Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Hari,Tanggal : Rabu, 4 Oktober 2017

Biokimia Klinis Waktu : 11.00 – 14.00 WIB


PJP : dr. Husnawati, MSi
Asisten : Chintia Ayu Puspita
M Rastra Teguh
Yunisa Anugrah

KADAR GLUKOSA DARAH

Kelompok 18

Rahayu Ventu Rini (G84140027)


Resty Gessya Ariani (G84140043)
Ikhsan (G84140051)

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PENDAHULUAN

Glukosa merupakan salah satu molekul yang terkandung di dalam darah,


tepatnya pada plasma darah. Peranan glukosa sangat penting untuk kelancaran kerja
tubuh. Kadar glukosa didalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor dan salah
satunya adalah hormon insulin. Hormon insulin merupakan hormon yang
dihasilkan oleh pankreas dan berperan dalam mengatur kadar glukosa dalam tubuh
melalui hati (Ekawati 2012). Menurut Ekawati (2012), apabila terjadi peningkatan
kadar glukosa dalam darah yang disebabkan naiknya proses pencernaan dan
penyerapan karbohidrat, maka insulin akan mengubah glukosa menjadi glikogen.
Proses tersebut terjadi didalam hati dan disebut dengan proses glikogenesis. Kadar
glukosa yang rendah didalam darah akan akan di atasi oleh tubuh dengan cara
menguraikan glikogen menjadi glukosa. Proses tersebut disebut dengan
glikogenolisis. Kadar normal glukosa dalam darah saat keadaan puasa yaitu 70-110
mg/dL.
Insulin merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel beta
pankreas. Fungsi insulin yaitu mengatur kadar normal glukosa darah. Insulin
bekerja melalui memperantarai uptake glukosa seluler, regulasi metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, serta mendorong pemisahan dan pertumbuhan sel
melalui efek motigenik pada insulin (Wilcox 2005). Apabila insulin tidak bekerja
secara baik, maka akan mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa
darah yang tidak normal dapat menimbulkan kelainan pada tubuh, diantaranya
seperti Diabetes Melitus, atherosklerosis, hyperglyceridemia dan lain-lain. Diabetes
Melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang
tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin, dan
resistensi insulin atau keduanya. Hiperglikemia yang berlangsung lama (kronik)
pada Diabetes Melitus akan menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan
berbagai organ, terutama mata, organ, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah
lainnya (Suastika et al. 2011).
Menurut Gibney et al. (2008), patofisiologi Diabetes Melitus akan
ditemukan dengan berbagai gejala, seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia
(banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Diabetes Melitus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu DM tipe I dan DM tipe II.
Keadaan pada DM tipe II diantaranya pankreas masih dapat membuat insulin, tetapi
kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam
darah meningkat. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes Melitus tipe 2 adalah sel
jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin
(Insulin Resistance) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akhirnya
tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien yang
gemuk atau mengalami obesitas (Putri dan Isfandiari 2013).
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke
DM tipe 1. DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan
agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps,
coxsackievirus dan cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum
dan susu sapi). Praktikum ini bertujuan mengukur kadar glukosa dalam darah
menggunakan metode Folin-Wu.

METODE

Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan hari Rabu, 4 Oktober 2017 pukul 11.00 – 14.00


WIB di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan selama praktikum diantaranya darah sapi, akuades,


Na-Wolframat, H2SO4, kupritartat, standar glukosa dan fosfomolibdat. Alat yang
digunakan selama praktikum diantaranya pipet mohr, erlenmeyer, kertas saring,
tabung reaksi, waterbath, spektrofotometer, bulp hitam dan kuvet.

Prosedur

Sebanyak 1 mL darah dipipet ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan


7 mL akuades, 1 mL Na-wolframat 10% dan 1 mL H2SO4 0,7 M. Campuran
tersebut dibdiamkan selama 10 menit, kemudian disaring menggunakan kertas
saring. Kemudian, sebanyak 3 tabung reaksi disiapkan dan disi dengan larutan
berikut: (1) 1 mL filtrat dan 1 mL kupritartat, (2) 1 mL standar glukosa dan 1 mL
kupritartat, (3) 1 mL standar glukosa, 1 mL akuades dan 1 mL kupritartat. Ketiga
tabung kemudian dipanaskan selama 8 menit, setelah itu didinginkan dan
diencerkan dengan ditambahkan 7 mL akuades. Selanjutnya, sebanyak 1 mL
fosfomolibdat ditambahkan kedalam setiap tabung, kemudian intensitas warnanya
dibaca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan metode Folin-


