Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 melaporkan data sekitar

35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkena demensia. Kementerian Kesehatan (2013)

melaporkan bahwa prevalensi gangguan mental di Indonesia, seperti

schizophrenia dan gangguan psikosis lainnya mencapai 1,7% (permil)

penduduk. Artinya, terdapat 1 hingga 2 orang mengalami gangguan mental

berat setiap 1.000 penduduk. Jika prevalensi tersebut diproyeksikan dengan

jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 yang mencapai 255.461.700

penduduk, maka diperkirakan lebih dari 500.000 penduduk mengalami

gangguan jiwa berat (severe mental illness).


Menurut Dr. Ruben Supit (2011) sembuh adalah kondisi “pulihnya

kembali keutuhan atau integritas struktur dan fungsi sehat” setelah mengalami

kondisi sakit. Sembuh juga didefinisikan sebagai kembalinya seseorang pada

satu kondisi kenormalan setelah menderita suatu penyakit, penyakit mental

atau luka-luka (Chaplan, 2000). Pada pasien skizofrenia, untuk mendapatkan

kesembuhan seorang pasien memerlukan medikasi, konsultasi psikologis,

bimbingan sosial, latihan kerja serta mendapatkan kesempatan yang sama

sebagai anggota masyarakat seperti halnya masyarakat lainnya. Selain dengan

perawatan di rumah sakit (umum atau jiwa) dan rawat jalan, sebagian dari

pasien berada dirumah bersama dengan keluarganya atau disekolah bahkan

1
2

ditempat kerja bersama dengan teman-temannya yang kesemuanya

membutuhkan dukungan baik sosial maupun keluarga.


Pasien skizofrenia sangat membutuhkan peran keluarga dalam

kesembuhannya, karena keluarga berperan penting dalam perawatan

psikososial. Dengan demikian jangan sampai keluarga menjauhi penderita

skizofrenia, bahkan harus lebih memberikan perhatian dan kasih sayang agar

pasien skizofrenia tidak merasa dikucilkan. Bagi penderita skizofrenia,

keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan

“perawat utama”.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa

bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, pangan, papan), kebutuhan

social (pergaulan, pengakuan, sekolah, pekerjaan) dan kebutuhan psikis

termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin

terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang

menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat menghadapi

masalah seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di

sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan di cintai.

Contoh nyata yang paling sering dilihat dan dialami adalah bila ada seseorang

yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun

teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka

orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial. Sama halnya

dengan pasien skizopherian yang dirawat di RSJ Dr. Amino Gondohutomo,

mereka akan merasakan kasih sayang jika keluarganya memberikan


3

dukungan sosial dengan cara sering mengunjunginya, memberikan dukungan

penuh baik secara moral maupun material demi kesembuhan pasien.


Menurut Caplan (2000) keluarga memiliki empat fungsi suportif, antara

lain : dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental,

dan dukungan emosional. Kesembuhan dan kekambuhan penderita gangguan

jiwa sangat dipengaruhi oleh peran atau dukungan keluarga terhadap

penderita gangguan jiwa.


Beberapa hasil penelitian mengenai dukungan keluarga antara lain

penelitian yang dilakukan Fauziah Sefrina & Latipun (2016) dengan judul

Dukungan Keluarga dan Keberfungsian Sosial pada Pasien Skizofrenia Rawat

Jalan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan keberfungsian sosial, yang

mengindikasikan bahwa semakin baik dukungan keluarga maka besar

kemungkinan kesembuhan pasien skizofrenia. Hasil penelitian tersebut senada

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vita Maryah Ardiyani, Kumboyono

& Dian Susmarini (2017) yang berjudul “Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap

Peningkatan Adaptasi Pasien Skizophrenia. menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga pasien skizophrenia dengan peningkatan

adaptasi pasien. Tingkat adaptasi yang baik dapat menunjang kesembuhan pasien

dengan lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dukungan

keluarga berpengaruh terhadap kesembuhan pasien skizofrenia.


RSDJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang adalah satu-satunya Rumah

Sakit Jiwa di Kota Semarang. Berdasarkan data dari Rekam Medik Rumah

Sakit tersebut diketahui bahwa pasien halusinasi yang melakukan rawat jalan

pada tahun 2017 dari bulan Januari sampai Desember rata-rata 1.600 setiap
4

bulannya. Sedangkan untuk pasien rawat inap pada tahun 2017 sebanyak

5.418 masuk dan 5.446 pasien keluar dan ditahun 2016 sebanyak 4.549

pasien masuk serta sebanyak 4.552 pasien keluar.


Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Kesembuhan Pasien di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo”

B. Masalah Penelitian
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan

dukungan keluarga terhadap tingkat kesembuhan Pasien di RSDJ Dr. Amino

Gondohutomo.

C. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi dukungan sosial keluarga pasien skizofrenia di RSDJ Dr.

Amino Gondohutomo.
2. Mengidentifikasi tanda-tanda kesembuhan pasien skizofrenia di RSDJ Dr.

Amino Gondohutomo
3. Menganalisis hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat

kesembuhan pasien skizofrenia di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi keperawatan / Rumah Sakit
Penelitian ini merupakan salah satu sumber informasi bagi instansi terkait

dalam upaya peningkatan sosialisasi pada keluarga pasien gangguan jiwa


2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan merupakan salah satu literatur bagi penelitian berikutnya.


3. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan pengalaman berharga bagi diri peneliti sebagai

wadah pengaplikasian ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan.

E. Keaslian Penelitian
5

Beberapa keaslian penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam

penelitian ini antara lain:

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
Nama Judul Metode Hasil Penelitian
Peneliti Penelitian Penelitian
Elisa Putri Dukungan Deskriptif Dari empat komponen
D. Siahaan, Psikososial kualitattif dukungan psikososial
Wardiyah Keluarga dalam diperoleh besar dukungan
Daulay Penyembuhan maksimal untuk
(2011) Pasien Zapza di dukungan informasional
Rumah Sakit keluarga (50 %),
Jiwa Pemerintah dukungan penilaian
Provinsi keluarga (50 %),
Sumatera Utara dukungan instrumental
keluarga (70 %),
dukungan emosional
keluarga (73.3 %).
Fauziah Hubungan Kuantitatif Hasil penelitian
Sefrina, Dukungan dengan menunjukkan
Latipun Keluarga dan pendekatan bahwa ada hubungan
(2016) Keberfungsian cross positif yang signifikan
Sosial pada sectional antara dukungan keluarga
Pasien dengan keberfungsian
Skizofrenia sosial (r = 0,508, p =
Rawat Jalan 0,000).

Vita Maryah Pengaruh Observational Terjadi hubungan yang


Ardiyani, Dukungan analitik signifikan antara
dkk (2017) Keluarga dengan cross dukungan keluarga
terhadap sectional pasien skizophrenia
Peningkatan dengan peningkatan
Adaptasi Pasien adaptasi pasien. Tingkat
Skizophrenia adaptasi yang baik dapat
menunjang pencapaian
remisi pasien yang lebih
bak.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia
1. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan

pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang

jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).


Gejala skizofrenia secara garis besar dapat di bagi dalam dua

kelompok, yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif berupa

delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh gelisah dan perilaku aneh

atau bermusuhan. Gejala negatif adalah alam perasaan (afek) tumpul atau

mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, ‘miskin’ kontak

emosional (pendiam, sulit diajak bicara), pasif, apatis atau acuh tak acuh,

sulit berpikir abstrak dan kehilangan dorongan kehendak atau inisiatif.


2. Tipe-tipe Skizofrenia
Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical

Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American

Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American

Psychiatric Assosiation,1994) dan DSM-IV-TR (American Psychiatric

Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR

2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu

(Davison, 2006):
a. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan

kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate.

