Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI UMUR 37 TAHUN DENGAN


KELUHAN SESAK NAFAS

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam


di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Shintya Nanda N
H2A013024

Pembimbing :
dr. Alvin Tonang, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD


TUGUREJO SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
NAMA : SHINTYA NANDA N
NIM : H2A013024
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU PENYAKIT DALAM
PEMBIMBING : dr. Alvin Tonang, Sp.JP

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Mei 2018

Pembimbing

dr. Alvin Tonang, Sp.JP

2
DAFTAR MASALAH

Tanggal Masalah Aktif Masalah Pasif


18 Mei 2018 CHF NYHA II Riwayat merokok
Asites

3
BAB I
KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 37 Tahun
Alamat : Jalan Pengelon 4 RT 2 Ngaliyan, Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh ( sudah 6 bulan cuti )
Status : Menikah
No. RM : 552012
Tanggal masuk : 15 Mei 2018
Tanggal periksa : 18 Mei 2018
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 18 Mei 2108 pukul 09.00 WIB di
bangsal Dahlia 2 RSUD Tugurejo secara autoanamnesis dan alloanamnesis
A. Keluhan utama : Sesak nafas
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan sesak
nafas. Sesak nafas sudah dirasakan sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan
tiba-tiba setelah pasien beraktivitas berjalan ke kamar mandi. Sesak hilang
timbul, Sesak nafas seperti ngos- ngosan dan bertambah berat saat
digunakan untuk beraktifitas, Saat sesak nafas lebih nyaman ketika pasien
istirahat dengan posisi sandaran atau bantal tinggi. Sesak nafas disertai
dengan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar sampai punggung , timbul
saat beraktifitas berat dan bersamaan dengan sesak, apabila nyeri dada,
nyeri dirasakan seperti ditekan, yang lama nyeri kurang lebih 10 menit dan
nyeri hilang saat digunakan untuk beristirahat. Selain itu pasien
mengeluhkan keringat banyak dan dada berdebar- debar yang terjadi pada
saat sesak. Selain itu pasien juga merasakan kedua kaki bengkak, perut
membesar, badan lemas, mual, muntah 4 kali SMRS berupa makanan dan
4
minuman, BAK sedikit dan bewarna kecoklatan. Pasien tidak merasakan
pusing, batuk, nyeri perut, sering terbangun malam hari karena sesak dan
BAB tidak terdapat keluhan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : diakui ( lebih dari 3 tahun yang
lalu)
Riwayat Asites : diakui ( sudah 1 tahun )
Penyakit Liver : diakui
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : diakui ( berhenti 3 tahun )
Kebiasaan minum alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
Kebiasaan olahraga : disangkal
Kebiasaan konsumsi makanan manis : disangkal
Kebiasaan konsumsi makanan asin : disangkal
5
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh, tetapi 1 tahun ini pasien tidak bekerja lagi.
Tinggal di rumah bersama istri, anak dan ibu. Biaya pengobatan
menggunakan BPJS NON PBI.
G. Anamnesis Sistem
Keluhan utama Sesak nafas

Kepala Pusing (-), pusing berputar (-),leher kaku (-)

Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),pandangan


Mata berputar (-), berkunang-kunang (-), konjungtiva pucat (-/-
),sklera kuning(-)

Hidung pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

pendengaran berkurang (-), gembrebeg (-), keluar cairan (-),


Telinga
darah (-).

sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah- pecah (-),
Mulut
gusi berdarah (-), mulut kering (-).

Leher Pembesaran kelenjar limfe (-)

Tenggorokan Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem respirasi Sesak nafas (+), batuk (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)

Sistem Sesak nafas saat beraktivitas (+) (NYHA II), nyeri dada
kardiovaskuler (+), berdebar-debar (+), keringat dingin (+)

Mual (+), muntah (+), perut mules (-), diare (-), nyeri perut
Sistem
(-), nafsu makan menurun (-),BB turun(-), BAB warna
gastrointestinal
coklat

6
Sistem Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-), lemas (-)
muskuloskeletal

Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-),
Sistem berpasir (-), kencing nanah(-),sulit memulai kencing (-),
genitourinaria anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-), BAK sedikit
(+), berwarna coklat (+)

Luka (-), kesemutan (-), kaku digerakan (-) bengkak (-),


Ekstremitas atas
sakit sendi (-) panas (-)

Ekstremitas Luka (-), kesemutan (-) kaku digerakan (-) bengkak (+)
bawah sakit sendi (-) panas (-)

Sistem Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-) mengigau (-), emosi
neuropsikiatri tidak stabil (-)

Sistem Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-)


Integumentum

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Juni 2017 pukul 13.00 WIB
di bangsal Dahlia 2 RSUD Tugurejo.
A. Keadaan Umum : Tampak Sesak
B. Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
C. Tanda vital
- TD : 105/73 mmHg
- Nadi : 94 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 26 x/menit
- Suhu : 36,7 0C (per axilla)
D. Skala nyeri : 3
E. Risiko Jatuh : Morse Fall Score : 20 (risiko ringan )