Wu. Metode Folin-Wu dikenalkan pertama kali oleh Folin dan Wu pada tahun 1919
(Berkman 2002). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk membuat
filtrat darah bebas protein dengan pengendapan protein oleh pembentukan asam
tungstat. Endapan terjadi akibat adanya kombinasi anion asam dengan bentuk
kationik dari protein. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain hanya
dibutuhkan dua pelarut, filtrat yang terbentuk lebih netral, dan proses filtrasi lebih
cepat (Suharso 2008). Reaksi yang terjadi pada metode Folin-Wu yaitu: kupritartat
+ glukosa Cu2O (endapan) diikuti oleh reaksi selanjutnya Cu2O (endapan) +
fosfomolibdat oksida Mo (biru tua). Kompleks warna yang terbentuk
menunjukkan banyaknya kandungan atau kadar glukosa dalam sampel (Poedjiadi
1994).
Tabel 1. Hasil penentuan kadar glukosa
A terukur (Å) A terkoreksi (Å) [glukosa] mg/mL
Blanko 0.078 0 75.7
Standar 0.103 0.025 100
Sampel 1 0.081 0.003 79.0
Sampel 2 0.097 0.019 94.0
Contoh perhitungan :
A terkoreksi = A terukur - A blangko
= 0.103 – 0.078
= 0.025 (Å)

𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar glukosa darah = × C standar × FP (Faktor Pengenceran)
𝐴 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
0.081
= 0,103 × 0,1 mg/mL × 10
= 0,79 mg/mL
= 79 mg/dL

Percobaan pada praktikum ini menggunakan 1 ml darah yang kemudian


dipipet ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 7 mL akuades, 1 ml Na-
wolframat 10%, dan 1 ml H2SO4 0,67 N (tetes demi tetes). Penambahan akuades
ditujukan untuk mengencerkan darah sehingga albumin dalam darah larut dalam
akuades. Albumin merupakan protein yang dapat larut dalam air serta dapat
terkoagulasi oleh panas. Albumin terdapat dalam serum darah dan putih telur
(Poedjiadi 1994). Penambahan Na-wolframat bertujuan mengendapkan albumin
yang terlarut dalam air. H2SO4 berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat
reaksi pengendapan albumin oleh Na-wolframat dan menciptakan suasana asam
karena reaksi dengan fosfomolibdat terjadi pada suasana asam. Larutan yang telah
dibuat didiamkan selama 10 menit agar terjadi endapan albumin secara sempurna,
sehingga ketika endapan tersebut dipisahkan dengan kertas saring akan memisah
dengan sempurna. Penambahan larutan kupritartrat pada percobaan ini ditujukan
untuk membentuk warna biru ketika ditambahkan pereaksi fosfomolibdat, karena
larutan ini mengandung asam laktat dan ion Cu2+ (Uetake et al. 2006).
Ketiga tabung reaksi dipanaskan dengan air mendidih selama 8 menit tepat.
Pemanasan berfungsi menambah laju reaksi oleh kupritartrat. Spektroskopi
merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi antara cahaya
dengan materi. Bila materi disinari kemungkinan cahaya akan diserap dan
dipancarkan kembali dengan panjang gelombang yang sama atau berbeda.
Spektroskopi sering digunakan untuk mengidentifikasi suatu unsur dan senyawa,
melalui pemancaran dan penyerapan sebuah spektrum. Suatu alat untuk merekam
spektrum disebut spektrometer. Penentuan struktur senyawa mengunakan metode
spektroskopi berdasarkan panjang gelombangnya. Perubahan warna dan
intensitas warnanya diamati dengan spektronik-20 pada panjang gelombang 660
nm (Uetake et al. 2006).
Pengamatan dengan spektrofotometer menggunakan prinsip hukum
Lambert Beer. Faktor yang mempengaruhi adalah konsentrasi larutan dan bentuk
wadah. Bagian sinar yang diserap akan tergantung pada berapa banyak molekul
yang berinteraksi dengan sinar. Jika zat warna tersebut berupa larutan pekat maka
akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul yang
berinteraksi dengam sinar. Akan tetapi, dalam larutan yang sangat encer, sangat
sulit untuk melihat warnanya sehingga absorbansinya sangat rendah. Bentuk wadah
yang semakin panjang akan mempengaruhi panjang larutan sehingga sinar akan
lebih banyak diserap karena sinar berinteraksi dengan lebih banyak molekul
(Murray 2003).
Kadar glukosa pada sampel darah sapi yang diperoleh yaitu sebesar 79
mg/mL dan 94 mg/mL dengan kadar glukosa standar sebesar 100 mg/mL. Kadar
glukosa normal pada hewan ternak ruminansia berkisar pada rentang nilai 40-60
mg/mL dan 35-55 mg/dL. Kadar glukosa yang diperoleh dari kedua ulangan sampel
percobaan menunjukkan bahwa kadar glukosa pada sampel 1 dan 2 berada diatas
kadar glukosa normal. Kadar gula darah yang terlalu tinggi disebut hiperglikemia
dan apabila terlalu rendah disebut hipoglikemia. Hiperglikemia dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan masalah masalah-masalah kesehatan yang
berkepanjangan, seperti Diabetes Mellitus. Selain itu, masalah kesehatan lain yang
dapat ditimbulkan yaitu kerusakan pada mata, ginjal dan saraf (Rahmawati et al.
2009).
Selain metode Folin-Wu, kadar glukosa darah dapat diukur dengan berbagai
metode lainnya, seperti metode Enzimatic Colorimetric (Yuriska 2009), metode
Samogyi-Nelson (Dunning 2009), metode Ortho-tholuidin dan metode Glukosa
oksidase. Metode Samogyi-Nelson memiliki prinsip yaitu mereduksi Cu dalam
larutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdat membentuk
warna ungu kompleks. Prinsip metode Ortho-tholuidin yaitu glukosa akan bereaksi
dengan ortho-tholuidin dalam asam acetat panas membentuk senyawa berwarna
hijau. Warna yang terbetuk diukur serapannya pada panjang gelombang 625.
Metode glukosa oksidase menggunakan prinsip yaitu enzim peroksiodase akan
merangsang oksidasi dengan menghasilkan H2O2. Adanya enzim peroksidase
oksigen dari peroksid ini dialihkan ke acceptor tertentu mengahasilkan suatu ikatan
berwarna