7
8

Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang

tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan. Disorganisasi tingkah

laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai

aktivitas hidup sehari-hari.


b. Tipe Katatonik
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada

psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy

flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativism yang ekstrim,

sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-

gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain

(echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).


c. Tipe Undifferentiated
Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang

menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat

menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya, indikasi yang

sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat

dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-

ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme

seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang

menunjukkan ketakutan.
d. Tipe Residual
Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari

skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau

sisa, seperti keyakinankeyakinan negatif, atau mungkin masih

memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional.


9

Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial,

pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.


3. Penatalaksanaan
a. Terapi Biologis
Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu

terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif,

dan pembedahan bagian otak. Terapi dengan penggunaan obat

antipsikosis dapat meredakan gejalagejala skizofrenia. Obat yang

digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine

decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat

phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini

disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa

kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap,

sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan

mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi penderita skizofrenia

yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan

(Durand, 2007).
Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi

electroshock pada penatalaksanaan terapi biologis. Pada akhir 1930-

an, electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai

penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok

perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan. ECT

ini digunakan di berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan

jiwa, termasuk skizofrenia.


b. Terapi Psikologis
10

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik

mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah

Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis,

sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien

skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan

ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai

pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat

dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand, 2007).
Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi humanistik.

Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi

dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di

dalamnya. Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang

pikiran dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada situasi

sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat

memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi.


Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari

terapi kelompok. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah

keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.

Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapanungkapan emosi yang

bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal

ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang

negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap


11

persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang

keadaan penderita dan caracara untuk menghadapinya.

B. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang lain

yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai dan

dihormati, dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal

balik (King, 2012). Dukungan sosial juga diartikan sebagai tersedianya

hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu

yang menerimanya (Apollo & Cahyadi, 2012).

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan social berbeda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan sosial keluarga dapat berupa

dukungan social internal, seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan

dari saudara kandung, dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal

bagi keluarga inti. Dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman & Merllyn, 1998).

2. Bentuk dukungan sosial

Beberapa bentuk dukungan sosial menurut Cohen & Hoberman

(dalam Isnawati & Suhariadi, 2013) yaitu:

b. Appraisal Support
12

Yaitu adanya bantuan yang berupa nasehat yang berkaitan dengan

pemecahan suatu masalah untuk membantu mengurangi stressor

c. Tangiable Support

Yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau bantuan fisik dalam

menyelesaikan tugas.

d. Self esteem support

Dukungan yang diberikan oleh orang lain terhadap perasaan kompeten

atau harga diri individu atau perasaan seseorang sebagai bagian dari

sebuah kelompok dimana para anggotanya memiliki dukungan yang

berkaitan dengan self-esteem seseorang.

e. Belonging support

Menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu kelompok dan

rasa kebersamaan.

1. Manfaat dukungan sosial

Beberapa manfaat dukungan sosial menurut antara lain :

a. Dukungan informasional : keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

penyebar informasi tentang dunia. Dukungan ini meliputi jaringan

komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya

memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau

rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan

balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi

yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan
13

stressor. Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi

dan pemberi informasi.

b. Dukungan penilaian : keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan

balik, membimbing dan menangani pemecahan masalah dan sebagai

sumber dan validator identitas keluarga

c. Dukungan instrumental: keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan

praktis dan kongkrit. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan

jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana

untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental

Suport/material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan

membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan

langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari,

menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta

dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga

sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya,

setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi

dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses

pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai

oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan nyata berakibat pada

perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan

menambah stresss individu.

d. Dukungan emosional : keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan

damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap


14

emosi (Caplan & Sadock, 1995). Dukungan emosional memberikan pasien

perasaan nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu

masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian

sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan

semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau rumah sakit jiwa.

Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau

ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari

empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu

perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat

mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan

personal, cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan

hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya

sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut.

Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat

hilangnya harga diri.

Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan penyakit

kejiwaan, mempunyai tuntutan pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis yang

lebih besar dari pada keluarga yang normal. Dukungan keluarga dalam

mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa antara lain :

a. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi penderita

b. Mencintai dan menghargai penderita

c. Membantu dan memberi penderita


15

d. Memberi pujian kepada penderita untuk segala perbuatannya yang baik

dari pada menghukumnya pada waktu berbuat kesalahan

e. Menghadapi ketegangan dan tenang serta menyelesaikan masalah

kritis/darurat secara tuntas dan wajar yang berhubungan dengan keadaan

penderita

f. Menunjukkan empati serta memberi bantuan kepada penderita

g. Menghargai dan mempercayai pada penderita

h. Mau mengajak berekreasi bersama penderita dengan anggota keluarga

lainnya

i. Mengikutkan penderita untuk kegiatan kebersamaan dengan sesama

anggota keluarga

2. Pentingnya dukungan sosial

Dukungan sosial bisa efektif dalam mengatasi tekanan psikologis

pada masa sulit dan menekan. Dukungan sosial juga membantu memperkuat

fungsi kekebalan tubuh, mengurangi respons fisiologis terhadap stres dan

memperkuat fungsi untuk merespon penyakit kronis (Taylor, 2009).

Hubungan sosial dapat membantu hubungan psikologis, memperkuat

praktik hidup sehat dan membantu pemulihan dari sakit hanya ketika

hubungan itu bersifat suportif. Dukungan sosial bukan sekedar pemberian

bantuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana persepsi penerima terhadap

makna dari bantuan tersebut. Hal tersebut erat hubungannya dengan ketepatan
16

dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima

sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual

dan memberikan kepuasan.

Menurut Kumalasari & Ahyani (2012), dukungan sosial selalu

mencakup dua hal sebagai berikut:

a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi

individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat

individumembutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas)

b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima yaitu berkaitan

dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan

berdasarkan kualitas)

C. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah

dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan

suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan

lainnya. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan

suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau

interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, walaupun

di antara mereka tidak terdapat hubungan darah (Effendy, 2005).


Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat

hubungannya dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional

serta mampu membentuk homoestatis akan dapat meningkatkan kesehatan


17

mental para anggota keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan

ketahanan para anggota kelurganya dari gangguan-gangguan mental dan

ketidakstabilan emosional anggota keluarganya. Usaha kesehtan mental

sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian

utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat

memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarga yang mengalami

gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo & Latipun, 2005).

2. Fungsi Keluarga
Menurut Effendy (2005), ada beberapa fungsi keluarga yang dapat

dijalankan keluarga:

a. Fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan

menyekolahkan anak unuk mempersiapkan kedewasaan dan masa

depan anak bila kelak dewasa nanti.

b. Fungsi sosialisasi anak, tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini

adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota

masyarakat yang baik.

c. Fungsi perlindungan, keluarga melindungi anak dan anggota keluarga

dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga

merasa terlindungi dan merasa aman.

d. Fungsi perasaan, keluarga menjaga secara instuitif, merasakan perasaan

dan suasana anak dan anggota lainya dalam berkomunikasi dan


18

berinteraksi satu dengan lainya sehingga ada saling pengertian satu

sama lain.

e. Fungsi religius, keluarga memperkenalkan dan mengajak anggota

keluarga dalam kehidupan beragama untuk menenamkan keyakinan

bahwa ada kekuatan lainya yang mengatur kehidupan ini dan akan ada

kehidupan lain setelah dunia ini.

f. Fungsi ekonomis, keluarga dalam hal ini mencari sumber-sumber

kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga lainnya.

g. Fungsi biologis, keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi

penerus.

3. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan


Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan keluarga, keluarga harus

memiliki tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling

memelihara. Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga

(Effendy, 2005 ) yaitu :

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

Keluarga mengenal perkembangan emosional dari anggota

keluarganya dan tingkah laku ataupun aktivitas yang normal atau

tidak untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan

pengetahuan keluarga akan gejala-gejala gangguan jiwa

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Segera

setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota keluarag

tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga memutuskan

dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk keseimbangan


19

anggota keluarganya dengan segera membawanya ke petugas

kesehatan.

c. Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit

dan yang tidak dapat membantu diri sendiri karena cacat fisik

ataupun mental. Karena penderita gangguan jiwa tidak bisa mandiri

untuk memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya.

d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga

membuat iklim yang kondusif bagi penderita gangguan jiwa di

lingkungan rumah agar merasa nyaman dan merasa tidak diikucilkan

dari keluarga.

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga-lembaga kesehtan yang menunjukkan pemanfaatan dengan

baik fasilitasfasilitas kesehtan yang ada. Untuk kesembuhan

penderita gangguan jiwa, keluarga harus memiliki banyak informasi

mengenai kesehtan jiwa anggota keluarganya dari lembaga petugas

kesehatan yang ada.

D. Tingkat Kesembuhan

1. Definisi Sembuh

Menurut Chaplan (2000) sembuh adalah kembalinya seseorang pada

satu kondisi kenormalan setelah menderita suatu penyakit, penyakit mental,

atau luka – luka. Menurut Dr. Ruben Supit (2011) sembuh adalah kondisi
20

“pulihnya kembali keutuhan atau integritas struktur dan fungsi sehat” setelah

mengalami kondisi sakit.

Istilah remisi (sembuh bebas gejala) menunjukkan pasien, sebagai

hasil terapi medikasi terbebas dari gejala-gejala halusinasi, tetapi tidak

melihat apakah pasien itu dapat berfungsi atau tidak. Istilah recovery (sembuh

tuntas) biasanya mencakup disamping terbebas dari gejala-gejala halusinasi,

delusi dan lain-lain, pasien juga dapat bekerja atau belajar sesuai harapan

keadaan diri pasien masyarakat sekitarnya. Untuk mencapai kondisi sembuh

dan dapat berfungsi, seorang pasien halusinasi memerlukan medikasi,

konsultasi psikologis, bimbingan social, latihan keterampilan kerja, dan

kesempatan yang sama untuk semuanya seperti anggota masyarakat lainnya.

Selain cara dengan perawatan di rumah sakit (umum atau jiwa) dan rawat

jalan, ada cara alternatif, yaitu dirawat hanya pada siang atau malam hari saja

di rumah sakit, sebagian hari lainnya pasien berada di rumah bersama dengan

keluarga atau di sekolah atau tempat kerja bersama teman-temannya. Selain

itu ada program terapi residensial, yaitu tempat semacam asrama bagi pasien

halusinasi yang sudah relatif tenang atau mencapai keadaan remisi (tetapi

masih memerlukan rehabilitasi, latihan keterampilan lebih lanjut) dapat hidup

dalam suasana lingkungan seperti keluarga (bersama-sama pasien lainnya)

dalam mana ia dapat mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan yang

telah dipelajarinya di tengah-tengah lingkungan yang mendukung sehingga ia

kemudian juga terampil menjalani kehidupan ini di luar rumah sakit, di

tengah-tengah masyarakat luas seperti anggota masyarakat pada umumnya.


21

Semuanya memerlukan semacam dukungan sosial (sosial support)

dari komuniti atau lingkungan masyarakatnya. Secara tuntas, untuk terapi

holistic diperlukan perhatian baik untuk fisiknya (makanan, istirahat,

medikasi, latihan fisik), mental-emosionalnya (psikoterapi, konseling

psikologis), dan bimbingan sosial (cara bergaul, latihan keterampilan social)

serta lingkungan keluarga dan social yang mendukung). Disamping terapi

okupasional (kegiatan untuk mengisi waktu) diperlukan juga

terapi/rehabilitasi vokasional (untuk melatih keterampilan kerja tertentu yang

dapat digunakan pasien untuk mencari nafkah).

