Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik dan

sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat

bergantung pada lokasi tubuh1

Scabies merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh penetrasi kutu

parasit obligat pada manusia, Sarcoptes scabies var. hominis ke dalam lapisan

epidermis. Kutu scabies ini adalah hewan Arthropoda yang awalnya diidentifikasi

pada tahun 1600-an, namun tidak dikenal sebagai penyebab erupsi kulit hingga tahun

1700-an. Perkiraan sekitar 300 juta jiwa diseluruh dunia terinfeksi kutu scabies.

Scabies menyerang seluruh lapisan masyarakat, dimana wanita dan anak-anak lebih

banyak terinfeksi. Penyakit ini umumnya cenderung banyak ditemukan pada area

urban, khususnya pada area padat penduduk. Skabies menduduki peringkat ke-7 dari

sepuluh besar penyakit utama di puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12

penyakit kulit tersering di Indonesia.2

Sedangkan penyakit kusta adalah merupakan penyakit infeksi kronik yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat.

Penyebaran penyakit ini dari suatu tempat ke tempat lain dapat disebabkan

oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.Dewasa ini penyakit

kusta itu sendiri masih menjadi masalah kesehatan di dunia, khususnya di negara-

negara yang sedang berkembang. Masalah yang dihadapi penderita bukan hanya

dari medis saja, tetapi juga menimbulkan beban psikologis, sosial dan ekonomi.

1
2

Sebuah penelitian menyatakan bahwa jumlah penderita kusta di dunia pada

tahun 2007 diperkirakan 2-3 juta orang lebih, 80% di antaranya berasal dari

daerah tropis. Pada tahun yang sama Indonesia masih menempati urutan ke tiga

setelah India dan Brazil dalam hal penyumbang jumlah penderita kusta di dunia.3

1.2.Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan umum pengunjung Puskesmas

Campurejo tentang penyakit Skibies dan Kusta

1.2.2 Tujuan khusus

1. Meningkatkan pengetahuan pengunjung Puskesmas Campurejo

tentang penyebab Skibies dan Kusta

2. Meningkatkan pengetahuan pengunjung Puskesmas Campurejo

tentang gejala dan tanda Skibies dan Kusta

3. Meningkatkan pengetahuan pengunjung Puskesmas Campurejo

tentang langkah-langkah yang harus dilakukan bila anak

menderita Skibies dan Kusta

4. Meningkatkan pengetahuanpengunjung Puskesmas Campurejo

tentang penangan Skibies dan Kusta

5. Meningkatkan pengetahuan pengunjung Puskesmas Campurejo

tentang pencegahan Skibies dan Kusta.


3

1.3. Manfaat Penyuluhan

Memberikan informasi tentang pentingnya penyakit Skibies dan Kusta

sehingga pengunjung Puskesmas dapat mengetahui gejala, terapi awal serta

mencegah terjadinya Skibies dan Kusta sehingga angka kejadian dapat menurun .
4

BAB 2

PERSIAPAN PENYULUHAN

2.1 Panitia Kegiatan

Susunan Kepanitiaan:

Pembimbing : dr. Gita Sekar Prihanti, MPd.Ked

Ketua : Tantia Devi Iralawati

Moderator :Andhika Ardhi , S.Ked

Penyaji : Prili Sulistio Kuncoroati, S.Ked

Perlengkapan : Wulan Dewi Farichah S.Ked

Dokumentasi : Icvan Nuriadi S.Ked

2.2 Koordinasi dengan Petugas Setempat

Koordinasi dilaksanakan pada :

Hari, Tanggal :Rabu, 14 September 2016

Tempat : Puskesmas Mrican Kediri

Jam : 08.00 WIB

Telah dilakukan koordinasi mengenai penyuluhan tentang pentingnya

pengetahuan tentang Skbaies dan Kusta. Hal-hal yang dibahas antara lain :

a. Menjelaskan singkat mengenai latar belakang dan tujuan dari penyuluhan yang

akan dilaksanakan

b. Menentukan tempat dan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan kegiatan

di Puskesmas Campurejo
5

c. Menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan untuk mendukung

kelancaran proses penyuluhan.

2.3 Persiapan Tempat Penyuluhan

Penyuluhan diselenggarakan di Ruang Tunggu Puskesmas pada tanggal Kamis,

15 September 2016 pukul 08.00 WIB.

2.4 Persiapan Materi penyuluhan

- Mencari materi di internet tentang Skbaies dan Kusta

- Membuat materi penyuluhan dalam bentuk leaflet dikerjakan langsung oleh

penyaji.

- Alat bantu penyuluhan berupa Sound System disiapkan oleh staf puskesmas

Campurejo Kota Kediri.


6

BAB 3

SASARAN, METODE, DAN MATERI PENYULUHAN

3.1 Sasaran

Sasaran penyuluhan kesehatan ini adalah seluruh pengunjung Puskesmas

Mrican Kediri.

3.2 Metode

 Pembagian Leaflet

Diberikan selembar Leaflet, berisi definisi, etiologi, tanda dan gejala,

penanganan dan pencegahan Skbaies dan Kusta

 Ceramah

Ceramah dilakukan dalam waktu 30 menit, untuk menjelaskan topik

penyuluhan.

 Tanya Jawab

Tanya jawab dilakukan dalam waktu kurang lebih 10 menit tentang materi

tersebut

3.3. Materi Penyuluhan

3.3.1. Definisi

Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh

kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung

dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya

pakaian handuk, sprei, bantal dan lain - lain).4

3.3.2. Patogenesis
7

Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan

kecepatan 2 mm per hari, dan meletakkan 2 atau 3 telur-telurnya setiap harinya.

Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan

membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan

bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di

dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah

dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi

pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi

hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.5

3.3.3. Tanda dan Gejala Klinis Diare

Ada 4 tanda kardinal :

1. Pruritus nokturnal, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 1 Pada

awalnya gatal terbatas hanya pada lesi tetapi seringkali menjadi menyeluruh.

Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4 minggu, tetapi paparan

ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu beberapa jam.5 Namun studi

lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat timbul dalam 4-6 hari

karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.9

2. Penyakit ini menyerang secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga

biasanya seluruh angota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah

perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang

berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.1 Penularan skabies terutama

melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan

seksual. Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.3


8

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika

Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum

yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku

bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mamae (wanita), umbilikus,

bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Skabies jarang

ditemukan di telapak tangan, telapak kaki, dibawah kepala dan leher namun

pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Berikut dipaparkan

gambaran tempat predileksi skabies.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Berikut merupakan

gambaran mikroskopik tungau skabies.1

3.3.4. Pemeriksaan Penunjang 6

Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi

penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis

pasti sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila

ditemukan dua dari empat cardinal sign. Beberapa cara yang dapat

digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu :

a. Kerokan kulit

Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau

KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel steril

yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan


9

pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca

penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.

b. Mengambil tungau dengan jarum

Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan

kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara tangensial ke

ujung lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat

pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.

Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.(10)

c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)

Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30

menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan

tersebut akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya

karena akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif

bila terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai

bentuk S.

d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)

Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk

kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial

menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak

berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi

dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah

mikroskop. Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin.


10

3.3.5. Penatalaksanaan

Terapi skabies harus segera dilakukan setelah penegakan diagnosis. Penundaan

terapi dapat menyebabkan infestasi tungau yang semakin banyak dan kemungkinan

peningkatan keparahan gejala.Terapi skabies ini juga harus tuntas bagi penderita dan

juga dilakukan bagi keluarga penderita yang memiliki gejala yang sama karena

skabies yang tidak terobati biasanya memiliki hubungan dengan peningkatan

kejadian pyoderma oleh Streptococcus pyogenes. Terdapat sejumlah terapi skabies

yang efektif dan pemilihannya tergantung pada biaya dan potensi toksiknya.

Terkadang penderita menggunakan obat lebih lama dari waktu yang dianjurkan,

sehingga mengetahui kuantitas obat yang tepat untuk diresepkan akan dapat

mencegah timbulnya iritasi akibat pemakaian obat yang berlebihan, yang pada

akhirnya disalahartikan sebagai kegagalan terapi. Skabisid topikal sebaiknya dipakai

di seluruh tubuh kecuali wajah. Obat harus segera dibersihkan secara menyeluruh

setelah periode waktu yang dianjurkan. Pagi hari setelah terapi, pakaian, sprei, dan

handuk dicuci menggunakan air panas. Tungau akan mati pada suhu 130oC. Pasien

dapat diberikan edukasi untuk meningkatkan kebersihan lingkungan dan

perorangan.7

Penderita hendaknya diberikan pengertian bahwa meskipun penyakit telah

diobati secara adekuat, rasa gatal akan tetap ada sampai beberapa bulan. Seluruh

anggota keluarga yang memiliki gejala harus diterapi, termasuk pasangan seksual.

Para ahli merekomendasikan terapi untuk anggota keluarga bersifat simultan, karena

angka kesembuhan setelah 10 minggu lebih tinggi.5 Terapi topikal untuk skabies

yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

1. Krim Permetrin ( Elimite, Acticin), yaitu suatu skabisid berupa piretroid

sintesis yang efektif pada manusia dengan toksisitas rendah, bahkan dengan
11

pemakaian yang berlebihan sekalipun dan obat ini telah dipergunakan lebih

dari 20 tahun.5,11 Krim permetrin ditoleransi dengan baik, diserap minimal

dan tidak diabsorbsi sistemik, serta dimetabolisasi dengan cepat.5,10 Obat ini

merupakan terapi pilihan lini pertama rekomendasi dari CDC untuk terapi

tungau tubuh.12 Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan

kadar 1% untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau

tubuh. Studi menunjukkan Penggunaan permethrin 1% untuk tungau daerah

kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi secara

sistemik. Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh dari

leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan, pengobatan

dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada laporan terjadinya

resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi menunjukkan adanya

resistensi permethrin 1% pada tungau kepala namun dapat ditangani dengan

pemberian permethrin 5%. Permetrin sebaiknnya tidak digunakan pada bayi

berumur kurang dari 2 bulan atau pada wanita hamil dan menyusui namun

studi lain mengatakan bahwa obat ini merupakan drug of choice untuk wanita

hamil.Dikatakan bahwa permethrin memiliki angka kesembuhan hingga

97,8% jika dibandingkan dengan penggunaan ivermectin yang memiliki

angka kesembuhan 70%. Tetapi penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2

minggu memiliki keefektifan sama dengan permethrin. Efek samping yang

sering timbul adalah rasa terbakar dan yang jarang adalah dermatitis kontak

dengan derajat ringan sampai sedang.7

2. Lindane 1% (gamma-benzen heksaklorida), merupakan pilihan terapi lini

kedua rekomendasi CDC.Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan

yang sama dengan permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul
12

dibanding permetrin.5 Lindane memiliki angka penyembuhan hingga 98%

dan diabsorbsi secara sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit

yang rusak.10 Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg. Cara pemakaiannya

adalah dengan dioleskan dan dibiarkan selama 8 jam. Sama seperti pada

permetrin, kadang diperlukan pengolesan ulang 1 minggu setelah terapi

pertama. Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik

terutama pada bayi, anak dan orang dewasa dengan kerusakan kulit yang

luas. Lindane memiliki efek samping yaitu toksik pada sistem saraf pusat

dengan keluhan utama kejang. Lindane sebaiknya tidak digunakan untuk

bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang meluas, wanita hamil atau

menyusui, penderita yang pernah mengalami kejang atau penyakit neurologi

lainnya. Sejak 1 januari 2002, Negara bagian California telah meninggalkan

pemakaian lindane. Belum ada laporan mengenai toleransi yang signifikan

terhadap pemakaian lindane.

3. Sulfur, biasanya diresepkan sebagai sulfur presipitat (6%) dalam petrolatum.

Sulfur dipakai saat malam hari selama 3 malam dan dibersihkan secara

menyeluruh 24 jam terakhir. Kekurangannya adalah sulfur berbau,

meninggalkan noda dan berminyak, mengiritasi, membutuhkan pemakaian

berulang, namun relatif aman, efektif dan tepat untuk bayi berumur kurang

dari 2 bulan dan selama kehamilan atau menyusui.

4. Benzil benzoat 25%, merupakan produk alamiah, disebut juga balsam Peru

dan telah dipergunakan lebih dari 60 tahun. Obat ini merupakan skabisid

kerja cepat yang efektif terhadap semua stadium namun tidak dijual bebas di

Amerika Serikat. Penggunaannya diberikan setiap malam selama 3 kali. Obat

ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal
13

setelah dipakai. Benzyl benzoate memiliki keefektifan yang sama dengan

lindane.

5. Krim Krotamiton (Eurax) dianggap tidak cukup efektif untuk mengobati

skabies. Kualitas krim ini dibawah permetrin dan efektivitasnya setara

dengan benzyl benzoat atau sulfur.7

3.3.6. Definisi Kusta

Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Penyebaran

penyakit ini dari suatu tempat ke tempat lain dapat disebabkan oleh

perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. 1

3.3.7. Etiologi

Meskipun gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor

pencetus

reaksi kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum

diketahui. Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas

akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan

imunitas yang telah ada.

