan, yang terwujud cinta dan keluarga sebagai dasar
dan kodrat terbentuknya masyarakat dan berkesinambungan generasi
3. Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama
4. Kesadaran gotong royong, tolong menolong
5. Kesadaran tenggang rasa, atau tepaselira sebagai semangat di dalam
kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati dan memelihara
kesatuan, saling pengertian demi keutuhan kerukunan dan kekeluargaan
dalam kebersamaan.
Konsep di atas, memang termaktub dalam Pancasila dengan 36
butirnya. Jadi dengan begitu walaupun tidak digemborkan pada dasarnya
masyarakat Indonesia telah melaksanakan Pancasila, walaupun sifatnya masih
merupakan kebudayaan. Ini sangat menguntungkan bagi Indonesia apabila
Pancasila dijadikan sebagai falsafat hidup bangsa karena nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sudah berabad lamanya mengakar pada
kehidupan bangsa Indonesia. (Jalaluddin, 1997)

28
J. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil
perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di
masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Dalam
kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting
untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa
bersangkutan. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara kita adalah negara
yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dimana
dalam pasal 31 ayat 2, bahwa pendidikan yang dimaksud diatas diusahakan
dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional.
Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan
didirikannya suatu negara. Begitu juga dengan Indonesia, dimana Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, ingin menciptakan manusia
Pancasila. Pada tahun 1959 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk
menjaga agar arah pendidikan tidak menuju kepembentukan manusia liberal
yang dianggap sangat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa
Indonesia. Kemudian atas intruksi menteri Pengajaran dan Kebudayaan (PPK)
pada waktu Prof. DR. Priyono mengeluarkan intruksi menteri yang terkenal
dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain
bahwa Pancasila merupakan asas pendidikan nasional.
Pendidikan selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial,
budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada
generasi selanjutnya, semua itu dapat dilakukan melalui pendidikan. Karena
menurut Tadjab, bahwa suatu bangsa menjadi kuat, perkasa dan berjaya serta
menguasai bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang kuat dan
baik kualitasnya, tetapi dengan sistem pendidikan yang lemah, suatu bangsa
akan menjadi tidak berdaya. Sesuai dengan pendapat diatas, sudah barang
tentu perlu adanya tujuan yang digariskan baik itu tujuan institusional,
kurikuler dan tujuan nasional. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis
mengikuti ideologi suatu bangsa yang dianutnya, dan ini bukan suatu rahasia
lagi. Bagi bangsa Indonesia yang mempunyai keyakinan dan berpandangan

29
hidup bangsa dan negara Pancasila maka secara otomatis Pancasila sebagai
filsafat hidup bangsa. Karena sistem pendidikan nasional Indonesia wajarlah
dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Cita dan karsa
bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia tersimpul dalam
pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila itu. Cita
dan karsa ini wajar diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan
nasional ini sebagai sistem, bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan,
pandangan hidup atau filosofi tertentu. Inilah dasar pemikiran atau mengapa
filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntunan nasional dan sistem filsafat
pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila. Dengan
perkataan lain sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di
dalam berbagai sub sistem kehidupan bangsa dan masyarakat.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi
negara dan bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan
kepribadian bangsa yang ada pada akhirnya menentukan eksistensi dan
martabat negara dan bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat
pendidikan Pancasila seyogyanya terbina mantap supaya terjamin tegaknya
martabat dan kepribadian bangsa sekaligus pelestarian sistem negara Pancasila
berdasarkan UUD 1945. Dapat dikatakan bahwa filsafat pendidikan Pancasila
merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional.
Tegasnya tiada sistem pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan.
(Jalaluddin, 1997)
Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin sistem pendidikan nasional
dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain Pancasila.
Hal ini tercermin dalam tujuan pendidikan nasional yang termuat dalam UU
No. 2 Tahun 1989 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yakni: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan. (Jalaluddin,
2012)

30
BAB III

KESIMPULAN
Filsafat di butuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, jawaban itu
merupakan hasil pemikiran yang sistematis, intergral, menyekuruh dan mendasar.
Jawaban seperti itu juga di gunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan.
Analisis landasan utama filsafat, yaitu ontologi berarti ilmu yang membahas
tentang hakikat sesuatu yang ada atau berada. Epistimologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas
atau kebenaran pengetahuan. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam
bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan filsafat umum
dan menitik beratkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis.
Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan
atau titik tolak. dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Jenis-
jenis landasan pendidikan yaitu: landasan religius pendidikan, landasan filosofis
pendidikan, landasan ilmiah Pendidikan dan landasan yuridis atau hukum
Pendidikan. Fungsi landasan pendidikan dalam tenaga kependidikan tidak tertuju
kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai
spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada
pengembangan wawasan kependidikan, yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi
yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan diadopsi oleh
tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan bersikap dalam rangka
melaksanakan tugasnya. Fungsi filsafat pendidikan yaitu: fungsi spekulatif, fungsi
normatif, fungsi kritik, fungsi teori dan praktek dan fungsi integratif.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah lama mengakar pada
kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup
bangsa.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ghandhi, T. W. 2013. Filsafat Pendidikan: Mazhab-Mazhab Filsafat Pendidikan.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruzz


Media.

. 2007. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.

. 2012. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: PT Refika Aditama.

. 2013. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Muta'abidin, W. (2015). Dipetik 6 Maret 2019, dari www.academia.edu:


http://www.academia.edu/12688956/Makalah_filsafat_sebagai_induk_ilm
u.

Rehayati, R. 2017. Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan. Pekanbaru: Asa


Riau.

Zuhairini, dkk. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

32

Anda mungkin juga menyukai