SIMPULAN

Kadar glukosa di dalam darah dapat diukur menggunakan metode Folin-


Wu. Nilai glukosa darah yang diperoleh dari darah sap berada diatas nilai normal
rata-rata ruminansia. Nilai glukosa darah yang diperoleh kedua sampel yaitu berada
diatas nilai norma, yaitu pada sampel 1 sebesar 79 mg/mL dan sampel 2 sebesar

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Penuntun Diet. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.


Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga.
Limawan D, Mewo YM, Kaligis SHM. Gambaran kadar kalsium serum pada usia
60-74 tahun. Jurnal e-Biomedik. 3(1) : 243-247.
Martini, Frederic HN, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and Physiology
Eighth Edition. San Francisco (US): Pearson Education.
Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Rodwell VW, Weil PA. 2014.
Biokimia Harper Edisi 29. Manurung LR, Mandera LI, penerjemah. Jakarta
(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Harper’s Illustrated
Biochemistry, 29th Ed.
Murray. 2003. Harper Biochemistry. Jakarta (ID): EGC.
Nugroho KCY. 2010. Level of total protein, albumin and globulin at dairy cattle
from one until twelve months of age [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rahmadani S. 2011. Penentuan kadar kalsium dengan metode permanganometri
terhadap tempe yang dibungkus plastik dan daun di Pasar Arengka
Pekanbaru [skripsi]. Pekanbaru (ID): Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau.
Rahmawati D. 2009. Pengaruh vaksinasi kultur Klebsiella pneumonia hasil
inaktivasi pemanasan dan iridiasi sinar gamma terhadap kondisi kondisi
fisik serta profil protein serum darah mencit [skripsi]. Jakarta (ID) :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rouillard S, Lane NE. 2001. Hepatic osteodystrophy. Hepatology 33(1): 301-307.
Uetake K, Ishiwata, Abe T, Eguchi N, Tanaka Y. 2006. Hormonal and metabolic
relation to restraint and human handling in growing-fattening
steers. Animal Science. 77 (3): 370-374.
Yuriska FA. 2009. Efek aloksan terhadap glukosa darah tikus wistar [skripsi].
Yoyakarya (ID): Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai