Anda di halaman 1dari 24

BAB III

LANDASAN TEORI

BAB III
LANDASAN TEORI

A. PERENCANAAN STRUKTUR LENTUR


a. Perencanaan Lentur Murni

Gambar 3.1. Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi


pada perencanaan lentur murni beton bertulang
Dari gambar dapat diperoleh:
Cc = 0,85.fc’.a.b (3.01)
Ts = As.fy (3.02)
Dimana pemakaian dari fy memisalkan bahwa tulangan meleleh sebelum
kehancuran beton. Penyamaan C = T menghasilkan
a . 0,85 . f’c . b = As . fy
As . fy
a= (3.03)
0,85 f ' c .b
M u = As . f y (d − a / 2) (3.04)
Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah:
⎛ A . fy ⎞
M u = As . f y .⎜⎜ d − 0,59 s ⎟⎟ (3.05)
⎝ f ' c.b ⎠
Berdasarkan SNI 03-1726-2002, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi
kekuatan φ. Βesarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8;
sehingga didapat:
⎛ A . fy ⎞
M u = φ . As . f y .⎜⎜ d − 0,59 s ⎟⎟ (3.06)
⎝ f ' c.b ⎠
Dengan :
Mu = momen yang dapat ditahan penampang (Nmm)

LAPORAN TUGAS AKHIR 13


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 14

b = lebar penampang beton (mm)


d = tinggi efektif beton (mm)
fy = mutu tulangan (Mpa)
f’c = mutu beton (Mpa)
b. Perbandingan Tulangan Minimum, Balance dan Maksimum
1) Rasio tulangan minimum (ρmin)
1,4
ρ min = (3.07)
fy
2) Rasio tulangan balance (ρb)
0,85. fc' ⎛ 600 ⎞
ρb = β 1 ⎜⎜ ⎟⎟ (3.08)
fy ⎝ 600 + fy ⎠
3) Rasio tulangan maksimum (ρmax)
ρ max = 0,75ρ b (3.09)

c. Pemeriksaaan coeffisient of resistance yang dinyatakan dengan Rn


Mu
Rn = (3.10)
φ .b.d 2
fy
m= (3.11)
0,75. f ' c

Rnb = ρ b . fy.(1 − 0,5ρb.m) (3.12)


Dengan :
Rn < 0,75 Rnb.................. Dipakai tulangan Tunggal
0,75 Rnb < Rn < Rnb....... Dipakai tulangan Rangkap
Rn > Rnb.......................... Penampang diperbesar
d. Perhitungan Tulangan Tunggal

1⎛ 2.m.Rn ⎞
ρ= ⎜1 − 1 − ⎟ (3.13)
m ⎜⎝ fy ⎟⎠

As = ρ . b . d
As . fy
a= (3.14)
0,85 f ' c .b

M n = As . f y (d − a / 2) (3.15)

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 15

e. Perhitungan Tulangan Rangkap

Gambar 3.2. Penampang Bertulangan Rangkap


ρ 0 = ρ max = 0,75ρ b (3.16)
AS0 = ρ0 . b . d (3.17)
As . fy
a= (3.18)
0,85 f ' c .b
M 0 = As 0 . f y (d − a / 2) (3.19)
M u = M0 + M 1 (3.20)
Mu − M 0
As1 = As' = (3.21)
φ . fy.(d − d ' )
As = As0 + As1 (3.22)
Dengan:
M0 = momen lentur yang dapat dilawan oleh ρmax
M1 = momen sisa yang harus ditahan oleh tulangan tarik maupun tekan yang
sama banyaknya.

B. PERENCANAAN STRUKTUR LENTUR DAN AXIAL


Perhitungan penampang beton yang mengalami beban lentur dan aksial dapat
dibandingkan dengan diagram interaksi antara beban aksial dan momen (diagram
interaksi P-M). Besarnya gaya aksial dibatasi sebagai berikut:
Untuk kolom dengan spiral:
Pnmax = 0,85.φPo (3.23)
Untuk kolom dengan sengkang
Pnmax = 0,80.φPo (3.24)
Dengan Kekuatan nominal maksimum Pn = Po
Po = 0,85.fc’.(Ag – Ast) + fy.Ast (3.25)

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 16

Gambar 3.3. Kondisi regangan berimbang penampang persegi

Dari gambar dapat diperoleh:


Cc = 0,85 f’c.a.b = 0,85 f’c.β.xb.b (3.26)
Cs = A’s (fy-0,85 f’c) (3.27)
T = As . Fy (3.28)
Besarnya gaya axial yang dapat dipikul oleh penampang :
Pb = Cc + Cs – T
Pb = 0,85 f’c.β.xb.b + A’s (fy-0,85 f’c) – As . Fy

Besarnya momen yang dapat dipikul oleh penampang :


Mb = Pb x eb (3.29)
⎛ a ⎞
Mb = Cc⎜ d − − d " ⎟ + Cs (d − d '− d " ) + T .d (3.30)
⎝ 2 ⎠
Untuk perhitungan, besarnya beban aksial dan momen ditentukan sebagai berikut:
Pn = Pu / φ (3.31)
Mx = (δbxMx2b + δsxMx2s) / φ (3.32)

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 17

My = (δbyMx2b + δsyMy2s) / φ (3.33)


Kapasitas kolom akibat lentur dua arah ( biaxial bending) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Boris Bresler berikut ini
(Wahyudi dan Rahim, 1997):
Untuk Pn > 0,1Pno
1 1 1 1 1 1 1 1
= + − atau = + − (3.34)
Pu Pux Puy Puo Pn Pnx Pny Pno

dimana:
Pux = Beban aksial arah sumbu x pada saat eksentrisitas tertentu

Puy = Beban aksial arah sumbu y pada saat eksentrisitas tertentu

Puo = Beban aksial maksimal

Sedangkan untuk Pn < 0,5Pno dapat digunakan rumus:


M ux M uy M nx M ny
+ ≤1 atau + ≤1 (3.35)
Mx My M ox M oy

Pengembangan dari persamaan di atas menghasilkan suatu bidang runtuh tiga


dimensi dimana bentuk umum tak berdimensi dari metode ini adalah (Nawi, 1998):
α α2
⎛ M nx ⎞
1
⎛M ⎞
⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜ ny ⎟ =1 (3.36)
⎜M ⎟
⎝ M ox ⎠ ⎝ oy ⎠
Besarnya α1 dan α2 menurut Bresler dapat dianggap sebesar 1,5 untuk penampang
bujur sangkar, sedangkan untuk penampang persegi panjang nilai α bervariasi antara
1,5 dan 2,0 dengan harga rata-rata 1,75 (Wahyudi dan Rahim, 1997).
Dalam analisa kolom biaksial, dapat dilakukan konversi dari momen biaksial yang
terdiri dari momen dua sumbu menjadi momen satu sumbu. Penentuan momen dan
sumbu yang berpengaruh adalah sebagai berikut (Nawy, 1998):
1. Untuk Mny/Mnx > b/h
b 1− β
My ' = Mny + Mnx (3.37)
h β
2. Untuk Mny/Mnx ≤ b/h
h 1− β
Mx' = Mnx + Mny (3.38)
b β

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 18

Kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (RSNI Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton untuk Gedung tahun 2002):
Untuk kolom tak bergoyang:
kλu 12 M 1b
< 34 − (3.39)
r M 2b
dengan M1b dan M2b adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan M1b < M2b.
Bila faktor momen kolom = 0 atau Mu / Pu < emin, harga M2b harus dihitung dengan
eksentrisitas minimum,
emin = (15 + 0,03h) , dengan h dalam mm. (3.40)
Untuk kolom tak bergoyang:
kλu
< 22 (3.41)
r
dimana:
kλu = panjang efektif kolom
r = radius girasi, diambil sebesar 0,3h atau 0,3b
Besarnya k didapat dari nomogram Jackson dan Moreland (Nawi, 1998) yang
bergantung dari besarnya perbandingan kekakuan semua batang tekan dengan semua
batang lentur dalam bidang (ψ).