7
No Resiko Nilai skor

1 Riwayat jatuh yang baru/dalam 3 bulan terakhir 0

2 Diagnosis sekunder 0

2 Alat bantu jalan 0

3 Terapi intravena 20

4 Gait/cara berjalan/berpindah 0

5 Status mental 0

Jumlah 20 (risiko ringan)

F. Status Internus
1. Kepala : kesan mesocephal
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil
direct (+/+), reflek pupil indirect (+/+), edem palpebral
(-/-), pupil isokor (2,5 mm/ 2,5 mm)
3. Telinga : serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
6. Leher : pembesaran limfonodi (-), otot bantu pernapasan (-),
pembesaran tiroid (-), JVP R+2
7. Thoraks :
Jenis pernafasan : Abdominothorakal, normochest, simetris, retraksi
supraternal (-), retraksi intercostalis (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)
a. Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak di ICS V line midclavicula
Palpasi : ictus cordis kuat angkat, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrik (-), sternal lift (-)

8
Perkusi : konfigurasi jantung, apex bergeser ke lateral,
pinggang cembung
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
(cembung)
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula 2 cm ke
lateral sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Auskultasi : suara jantung I dan II, bising sistolik dan
diastolik murmur (+) gallop (-), HR : 94x/menit
b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi Sonor sonor

Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Stridor (-) (-)
Pulmo Belakang

9
Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Kanan = kiri

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Stridor (-) (-)

Tampak pulmo anterior Tampak pulmo posterior

Suara dasar
vesikuler.

10
8. Abdomen
Inspeksi : permukaan cembung, warna sama seperti kulit sekitar,
umbilicus cembung (-)
Auskultasi : bising usus (+), peristaltic 15x /menit
Perkusi : pekak seluruh lapang abdomen, pekak sisi (+), pekak
alih (+),shifting dullness (-)
Palpasi : Distensi (+), nyeri tekan epigastrium (-),hepar, lien dan
renal tidak teraba
Lingkar Perut : 115 cm
Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5

G. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 16 Mei 2018
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Darah Rutin (WB EDTA)

1. Lekosit 8.13 10x3/ul 3.8 – 11.0

2. Eritrosit 4.45 10x6/uL 4.4 - 5.9

3. Hemoglobin L 12.80 g/dL 13.2 - 17.3

4. Hematokrit L 37.90 % 40 – 52

11
5. MCV 85.20 fL 80 – 100

6. MCH 28.80 Pg 26 – 34

7. MCHC 33.80 g/dL 32 – 36

8. Trombosit 258 10x3/ul 150 – 440

9. RDW H 16.30 % 11.5 - 14.5

10. Eosinoil Absolute 0,18 10x3/ul 0.045 - 0.44

11. Basofil Absolut 0.04 10x3/ul 0 - 0.2

12. Netrofil Absolute 6.34 10x3/ul 1.8 – 8

13. Limfosit Absolute L 0.83 10x3/ul 0.9 - 5.2

14. Monosite absolute 0,74 10x3/ul 0.16 – 1

15. Eosinofil 2,20 % 2–4

16. Basofil 0,50 % 0–1

17. Neutrofil H 78.00 % 50 – 70

18. Limfosit L 10.20 % 25 – 40

19. Monosit H 9.10 % 2–8

Kimia Klinik (Serum) B

1. Kalium 4.42 mmol/L 3,5-5,0

2. Natrium L 131.6 mmol/L 135-145

3. Klorida L 93.8 mmol/L 95,0-105

12
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1. Glukosa Sewaktu 97 mg/dL <125

2. Ureum H 58.6 mg/dl 10-50

3. Kreatinin 0,85 mg/dL 0,70-1,10

4. Kalium 4.42 mg/dL 1,1 – 10,4

13
Pemeriksaan EKG (11 Juni 2017)

 Irama : Sinus
 Frekuensi : 100 x/menit, reguler
 Axis : LAD
 Zona transisi : V4 & V5

14
 Gel P : Lebar 0,04s, tinggi 0,08s
 Interval PR : 0,12s
 Komp. QRS : 0,12s
S lebar dan dalam di V2, V3,V4
 Segmen ST : ST depresi di III, V2,V3,V4
 Gel T : T inverted di V2, V3, V4, V5
 Gel U : Tidak terdapat gel U
Kesan : irama sinus, reguler, frekuensi 100x/menit, LAD, LVH

IV. DAFTAR ABNORMALITAS


Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjung
1. Sesak nafas 10. RR : 26 x/menit 15. Hemoglobin : L 12.80
2. Keringat banyak 11. Bising jantung (+) 16. Hematokrit : L 37.90
3. Nyeri dada 12. Edema pada ektermitas 17. Ureum : H 58.6
4. Dada berdebar- superior 18. Natrium : L 131.6
debar 13. Cor  auskultasi : 19. Klorida : L 93.80
5. Riwayat sakit bising jantung (+) 20. EKG: LVH, LAD
jantung 14. Abdomen :
6. Riwayat penyakit Perkusi : pekak seluruh
asites lapang abdomen, pekak
7. Riwayat penyakit sisi (+), pekak alih (+),
liver Palpasi : distensi (+)
8. Riwayat penyakit
serupa pada
keluarga
9. Riwayat merokok
(+)

15
V. ANALISIS MASALAH
1. CHF NYHA II :1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,15,16,17,18,19,20

2. Asites : 1,2,4,5,6,7,10,12,17,18

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


1. CHF NYHA II
A. Ass. Etiologi
 IHD
 Kelainan katup
B. Ass. Faktor Risiko
 Usia
 Merokok
C. Ass. Komplikasi
 Gagal ginjal
 Aritmia
D. Initial Plan Diagnosis
 Elektrolit, ureum & kreatinin
 Profil lipid
 Echocardiogram
E. Initial Plan Terapi
Medikamentosa
 O2 3L/menit
 Infus RL 10 tpm
o IWL : 15 cc x 50 kg = 625 cc
o OU : 50 x 24 jam = 1200 cc +
1825cc

o Intake : makan & minum : ±900 cc -


925cc

Tpm = 925/(3x24) = 12,8 tpm


 restriksi cairan 10 tpm
16
 Inj. Furosemid 20 mg IV 2x1
 Lisinopril 5 mg 1x1 PO
Non Medikamentosa
 Bed rest semi fowler
F. Initial Plan Monitoring
 Keadaan umum
 Vital sign
 EKG
 Urine Output
G. Initial Plan Edukasi
 Istirahat dulu, kurangi intake cairan
 Diet rendah garam

2. Ascites dan edema


Assesment
a. Etiologi
 Hipoalbuminemia
 Peningkatan permeabilitas kapiler
 Peningkatan tekanan hidrostatik
 Peningkatan tekanan koloid osmotic dalam jaringan
b. Faktor resiko
 Menderita penyakit hepar
c. Komplikasi
 spontaneous bacterial peritonitis
Initial Plan
a. Diagnosis: USG abdomen
b. Terapi:
 Parasintesis
 Spironolakton 2 x 100 mg

17
 Inj furosemid 3 x 20 mg

c. Monitoring:
 KU, TTV
 Lingkar perut, edema
 Urin output
d. Edukasi:
 Menjelaskan penyebab terjadinya asites kerena adanya
gangguan pada hati,
 Menjelaskan bahwa pengobatan akan membuat pasien
menjadi lebih sering BAK
 Menjelaskan bahwa perlu dilakukan tindakan
pengambilan cairan di dalam perut pasien.

VII. PROGRESS NOTE


Problem 1 CHF
19 Mei 2018
S sesak (+), nyeri dada (-), keringat banyak (-)
O KU : baik
TD:112/75
Nadi : 85x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit regular
Perkusi apeks jantung bergeser ke lateral, pinggang jantung cembung
Auskultasi suara jantung tambahan (-), jvp R+2, RBH (+)
Status Internus : dalam batas normal
Status Abdomen : Perut tambak cembung
Extremitas : kesemutan (-/-), akral dingin (-/-), bengkak (-/-)
EKG : -
A CHF NYHA II
P Furosemid 10 mg iv 2x1

18
Lisinopril 5mg 1x1 PO
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG

A. DEFINISI

Heart Failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis
kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
ke tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari
jantung.5HF ditandai oleh manifetasi klinis (sesak nafas dan fatik) dan gejala
(edema dan ronki) yang akan mengakibatkan pasien sering dirawat di rumah sakit,
menyebabkan kuliatas hidup yang buruk dan harapan hidup yang singkat.3
Beberapa istilah dalam gagal jantung yaitu:6

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik


Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel.Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan
relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A –
V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.

19
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan
distensi vena jugularis.Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi
pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas.Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%.


Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung
kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh
kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan
mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun.

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun


pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi

20
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil
Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan
ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit
di Indonesia.

Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko
lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, diabetes, dan penyakit katup
jantung.

B. ETIOLOGI

Gambar 3 Etiologi Gagal Jantung3

Suatu kondisi yang menyebabkan perubahan pada struktur atau fungsi


ventrikel kiri dapat menyebabkan HF.(2) Di negara-negara industri, Coronary
Artery Disease (CAD) atau Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab
utama pada pria dan wanita pada 60-75% kasus HF.(2) Hipertensi menyebabkan
HF pada 75% kasus, dan kebanyakan disertai CAD. CAD dan hipertensi
21
berinteraksi untuk meningkatkan risiko HF. Pada 20-30% kasus HF dengan
ejection fraction (EF) yang menurun, disebabkan oleh penyabab yang belum jelas.
Infeksi virus sebelumnya atau paparan toksin (misalnya, alkohol atau kemoterapi)
juga dapat menyebabkan kardiomiopati yang luas.

C. PATOFISIOLOGI

Gagal jantung dapat terjadi oleh berbagai sebab, tetapi dua yang tersering
adalah (1) kerusakan otot jantung akibat serangan jantung atau gangguan sirkulasi
ke otot jantung dan (2) pemompaan terus menerus ke afterload yang meningkat
kronik, misalnya pada stenosis katup semilunar atau peningkatan menetap tekanan
darah.4
Defek primer pada gagal jantung adalah berkurangnya kontraktilitas
jantung; yaitu, sel-sel otot jantung yang melemah berkontraksi kurang efektif.
Kemampuan intrinsik jantung untuk menghasilkan tekanan dan menyemprotkan
isi sekuncup berkurang.4
Pada tahap-tahap awal gagal jantung, dua tindakan kompensasi utama
membantu memulihkan isi sekuncup ke normal. Pertama, aktivitas simpatis ke
jantung secara refleks meningkat, yang meningkatkan kontraktilitas jantung ke
arah normal. Namun, stimulasi simpatis dapat membantu mengompensasi hanya
dalam waktu singkat karena jantung menjadi kurang responsif terhadap
norepinefrin setelah pajanan berkepanjangan, dan selain itu simpanan norepinefrin
di ujung saraf simpatis jantung terkuras. Kedua, ketika curah jantung berkurang,
ginjal dalam suatu upaya kompensatorik untuk memperbaiki aliran darahnya yang
menurun, menahan lebih banyak garam dan air di tubuh sewaktu pembetukan
urin, untuk menambah volume darah. Meningkatnya volume darah dalam
sirkulasi meningkatkan end diastolik volume.(4) Selain itu juga mengaktifkan
sistem RAA(Renin Angiotensin Aldosteron) yang menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer, peningkatan rasa haus dan reabsorbsi air ditubulus ginjal
meningkat sehingga oenimbunan cairan meningkat dan kongesti bertambah.
Seiring dengan perkembangan penyakit dan semakin merosotnya
kontraktilitas, jantung mencapai suatu titik di mana organ ini tidak lagi dapat
22
memompa keluar isi sekuncup yang normal meskipun dilakukan tindakan-
tindakan kompensasi. Pada tahap ini jantung jatuh pada tahap gagaj jantung
dekompensasi. Forward failure terjadi ketika jantung gagal memompa darah
dalam jumlah yang memadai ke jaringan karena isi sekuncup semakin berkurang.
Backward failure terjadi secara bersamaan ketika darah yang tidak dapat masuk
dan dipompa keluar oleh jantung terus terbendung di sistem vena. Kongesti
disistem vena adalah penyebab mengapa penyakit ini kadang disebut gagal
jantung kongestif.
Backward failure sisi kiri menyebabkan edema paru (kelebihan cairan
dijaringan paru) karena darah terbendung diparu. Kelebihan cairan diparu ini
mengurangi pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru, menurunkan
oksigenasi darah arteri dan meningkatkan CO2 peningkatan asam di darah.4
Forward failure sisi kiri adalah berkurangnya aliran darah ke ginjal, yang
menimbulkan masalah ganda. Pertama, fungsi ginjal tertekan dan kedua ginjal
semakin menahan garam dan air ditubuh sewaktu pembentukan urin dalam
meningkatkan volume plasm. Retensi cairan berlebih semakin memperparah
masalah kongesti vena yang sudah ada.4

23
Gambar 4 Patofisiologi Gagal Jantung3

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama dari HF adalah kelelahan dan sesak bernafas. Walaupum


kelelahan merupakan gejala yang dasar pada HF, namun ada kemungkinan
kelelahan disebabkan oleh kelainan otot skeletal atau komorbiditas noncardiac
lainnya (misalnya, anemia). Pada tahap awal dari HF, dispnea hanya selama

24
beraktivitas. Namun, seiringnya berlangsung penyakit, dispnea bahkan pada saat
istirahat. Mekanisme yang paling penting dari dispnea adalah kongesti paru
dengan akumulasi cairan interstitial alveolar atau intraalveolar. Gejala-gejala dari
gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ
yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit3
 Ortopnea
Ortopnea yaitu keadaan dimana sulit bernafas pada posisi berbaring. Ini
hasil dari redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah ke
sirkulasi sentral selama berbaring. Batuk malam hari adalah manifestasi sering
pada proses ini dan gejala ini sering diabaikan pada HF. Ortopnea umumnya lega
dengan duduk tegak atau tidur dengan tambahan bantal. Walaupun ortopnea
adalah gejala yang relatif spesifik HF, namun bisa juga terjadi pada pasien dengan
obesitas abdominal atau asites dan pada pasien dengan penyakit paru-paru.3
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Dispnea yang terjadi pada malam hari. Penderita bangun dari tidur,
mendadak sesak dan cemas setelah 1-3 jam tidur. Gejala ini timbul karena cairan
ekstravaskular masuk kedalam intravaskular dengan akibat venous retrurn
meningkat. Pada keadaan gagal jantung kiri dimana ventrikel kanan masih
kompeten menyebabkan tekanan vena pulmonalis dan cabang-cabangnya
mneingkat, terjadi edema alveoli, mukosa bronkial dan intertisial. Edema
menekan bronkus kecil dengan akibat menambah kesukaran nafas dan
berkurangnya ventilasi.3
Penderita bangun, duduk 10-30 menit kemudian terjadi redistribusi cairan
dari intravaskular ke ekstravaskular, venous return menurun, bendungan paru
menurun, sesak nafas hilang atau berkurang.7
 Pernapasan Cheyne-Stokes
Pernapasan Cheyne-Stokes juga disebut sebagai periodic breathing.
Cheyne-Stokes respirasi adalah gejala umum yang terjadi pada HF dan
berhubungan dengan output jantung yang rendah. Cheyne-Stokes respirasi
disebabkan oleh sensitivitas berkurang dari pusat pernapasan untuk PCO2 yang
terdapat di arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2 jatuh dan PCO2 arteri naik.
25
Perubahan-perubahan dalam isi gas darah arteri menstimulasi pusat pernafasan
tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti pada gilirannya dengan
kekambuhan apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dirasakan oleh pasien atau
keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian pernapasan
sementara.7
 Gejala lain
Pasien dengan HF bisa juga terdapat gejala gastrointestinal. Anoreksia,
mual, dan cepat kenyang dengan dengan nyeri perut dan kepenuhan adalah gejala
yang sering dikeluhkan dan mungkin berhubungan dengan edema dinding usus
dan atau hepatomegali. Penimbunan cairan di hati dan peregangan kapsul yang
dapat menyebabkan nyeri kuadran kanan atas. Gejala Cerebral, seperti
kebingungan, disorientasi dan gangguan suasana hati, dapat diamati pada pasien
dengan HF berat, terutama pasien usia lanjut dengan arteriosclerosis otak dan
mengurangi perfusi serebral.3

26
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang cermat selalu diperlukan dalam evaluasi pasien HF.
Tujuan pemeriksaanya adalah untuk menentukan penyebab HF serta menilai
keparahan penyakitnya.
 Tanda vital dan Keadaan umum
HF derajat ringan atau cukup parah, pasien tampak tidak ada gejala pada
saat istirahat, kecuali pada saat berbaring beberapa menit. HF yang derajatnya
lebih parah pasien harus duduk tegak, mungkin sesak napas, dan mungkin tidak
dapat menyelesaikan kalimatnya karena sesak napas. Tekanan darah sistolik bisa
normal atau tinggi pada HF awal, tetapi umumnya berkurang pada HF lanjut
karena disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat berkurang, mencerminkan

27
penurunan stroke volume. Sinus takikardia adalah tanda non-spesifik yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer yang
mengarah ke dingin ekstremitas perifer dan sianosis dari bibir dan dasar kuku juga
disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebihan.3
 Vena jugularis
Pemeriksaan tekanan vena jugularis menunjukan adanya tekanan pada
atrium. Pengukuran JVP (Jugular venous pressure) dilakukan dengan kepala
miring di 45 ° diukur (normal ≤ 8 cm) dengan memperkirakan ketinggian kolom
vena darah di atas sudut sternum dalam cm dan kemudian menambahkan 5 cm.
Pada tahap awal dari HF, tekanan vena mungkin normal pada saat istirahat tetapi
dapat menjadi abnormal dengan berkelanjutan (~ 1 menit) tekanan pada perut
(positif refluks abdominojugular).3
 Pemeriksaan paru
Ronki atau krepitasi pada paru yaitu hasil dari transudasi cairan dari ruang
intravaskuler ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat
didengar secara luas atas kedua bidang paru-paru dan bisa disertai dengan mengi
ekspirasi (asma kardial). Saat pasien datang tanpa ada penyakit paru maka ronki
spesifik pada HF. Efusi pleura akibat dari peningkatan tekanan kapiler pleura dan
transudasi yang dihasilkan dari cairan ke dalam rongga pleura. Karena vena pleura
mengalir ke kedua pembuluh darah sistemik dan paru, efusi pleura terjadi paling
sering dengan kegagalan biventrikular. Meskipun efusi pleura sering bilateral di
HF, ketika unilateral mereka lebih sering terjadi pada rongga pleura kanan.3
 Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung, meskipun penting, sering tidak memberikan informasi
yang berguna tentang keparahan HF. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga
(S3) terdengar dan teraba di apeks. Pasien dengan ventrikel kanan membesar atau
hipertrofi mungkin memiliki kiri impuls parasternal berkelanjutan dan
berkepanjangan memperluas seluruh sistol. Bunyi jantung S3 (protodiastolic
gallop) ini paling sering terdapat pada pasien dengan kelebihan beban volume
yang memiliki takikardia dan takipnea. Bunyi jantung IV (S4) bukan merupakan
indikator spesifik HF tetapi biasanya terdapat pada pasien dengan murmur
28
dysfunction. Bising diastolik mitral dan trikuspid juga sering terdengar pada
pasien HF.3
 Pemeriksaan Abdomen dan Ekstremitas
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan HF. Asites, tanda
akhir, terjadi sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada vena. Penyakit kuning,
juga temuan akhir HF, hasil dari gangguan fungsi hati dan kongesti hati dan
hipoksia hepatoseluler, berhubungan dengan peningkatan kedua bilirubin
langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal HF, tapi tidak spesifik dan
biasanya tidak pada pasien yang telah diobati secara memadai dengan diuretik.
Edema perifer biasanya simetris dan tergantung di HF dan terjadi terutama di
pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien rawat jalan.3
 Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronik menyebabkan penurunan berat badan dan
menjadi kakexia akibat dari meningkatnya TNF dalam sirkulasi, meingkatkan
metabolisme akibat oekerjaan ekstra misalnya otot-otot pernapadan, kebutuhan O2
pada otot jantung yang hipertrofi, anoreksia, nausea, vomitus akibat intoksikasi
digitalis, hepatomegali kongestif, rasa penuh diabdomen dan gejala lain seperti
ekstremitas dingin, pucat, urin kurang dan depresi.7

F. DIAGNOSIS

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


elektrokardiografi, foto thoraks, ekokardiografi Doppler, laboratorium rutin dan
pemeriksaan biomarker.6 Uji diagnostic biasanya paling senditif pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi rendah. Uji diagnostic sering kurang sensitive pada
pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan
metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan
diastolic.

29
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis CHF.6

Kriteria Mayor

 Paroksismal nokturnal dispnea


 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3

30
 Peninggian tekana vena jugularis
 Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
 Edema eksremitas
 Batuk malam hari
 Dispnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardi(>120/menit)
Mayor atau minor
Penurunan BB>4,5kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:8

 NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan


fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat
lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
 NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan,
jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
 NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

31
 NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan
fisik meskipun sangat ringan.

Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American Collage of


Cardiology/American Heart Disease Association (ACC/AHA) pada tahun 2005
menekankan pembagian HF berdasarkan progressivitas kelainan struktural dari
jantung dan perkembangan status fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini,
perkembangan HF dibagi menjadi 4 stages, antara lain:9

 Stage A : terdapat faktor resiko HF namun belum ada kelainan struktural dari
jantung maupun fungsional. Pasien dengan hipertensi, aterosklerosis, DM,
sindroma metabolik, CAD atau pasien yang menggunakan obat-obat
kardiotoksik, mempunyai riwayat keluarga kardiomiopati.
 Stage B : terdapat faktor-faktor resiko seperti pada stage A dan sudah terdapat
kelainan struktural dari jantung dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun
bersifat asimptomatik. Pasien dengan riwayat infark miokard, penyakit katup
yang asimptomatik dan pembesaran ventrikel kiri dan EF yang turun.
 Stage C : sedang dalam dekompensasi dan atau pernah HF, yang didasari oleh
kelainan struktural dari jantung. Pasien dengan kelainan struktural dari jantung
dan terdapat gejala sesak nafas, fatik, dan aktivitas yang berkurang.
 Stage D : sudah masuk kedalam refractory HF dan perlu advanced treatment
strategies. Pasien dengan gejala pada saat istirahat walaupun sudah terapi
medis dengan maksimal, pasien yang dirawat dirumah sakit berulang dan rawat
jalan dengan intervensi khusus.

Ketika pasien ini datang dengan tanda-tanda atau gejala HF, maka perlu
pemeriksaan penunjang lebih lanjut, antara lain :

1.
Pemeriksaan Laboratorium Rutin
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
32
darah puasa dan test toleransi glukosa pada pasien DM, profil lipid pada pasien
Dislipidemia dan TSH pada pasien penyakit tiroid.3

2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah
untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau
riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.3

33
3. Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi
pleura.begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.3

34
4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah
echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif
terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan
abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya
MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai
dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan
dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan
penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif
terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah
EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur
dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan.Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli.Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan
35
sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada
afterload dan/atau preload.Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi
mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).3
Diagnosis pada penyakit jantung dibagi menjadi 4 yaitu diagnsosi
fisilogis, fungsional, anatomi dan etilogi. Seperti contoh sebagai berikut :
1. Diagnosis fisilogis : CHF
2. Diagnosis fungsional : NYHA kelas IV
3. Diagnosis anatomi : LVH, RVH
4. Diagnosis etiologi : PJK dan Hipertensi

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan


secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi.10

A. Non Farmakalogi
Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.

Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

36
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

B. Farmakologi
Berdasarkan patofisiolgis yang telah diuraikan, konsep terapi farmakologis
saat ini ditujukan terutama pada:10

1. Menurunkan preload
 Diuretik
Diuretik merupakan pengobatan standart untuk gagal jantung kongestif.
Diuretik yang digunakan ialah tiazid, furosemid, spironolakton. Hydro-
Chloro Thiazide (HCT) dan spironolakton dianjurkan terutama pada CHF
NYHA class II. Apabila kondisi memburuk baru diberikan furosemid.
HCT, harganya murah, tetapi menyebabkan hipokalemi dan
hipomagnesia. Dosis kecil yaitu 12,5 mg/hari atau dengan substansi kalium
dapat mengurangi efek samping
Spironolakton, tidak menyebabkan hipokalemi, akan tetapi obat ini
merupakan antagonis aldosteron. Dosis spironolakton dianjurkan tidak
melebihi 25 mg karena dapat menyebabkan hiperkalemia, apalagi bila
dikombinasikan dengan ACE-inhibitor
Furosemid, merupakan loop diuretik yang kuat, mula kerja untuk diuresis
sudah tampak dalam 30 menit. Obat ini aman untuk gagal ginjal. Pemberian
furosemid yang lama akan menyebabkan resistensi furosemid. Oleh karena
itu, perlu diberikan ACE-inhibitor untuk mencegah efek samping furosemid
seperti hipokalemia dan hipomagnesia karena menurunkan konsentrasi
plasma aldosteron. Dosis furosemid untuk CHF ringan-sedang yaitu 20-40
mg per hari sedangkan untuk CHF berat membutuhkan 40-80 mg per hari.10
37
 Nitrat
Pemberian nitrat berguna untuk penderita CHF yang juga memiliki riwayat
CAD. Venodilatasi yang ditimbulkan nitrat menurunkan preload sehingga
menurunkan ukuran ruang atrium kanan dan atrium kiri serta tekanan akhir
diastolik, dengan demikian meningkatkan perfusi miokard. Nitrat dapat
diberikan per-oral, intra-vena, sublingual dan topikal. Dosis ISDN sublingual
yaitu 2,5-5 mg (sesuai kebutuhan) sedangkan untuk oral 10-60 mg (3-
4x/hari).

2. Meningkatkan kontraktilitas jantung


Sebagian besar simpatomimetik memiliki efek inotropik positif seperti
adrenaln, dobutamin, atau efedrin. Namun obat-obat ini tidak dianjurkan untuk
gagal jantung karena meraka juga meningkatkan laju jantung atau kronotropik
positif sehingga akan memperparah kondisi penyakit
 Digitalis (digoksin)
Digitalis memiliki efek inotropik positif dan kronotropik negatif. Dengan
menurunkan laju jantung, obat ini memberikan kesempatan ventrikl kiri untuk
mengadakan relaksasi dan pengisian darah yang efektif .
Digoksin adalah rapid-acting digitalis yang dapat diberikan secara oral
dan intravena. Mekanisme kerja digoksi yang pertama yaitu menghambat
aktivasi sodium pum yang memperlambat fase repolarisasi sehingga
menyebabkan fase depolarisasi lebih lama dengan demikian lebih banyak Ca++
yang masu ke dalam sel sehingga kontraktilitas miokard meningkat.
Mekanisme yang kedua adalah meningkatkan tonus vagus (parasimpatis)
sehingga menurunkan laju jantung. Dosis diberikan dengan dua langkah yaitu
dosis muat dan dosis pemeliharaan. Dosis muat yaitu 3 kali 1 tablet (0,25 mg)
per hari selama tiga hari untuk orang dewasa kemudian dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan adalah 0,25 mg/hari untuk umur dibawah 70 tahun dan
0,125 mg/hari untuk umur diatas 70 tahun.10
 Beta-Blocker
38
Beta-Blocker terbukti dapat meningkatkan Ejection Fraction, memperbaiki
gejala dan menurunkan angka kematian pasien gagl jantung adalah
metaprolol, bisoprolol, dan carvedilol. “Start low, go slow” adalah cara
pemberian Beta-Blocker untuk pasien gagal jantung; semua pasien harus pada
posisi relatif stabil atau sudah tidak sesak, tidak edema atau ascites. Start low
artinya mulai dengan dosis awal sangat rendah yaitu 1/8 – 1/10 dosis target
misalnya dosis target bisoprolol 5 mg/hari maka mulai dengan1/8
tabler/hari.Go slow artinya dosis dinaikan pelan-pelan apabila keadaan pasiem
mebaik maka setiap 102 minggu dosis ditingkatkan 1/8 tablet sampai
mencapai dosis target.10
 Isoniazide (INH)
Potassium channel blocker 4-aminopridin memperpanjang fase
depolarisasi sehingga meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan otot polos
vaskular. Terbukti bahwa INH menyebabkan inotropik positif .

3. Menurunkan afterload
 Angiotensin converting enzyme (ACE)-inhibitors
Efek langsung obat ini yaitu mencegah terjadinya remodeling dan
meghambat perluasan kerusakan miokard. Selain itu obat ini juga memiliki
efek menurunkan afterload, menurunkan aktivitas saraf simpatis, menurunkan
sekresi aldosteron dan menurunkan sekresi vasopresin. Penderita CHF yang
juga hipertensi adalah golongan penderita yang aman untuk menerima ACE-
inhibitors. Biasanya pengobatan dimulai dengan yang short acting seperti
kaptopril yaitu 3 kali 6,25 mg atau 12,5 mg per hari, kemudian dosis dinaikan
secara bertahap.
 Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
ACE-inhibitors tidak mampu menghambat sebgaian besar produksi
Angiotensin II, jadi dengan memblokade AT-1 reseptor, ARB diharapkan
dapat menghambat sebagian besar efek negatif dari sistem RAA. Penggunaan
ARB dianjurkan pada pasien CHF yang kontraindikasi terhadap ACE-
inhibitors. Kombinasi ARB dan Ace-inhibitors juga dilaporkan memiliki efek
39
sinergis dalam mempengaruhi hemodinamik, remodelling dan profil
neurohormon.
 Calcium Channel Blockers (CCB)
CCB dihidropiridin merupakan vasodilatator kuat sehingga biasanya
diberikan pada pasien CHF grade II yang tidak takhikardi. CCB yang long
acting seperti amplodipin dan nifedipin lebih baik karena tidak mempresipitasi
efek takhikardi
4. Mencegah remmodeling
Obat yang memiliki efek remodeling seperti ACE-inhibitors dan ARB
bermanfaat untuk menghambat progrsivitas gagal jantung. Namun dosis yang
diberikan harus maksimal. Sebenarnya hampir semua obat antihipertensi
mencegah remodeling termasuk CCB, Beta-Blockers dan diuretik
5. Intervensi khusus
 Implantable Cardioverter Defibrillators (ICD)
Pasien gagal jantung kronis yang simptomatis memilki insidens mati
mendadak yang tinggi akibat ventrivular tachycardia (VT). Pemasangan ICD
menurunkan mortalitas pada pasien gagal jantung stadium D.
 Revaskularisasi melalui PTCA atau cABG’s
PJK masih merupakan penyebab utama gagal jantung. Apabila pada
angiografi ditemukan lesi yang cocok, maa PTCA atau cABG’s akan
memperbaiki simptom dan menghambat progresivitas.10

40
H. PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap buruk, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika
disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala

41
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma
yang meningkat.Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah
mendadak.Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis.Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit
lainnya.Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat
menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

42
DAFTAR PUSTAKA
1. Kabo, P. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. 1st
ed. Indonesia: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2010.p.181
2. Ghanie, A. Gagal Jantung Kronik. In: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Indonesia: Interna
Publishing: 2009.p.1596.
3. Mann, D. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Loscalzo, J. Harrison’s
Cardiovascular Medicine. United States: The McGraw Hill Companies:
2010.p.178
4. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. In: Yesdelita, editors. 6th ed.
Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2009.p.355
5. Manurung, D. Gagal Jantung Akut. In: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Indonesia: Interna
Publishing: 2009.p.1586.
6. Panggabean, M M. Gagal Jantung Akut. In: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Indonesia: Interna
Publishing: 2009.p.1583-4.
7. Greenberg, B. Kahn A. Clinical Assessmet oh Heart Failure. In: Bonow R. Mann
D, editors. 9th . United State:2012.p.505-10
8. Rphael C, Briscoe C, Davies J, Whinnet Z, Manisty C, Sutton R et al. Limitations
of the New York Heart Association functional classification system and
self‐ reported walking distances in chronic heart failure. PubMed Central.
2007;93(4):476-82
9. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, Feldman AM, et al. ACC/AHA 2005
Guideline Update for the Diagnosis and Management of Chronic Heart Failure in
the Adult: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Update the
2001 Guidelines for the Evaluation and Management of Heart Failure): developed
in collaboration with the American College of Chest Physicians and the
International Society for Heart and Lung Transplantation: The Heart Rhythm
Society. Circulation. 2005 Sep 20;112(12):e154-235. Available from:
http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/112/12/e154
10. Kabo, P. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. 1st
ed. Indonesia: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2010.p.189-2

43

Anda mungkin juga menyukai