Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

KISTA OVARIUM

Disusun oleh:
Annisa Yunita Rani
1102014035

Pembimbing:
dr. Husny B. Sismawan, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya panulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
”Perdarahan Post Partus”. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah guna
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan tugas kepaniteraan Kebidanan
RSUD Arjawinangun.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing kami dr. Husny
B. Sismawan, Sp.OG selaku kepala kepanitraan Kebidanan yang telah
meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukan-masukan kepada
penulis mengenai presentasi kasus ini dan kepada dr. K.A. Halim Lutfi, Sp.OG,
MH.Kes, dr. Isnaena Perwira, Sp.OG dan dr. Trubus Priyoko, Sp.OG yang turut
membantu dan membimbing penulis dalam penulisan referat ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, untuk itu
kritik dan saran penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan penulisan laporan
kasus. Semoga bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Arjawinangun, Maret 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ovarium mempunyai tugas penting terhadap reproduksi. Fungsi ovarium adalah
sebagai penghasil hormon dan penghasil sel telur. Gangguan pada ovarium tentu dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, perkembangan, dan pematangan sel telur.
Gangguan tersebut dapat berupa kista ovarium, sindrom ovarium polikistik, dan kanker
ovarium. Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de
graff atau korpus luteum atau kista ovarium yang dapat timbul akibat pertumbuhan dari
epithelium ovarium.1
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang besar, kistik
atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam kehamilan, tumor ovarium
yang dijumpai paling sering ialah kista dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor
ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau
dapat menghalang – halangi masuknya kepala ke dalam panggul.2
Angka kejadian kista ovarium di dunia yaitu 7% dari populasi wanita, dan 85%
bersifat jinak. Sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak diketaui secara pasti
dikarenakan pencatatan kasus yang kurang baik. Namun, diperkirakan prevalensi kista
ovarium sebesar 60% dari seluruh kasus gangguan ovarium. Kistadenoma ovarii
musinosum sebesar 40% dari seluruh kasus neoplasma ovarium. Frekuensi kistadenoma
ovarii musinosum ditemukan Hariadi (1970) sebesar 27%, Gunawan (1977)
menemukan 29,9%, Sapardan (1970) menemukan 37,2%, dan Djaswadi menemukan
15,1%. Frekuensi kistadenoma ovarii serosum ditemukan Hariadi dan Gunawan di
Surabaya sebesar masing-masing 39,8% dan 28,5%. Di Jakarta Sapardan menemukan
20%, dan di Yogyakarta ditemukan Djaswadi sebesar 36,1%. Frekuensi kista dermoid
ditemukan Sapardan sebesar 16,9%. Djaswadi menemukan 15,1%, Hariadi dan
Gunawan masing-masing menemukan 11,1% dan 13,5%.2
Kista ovarium umum ditemukan pada wanita usia reproduktif. Kista
menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Karena 20-30% kista dapat berpotensi
menjadi ganas terutama pada wanita diatas 40 tahun. Perjalanan penyakit dianggap
berlangsung secara diam-diam (silent killer), sehingga wanita umumnya tidak
menyadari sudah menderita kista ovarium. Wanita umumnya sadar setelah benjolan
teraba dari luar. Sekarang ini semakin sering ditemukan kista ovarium pada seorang
wanita dikarenakan pemeriksaan fisik dan semakin majunya teknologi. Sebagian besar
kista tidak menimbulakan gejala yang nyata, namun sebagian lagi menimbulkan
masalah seperti rasa sakit dan perdarahan. Bahkan kista ovarium yang maligna tidak
menimbulkan gejala pada sadium awal, sehingga sering ditemukan dalam stadium
lanjut. 2
Kista dapat berkembang pada wanita pada setiap tahap kehidupan, dari periode
neonatal sampai postmenopause. Kebanyakan kista ovarium,terjadi selama masa kanak-
kanak dan remaja, yang merupakan periode hormon aktif untuk pertumbuhan.
Kebanyakan kista bersifat fungsional dan dapat hilang dengan pengobatan sederhana.
Komplikasi yang paling sering dan paling serius pada kista ovarium yang terjadi
dalam kehamilan adalah peristiwa torsio atau terpuntir. Penatalaksanaan kista ovarium
sebagian besar memerlukan pembedahan untuk mengangkat kista tersebut.
Penangannya melibatkan keputusan yang sukar dan dapat mempengaruhi status hormon
dan fertilitas seorang wanita.2
BAB II
STATUS PASIEN

