Anda di halaman 1dari 4

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Firmansyah, Irman, Soekaboemi The.

Resensi Buku
Irman “Sufi” Firmansyah, 2016, The
UntoldStory: Kisah di Balik Sejarah Sukabumi.
Jakarta: Mer C Publishing-Paguyuban
SoekaboemiHeritages. Jumlah halaman x +
388.
ISBN 978-602-71073-7-3

Sebagaimana diakui sang penulis sendiri


bahwa dia bukanlah ahli sejarah atau
berpendidikan sejarah, namun dia hanyalah
seorang warga yang tinggal di Sukabumi
yang mencintai kota- [daerah-] nya.
Keterlibatannya dalam Paguyuban
Soekaboemi Heritageslah yang membawa
penulis menjelajah dan mengumpulkan kerangka buku ini “tidak secara linear historis
informasi dengan survey dan wawancara tetapi berdasarkan kisah yang mempengaruhi
serta mengumpulkan bahan dari berbagai sejarah...baik orang maupun peristiwa...[yang]
sumber: buku, laporan, suratkabar baik menjadi bahan pembicaraan” (hlm. v). Cara
elektronik maupun konvensional. Pun penulisan seperti ini mirip dengan penulisan
demikian dengan kisah dan cerita yang ensiklopedia, dengan berbagai kelebihan dan
didengarnya serta pengalaman pribadi turut kekurangannya.
melengkapi paparan sejarah yang belum Era Klasik, bab yang paling banyak sub
benderang itu. Tidak mengherankan topik, menguraikan masa Sukabumi Purba
kemudian bila sang penulis sendiri yang dimulai dengan uraian proses geologis
menganggap proses yang dilakoninya sebagai terbentuknya “Tatar Sukabumi,” yang
usaha menyusun gambar yang belum utuh menurut penulis, “prosesnya mirip dengan
serupa puzzle. Hal ini pulalah yang mengilhami proses reproduksi manusia yaitu proses
rancangan sampul bergambar pemandangan tindihan, bertubrukan, menyebabkan saling
rumah dengan latar gelap dalam bingkai menyingkap dan muncullah bentuk baru
potongan puzzle berbentuk peta dasar seperti layaknya kelahiran, yang salah
[Kabupaten] Sukabumi. satunya berupa kelahiran dengan cara sesar
Buku ini berisi sepuluh bab yang berusaha ”(hlm. 1-2). Tindihan dan tumbukan
menjelaskan fase-fase sejarah Sukabumi lempeng-lempeng bumi itu kemudian
dalam “Era Klasik“ (Bab 1), “Datangnya memunculkan gunung-gunung yang
Bangsa Eropa” (Bab 2), “Era Transisi dan menjadi batas-batas wilayah Sukabumi
Toponimi Sukabumi” (Bab 3), “Era sekarang, seperti Gunung Gede Pangrango di
Liberalisasi dan Perkebunan Swasta” (Bab 4), Timur dan Utara yang memisahkan
“Sejarah Kekuasaan Formal dan Kehidupan Sukabumi dan Cianjur, dan Gunung Salak di
Sosial” (Bab 5), “Era Modernisasi Awal” (Bab Barat Laut yang menjadi batas dengan
6), “Pengaruh Agama dan Pergerakan” (Bab 7), Bogor.
“Era Asia Timur Raya” (Bab 8), “Era Revolusi Demikian juga uraian terbentuknya Ciletuh
dan Kemerdekaan” (Bab9), dan terakhir Bab yang mengangkat dasar samudra berusia
10 yang menguraikan “Era Orde Lama”. sangat tua, beserta palung bumi yang melalui
Lebih lanjut, setiap bab dirinci menjadi tidak proses geologis kemudian membentuk
kurang dari 15 sub-bab; Bab 1 merupakan amphitheatre raksasa, air terjun, gua dan
bab yang paling banyak sub-bab, yaitu 22, rongga bumi menakjubkan. Seiring dengan
sementara bab 5, 7, dan 9 berisi 15 sub-bab, penelusuran geologis, penulis juga menjelaskan
dan sisanya berisi 16 sampai 19 sub-bab. temuan serpihan fosil gigi gajah purba di
Penulis menyusun