ψ =
∑ ( EI / λ )u kolom
(3.42)
∑ ( EI / λ )n balok

Apabila tidak menggunakan nomogram, besarnya k dapat dihitung dengan


menggunakan ((Nawi, 1998) dan (Udiyanto, 2000)):
Untuk kolom tak bergoyang:
k = 0,7 + 0,05(ψ A + ψ B ) ≤ 1,0 (3.43)
k = 0,85 + 0,05ψ min ≤ 1,0 (3.44)
Untuk kolom bergoyang:
20 − ψ A
k= 1 + ψ rata − rata ,untuk ψrata-rata < 2 (3.45)
20
k = 0,9 1 + ψ rata − rata ,untuk ψrata-rata ≥ 2 (3.46)

Apabila kolom termasuk kolom langsing, maka Nawi (1998) menyarankan


menggunakan dua metode analisis stabilitas sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 19

1. Metode pembesaran momen (moment magnification method), dimana desain


kolom tersebut didasarkan atas momen yang diperbesar:
Mc = δM2 = (δbM2b + δsM2s) (3.47)
Cm
δb = ≥1 (3.48)
1 − Pu / 0,75 Pc

1
δs = ≥1 (3.49)
1 − ∑ Pu / 0,75 ∑ Pc
dimana
δ b = faktor pembesar untuk momen yang didominasi oleh beban gravitasi M2b
δ s = faktor pembesar terhadap momen ujung terbesar M2s akibat beban yang
menyebabkan goyangan besar
Pc = beban tekuk Euler = π2 EI / (kλu)2
Pu = beban aksial pada kolom
M1
Cm = 0,6 + 0,4 ≥ 0,4 ,dimana M1 ≤ M2 (3.50)
M2
atau Cm diambil sama dengan 1,0 apabila kolom braced frame dengan beban
transversal atau M2 < M2min
Untuk nilai EI dapat digunakan persamaan:
( E c I g / 5) + E s / I s
EI = (3.51)
1+ βd
atau dapat disederhanakan menjadi:
0.4 E c I g
EI = (3.52)
1+ βd
dimana
β d = momen beban mati rencana / momen total rencana ≤ 1,0
2. Analisis orde kedua yang memperhitungkan efek defleksi. Analisis ini harus
digunakan apabila kλu/r > 100
Titik yang mencerminkan hubungan antara momen konversi dan beban aksial
yang bekerja harus terletak dalam daerah kurva interaksi P-M.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 20

C. PERENCANAAN GESER

Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan


Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002 pasal 13.3 ditentukan besarnya
kekuatan gaya nominal sumbangan beton adalah:
1
Vc = f c 'b w .d
6 (3.53)

Untuk penampang yang menerima beban aksial, besarnya tegangan yang mampu

dipikul beton dapat dituliskan sebagai berikut :


⎛ N ⎞⎛ f 'c ⎞
vc = ⎜1 + u ⎟⎜ ⎟bw .d (3.54)
⎜ 14 A ⎟⎜ 6 ⎟⎠
⎝ g ⎠⎝
Sedangkan besarnya tegangan geser yang harus dilawan sengkang adalah:
φv s = vu − φvc (3.55)
Besarnya tegangan geser yang harus dipikul sengkang dibatasi sebesar:
2
φv s max = f 'c
3 (3.56)
Untuk besarnya gaya geser yang mampu dipikul oleh penampang ditentukan dengan
syarat sebagai berikut:
Vu ≤ φVn (3.57)

Gambar 3.4. Diagram Geser

Dengan :
Vu = gaya lintang pada penampang yang ditinjau.
Vn = kekuatan geser nominal yang dihitung secara Vn = Vc + Vs
Vc = kekuatan geser nominal sumbangan beton
Vs = kekuatan geser nominal sumbangan tulangan geser

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 21

vu = tegangan geser yang terjadi pada penampang


vc = tegangan geser nominal sumbangan beton
vs = tegangan geser nominal sumbangan tulangan geser
φ = faktor reduksi kekuatan = 0,75
b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
f’c = kuat mutu beton (Mpa)
Tulangan geser dibutuhkan apabila Vu > φVc , Besarnya tulangan geser yang
dibutuhkan ditentukan dengan rumus berikut:
Vu − φVc
Vs = (3.58)
φ
Av. fy.d
s= (3.59)
Vs
Dengan :
Av = luas tulangan geser dalam mm2
s = jarak sengkang dalam mm
1
Namun apabila Vu > φVc harus ditentukan besarnya tulangan geser minimum
2
sebesar (RSNI Tata Cara Perhittungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung
Tahun 2002):
1 bw.s
Av min = . (3.60)
3 fy
⎛ fc' ⎞
Jarak sengkang dibatasi sebesar d/2, namun apabila Vs > ⎜ ⎟bw.d maka jarak
⎜ 3 ⎟
⎝ ⎠
sengkang maksimum harus dikurangi setengahnya.