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. M
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tegal Gubug
Tanggal masuk RS : 22 Febuari 2019 pukul 08.00

II. Anamnesis
Keluhan utama:
Pasien datang dirujuk dari Klinik dokter kandungan dengan keluhan terdapat
benjolan pada perut sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang
P0A0 datang dikirim oleh bidan tanggal 22 Febuari 2019, jam 08.00 WIB dengan
keluhan benjolan pada perut sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan lebih
terasa saat pasien menahan buang air kecil dan benjolan bergeser lebih kesebelah kiri
tetapi setelah pasien buang air kecil benjolan kembali ketempat awalnya. Semenjak
terapat benjolan pasien menjadi sering merasa ingin buang air kecil. Selain itu, pasien
juga mengeluh nyeri hebat setiap haid. Nyeri dirasakan empat hari pertama haid.
Terkadang, karena nyeri yang hebat pasien jatuh pingsan.

Riwayat menstruasi:
Menarche : 12 tahun
Siklus : Teratur, 28 hari
Lama haid : 3 hari
Keluhan saat haid : Dismenorroe, 3 kali ganti pembalut
HPHT : 28 Januari 2017

Riwayat obstetri:
Pasien tidak pernah hamil sebelumnya

Riwayat KB:
Tidak ada

Riwayat Pernikahan:
Belum menikah

Riwayat Penyakit dahulu:


HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).

Riwayat penyakit keluarga:


HT (-), DM (-), Asma (-), Alergi (-), Peny. Jantung (-), Peny. Paru (-).

Pemeriksaan Fisik
 Status Pasien
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 51 kg
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Thorax :
Jantung : BJ 1 & 2 Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : VBS kanan=kiri, Rhonki (-), Wheezing (-)
Iktus kordis : ICS 5 linea mid clavicula sinistra.
Abdomen : normal
Genitalia : normal
Ekstremitas : Edema ekstremitas bawah -/-, akral hangat +/+

Status Genikologi
Abdomen
 Inspeksi
 Membuncit tidak simetris (sinistra lbh meninjol dari dextra)
 Sikatrik (-)
 Auskultasi
Bising usus (+) Normal
 Palpasi
Nyeri tekan (-), defans muskular (-), nyeri lepas (-). Teraba massa pada
regio abdomen sinistra inferior, konsistensi kenyal, mobile, permukaan
rata, ukuran 7x7 cm.
 Perkusi
Timpani pada regio abomen sinistra superior, dextra superior dan inferior
Pekak pada regio abdomen sinistra inferior.
Ballotement (-), undulasi (-)

Pemeriksaan dalam tidak dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Hemoglobin : 11,9 gr/dl
Hematokrit : 36,2 %
Leukosit : 17,9
Trombosit : 231000
Eritrosit : 4.59 mm3
Index Eritrosit
MCV : 79,0 fl
MCH : 26.0 pg
MCHC : 32.0 g/dl
RDW : 12.1 %
MPV : 6,0 fl
Hitung Jenis (Diff)
Eosinofil : 0.1 %
Basofil : 2,7 %
Segmen : 82.3 %
Limfosit : 8,5 %
Monosit : 6,3 %
Luc : 0,0 %
Imunologi
HBsAg : 0,01
Anti HIV : Non reaktif
Ca-125 : 6,4 U/ml (n <35 ELISA)
 USG

diameter kista : 10x10cm


Diagnosis
Kista Ovarium

Penatalaksanaan
IVDN 500 cc RL 20 tetes/ menit
Cefotaxime Inj 3 x 1gr

Rencana
 Laparatomi

Follow up ruangan
Waktu Follow Up
22/02/2019 S : Terasa benjolan pada perut kiri
O : TD: 100/70 mmHg P: 81x/menit RR: 20x/menit S:36,60C
KU: baik
Kesadaran : compos mentis
Kepala : CA -/- SI -/-
Leher : JVP tidak meningkat
Thoraks :
cardio : BJ I-II reguler m (-), g (-)
Ictus cordis teraba 2 cm lateral dari MCS
Paru : VES (+/+) ronkhi (-/-), weezhing (-/-)
Abdomen : teraba massa pada perut kiri bawah, NT (-) BU (+)
Ekstremitas : udem (–) akral hangat, CRT<2S
A : Kista ovarium

P:
IVFD 500 cc RL 20 tetes/ menit
Inj Cefotaxime 2 x 1 gr
Lapratomi
23/02/2019 S : Pasien merasakan nyeri pada luka jahitan
O : TD: 110/80 mmHg P: 84x/menit RR: 24x/menit S:36,30C
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Kepala : CA -/- SI -/-
Leher : JVP tidak meningkat
Thoraks :
cardio : BJ I-II reguler m (-), g (-)
Ictus cordis teraba 2 cm lateral dari MCS
Paru : VES (+/+), weezhing (-), ronkhi (-/-)
Ekstremitas : udem – akral hangat
(+)(+)
Abdomen : Nyeri tekan (+))(+) Bising usus (+)
A : Post laparatomi kista ovarium hari I

P:
IVDN 500 cc RL 20 tetes/ menit
Inj Cefotaxime 3 x 1 gr
Inj Ketorolac 3 x 1 amp
Inj Ranitidin 2 x 1 amp

24/02/2019 S : Tidak ada keluhan


O : TD: 110/80 mmHg P: 82x/menit RR: 21x/menit S:36,70C
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Kepala : CA -/- SI -/-
Leher : JVP tidak meningkat
Thoraks :
cardio : BJ I-II reguler m (-), g (-)
Ictus cordis teraba 2 cm lateral dari MCS
Paru : VES (+/+), weezhing (-), ronkhi (-/-)
Ekstremitas : udem (–) akral hangat, CRT<2s
(+)(+)
Abdomen : Nyeri tekan (+))(+) Bising usus (+)
A : Post laparatomi kista ovarium hari II

P:
Cefixime Tab 2x200mg p.o
Asam Mefenamat 3x500 mg prn
Tablet Tambah Darah 2x1 tab
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

PERMASALAHAN
1. Apakah sudah tepat diagnosis diatas?
2. Apakah penatalaksanaan kala II lama pada kasus ini sudah tepat?
PEMBAHASAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat, yaitu kista ovarium.
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal,
folikel de graff atau korpus luteum atau kista ovarium yang dapat timbul
akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium .1
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun yang
besar, kistik atau padat, jinak atau ganas yang berada di ovarium. Dalam
kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai paling sering ialah kista
dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar
dapat menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat
menghalang – halangi masuknya kepala ke dalam panggul.2
Kistoma ovari adalah kista yang permukaannya rata dan halus,
biasanya bertangkai, bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis
berisi cairan serosa dan berwarna kuning. Pengumpulan cairan tersebut
terjadi pada indung telur atau ovarium.3

Ada beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam


pembentukan kista ovarium:
a. Pengobatan infertilitas
Pasien yang sedang diobati untuk infertilitas dengan induksi ovulasi
dengan gonadotropin atau bahan lainnya, seperti clomiphene citrate
atau letrozole, dapat membentuk kista ovary sebagai bagian dari
ovarian hyperstimulation syndrome.
b. Tamoxifen
Tamoxifen dapat mengakibatkan kista ovari benigna fungsional yang
biasanya timbul setelah penghentian terapi.
c. Kehamilan
Pada wanita hamil, kista ovarium dapat terbentuk pada trimester kedua
saat kadar hCG tertinggi.
d. Hypothyroidism
Karena kemiripan antara subunit alpha thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hCG, hipotirodisme dapat menstimulasi pertumbuhan kista
ovarii.
e. Gonadotropin maternal
Efek transplasental dari gonadotropin maternal dapat menyebabkan
pembentukan dari kista ovarii neonatal dan fetal.
f. Merokok
Risiko kista ovarii fungsional meningkat dengan merokok; resiko dari
merokok mungkin meningkat lebih jauh dengan penurunan indeks
massa tubuh (IMT)
g. Ligasi tuba
kista fungsional telah dihubungkan dengan sterilisasi ligasi tuba
Tanda dan gejala :
Kebanyakan wanita dengan tumor ovarium tidak menimbulkan
gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan
tidak spesifik. Sebagian gejala dan tanda adalah akibat dari pertumbuhan,
aktivitas endokrin, atau komplikasi tumor tersebut. Pada stadium awal
dapat berupa gangguan haid. Dapat juga terjadi peregangan atau
penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri
pada saat bersenggama. Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung
kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
Pada stadium lanjut gejala yang terjadi berhubungan dengan
adanya asites (penimbunan cairan dalam rongga perut), penyebaran ke
omentum (lemak perut) dan organ-organ di dalam rongga perut lainnya
seperti usus-usus dan hati. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada
rongga dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang
mengakibatkan penderita sangat merasa sesak napas.
Pada umumnya gejala yang timbul dan patognomonik adalah:
1. Penekanan terhadap vesika dan rektum.
2. Perut terasa penuh
3. Pembesaran perut
4. Perdarahan (jarang)
5. Nyeri (pada putaran tangkai/kista pecah)
6. Sesak napas, oedema tungkai (pada tumor yang sangat besar).4
Diagnosis
a. Anamnesa
Diagnosis dimulai dari anamnesis berdasarkan keluhan pasien.
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama
tumor ovarium yang kecil. Adanya tumor bisa menyebabkan pembenjolan
perut. Rasa sakit atau tidak nyaman pada perut bagian bawah. Rasa sakit
tersebut akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau terjadi ruptur.
Terdapat juga rasa penuh di perut. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya
dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, gangguan miksi dan defekasi.
Dapat terjadi penekanan terhadapat kandung kemih sehingga
menyebabkan frekuensi berkemih menjadi sering.4

Kista ovarium dapat menyebabkan obstipasi karena pergerakan


usus terganggu atau dapat juga terjadi penekanan dan menyebabkan
defekasi yang sering. Pasien juga mengeluhkan ketidaknyamanan dalam
coitus, yaitu pada penetrasi yang dalam. Pada tumor yang besar dapat
terjadi tidak adanya nafsu makan dan rasa enak dan rasa sesak. Pada
umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid, kecuali jika tumor
tersebut mengeluarkan hormon. Ireguleritas siklus menstruasi dan
pendarahan vagina yang abnormal dapat terjadi. Pada anak muda, dapat
menimbulkan menarche lebih awal.

Polikistik ovari menimbulkan sindroma polistik ovari, terdiri dari


hirsutism, inferilitas, aligomenorrhea, obesitas dan acne. Pada keganasan,
dapat ditemukan penurunan berat badan yang drastis.
b. Pemeriksaan Fisik
Kista yang besar dapat teraba dalam palpasi abdomen. Walau pada
wanita premonopause yang kurus dapat teraba ovarium normal tetapi
hal ini adalah abnormal jika terdapat pada wanita postmenopause.
Perabaan menjadi sulit pada pasien yang gemuk. Teraba massa yang
kistik, mobile, permukaan massa umummnya rata. Serviks dan uterus
dapat terdorong pada satu sisi. Dapat juga teraba, massa lain, termasuk
fibroid dan nodul pada ligamentum uterosakral, ini merupakan
keganasan atau endometriosis. Pada perkusi mungkin didapatkan
ascites yang pasif.

c. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tidak ada tes laboratorium diagnostik untuk kista ovarium. Cancer
antigen 125 (CA 125) adalah protein yang dihasilkan oleh
membran sel ovarium normal dan karsinoma ovarium. Level serum
kurang dari 35 U/ml adalah kadar CA 125 ditemukan meningkat
pada 85% pasien dengan karsinoma epitel ovarium. Terkadang CA
125 ditemukan meningkat pada kasus jinak dan pada 6% pasien
sehat.
b. Laparoskopi
Mengetahui asal tumor dari ovarium atau tidak, dan menentukan
sifat- sifat tumor.
c. Ultrasonografi
Menentukan letak dan batas tumor kistik atau solid, cairan dalam
rongga perut yang bebas dan tidak. USG adalah alat diagnostik
imaging yang utama untuk kista ovarium. Kista simpleks
bentuknya unilokular, dindingnya tipis, satu cavitas yang
didalamnya tidak terdapat internal echo. Biasanya jenis kista
seperti ini tidak ganas, dan merupakan kista fungsioal, kista luteal
atau mungkln juga kistadenoma serosa atau kista inklusi.
Kista kompleks multilokular, dindingnya menebal terdapat papul
ke dalam lumen. Kista seperti ini biasanya maligna atau mungkin
juga kista neoplasma benigna. USG sulit membedakan kista
ovarium dengan hidrosalfing, paraovarian dan kista tuba. USG
endovaginal dapat memberikan pemeriksaan morfologi yang jelas
dari struktur pelvis. Pemeriksaana ini tidak memerlukan kandung
kemih yang penuh. USG transabdominal lebih baik dari
endovaginal untuk mengevaluasi massa yang besar dan organ
intrabdomen lain, seperti ginjal, hati dan ascites. Ini memerlukan
kandung kemih yang penuh.
d. MRI
MRI memberikan gambaran jaringan lunak lebih baik dari CT
scan, dapat memberikan gambaran massa ginekologik yang lebih
baik. MRI ini biasanya tidak diperlukan
e. CT Scan
Untuk mengidentifikasi kista ovarium dan massa pelvik, CT Scan
kurang baik bila dibanding dengan MRI. CT Scan dapat dipakai
untukmengidentifikasi organ intraabdomen dan retroperitoneum
dalam kasus keganasan ovarium.
f. Foto Rontgen
Menentukan adanya hidrotoraks. Pada kista dermoid kadang dapat
terlihat gigi.
g. Parasentesis
Pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab asites.
h. Tes kehamilan
Dan HCG negatif, kecuali bila terjadi kehamilan.

Diagnosis kista ovarium dapat ditegakkan bila ditemukan hal-hal


berikut yaitu pada anamnesa menunjukkan gejala seperti yang disebutkan
diatas disertai pada pemeriksaan fisik
:
1. Ditemukan tumor di rongga perut bagian depan dengan ukuran >5cm

2. Pada pemeriksaan dalam, letak tumor di parametrium kiri atau kanan
atau mengisi kavum douglasi

3. Konsistensi kistik, mobile, permukaan tumor umumnya rata.4

2. Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
Segera rujuk ibu ke rumah sakit.

b. Tatalaksana Khusus
Pada kista ovarium terpuntir disertai nyeri perut dilakukan laparotomi.
Pada kista ovarium asimptomatik:
 Bila kista berukuran > 10 cm, dilakukan laparatomi pada trimester
kedua kehamilan.
 Bila kista berukuran < 5 cm, tidak perlu dioperasi.
 Bila kista berukuran 5 – 10 cm, lakukan observasi: jika menetap atau
membesar, lakukan laparotomi pada trimester kedua kehamilan.
 Jika dicurigai keganasan, pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih
lengkap.
BAB IV
KESIMPULAN

 Diagnosis paad pasien ini sudahlah tepat karena pada pasien ini
didapatkan gangguan haid berupa dismenore dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan
 Ditemukan tumor di rongga perut bagian depan dengan ukuran >5cm

 Konsistensi kistik, mobile, permukaan tumor umumnya rata.

 Penatalaksanaan pada pasien diatas sudahlah tepat yaitu laparatomi.


DAFTAR PUSTAKA

1 Dorland N. Dalam: Hartanto H, Koesoemawati H, Salim IN, dkk (eds). Kamus


Kedokteran Dorland, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.
2 Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 346-65.
3 Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Tumor
Ovarium Neoplastik Jinak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid I. Jakarta
:Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000. p.
388-9.
4 DeChemey AH, Pernoll ML. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and
Treatment 8th edition. Norwalk : Appleton & Lange; 1994. p. 744-51.
5 Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai