TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan sifat kimia semen di sini meliputi pembahasan komposisi zat yang ada
di dalam semen, reaksi-reaksi yang terjadi dan perubahan yang terjadi saat penambahan
air pada semen. Hal ini perlu dilakukan karena komposisi dan sifat komponen tersebut
sangat mempengaruhi sifat semen secara keseluruhan. Berikut sifat kimia dan fisika
semen Portland beserta syaratnya berdasarkan ASTM C 150-94:
5 Bagian tak terlarut maks (%) 0,75 0,75 0,75 0,75 0,75
Sumber : Lea’s Chemistry of Cement and Concrete, edisi ke-4, Arnold, 1998, hlm.
181
3 Waktu pengikatan akhir dengan alat 375 375 375 375 375
vicat (maksimum)
Panas 7 hari - 70 - - -
6 hidrasi
28 hari
(kal/g) - 80 - - -
Sumber : Cement Standarts of The World, “Portland cement and its derivatives”,
Cemberau, Paris, 1998.
BAB II
DESKRIPSI PROSES
Proses pembuatan semen secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
Proses pembuatan semen ada dua macam, yaitu proses basah dan proses
kering. Namun sekarang proses yang biasanya digunakan oleh industri adalah
proses kering. Alasan dihentikannya proses basah adalah penggunaan bahan bakar
yang terlalu banyak dan biaya operasional yang terlalu tinggi. Proses kering
dilakukan dengan menggunakan prinsip preblending dengan sistem terhomogenasi
dan raw mix, dimana pada proses ini tahap penggilingan dan pencampuran
dilakukan secara kering. Proses ini menggunakan umpan kering untuk tahap
pembakaran dalam suspension preheater dan rotary kiln, tahap-tahap prosesnya:
a. Penguapan air bebas yang dikandung oleh tepung baku pada suhu 100 ⁰C
(reaksi endotermis)
b. Penguapan air hidrat yang dikandung oleh tanah liat pada suhu 500 ⁰C (reaksi
endotermis)
Al2SiO7.x H2O Al2O3 + SiO3 + x H2O
c. Proses kalsinasi pada suhu 600-900 ⁰C (reaksi endotermis)
CaCO3 CaO + CO2
d. Penguapan air hidrat yang dikandung oleh batu kapur pada suhu 800 ⁰C (reaksi
endotermis)
e. Proses pembentukan C2S pada suhu 800-900 ⁰C (reaksi endotermis)
2 CaO + SiO2 2 CaO.SiO2 atau C2S
f. Proses pembentukan C3A dan C4AF pada suhu 900-1200 ⁰C (reaksi eksotermis)
3 CaO + Al2O3 3 CaO.Al2O3 atau C3A
3 CaO + Al2O3 + Fe2O3 3 CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF
g. Proses pembentukan fasa cair pada suhu 1250-1280 C (reaksi endotermis)
h. Proses pembentukan C3S pada suhu 1200-1460 C (reaksi eksotermis)
2CaO.SiO2 + CaO 3CaO.SiO2 atau C3S
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen adalah batu kapur, tanah liat,
silika, dan pasir besi, dan gypsum. Bahan baku yang ditambang adalah batu kapur (lime
stone) dan tanah liat (clay) yang merupakan bahan baku utama, sedangkan silika dan
pasir besi merupakan bahan baku korektif serta gypsum merupakan bahan aditif.
Penambangan batu kapur dilakukan dengan sistem side hile type dan open pit
type. Deposit batu kapur yang terdapat di lokasi penambangan merupakan suatu
perbukitan sehingga cara open pit lebih sering digunakan. Penambangan terbuka
dimaksudkan sebagai penambangan yang dilakukan dalam ruang terbuka di
permukaan tanah. Penambangan ini dilakukan dengan sistem berteras (benching
system). Bench dibuat menyusuri bukit dan berjarak sekitar 50 m dari titik puncak
acuan. Tinggi bench sekitar 6 m dengan lebar 2 m. Adapun persyaratan batu kapur
(CaCO3) sebagai berikut:
Cara penambangan tanah liat hampir sama dengan batu kapur, hanya saja
tidak menggunakan drilling dan blasting. Penambangan akan terus dilakukan
sampai ketinggian tanah tidak kurang dari 0 meter dari permukaan air laut.
Adapun persyaratan untuk tanah liat adalah sebagai berikut:
Pengiriman ke Pengecilan
Plant Ukuran (Size
(Conveying) Reduction)
2.2.3 Pengadaan Pasir Besi, Pasir Silika, dan Gypsum
(Hauling)
Pasir besi dengan Fe2O3 sebagai komposisi tertinggi (70–80 %) terdapat di
sepanjang pantai laut selatan Pulau Jawa. Kebutuhan pasir besi dapat dipenuhi oleh
PT. Aneka Tambang Cilacap. Pasir silika disebut juga silica sand mempunyai
kandungan SiO2 yang tinggi (90–95%). Kebutuhan pasir silika sendiri dapat
dijumpai di daerah Cibadak, Sukabumi. Gypsum yang berwarna putih berbentuk
kristal mempunyai rumus CaSO4.2H2O dapat diperoleh dari alam atau secara
sintetis. Gypsum di alam terdapat dalam batuan sedimen kalsium sulfat yang
banyak terdapat di danau atau kawah gunung.
Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku tersebut harus
melalui tahapan proses pengeringan dan penggilingan. Hal ini dimaksudkan untuk:
a. Kadar air bahan baku menjadi 0,5-1%. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
energi yang dibutuhkan pada tahap pembakaran.
b. Mereduksi bahan baku hingga ukurannya 90-200 mikron sehingga diperoleh
material yang lebih halus dengan luas permukaan yang besar dan dapat
meningkatkan kecepatan reaksi dan kecepatan pembakaran pada unit kiln
c. Memperoleh campuran bahan baku yang lebih homogen
d. Mencampur bahan baku dengan perbandingan tertentu
Setelah itu, batu kapur akan masuk ke impack dryer, sedangkan sandy clay
akan masuk ke rotary dryer. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban dari mix
dryer. Selanjutnya, material akan bercampur di belt conveyor. Suhu masuk rotary
dryer dan impack dryer adalah sebesar 290-340 ⁰C, material yang sangat halus dan
debu terhisap ke electrostatic prespitator (EP), terjadi pemisahan antara material
dengan debu. Debu yang telah melewati EP akan dibuang ke lingkungan dengan
kadar maksimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah 80 mg/Nm 3 dan material
yang halus akan bergabung dengan produk raw mill dengan bantuan air slide dan
air lift. Selanjutnya material dari kedua dryer bersama-sama masuk ke double
roller crusher, pada tahapan ini terjadi size reduction material.
Material yang keluar dari grinding mill masuk ke separator dengan hisapan
mill fan. Di separator material yang masih kasar dipisahkan dari material yang
halus. Material yang masih kasar dikembalikan lagi ke dalam grinding mill sebagai
tailing. Material yang halus masuk ke cyclone untuk dipisahkan antara gas dan
materialnya. Material yang sangat halus ikut terbawa ke EP bersama dengan gas
dan material halus yang telah terpisah dari gas menjadi produk untuk masuk ke
sistem air slide untuk masuk ke raw mill silo. Di silo, terdapat dua dust collector
yang berfungsi untuk menangkap debu dan udara yang akan terhisap oleh fan yang
kemudian dibuang ke lingkungan.
Raw mill silo masing-masing dibagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut
blending silo dan bagian bawah disebut storage silo. Di blending silo, terjadi
proses homogenisasi, yaitu dengan dihembuskannya udara dari bawah. Produk
yang sudah homogen kemudian masuk ke storage silo melalui air slide.
Proses pembakaran dan pendinginan clinker dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Homogenisasi
Umpan raw mill dari storage silo oleh air slide conveyor ke feed tank
(tempat penampungan sementara). Dari feed tank, raw mill dikeluarkan melalui
weighing feeder, setelah itu aliran material menuju SP melalui connection dust
(saluran penghubung) antara stage 1 dan 2. Gas panas keluar dari ujung atas
cyclone stage 1 karena tarikan suspension preheater fan, sedangkan raw mill
turun melalui saluran penghubung stage 2 dan 3. Pada tahap ini raw mill
terbawa oleh aliran gas dari stage 3 dan masuk ke stage 2. Dari stage 2 raw mill
turun ke saluran penghubung antara stage 3 dan 4.
BAB III
PERALATAN dan MESIN
Cara kerja :
Cara kerja alat ini dimulai dengan masuknya clinker pada suhu 1240oC dari clin
ke dalam air quenching cooling. Clinker dan air quenching cooling akan
mengalami pendinginan secara mendadak sampai suhu 100 oC oleh hembusan
udara pendingin yang berasal dari 5 cooling fan. Clinker yang agak halus akan
jatuh menembus lubang-lubang kecil pada grate kemudian dibawa oleh apron
conveyor. Clinker yang kasar akan tertinggal di atas grate cooler dan terdorong
maju oleh maju mundur grate menuju outlet cooler dan dipecah oleh hammer
crusher, kemudian dibawa oleh apron conveyor.
Cara Kerja :
Pada jarak tertentu dari air slide dipasang blower dibagian atas.
Blower berfungsi sebagai penghembus udara sedangkan dust collector
akan menarik udara yang dihembuskan blower. Aliran udara terjadi
karena fluidisasi material oleh hembusan blower dan hisapan dust
collector, desakan material kasar serta kemiringan air slide.
Cara Kerja :
Didalam tetra cyclone terdapat guide blade down dan diping pipe yang dapat
diatur membelokan gas yang mengandung material. Akibatnya kekuatan hisap
akan berkurang sehingga material kasar akan jatuh kebawah secara gravitasi dan
keluar sebagai produk, sedangkan material halus akan dipisahkan kembali
didalam EP.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Proses pembuatan semen ada dua macam, yaitu proses basah dan proses kering.
Namun proses basah mulai ditinggalkan karena biaya produksi yang
dibutuhkan lebih tinggi dari proses kering
4.1.2 Tahapan pembuatan semen meliputi tahapan pembuatan semen dengan proses
kering terdiri dari 3 tahap, yaitu: persiapan bahan, tahapan proses,
pengantongan semen.
4.1.3 Semakin berkembang ilmu pengetahuan dan zaman maka varian produk semen
menjadi bermacam-macam tergantung komposisi bahan baku atau bahan
aditifnya, contohnya semen putih, blended cement, waterproof cement dan lain-
lain.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T, 1984, “Chemical Process Industries”, 5Th edition, Mc. GrawHill
Book Company, Singapore.
Austin George T., “Industri Proses Kimia”, Edisi 5, Erlangga, Jakarta, 1996.
Banerjea, N.H., “Technology of Portland Cement and Blended Cement”, First Edition,
John Willey & Sons Inc, New York, 1980.
Peray, K.E 1979, “Cement Manufacture’s Hand Book”, Chemical Publishing Co. Inc,
New York.
R.H. and Cilton, C.H., 1984, “Chemical Engineering Hand Book”, 6Th edition, International
Student, Mc. Graw Hill, Kogakhusha.
Lea, F.M., ”The Chemistry of Cement and Concrete”, 3rd, Edward Arnold Ltd, London,
1976.
Cement Standards of The World, “Portland Cement and Its Derivatives”, Cemberau,
Paris, 1998.