Perhitungan tulangan torsi dapat diabaikan apabila memenuhi syarat berikut:


φ fc' ⎛⎜ Acp2 ⎞⎟
Tu < (3.61)
12 ⎜⎝ p cp ⎟⎠
Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi syarat:
2
⎛ Vu ⎞ ⎛ Tu p h ⎞ 2
⎜⎜ ⎟⎟ + ⎜⎜ 2
⎟⎟ < φv c + φ fc' (3.62)
b .d
⎝ w ⎠ ⎝ 1,7 Aoh ⎠ 3

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 22

Besarnya tulangan sengkang untuk menahan puntir ditentukan dengan rumus sebagai
berikut :
Tn s
At = (3.63)
2 Ao f yv cot θ
Tu
dengan Tn = (3.64)
φ
Sedangkan besarnya tulangan longitudinal yang harus dipasang untuk menahan
puntir dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

At ⎛⎜ f yv ⎞⎟ 2
Al = ph cot θ (3.65)
s ⎜ f ⎟
⎝ yt ⎠
Dengan :
Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm2
Ao = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser, mm2
Aoh = luas yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm2
At = luas satu kaki sengkang tertutup yang menahan puntir dalam daerah sejarak s,
mm2
Al = luas tulangan longitudinal yang memikul puntir, mm2
fyh = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan geser, MPa
fyt = kuat leleh tulangan torsi lungitudinal, MPa
fyv = kuat leleh tulangan sengkang torsi, MPa
pcp = keliling luar penampang beton, mm
ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm
s = spasi tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan
longitudinal, mm

D. PERENCANAAN PLAT
Pelat adalah struktur planar kaku yang terbuat dari material monolit dengan
tinggi yang kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Untuk
merencanakan pelat beton bertulang perlu mempertimbangkan faktor pembebanan
dan ukuran serta syarat-syarat dari peraturan yang ada. Pada perencanaan ini
digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat berotasi dan relatif sangat
kaku terhadap momen puntir. Dalam pelaksanaan, pelat akan di cor bersamaan
dengan balok.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 23

Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua


atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Apabila pada struktur pelat
perbandingan bentang panjang terhadap lebar < 3, maka akan mengalami lendutan
pada kedua arah sumbu. Beban pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung
sekeliling panel pelat, dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah.
Apabila panjang pelat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam
menopang pelat akan sama. Sedangkan apabila perbandingan bentang panjang
terhadap bentang pendek > 3, balok yang lebih panjang akan memikul beban yang
lebih besar dari balok yang pendek (penulangan satu arah).
Dimensi bidang pelat Lx dan Ly dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.5. Dimensi bidang pelat


Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah :
a) Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang.
b) Menentukan tebal pelat.
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 maka tebal pelat ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagai berikut :
fy
ln(0.8 + )
h min = 1500 (3.66)
36 + 9 β
fy
ln(0.8 + )
hmak = 1500 (3.67)
36
hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12 cm, sedang hmin pada pelat atap
ditetapkan sebesar 9 cm.
c) Menghitung beban yang bekerja berupa beban mati dan beban hidup terfaktor.
d) Menghitung momen-momen yang menentukan.
Pada pelat yang menahan dua arah dengan terjepit pada keempat sisinya bekerja
empat macam momen yaitu :
1. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef x Wu x lx2 (3.68)
LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 24

2. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (3.69)


2
3. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx (3.70)
2
4. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx (3.71)
e) Menghitung tulangan pelat
Langkah-langkah perhitungan tulangan :
2. Menetapkan tebal penutup beton.
3. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan
arah y.
4. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y.
⎛ Mu ⎞
5. Membagi Mu dengan b x d2 ⎜ 2 ⎟
(3.72)
⎝b×d ⎠
dengan b = lebar pelat per meter panjang (mm)
d = tinggi efektif (mm)
6. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
⎛ Mu ⎞ ⎛ fy ⎞
⎜ ⎟ = ρ × φ × fy⎜⎜1 − 0,588 × ρ × ⎟ (3.73)
⎝b×d
2
⎠ ⎝ f ' c ⎟⎠
7. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ < ρmak)
1,4
ρ min = (3.74)
fy
β × 450 0,85 × f ' c
ρ mak = × (3.75)
600 + fy fy
8. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(As = ρ × b × d × 10 ) 6
(3.76)

E. PERENCANAAN STRUKTUR ATAP


Atap merupakan struktur yang paling atas dari suatu bangunan gedung.
Struktur atap dapat terbuat dari kayu, beton ataupun dari baja. Dalam Tugas Akhir ini
direncanakan struktur atap yang digunakan adalah struktur baja. Alasan penggunaan
baja sebagai bahan konstruksi adalah kekuatan yang dimiliki baja sangat tinggi dan
penggunaan baja akan memperamping bentuk struktur.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 25

a. Perencanaan Gording
Gording direncanakan untuk menahan beban-beban yang bekerja di atas atap
dan merubah beban-beban merata menjadi beban-beban terpusat. Beban-beban
terpusat ini selanjutnya akan ditahan oleh kuda-kuda atap.
Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan gording
antara lain:
1) Beban mati, terdiri dari bahan penutup atap dan berat gording.
2) Beban hidup, diperhitungkan sebesar P = 100 kg berada di tengah bentang
gording. Selain itu juga diperhitungkan beban hujan.
3) Beban angin, terdiri atas:
a) Muka angin / angin tekan
PMI 1970 pasal 4.3 menyebutkan untuk α< 65º koefisien angin diambil
sebesar 0.02α – 0.4 dimana α = kemiringan atap.
b) Belakang angin / angin hisap
Koefisien angin ditentukan sebesar -0.4

Perhitungan momen dan penguraian beban mengacu pada gambar berikut:

y y
x x

qx Px

qy Py
q P

a° a°

Gambar 3.6. Penguraian beban pada gording


Beban merata q diuraikan menjadi:
q x = q. sin α (3.77)
1
M y = qxl 2 (3.78)
8
q y = q. cos α (3.79)
1
M x = qyl 2 (3.80)
8

Beban terpusat P diuraikan menjadi:


Px = P. sin α (3.81)

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 26

1
My = Px l (3.82)
4
Py = P. cos α (3.83)
1
Mx = Py l (3.84)
4
Seluruh momen Mx dan My dikombinasikan untuk mendapat momen total.
Pemeriksaan kekuatan gording:
Mx My
+ ≤σ (3.85)
Wx Wy
Pemeriksaan lendutan gording:
5 q x L4 1 Px L3
δy = ⋅ + ⋅
384 EI x 48 EI x (3.86)
4 3
5 qy L 1 Py L
δx = ⋅ + ⋅
384 EI y 48 EI y
(3.87)
δi = δ x2 + δ y2
(3.88)
1
δ = L (PPBBI th 1984 hal 155) (3.89)
180

b. Perencanaan Kuda-kuda
Beban-beban yang biasanya diperhitungkan dalam perencanaan kuda-kuda
antara lain:
1) Akibat Beban Tetap
a) Beban atap (BA)
b) Beban gording (BG)
c) Beban ikatan angin (BB)= 20% x (BA+BG)
d) Beban hidup (BL), terdiri dari : Beban orang = 100 kg dan Beban hujan
(Bh) diambil yang paling besar
e) Beban kuda-kuda (BK)
Batang A : 2L.70.70.7 – 7,38 kg/m
Batang B : 2L.60.60.6 – 5,42 kg/m
Batang V : 2L.50.50.5 – 3,77 kg/m
Batang D : 2L.40.40.4 – 2,42 kg/m

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 27

f) Berat baut = 20% x BK


g) Beban plafon + penggantung (BP)
h) Beban Plat Buhul = 10% x beban per buhul
2) Akibat Beban Sementara
a. Beban Angin Kiri, terdiri dari angin tekan dan angin hisap
b. Beban Angin Kanan, terdiri dari angin tekan dan angin hisap
Setelah mendapatkan gaya batang kuda-kuda dari SAP 2000, maka dilakukan
pengecekan profil kuda-kuda tersebut :
a) Batang Tarik
P
σ= ≤ 0, 75σ (3.90)
ANetto
b) Batang Tekan
2
⎛a⎞
I’ = 2*I + Ab* ⎜ ⎟ (3.91)
⎝2⎠
I′
i’ = (3.92)
Abr
L
λ= ≤ 200 (PPBBI 1984 hal 19) (3.93)
i'
E
λg = π (3.94)
0, 7 × σ l
λ
λs = (3.95)
λg
1, 41
0,183 ≤ λ s ≤ 1 → ω = (3.96)
1,593 − λ s

σ= ≤σ (3.97)
Abr
Dilakukan pengecekan terhadap arah x dan arah y.

c. Perencanaan Sambungan Baut


Tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menghitung kekuatan menurut
PPBBG tahun 1987 pasal 8.2(1) adalah sebagai berikut:
Tegangan geser yang diijinkan:
τ = 0,6σ (3.98)

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 28

Tegangan tarik yang diijinkan:


σ ta = 0,7σ (3.99)
Kombinasi tegangan geser yang diijinkan:

σ 1 = σ 2 + 1,56τ 2 ≤ σ (3.100)
Tegangan tumpu yang diijinkan:
σ tu = 1,5σ untuk s1 ≥ 2a (3.101)
σ tu = 1,2σ untuk 1,5d ≤ s1 < 2d (3.102)
dimana:
s1 = jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung
d = diameter baut
σ = tegangan dasar bahan baut, kecuali untuk tegangan tumpu digunakan
tegangan dasar bahan yang disambung

Selain itu, jarak antar baris baut, jarak antar baut maupun jarak baut ke tepi
ditentukan berdasarkan PPBBG 1987 pasal 8.2(5) sebagai berikut:
2,5d ≤ s ≤ 7d atau 14t (3.103)
1,5d ≤ s1 ≤ 3d atau 6t (3.104)
dimana:
d = diameter baut
s = jarak antar baris baut dan jarak antar sumbu baut
s1 = jarak antara sumbu baut ke tepi plat

F. PERENCANAAN PONDASI
a. Analisis Daya Dukung Tanah
Analisis Daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung
beban pondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung tanah ( Bearing
Capacity ) adalah kemampuan tanah untuk mendukung beban baik dan segi
struktur pondasi maupun bangunan di atasnya tanpa terjadi keruntuhan geser.
Daya dukung batas ( ultimate bearing capacity ) adalah daya dukung terbesar dan
tanah dan biasanya diberi simbol q ult.
q ult
q all = (3.105)
FK

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 29

b. Langkah – langkah perhitungan pondasi telapak


1) Menentukan penampang pondasi serta tebal pondasi dipilih sedemikian agar
dapat memenuhi ketentuan SKSNI T15-1991-03 Pasal 3.4.1.1.
Vu < Ø Vc
Dimana Vc diturunkan dari SKSNI T15-1991-03 pasal 3.4.11.2.1. dalam
bentuk
⎛ 4 ⎞ 1 1
Vc = ⎜⎜ 2 + ⎟× ×
βc ⎟⎠ 6
f' × bo × d <
3
× f ' × bo × d
c
(3.106)
⎝ c

Dengan
ßc : Perbandingan antara sisi kolom terpanjang dengan sisi kolo terpendek
bo : Adalah keliling ( perimeter ) penampang yang terdapat tegangan geser ,
sehingga menurut SK SNI T – 15 – 1991 – 03 Pasal 3.4.11.1.2
penampang boleh dianggap terletak pada jarak d/2 terhadap sisi kolom .
d : Tebal efektif pondasi telapak.
2) Menentukan tegangan yang terjadi pada Pondasi , baik tegangan maks

(σmaks) dan tegangan min (σmin ).

P M
σmaks = + (3.107)
A W

σmin = P − M (3.108)
A W
Dengan
P = Gaya akibat reaksi kolom
M = momen akibat reaksi kolom
A = Luas penampang pondasi
W = Momen tahanan pondasi
Dalam perhitungan pengaruh momen terhadap tegangan geser diabaikan.

Gambar 3.7. Pengaruh momen terhadap tegangan geser pada pondasi


LAPORAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 30

3) Menentukan momen yang terjadi pada pondasi , dengan wu = σmaks .