Faktor pencetus yang dapat menyebabkan timbulnya hal tersebut ialah

infeksi, stress mental dan fisik, kehamilan , vaksinasi, faktor hormonal dan

nutrisi. 4

3.3.8. Patofisiologi

Pada penderita kusta, Mycobacterium leprae dapat ditemukan di seluruh tubuh

seperti saraf, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Perubahan patologik dari saraf

biasanya merupakan respon dari ditemukannya Mycobacterium leprae dalam

kulit yang memunculkan reaksi imunologi pada penderita. Beberapa penderita


14

mengalami perluasan lesi dan rekuren yang berlanjut sampai berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun sehingga menjadi kronik. Kusta tipe lepromatosa

mempunyai dampak paling buruk, hal ini karena tidak adanya respon imun

seluler terhadap antigen Mycobacterium leprae.

M. leprae merupakan parasit obligat intraselular yang terdapat pada sel

makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann

di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh

akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel

mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya. Pada kusta tipe TT kemarnpuan

fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup

menghancurkan kuman. Sayangnya, setelah semua kuman di fagositosis,

makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak aktif dan

kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak

segera diatasi, maka akan terjadi reaksi berlebihan dan massa epiteloid akan

menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.Sel Schwann

merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae. Sel Schwann memiliki

fungsi untuk demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis.

Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat

bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang

dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.Sedangkan pada kusta tipe LL,

terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian makrofag tidak mampu

menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas,

yang kemudian dapat merusak jaringan1.

3.3.9. Gejala Klinis


15

3.3.10. Pemeriksaan Penunjang

3.3.11. Penatalaksanaan
16

BAB 4

PELAKSANAAN PENYULUHAN

4.1 Waktu Pelaksanaan Penyuluhan

Hari, Tanggal : Kamis, 15 September 2016

Waktu : Pukul 08.00 - 09.00 WIB

4.2 Tempat Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan di Ruang Tunggu Puskesmas

4.3 Sasaran dan Jumlah Peserta

 Seluruh pengunjung Puskesmas Campurejo

 Jumlah peserta penyuluhan 24

4.4 Susunan Acara

Jam Acara

08.10 Pembukaan

08.10 Perkenalan

08.15 Pembagian leaflet

08.20 Penyuluhan

08.30 Tanya Jawab

08.35 Penutupan
17

BAB 5

HASIL KEGIATAN

Kegiatan penyuluhan ini diikuti oleh seluruh pengunjung Puskesmas

Campurejo Kediri.Acara dibuka dengan pembukaan oleh moderator dan dilanjutkan

dengan perkenalan dari perwakilan dokter muda yang diwakili oleh Ketua Panitia.

Penyuluhan dibagi dalam 3 sesi, dimulai dengan pelaksanaan penyuluhan

menggunakan leaflet berisi materi penyuluhan serta gambar-gambar sehingga dapat

menarik perhatian peserta dan peserta tampak cukup antusias merespon materi yang

diberikan. Setelah pemberian materi, dilanjutkan dengan sesi 2 yaitu tanya

jawab.Setelah itu acara diakhiri dengan penutupan oleh moderator.


18

BAB 6

PENUTUP

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kegiatan penyuluhan

yang kami laksanakan di Puskesmas Campurejo Kota Kediri berjalan dengan baik

dan lancar

Besar harapan kami kegiatan ini dapat memberi manfaat dan menambah

pengetahuan kepada seluruh pengunjung Puskesmas Campurejo lebih memahami

dan mengerti mengenai penyakitskabies dan kusta dan penanggulangannya serta

mampu menyebarluaskan materi yang telah kami berikan.

Tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada

semua pihak yang terkait.Atas kerjasamanya dan partisipasinya demi

terselenggaranya kegiatan penyuluhan ini.

Sebagai pelaksana kegiatan, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan

dalam kegiatan penyuluhan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami

harapkan untuk meningkatkan kegiatan serupa di masa yang akan datang. Kami

mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan yang secara sengaja

maupun tidak sengaja kami lakukan.Akhir kata kami para mahasiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammdiyah Malang mengucapkan banyak terima kasih,

atas bantuan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini.

Kediri, September 2016


19

DAFTAR PUSTAKA

1. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.

2. Handoko, R. Skabies. In : Djuanda, A. Hamzah, N. Aisah, S. Ilmu Penyakit


Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2009 : 119-122

3. Kosasih, A, Wisnu,M, Sjamsoe,E, dkk. Kusta. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin FKUI, edisi kelima. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hlm.73-88.

4. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.

5. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care;
An Illustrated Guide: Humana Press; 2011. p. 105-11

6. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit. Ed
1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas kedokteran
universitas hasanuddin; 2009. p. 5-10.

7. Department Of Public Health. Scabies. USA : Department Of Public Health


Division Of Communicable Disease Control. 2008 : 1-3

8.
20

LAMPIRAN

Leaflet Depan
21

Leaflat Belakang

Daftar Absensi
22

Foto Penyuluhan
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai