INTERNASIONAL
Disusun oleh:
Anne Margareth (0706291205)
Dian Novikrisna (0706291224)
Ganesh Aji W. (0706291275)
Ken Swari Maharani (0706291312)
Laras Larasati (0706291325)
Lovely Christina (0606097070)
Yohanes Nindito A. (0706291470)
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai dua negara yang bertetangga, Indonesia dan Australia memiliki hubungan
antar kedua negara (bilateral) yang cukup dinamis. Indonesia menyadari posisi geopolitiknya
yang sangat strategis sebagai sebuah negara kepulauan dengan luas daratan 1,9 juta km 2 dan
luas wilayah lautan sampai 7,1 juta km2; terletak antara dua benua (Asia dan Australia) dan
dua samudera (Pasifik dan Hindia). Indonesia memiliki posisi sebagai ’jembatan’ dalam
hubungan luar negeri yang lebih luas antara negara-negara Asia dengan tetangganya di
selatan tersebut. Australia pun memberi perhatian lebih pada Indonesia sebagai suatu
kekuatan yang besar. Indonesia merupakan ”satu-satunya tetangga besar” dengan luas total
daratan dan lautan mencapai 9,2 juta km2 dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa.
Negara Indonesia dan Australia telah melalui masa-masa hubungan diplomatik yang
pasang surut. Sebelum pengakuan kedaulatan Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB),
Indonesia pun secara tidak langsung telah memiliki hubungan yang cukup erat dengan
Australia. Perjuangan revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949 mendapat simpati
dari Australia. Pemerintah Australia waktu itu sangat menentang kembalinya kolonialisme
Belanda di Indonesia. Perdana Menteri Evatt pada tahun 1947 menyatakan bahwa Australia
harus berusaha menciptakan keharmonisan dengan (suatu) negara-negara demokratis di Asia
Tenggara, dan memandang perkembangan pada kesempatan pendewasaan politik mereka
sebagai standar hidup yang meningkat pesat pada wilayah tersebut 1. Pemerintah Australia
mengutuk keras invasi Belanda pada negara Indonesia yang telah dianggapnya telah merdeka.
Sebagai upaya konkretnya, Australia dapat membawa permasalahan Indonesia tersebut ke
PBB dan Australia berkontribusi menjadi wakil Indonesia dalam Komisi Tiga Negara (KTN)
dan juga Konferensi New Delhi.
2
Neoimperialisme Inggris di Semenanjung Malaysia dan Kalimantan Utara. Hubungan yang
panas ini mereda setelah terjadi perpindahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di
Indonesia. Gagalnya Pemberontakan G30S PKI mematahkan anggapan bahwa Indonesia
akan terkena dampak domino dari penyebaran komunis.
Selama sepuluh tahun terakhir ini, Indonesia mengalami perubahan politik domestik
yang signifikan. Kejatuhan Rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto membawa
perubahan mendasar. Indonesia bertransisi ke arah pemerintahan yang demokratis. Di sisi
lain, Indonesia menghadapi serangkaian masalah. Sorotan akan penegakan Hak Asasi
Manusia (HAM) meningkat, merujuk pada banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di
masa lampau. Indonesia juga mengalami ketidakstabilan dari gerakan-gerakan separatis yang
ada di beberapa wilayah Indonesia, seperti Aceh, Maluku, dan Papua. Kejadian puluhan
orang Papua yang meminta suaka ke Australia juga menjadi masalah serius antara kedua
negara. Di tahun 2006, secara tiba-tiba Indonesia dan Australia menandatangani perjanjian
keamanan bersama yang mencakup banyak bidang. Pada tanggal 7 Februari 2008, Menlu
Hassan Wirajuda dan Menlu Stephen Smith menandatangani prosess verbal pertukaran nota
diplomatik perjanjian Lombok di Perth, Australia Barat, menandai mulai berlakunya treaty
ini.
2
Ibid, hal 199.
3
Dikutip dari http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33010.pdf., diakses pada tanggal 2 Oktober 2008, pukul 09.00
3
Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Faktor apakah
yang mempengaruhi Republik Indonesia dalam meratifikasi Lombok Treaty?”
Penelitian ini bertujuan untuk sebagai berikut: (1) Memahami proses terbuatnya Lombok
Treaty; (2) Memahami dinamika hubungan Indonesia dan Australia hingga terbentuknya
Lombok Treaty; (3) Memahami factor yang mempengaruhi Indonesia dalam meratifikasi
Lombok Treaty.
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan juga praktis. Adapun manfaat teoritis yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat menjadi contoh relevan bagi perkembangan
teori pembentukan kebijakan luar negeri K. J. Holsti, sedangkan manfaat praktisnya adalah
dapat dijadikan rujukan bagi pemerintah Indonesia dalam perumusan kebijakan luar
negerinya terhadap Australia.
Holsti memaparkan bahwa tujuan luar negeri dibuat sedemikian rupa untuk
mempertahankan atau merubah suatu hal, keadaaan atau kepentingan merekua. Namun
kembali lagi bahwa kebijakan luar negeri itu ditentukan atas beberapa pilihan yang ada,
pilihan yang dijatuhkan adalah pilihan yang dianggap paling baik oleh para pembuat
kebijakan. Holsti juga menyatakan untuk dapat mengerti tentang kebijakan luar negeri secara
utuh, kita perlu menempatkan diri sebagai pembuat kebijakan dan mencoba untuk
mengidentifikasi kehendak dan tujuan dan memahami mengapa para pembuat kebijakan ini
memilih berbagai macam strategi dan aksi untuk mempertahankan atau malah sebaliknya
merubah keadaan. Oleh karena itu, untuk dapat memahami bagaimana proses pembuatan
kebijakan dengan membedakan dua hal, ada 2 Variabel yang dibagi oleh Holsty4
1. Faktor Eksternal yaitu semua kondisi yang berasal dari luar negara tersebut, seperti:
4
Disarikan dari K.J. Holsti, International Politics: a Frameworks for Analisys, Sixth Edition, (New Jersey:
Prentice Hall, 1992), hal. 269-306
4
a) Struktur sistem internasional (structure of the system), hal ini mengacu pada tatanan
sistem internasional, apakah itu bipolar atau unipolar, atau multipolar sehingga hal ini
mempengaruhi keberpihakan negara-negara lain, khususnya negerara-negara kecil. Jika
struktur sistemnya tidak terpusat pada satu kekuatan saja, maka makin banyak kesempatan
bagi suatu negara untuk membuat pilihan tanpa dipengaruhi oleh negara lain. Sebaliknya jika
struktur sistemnya dikuasai oleh satu atau dua kekuatan saja, maka kebebasan untuk
memilihpun akan menjadi terbatas, sebab negara ini akan mempertimbangkan apa
dampaknya bagi negara besar yang menjadinya tersebut.
c) Kebijakan dan tindakan aktor lain (the policies and actions of other states) hal
ini mengacu pada apakah ada tanggapan atau reaksi dari negara lain atas negara yang sedang
mengalami permasalahan, misalnya dalam kasus ini selain indonesia dan australia apakah ada
negara lain yang ikut aktif atau setidaknya melakukan respon atas Lombok treaty ini.
d) Masalah global dan regional yang berasal dari pihak swasta (global and regional
private problems arising from private activities), hal ini mengacu pada masalah-masalah yang
dilakukan oleh pihak-pihka swasta, misalnya produksi kendaraan bermotor menyebabkan
kenaikan tingkat polusi global dan pemanasan bumi, bayi tabung membuat populasi dunia
bertambah, industrialisasi membuat polusi dan sumber daya alam habis terkuras. Hal ini pada
awalnya dilakukan hanya dalam sebuah negara tertentu saja, namun yang menjadi
permasalahan adalah dampaknya yang menyebar ke luar negara tersebut, sehingga
dibutuhkan pertanggungjawaban atas masalah ini. Misalnya masalah lingkungan global
warming yang telah menjadi masalah global. Lalu apakah dengan kenaikan masalah ini ke
tingkat global memberikan pengaruih terhadap proses pembuatan kebijakan luar negeri
Indonesia dan Australia?
5
e) Hukum internasional dan opini publik (international law and world opinion):
bagaimana kebijakan luar negeri yang diambil oleh kedua negara ini berkaitan dengan hukum
internasional dan bagaimana juga opini publik (dari luar kedua negara ini) terhadap proses
pembuatan kesepakatan Perjanjian Lombok.
2. Faktor domestik (The domestic context) yaitu semua kondisi yang berasal dari kedua
negara yang bersangkutan, seperti:
c) Atribut Nasional (national attributes), faktor ini dapat diartikan sebagai karakteristik
umum dari sebuah negara bangsa. Dalam hal ini bisa dilihat dari luas wilayah, populasi,
sistem ekonomi, prestasi negara, tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, atribut
nasional ini juga dapat dikaitkan dengan keikutsertaan negara tersebut dalam institusi atau
organisasi internasional yang dapat mengangkan negara ini menjadi aktor internasional yang
dipertimbangkan oleh negara-negara lain.
6
anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD tingkat provinsi, anggota DPRD tingkat
kabupaten/ kota; sementara posisi eksekutif adalah memilih presiden dan wakil presiden
secara langsung. Selain itu ada faktor filosofi yang dianut oleh indonesia, yaitu Pancasila,
sejauh mana Indonesia memegang ideologi ini dalam membuat kebijakan luar negerinya.
e) Opini publik (public opinion), hal yang perlu dicermati dalam faktor ini adalah,
bukan opini publik yang sepenuhnya mempengaruhi tujuan pemerintah dan perilaku diplomat
dan bukan sebaliknya. Opini publik dalam hal ini hanya diberlakukan bagi masyarakat yang
memiliki kebebasan penuh untuk menyarakan aspirasinya kepada pemerintah tanpa paksaan
atau hambatan. Untuk mengetahui pengaruh opini publik ini secara khusus ada 3 hal yang
ditawarkan holsti untuk diketahui, yaitu pertama siapa yang beropini? Kedua pada isu apa?
Dan ketiga, di situasi yang bagaimana? Jangkauan opini publik ini nantinya berhubungan
dengan nature dari isu yang sedang diangkat atau masalah yang sedang dihadapi oleh negara
tersebut.
f) Birokrasi (bureaucracy), dari faktor ini, seberapa aktifkah dan bagaimana proses
perumusan maslalah yang dihadapi oleh birokrasi Indonseia dalam menghadapi perjanjian
lombok ini? Hal yang dapat disoroti adalah bagaimana proses pembuatan kebijakan dan
kerjasama mulai dari Ekesekutif, presiden Indonesia yang menjalankan mandat, disertai
dengan Depertemen Luar Negeri Indonesia dan dibantu oleh Departemen Keamanan dan
Pertahanan Indonesia, hingga akhirnya perjanjian Lombok ini diratifikasi oleh legislatif,
DPR.
g) Pertimbangan ethik (ethical consideration), hal ini mengacu pada tindakan apa yang
dilalakukan oleh suatu negara untuk dapat mencapai tujuannya. Tindakan yang dimaksud
adalah ketika membuat kebijakan itu sendiri apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak
dapat dilakukan oleh negara tersebut berdasarkan pemikiran mereka. Namun inti dari
pertimbangan etik ini sendiri adalah bagaimana caranya agar tujuan dari kepentingan nasional
ini tercapai.5
5
K.J.Holsti, op.cit,hal. 332-346.
6
Ibid, hal. 272.
7
2. Karakteristik/struktur ekonomi dunia
Proses Kepentingan
pembuatan dan tujuan
Pengaruh Pengaruh kebijakan negara
Aksi
Umpan balik
Faktor Domestik
3. Atribut Nasional
5. Opini publik
6. Birokrasi
7. Pertimbangan Etik
Umpan Balik
8
keyakinan (beliefs) yaitu pandangan pembuat kebijakan yang berasal dari dasar-dasar negara.
Keempat, doktrin dan ideologi (doctrines and ideologies) yang menghasilkan kerangka
pemikiran melalui observasi pembuat kebijakan, membentuk pandangan dunia terhadap
negaranya, justifikasi untuk pilihan kebijakan luar negeri, mengarahkan negara pada tingkah
laku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam dasar-dasar negara yang mereka tetapkan, dan
kelima, analogi (analogies) yaitu pembelajaran terhadap masalah saat ini berdasarkan
pengalaman suatu isu di peristiwa-peristiwa masa lalu.
Selain itu, Holsti juga semakin mengkhususkan level pemikirannya dengan melihat
sisi pembuat kebijakan pembuatan kebujakan luar negeri juga dipengaruhi oleh Faktor-faktor
personal seperti, pertama keahlian pembuatan kebijakan, kedua, pembawaan karakter setiap
pembuat kebijakan yang dapat mempengaruhi orang lain untuk berpikiran sama dengannya,
ketika bertindak dalam suatu situasi, dan ketiga, pathological traits,yaitu karakter yang
menunjukkan kelemahan pembuat kebijakan ini, sehingga dari ketiga faktor ini sangat banyak
mempengaruhi perilaku pembuat kebijakan suatu negara.
Proses pembuatan kebijakan luar negeri ini selanjutnya akan dipengaruhi oleh baik
pembuat kebijakan itu sendiri dan situasi pada saat itu, sehingga dalam proses pembuat
kebijakannya
External and Holsti menyatakannya
Perceived and dalam 6 tahapan, yaitu pertama, pembuat
Decision-Making kebijakan
Personality
mediated tujuan
by: Actors dahulu, kedua, mengidentifikasi aksi
bersama-sama
domestic mendefinisikan mereka terlebih factors
condition
dan tanggapan lain atasImages
permasalahan ini, ketiga, mengestimasi biaya yang dikeluarkan,
Attitudes
resiko, dan keutunganDoctrine Definition
yang akan diperoleh ketika merekaof membuat suatu kebijakan,
Ideologies the situation
keempat, pembuat kebijakan
Analogiesmemprediksikan hasil kebijakan mereka nantinya,
Definition ofkelima,
purposes
pembuat kebijakan memilih kebijakan mana yang paling sesuai dengan masalah atau
keperluan yang dihadapi negaranya, dan tahap terakhir, keenam, pembuat kebijakan
mengimplementasikan kebijakannya kepada seluruh pemerintahan dan warga negaranya.
Akhirnya dari teori kebijakan luar negeri Holsti ini dapat dilihat hubungannya satu sama lain
di bagan 1.2 di bawah ini.
7
K.J. Holsti, ibid, hal. 303.
9
Identifying
alternative actions
Estimate risks,
costs, gains
Predict Result
Choose
policy
Impelement
(actions)
Umpan Balik
Jim Elmslie with Peter King and Jake Lynch, Blundering in? : The Australia-
Indonesia Security Treaty and the Humanitarian Crisis in West Papua diakses dari
http://www.arts.usyd.edu.au/centres/cpacs/docs/blundering_in.pdf
Fokus dari tulisan ini adalah mengenai dampak dari penandatanganan Lombok Treaty
bagi Australia terutama pada penegakan hak asasi manusia (HAM) di Australia dan Papua
Barat. Tulisan ini menyatakan bahwa Lombok Treaty akan menjadikan Australia sebagai
sekutu militer Indonesia dalam hal konflik dengan Papua Barat. Disinggung pula bahwa tidak
disebutkannya isu hak asasi manusia di dalam Lombok Treaty akan berdampak pada
peningkatan dari pelanggaran hak asasi manusia di Australia. Tulisan ini relevan untuk
menjelaskan bagian pembahasan mengenai keuntungan yang diperoleh dari pihak Indonesia.
10
Tulisan ini menjelaskan bahwa dengan adanya Lombok Treaty maka Australia akan
mendukung pihak Indonesia dalam hal konflik Papua dan tidak sebaliknya. Dijelaskan pula
Indonesia mengartikan Lombok Treaty sebagai kontrol dari pemerintah Australia terhadap
individu di Australia yang mendukung kemerdekaan Papua mupun hak asasi manusia di
Papua.
Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto (Jakarta: LP3ES,
1998), hal. 115- 127
Fokus dari tulisan ini adalah mengenai hubungan antara Indonesia dengan Australia
dan Papua New Guinea mengenai isu keamanan dan budaya. Tulisan ini menjelaskan
mengani hubungan awal dari Indonesia Australia yang baik dan harmonis serta cukup
simpatik namun berubah menjadi ketegangan dikarenakan kecurigaan Canberra akan
kebijakan Soekarno berkenaan dengan Papua New Guinea. Kemudian dijelaskan pula
hubungan Indonesia dan dan Australia yang kembali membaik dengan naiknya Soeharto
sebelum munculnya isu Timor Timur . Namun, dengan munculnya isu Timor Timur,
hubungan Indonesia dengan Australia mengalami pasang surut. Australia tidak berkeberatan
dengan integrasi Timor Timur ke dalam Indonesia akan tetapi dengan munculnya isu- isu
pelanggaran hak asasi manusia, Australia pun mengecam Indonesia. Selain itu, dijelaskan
pula bagaiman terdapat perbedaan antara pemerintah Australia serta pers dan publik Australia
berkenaan dengan sikap terhadap pemeritah Indonesia di Timor Timur. Tulisan ini dapat
digunakan untuk menjelaskan mengenai latar belakang hubungan antara Australia dan
Indonesia. Tulisan ini menjadi relevan dikarenakan dapat menunjukkan bagaimana pasang
surut hubungan Australia- Indonesia dan ketegangan- ketegangan antara kedua Negara yang
disebabkan oleh isu keamanaan. Selaim itu, tulisan ini juga relevan dalam menunjukkan
adanya peran yang cukup besar dari militer dalam perumusan politik luar negeri Indonesia
pada masa Soeharto serta adanya perbedaan pendekatan militer dan departemen luar negeri
berkenaan dengan hubungan Indonesia- Australia.
Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia: Mitos dan Kenyataan (Jakarta:
Instititute for Policies Studies, 1998), hal. 41-106
11
Fokus dari tulisan ini adalah untuk melihat bagaimana Indonesia dan dunia
Internasional melihat isu integrasi Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tulisan ini membahas mengenai alasan dibalik keinginan Indonesia agar Timor
Timur tergabung kedalam wilayah Indonesia serta bagaimana Portugal. Australia, Amerika
Serikat dan PBB menanggapi integrasi tersebut. Tulisan ini menjadi relevan untuk
menjelaskan mengenai hubungan Australia dengan Indonesia. Isu Timor Timur merupakan
salah satu isu yang paling berpengaruh terhadap dinamika hubungan kedua Negara sekaligus
dapat menunjukkan bagaimana pola dari hubungan kedua negara. Melalui isu Timor Timur,
dapat dilihat bagaimana Australia cukup hati- hati dalam merespon berbagai keputusan
Indonesia dan bagaimana Australia cukup terpecah antara pemerintah serta media dan publik
berkenaan dengan opini mengenai Indonesia. Selain itu, tulisan ini cukup relevan untuk
menunjukkan bahwa baik Australia dan Indonesia memiliki persepktif ancaman yang sama
dikarenakan faktor kedekatan geografis kedua Negara.
Dalam makalah ini, kami menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode ini
paling sering digunakan dalam penelitian sosial, namun bukan berarti metode penelitian ini
tidak menggunakan data-data dan teori. Selama ini kita selalu beranggapan bahwa metode
kualitatif tidak menggunakan teori dalam prosesnya. Teori digunakan dalam penelitian ini,
namun berperan sebagai pembatas analisis dan juga mempermudah analisis yang nantinya
akan dilakukan. Dalam metode penelitian kualitatif ini, peneliti menangkap makna-makna
yang terkandung di dalam data-data kemudian memformulasikannya dalam analisis yang
sesuai. Adapun data yang sering digunakan yaitu berupa data dokumen dan hasil observasi,
namun tidak menutup kemungkinan jika peneliti ingin menggunakan data angka selama data
tersebut tidak digunakan dengan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian kualitatif lbih
dari sekedar menggunakan logika. Dibutuhkan pemahaman yang kuat akan fenomena yang
terjadi dalam suatu masyarakat atau dalam masalah yang akan dikaji sehingga didapatkan
hasil analisis yang tepat. Sebuah penelitian haruslah mengikuti sebuah alur sehingga
terwujudlah analisis yang cermat dan teratur. Penelitian kualitiatif tidak mengikuti alur linear,
namun lebih bersifat siklik atau berputat. Kita dapat kembali ke analisis sebelumnya untuk
12
mendapatkan pemahaman yang lebih baik menenai analisis saat ini. Oleh karena itu,
penelitian kualitatif ini lebih bersifat non-linear.
BAB I. PENDAHULUAN
BAB V. KESIMPULAN
13
14