Semua upaya penyembuhan pasien membutuhkan jalinan kerja sama

seluruh lapisan masyarakat/komuniti, dan tidak mungkin dilakukan oleh satu

kelompok komuniti saja, banyak pihak harus terlibat dan saling bekerja sama

dengan satu tujuan yaitu membawa pasien kepada keadaan bebas penyakit

dan terampil menjalani kehidupan secara mandiri. Perlu disadari bahwa peran

keluarga sangatlah penting dalam usaha penyembuhan penderita halusinasi.

Keluarga penderita adalah sumber amat penting untuk memudahkan

perawatan psikososial, untuk itu jangan jauhi penderita, berilah perhatian dan

kasih sayang agar penderita tidak merasa dikucilkan.

2. Kriteria sembuh pada skizofrenia (Videbeck, 2008)

a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah

diajarkan.

b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.

c. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.


22

d. Mampu berhubungan dengan orang lain.

e. Menggunakan obat dengan benar.

f. Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.

g. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara

mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka teoritis yang digunakan sebagai

landasan penelitian. Kerangka disusun berdasarkan informasi, konsep dan

teori yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya.

Bentuk Dukungan Sosial: (Sarafino, Gejala pasien skizofrenia dibagi


2002) menjadi 2 :
1. Gejala positif
1. Dukungan emosional delusi, halusinasi,
2. Dukungan penghargaan kekacauan pikiran, gaduh
gelisah dan perilaku aneh
3. Dukungan instrumentasi atau bermusuhan
4. Dukungan informasi 2. Gejala negatif
alam perasaan (afek) tumpul
atau mendatar, menarik diri
atau isolasi diri dari
pergaulan

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian

1. Dukungan keluarga
23

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan

keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit yang meliputi dukungan

emosional, penghargaan, informatif,dan Instrumental.

2. Kesembuhan

Kesembuhan dalam penelitian ini adalah tahap kembalinya

seseorang pada suatu kondisi kenormalan setelah menderita suatu

penyakit.

Kriteria objektif :

Sembuh : jika klien mampu menunjukkan kriteria sembuh :

a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah

di ajarkan.

b. Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.

c. Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

d. Mampu berhubungan dengan orang lain.

e. Menggunakan obat dengan benar.

Belum sembuh : jika klien kurang mampu menunjukkan kriteria sembuh:

a. Klien kurang mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara

yang telah di ajarkan.

b. Klien kurang mampu mengetahui tentang halusinasinya.

c. Klien kurang mampu meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

d. Klien kurang mampu berhubungan dengan orang lain.

e. Klien kurang mampu menggunakan obat dengan benar.


24

F. Kerangka Konsep

Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan penyakit

kejiwaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan

keluarga normal lainnya. Dukungan keluarga memegang peranan penting

dalam peningkatan kesembuhan pasien skizofrenia. Dengan demikian

kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Kesembuhan Pasien Skizofrenia


Gejala pasien skizofrenia dibagi menjadi 2 :

Dukungan 3. Gejala positif


sosial delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gaduh
gelisah dan perilaku aneh atau bermusuhan
4. Gejala negatif
alam perasaan (afek) tumpul atau mendatar,
menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan

Gambar 2.1 : Kerangka Konsep

G. Hipotesis

a. Hipotesis nol (H0)

Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kesembuhan

pasien skizofrenia di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo.

b. Hipotesis alternatif (Ha)


25

Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kesembuhan

pasien skizofrenia di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey analitik

korelatif dengan rancangan “Cross Sectional Study” dimana hubungan di

indentifikasi saat ini kemudian faktor penyebabnya di pelajari secara

retrospeksional dengan maksud untuk mengetahui hubungan dukungan

keluarga terhadap tingkat kesembuhan pasien skizofrenia.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah setiap objek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

(Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga pasien

penderita skizofrenia yang dirawat di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo

Semarang sampai bulan Desember 2017. Jumlah populasi dalam penelitian

ini adalah 432 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dan keluarga pasien skizofrenia

di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo yang sesuai dengan kriteria. Besarnya

sampel ditentukan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2010) sebagai

berikut:

26
27

Keterangan:

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi

d : tingkat kesalahan pengambilan sampel yaitu 5%

n : 207,69 dibulatkan menjadi 208

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka sampel yang diambil pada

penelitian ini sebanyak 208 responden.

C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karaktersitik yang

diamati atau diukur dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam,

2008). Tujuan definisi operasional adalah untuk membuat variabel menjadi

lebih konkrit dan dapat diukur (Dharma, 2011). Berikut ini adalah tabel

definisi operasional dalam penelitian yang dilakukan.

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara dan Alat Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel Karaktersitik

Usia Usia responden Kuesioner Dalam tahun Interval


dalam tahun demografi dalam
bentuk pertanyaan
tertulis
Jenis Ciri biologis Kuesioner 0 : Laki-laki Nominal
kelamin yang dimiliki demografi dalam 1:
responden bentuk pertanyaan Perempuan
tertulis yang
menyediakan dua
alternatif jawaban
28

Tingkat Tingkat Kuesioner 0: Ordinal


pendidikan pendidikan demografi dalam Pendidikan
formal terakhir bentuk pertanyaan rendah (SD-
yang ditempuh tertulis SMA)
1:
Pendidikan
tinggi
(Diploma-
Sarjana)
Pekerjaan Kegiatan yang Kuesioner 0 : Tidak Nominal
dapat demografi dalam bekerja
menghasilkan bentuk pertanyaan 1 : Bekerj
uang mengenai
pekerjaan
Penghasilan Keadaan sosial Kuesioner 0 : <UMP Ordinal
ekonomi dari demografi dalam 1 : > UMP
keluarga yang bentuk pertanyaan
digambarkan mengenai
dengan penghasilan
penghasilan keluarga dalam
keluarga dalam sebulan
sebulan
Hubungan Hubungan Kuesioner 0 : Ayah Nominal
keluarga keluarga pasien demografi dalam 1 : Ibu
dengan dengan bentuk pertanyaan 2 : Anak
pasien perilaku mengenai 3 : Suami
kekerasan, hubungan 4 : Istri
ditunjukkan keluarga 5 : Kakak
dengan adanya 6 : Adik
ikatan darah
Variabel Independen

Dukungan Dukungan Menggunakan Jumlah skor Interval


emosional keluarga yang kuesioner yang kumulatif
diberikan terdiri dari 6 jawaban
kepada pasien pernyataan responden
skizofrenia, dengan alternatif tentang
meliputi: jawaban dukungan
penerimaan, menggunakan emosional.
perhatian, skala likert. Hasil ukur
cinta, empati Untuk pernyataan dalam
dan komitmen positif yaitu: rentang nilai
untuk 3 :Selalu 0-18
mengikuti 2 : Sering
terapeutik pada 1 : Jarang
pasien 0 : Tidak pernah
29

Untuk pernyataan
negatif yaitu:
0 : Selalu
1 : Sering
2 : Jarang
3 : Tidak pernah
Dukungan Dukungan Menggunakan Jumlah skor Interval
penghargaan keluarga yang kuesioner yang kumulatif
diberikan terdiri dari 6 jawaban
kepada pasien pernyataan responden
skizofrenia, dengan alternatif tentang
meliputi: jawaban dukungan
keputusan, menggunakan penghargaan.
kepercayaan, skala likert. Hasil ukur
pujian untuk Untuk pernyataan dalam
mengikutiregi positif yaitu: rentang nilai
men terapeutik 3 :Selalu 0-18
pada pasien 2 : Sering
1 : Jarang
0 : Tidak pernah
Untuk pernyataan
negatif yaitu:
0 : Selalu
1 : Sering
2 : Jarang
3 : Tidak pernah
Dukungan Dukungan Menggunakan Jumlah skor Interval
instrumentasi keluarga yang kuesioner yang kumulatif
diberikan terdiri dari 6 jawaban
kepada pasien pernyataan responden
skizofrenia dengan alternatif tentang
meliputi: jawaban dukungan
sumber menggunakan instrumentasi.
kedekatan, skala likert. Hasil ukur
kesediaan Untuk pernyataan dalam
waktu, bantuan positif yaitu: rentang nilai
asuhan, 3 :Selalu 0-18
finansial, tugas 2 : Sering
rumah tangga 1 : Jarang
untuk 0 : Tidak pernah
mengikuti Untuk pernyataan
regimen negatif yaitu:
terapeutik pada 0 : Selalu
pasien 1 : Sering
2 : Jarang
3 : Tidak pernah
30

Dukungan Dukungan Menggunakan Jumlah skor Interval


informasi keluarga yang kuesioner yang kumulatif
diberikan terdiri dari 6 jawaban
kepada pasien pernyataan responden
skizofrenia dengan alternatif tentang
meliputi: jawaban dukungan
pemahaman, menggunakan informasi.
belajar, skala likert. Hasil ukur
bertanya, Untuk pernyataan dalam
validasi, untuk positif yaitu: rentang nilai
mengikuti 3 :Selalu 0-18
regimen 2 : Sering
terapeutik pada 1 : Jarang
pasien 0 : Tidak pernah
Untuk pernyataan
negatif yaitu:
0 : Selalu
1 : Sering
2 : Jarang
3 : Tidak pernah

D. Teknik Pengambilan Sampel


Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini

pemilihan sampel dengan cara Purposive Sampling adalah suatu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),

sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah

dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah syarat sebagai sampel, sebagai

berikut:
31

c. Keluarga pasien dengan gangguan skizofrenia yang dirawat diruang

intermediet RSDJ Dr. Amino Gondohutomo

d. Keluarga yang mengantar pasien kontrol

e. Keluarga yang bisa membaca dan menulis

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subyek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sample penelitian

a. Tidak bersedia menjadi responden

b. keluarga sakit fisik kronis

E. Pengumpulan Data

2. Sumber Data

a. Data Primer

Data diperoleh dengan pengamatan penimbangan obyek penelitian

dan direkam dilembar observasi

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan yang ada di RSDJ Dr. Amino

Gondohutomo, yaitu data pasien yang menderita skizofrenia.

3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah kuesioner

(daftar pertanyaan) dan Komputer dengan program Statistical Product

and Service Solution (SPSS), sebagai alat bantu dalam mengumpul data

serta mengolah data hasil penelitian.


32

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh merupakan data mentah sehingga belum memberikan

gambaran yang diharapakan, oleh karena itu perlu di olah untuk

mendapatkan hasil yang di inginkan. Adapun langkah-langkah dalam

pengolahan data yang telah di ambil adalah :

a. Editing

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan

data, keseragaman data.

b. Koding

Dilakukan untuk memudahkan pengolahan data yaitu memberikan

simbol-simbol dari setiap apa yang diamati.

c. Tabulasi data

Mengelompokkan data sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti

2. Analisa Data

Setelah data terkumpul, penyajian data di lakukan dalam bentuk tabel

analisis yaitu :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis ini akan menghasilkan distribusi dan presentase

dari tiap variabel yang diteliti.

b. Analisa bivariat
33

Untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel independent terhadap

variabel dependent, maka digunakan uji statistic Chi-square dengan

tingkat kemaknaan P < α (0,05) yang diolah dengan menggunakan

program komputer SPSS 17.

Anda mungkin juga menyukai