56 Volume 2 (1) Juli 2017 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Firmansyah, Irman, Soekaboemi The.…

Panumbangan dan tulang belulang banteng di khususnya VOC direspon berbagai reaksi oleh
Cikepuh turut memperkaya keragamana hayati penduduk dan penguasa lokal, baik yang
Sukabumi Purba. Meski sampai saat ini tidak kooperatif maupun menentang. Akibat lain
[belum] ditemukan fosil manusia purba di dari kedatangan asing ini, selain menguasai
Sukabumi, namun beberapa tinggalan dan mengendalikan komoditas per-dagangan,
arkeologis dari masa Megalithik, Mesolithik, mereka juga melakukan pen-jelajahan untuk
dan Neolithik di beberapa tempat di Sukabumi menyingkap misteri yang masih terselubung,
mengindikasikan ada manusia yang pernah dan sudah barang tentu hal ini memberikan
tinggal atau singgah di sana. Namun tidak ada pengetahuan baru mengenai daerah tersebut.
kejelasan siapa mereka dan dari mana berasal, Inilah garis besar paparan yang terkandung
sementara manusia Sukabumi sekarang pada Bab 2 juga berlanjut pada bagian awal
berasal dari daratan Cina Selatan yang disebut Bab 3. Pada setengah bagian Bab 3
Yunnan. Karena keunikan proses geologis ini berikutnya, penulis mencoba menesuri asal-
ditambah keragaman hayati dan budaya yang usul nama Sukabumi. Menurut temuan
kemudian menjadikan Kawasan Ciletuh penulis, nama ini umum dan banyak
sebagai Geopark Nasional dan tengah ditemukan di berbagai tempat di Jawa dan
dikampanyekan menjadi Taman Geologi Sumatera, yang intinya merujuk pada suatu
Dunia. tempat (bumi) yang dianggap nyaman
(disukai) untuk ditinggali sehingga
Lepas menguraikan aspek sejarah dan proses muncullah gabungan kata Suka Bumi. Istilah
geologis dan kehidupan purba, masih di bab Soeka Boemi, menurut temuan penulis,
yang sama penulis beralih menguraikan ternyata sudah ada pada masa VOC pada
pasang naik dan pasang surut kerajaan- sekitar 1686 berdasarkan catatan Hendrikz
kerajaan di Jawa bagian Barat karena dan Cartensz (hlm. 98).
berbagai konflik dan intrik internal, serangan
dari kekuatan baru, khususnya kekuatan Seiring dengan makin banyaknya pendatang
Islam dari Banten, Cirebon, Demak, dan lain Belanda yang merasa nyaman tinggal di
sebagainya, sampai akhirnya masuknya Priangan—termasuk Sukabumi—mereka
orang-orang Eropa, yang diuraikan pada Bab pun membuka berbagai kegiatan ekonomi,
2. Narasi dibangun dari berbagai sumber khususnya perkebunan besar. Ini menandai
baik sumber tertulis, cerita dan wawancara, masa liberasasi ekonomi di Hindia Belanda
termasuk juga napak tilas—yang ditunjukan dengan perkebunan-perkebunan besar
dengan koleksi foto-foto pribadi—pada sebagai moda produksi utamanya, uraian
tempat-tempat kabuyutan, yang yang secara detil diberikan pada Bab 4.
“berkonotasi pertautan antargenerasi Perkebunan-perkebunan besar ini berada di
[dalam] bentangan waktu yang panjang dan hal Dataran Tinggi Priangan yang membentang
ihwal yang dianggap keramat atau suci” (hlm. dari Timur ke Barat (Tasik, Garut, Bandung,
19). Cianjur, dan Sukabumi). Khusus di
Sukabumi, komoditi teh dari Parakansalak
Adanya banyak halangan geografis, seperti dikatakan penulis sebagai salah satu
Gunung Gede di Utara, Gunung Salak di komoditi yang terkenal di Eropa (hlm. 124-
Barat Laut dan Laut Selatan [Samudra 125). Saking tingginya aktivitas perkebunan
Indonesia], membuat keindahan Sukabumi besar, mau tidak mau mengharuskan pengelola
tertutup dari dunia luar. Baru abad ke-17 kebun untuk mendatangkan buruh dari luar
sajalah, bangsa asing, diawali orang-orang Cina daerah, bahkan dari luar, terutama dari
dan Arab dan kemudian dari Eropa, bisa Suriname. Dinamika perkebunan yang tinggi
menginjakkan kakinya di tanah Sukabumi. akhrinya juga mengalami pelambatan atau
Pengelana dari Italia, Portugis menjadi yang dikenal dengan jaman malaise pada paruh
pendatang awal Bangsa Eropa di Jawa, hingga pertama abad ke-20.
akhirnya Bangsa Belanda. Mereka datang ke
Jawa—dan juga Sukabumi—karena tertarik Akibat akhir dari malaise ini adalah
oleh rempah-rempah. Kedatangan Belanda, bangkrutnya VOC yang kemudian memaksa

Volume 2 (1) Juli 2017 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 57


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Firmansyah, Irman, Soekaboemi The.…

Pemerintah Belanda mengambil alih mendekati tokoh-tokoh muslim dalam upaya


pengelolaan dan tanggung jawab yang meredam kerusuhan (hlm. 262-262). Uraian
sebelumnya dipegang VOC. Implikasi lanjut ini menjadi pembuka Bab 8. Secara umum,
dari perubahan ini juga mempengaruh Belanda tidak bermusuhan dengan Jepang
pengorganisasian dan relasi penduduik dan sampai paruh pertama abad ke-20, bahkan
pemerintahan lokal. Struktur pemerintahan mereka terlibat perdagangan beberapa
baru bergaya Belanda dibentuk dengan di- komoditi. Hindia Belanda menjual minyak
tetapkannya beberapa gementee—kota kepada Jepang. Namun kedekatannya dengan
praja—seperti Batavia, Buitenzorg, Barat, terutama Amerika dan Eropa Barat,
Bandoeng, termasuk juga Soekaboemi, membuat posisinya dengan Jepang menjadi
meskipun lebih kecil dari Bandoeng dan serba sulit. Berkali-kali Amerika meminta
Buitenzorg. Ini yang menurut penulis Hindia Belanda untuk memutuskan pasokan
menandai sejarah kekuasan formal dan minyak ke Jepang hingga akhirnya Belanda
kehidupan sosial. Keragaman demografi pun mengikuit permintaan itu. Inilah yang
membentuk wajah kota praja yang ini kemudian menjadi bahan Perundingan
berbeda dengan kabupaten yang cenderung Selabintana antara Belanda dan Jepang yang
homogen (Bab 5). Keragaman demografi berujung kegagalan dan membawa Belanda
mengisyaratkan juga keragaman cara hidup, dan Jepang terlibat perang. Akhir cerita,
agama, dan nilai-nilai lainya yang pada satu Sukabumi pun jatuh ke tangan Jepang pada
sisi memunculkan kebutuhan baru termasuk 1942.
juga membawa masalah baru dalam
hubungan antarkelompok. Hal-hal baru ini Pendudukan Jepang tidaklah lama karena
yang selanjutnya dikatakan sebagai ciri era setelah Amerika menjatuhkan bom dan
modern-isasi awal [di] Sukabumi menjadi penyerahan tanpa syarat pada Sekutu
pokok bahasan pada Bab 6 termasuk juga membawa situasi tidak menentu di
Bab 7 yang lebih fokus pada bahasan Indonesia. Kekosongan kekuasaan
keragaman agama dan pengaruhnya pada (kekalahan) Jepang, keingingan Indonesia
pergerakan [sosial]. untuk merdeka, dan usaha Belanda
menguasai Indonesia membawa Indonesia
Jaman ‘normal’ berlangsung hingga paruh masuk dalam kancah revolusi fisik dan gerakan
pertama abad ke-20 sampai masuknya kemerdekaan. Paparan ini menjadi bahasan
Jepang ke Asia Tenggara. Masuknya Jepang utama Bab 9. Beberapa tempat di Sukabumi
membuka babak baru sejarah kawasan, menjadi ajang pertempuran antara kekuatan
termasuk juga sejarah lokal di Sukabumi. Republik Indonesia dan Belanda/KNIL yang
Diawali telegram bohong—penulis “dibantu” Inggris. Salah satu peristiwa terjadi di
menggunakan istilah hoax—dari Tjibadak yang Bojongkokosan, ketika para pejuang menyerang
mengabarkan kapal-kapal perang Jepang tentara Inggris. Belasan TKR tewas begitu pula
sudah berada di Teluk Pelabuanratu dengan pihak Inggris (hlm. 303-307).
sehingga membuat geger pemerintah Peristiwa itu dikenang banyak orang di
kolonial di Batavia yang berulang kali Sukabumi namun tidak masuk dalam catatan
memerintahkan pejabat lokal di Sukabumi sejarah nasional. Banyak pertempuran lain
dan Pelabuanratu untuk memeriksanya. yang juga tidak masuk dalam catatan sejarah
Namun jawaban pun tidak berubah: tidak ada nasional diuraikan dalam bab ini. Selain
terlihat kapal-kapal perang tersebut. Kadung sumber-sumber tertulis, cerita dan testimoni
geger dan dalam upaya mempersiapkan diri dari beberapa veteran dan keluarga mereka
mengahadapi perang, pemerintah kolonial yang mengalami peristiwa tersebut
merekrut penduduk lokal, termasuk melengkapi paparan pada bagian akhir Bab
penduduk Sukabumi, untuk menjadi tentara. 9.
Salah satu penduduk lokal yang direkrut
bernama Saleh Basari yang menjadi kelasi Awal-awal kemerdekaan sampai dekade 60-an
pada angkatan laut. (hlm. 262). Selain itu Sukabumi belumlah ‘tenang’, beberapa
juga pemerintah lokal di Sukabumi kekacauan kerap terjadi. Biang kekacauan

58 Volume 2 (1) Juli 2017 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Firmansyah, Irman, Soekaboemi The.…

adalah adanya laskar-laskar yang tidak satu topik dengan topik lainnya. Pembaca
terkendali. Keberadaan laskar itu sendiri terasa seperti sedang membaca ‘kliping’
merupakan kelanjutan dari kekuatan yang agak ‘melompat’ begitu selesai
perlawanan masa revolusi fisik pada membaca satu bahasan dan pindah ke
pertengahan dekade 40an. Afiliasi dan orientasi bahasan lainnya.
mereka berragam, nama-nama mereka bisa
menjadi petunjuk siapa dan dari mana “Buku ini bukalah teks ilmiah atau tesis
mereka berasal, seperti Bambu Runcing yang meskipun penulis melengkapinya dengan
sebelumnya mereka merupakan Laskar referensi...” (hlm. v, tekanan ditambahkan),
Djakarta, Hizbullah, SP88 (Satuan demikian klaim penulis, namun beberapa hal
Pemberontak 88). Selain berbeda, laskar- yang mungkin agak ‘mengganggu’ terutama
laskar ini juga kerap bersetu di antara mereka bagi pembaca yang ‘serius’ ingin menelusuri
sendiri. Aksi-aksi kejam, memeras, bahkan referensi atau daftar pustaka. Rujukan agak
membunuh lawan ‘politik’ pun kerap sulit ditelusuri karena tidak disusun
dilakukan. Belum lagi tuntas dengan laskar- berdasarkan alfabetikal atau berdasarkan urutan
laskar tak terkendali ini, Republik Indonesia kemunculan rujukan tersebut dalam teks.
harus berhadapan dengan pemberontakan Lebih dari itu beberapa rujukan yang tertera
DI/TII. Sukabumi, terutama hutan-hutan di atau dikutip dalam teks ternyata tidak
bagian Selatan menjadi basis pergerakan ternyata tidak ditemukan dalam referensi.
kekuatan tersebut. Berkali-kali kekuatan Hal lain yang mestinya tidak terjadi karena
DI/TII melakukan aksi perampokan dan ada tim editor—yang saya pikir juga
menyebar teror pada penduduk di daerah memeriksa aspek teknis kebahasaan—adalah
perkebunan yang tersebar di bagian Selatan dan ejaan atau standarisasi penulisan kata baik
Barat Sukabumi. Paparan mengenai kekacauan menurut bahasa aslinya (misalnya Bahasa
ini menjadi pembuka pada awal Bab 10. Inggris atau Belanda) atau Bahasa Indonesia,
Setelah ini diselingi uraian mengenai Pemilu misalnya ada dua bentuk penulisan kata: 1.
1955, penulis memaparkan cerita nasionalisasi “neolithikum” 2. “neolitikum” (hlm. 9), begitu
perkebunan-perkebunan besar berikut cerita juga dengan kata: 1. “meghalitikum” (hlm. 6)
pilu keluarga-keluarga Belanda pemiliknya. dan 2. “megalitikum” (hlm. 9). Pun demikian
Mereka terombang ambing sebelum mereka dengan kesalahan-kesalahan ketik lainnya.
‘dipulangkan’ ke tanah leluhur. Lepas Hal-hal ini terkesan kecil, namun
menguraikan cerita cerita ‘sedih’ pemilik menunjukan banyak hal: kecermatan,
perkebunan, kembali penulis menguraikan ketelitian, juga keseriusan dalam menggarap
cerita pemberontakan PKI dan penumpasan kerja dalam penulisan dan penerbitan buku.
gerakan ini, dan ini menjadi episode akhir dari Wallahualam.
Orde Lama sekaligus mengakhiri buku
Rimbo Gunawan
Soekaboemi The UntoldStory. Tidak ada
‘kesimpulan’ atau catatan reflektif di akhir,
Departemen Antropologi,
kecuali satu alinea berisi empat kalimat
FISIP Universitas Padjadjaran
penulis yang mengakhiri buku setebal 383
halaman. Pesannya, khalayak pembacalah
rimbo.gunawan@unpad.ac.id
yang akan menyimpulkan untuk diri mereka
masing-masing.
Seperti telah disebutkan di atas, buku ini
bersifat ensiklopedik yang tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
utamanya adalah buku ini penjelasan dan
informasi yang mungkin tidak diketahui orang
kebanyakan, sehingga pantaslah diberi tajuk
“theuntoldstory”. Namun, satu yang terasa
kurang adalah ‘jembatan penghubung’ antara

Volume 2 (1) Juli 2017 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 59

Anda mungkin juga menyukai