Permodelan yang digunakan adalah ujung – ujung pondasi senagai jepit bebas ,
sehingga Mu = ½ . wu.L2 (3.109)
Dengan
Mu = Momen ultimate pondasi
Wu = tegangan maksimum
L = jarak setengah lebar pondasi dari pusat pondasi.
4) Perhitungan Tulangan , dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Penulangan dapat dianggap pula sebagai ikatan tarik dan busur tekan yang
saling bekerja sama. Kerja sama demikian hanya mungkin bila penjangkaran
busur tekan pada ikatan tarik cukup baik. Agar hubungan ini dapat tercapai
maka seluruh tulangan harus diperpanjang dan ujungnya dibengkokkan
secukupnya.
c. Daya Dukung Tanah Untuk Pondasi Telapak
Daya dukung tanah batas menurut Terzaghi dipengaruhi oleh berat volume
tanah , kohesi dan beban luar ( surcharge ).Dengan demikian maka kita peroleh :
qu = qc + qq + qγ (3.110)
Dengan : qu = Daya dukung tanah batas
qc = Daya dukung tanah berdasarkan kohesi
qq = Daya dukung tanah berdasarkan beban yang bekerja diatasnya
qγ = Daya dukung tanah berdasarkan berat volume tanah .
⎛ φ⎞
qq = q.Nq , dengan Nq = e x tan Ø tan 2 ⎜ 45 + ⎟ , (3.111)
⎝ 2⎠
qc = c.Nc , dengan Nc = ( Nq – 1 ) tan Ø (3.112)
1
qγ = ΒγΝγ , dengan Νγ = 2( Νq + 1) tan Φ (3.113)
2
Dengan menggabungkan persamaan tersebut, maka
1
qu = CNc + qNq + ΒγΝγ (3.114)
2
Menurut Terzaghi diperlukan faktor bentuk , faktor kedalaman dan faktor
kemiringan untuk mengkoreksi nilai qu.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 31

Untuk Pondasi berbentuk Bujur Sangkar:


qu = 1,3 CNc + q Nq + 0,4ΒγΝγ (3.115)
Dengan B = lebar pondasi dan nilai Nq, Nc, dan Nγ bisa didapat melalui
grafik faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut Terzaghi.

G. PERENCANAAN GEMPA
a. Gempa Rencana dan Gempa Nominal
Gempa Rencana adalah gempa yang peluang atau risiko terjadinya dalam
periode umur rencana bangunan 50 tahun adalah 10% (RN = 10%), atau gempa
yang periode ulangnya adalah 500 tahun (TR = 500 tahun).
Besarnya beban Gempa Nominal yang digunakan untuk perencanaan
struktur ditentukan oleh tiga hal, yaitu oleh besarnya Gempa Rencana, oleh
tingkat daktilitas yang dimiliki struktur, dan oleh nilai faktor tahanan lebih yang
terkandung di dalam struktur.
Berdasarkan pedoman gempa yang berlaku di Indonesia yaitu Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002)
Besarnya beban gempa horizontal (V) yang bekerja pada struktur bangunan,
ditentukan menurut persamaan :
C .I
V = Wt (3.116)
R
Dengan, I adalah Faktor Keutamaan Struktur , C adalah nilai Faktor Respon
Gempa yang didapat dari Respon Spektrum Gempa Rencana untuk waktu getar
alami fundamental T, dan Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban mati dan
hidup yang direduksi
Harga dari faktor respon gempa C dapat ditentukan dari Diagram Spektrum
Respon Gempa Rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan kondisi jenis
tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
b. Faktor Keutamaan (I)
Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk
memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur gedung yang
relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang relatif besar pada gedung itu.
Gedung tersebut diharapkan dapat berdiri jauh lebih lama dari gedung – gedung

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 32

pada umumnya. Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa akan
diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan.
c. Daktilitas Struktur
Faktor Reduksi Gempa ditentukan berdasarkan perencanaan kinerja suatu
gedung yaitu apakah gedung direncanakan berperlaku elastik penuh, daktilitas
terbatas atau daktilitas penuh. Nilai faktor daktilitas struktur gedung µ di dalam
perencanaan struktur gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh
diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas meksimum µm yang dapat
dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur gedung. Dalam
Tabel 3 SNI 1726-2002 ditetapkan nilai µm yang dapat dikerahkan oleh beberapa
jenis sistem dan subsistem struktur gedung, berikut faktor reduksi maksimum Rm
yang bersangkutan.
d. Jenis Tanah Dasar
Untuk menentukan harga C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah
tempat struktur bangunan itu berdiri. Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras,
tanah sedang dan tanah lunak apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter
paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam tabel 4, SNI 03-1726-
2002, halaman 26.
Dalam Tugas Akhir ini jenis tanah ditentukan berdasarkan nilai Kuat Geser
Niralir rata – rata.
Perhitungan kuat geser niralir rata-rata:
m

∑ ti
Su = m
i =1
(3.117)
∑ ti / Sui
i =1

Dengan :
ti = tebal lapisan tanah ke-i
Sui = kuat geser niralir lapisan tanah ke-i yang harus memenuhi ketentuan
bahwa Sui ≤ 250 kPa
m = jumlah lapisan tanah yang ada di atas tanah dasar
Su = kuat geser niralir rata-rata

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 33

e. Pembatasan Waktu Getar


T adalah waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx) dan arah-Y
(Ty). Untuk perencanaan awal, waktu atau periode getar dari bangunan gedung
dihitung dengan menggunakan rumus empiris :
Tx = Ty = 0,06.H0,75 ( dalam detik ) (3.118)
H = Tinggi bangunan ( dalam meter ) = 40 m
Beban geser dasar nominal V menurut persamaan 2.1 harus dibagikan
sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal
statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut
persamaan:
Wi .z i
Fi = n
V (3.119)
∑ (W .z )
i =1
i i

Dengan :
Wi = berat lantai tingkat ke-i
zi = ketinggian lantai tingkat ke-i
n = nomor lantai tingkat paling atas
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya
dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1V harus
dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0.9V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur
bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen.
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam
arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh
sebagai berikut:
n

∑W .d
2
i i
T1 = 6.3 i =1
n
(3.120)
g ∑ Fi .d i
i =1

Dengan :
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i akibat beban Fi (mm)
g = percepatan gravitasi sebesar 9.81 mm/detik2

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 34

Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur bangunan gedung untuk


penentuan faktor Respon Gempa C1 ditentukan dengan rumus-rumus empiris atau
didapat dari analisis vibrasi bebas tiga dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang
lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut persamaan 2.05.

H. PERATURAN YANG DIGUNAKAN


Pedoman peraturan serta buku acuan yang digunakan antara lain :
1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SKSNI T-15-
1991-03)
2. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-
2000)
3. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-
1726-2003)
4. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIG) 1983
5. Peraturan Muatan Indonesia tahun 1970 N.I-18
6. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)
7. Peraturan - peraturan lain yang relevan.

I. DATA TEKNIS
Data yang dijadikan bahan acuan dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan
tugas akhir ini dapat diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi rencana pembangunan
maupun hasil survey yang dapat langsung dipergunakan sebagai sumber dalam
perancangan struktur. Pengamatan langsung di lapangan mencakup :
1) Kondisi lokasi rencana gedung Rumah Sakit
2) Kondisi bangunan-bangunan yang ada disekitar lokasi proyek
3) Denah lokasi perencanaan
Pengamatan langsung tersebut menghasilkan data-data utama proyek yang
antara lain terdiri atas :

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 35

1) Data Proyek
Nama Proyek : Perencanaan Struktur Gedung Administrasi dan
Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Fungsi Bangunan : Gedung Rumah Sakit
Jumlah Lantai : 5 lantai + 2 basement
Lokasi : Jl. Kol. Sutarto no.132 Surakarta
Penyelidik Tanah : Lab. Mektan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Struktur Bangunan : Konstruksi Rangka Beton Bertulang
Struktur Atap : Konstruksi Rangka Baja
2) Data Material Struktur Utama
Beton : f’c = 30 Mpa, E = 21000 MPa
Baja : fy = 400 Mpa, (Tulangan Utama )
fy = 240 Mpa, (Tulangan Sengakang)
3) Data Tanah
Data tanah diperoleh dari hasil penyelidikan dan pengujian tanah oleh
Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Diponegoro Semarang, terdiri atas
data sondir dan data boring.
Dari data tanah di atas dapat dianalisis karakteristik tanah yang
diperlukan untuk perencanaan dan perancangan struktur, khususnya pada
struktur bawah bangunan (pondasi).
b. Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data pendukung yang dipakai dalam proses
pembuatan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Data sekunder ini
didapatkan bukan melalui pengamatan secara langsung di lapangan. Yang
termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain adalah literatur-literatur
penunjang, grafik, tabel dan peta/tanah yang berkaitan erat dengan proses
perancangan struktur gedung tersebut.
1) Data Teknis
Adalah data yang berhubungann langsung dengan perencanaan struktur
gedung Rumah Sakit seperti data tanah, bahan bangunan yang digunakan, data
beban rencana yang bekerja, dan sebagainya.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
BAB III
LANDASAN TEORI 36

2) Data Non Teknis


Adalah data yang berfungsi sebagai penunjang dan perencanaan, seperti
kondisi dan letak lokasi proyek.

LAPORAN TUGAS AKHIR


PERENCANAAN GEDUNG ADMINISTRASI DAN PELAYANAN
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Anda mungkin juga menyukai