Anda di halaman 1dari 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Program Keluarga Harapan (PKH)

1. Program Keluarga Harapan (PKH)

Program Keluarga Harapan (PKH) secara internasional dikenal


sebagai program Conditional Cash Transfers (CCT) atau program
Bantuan Tunai Bersyarat (BTB). PKH memberikan bantuan dana tunai kepada
keluarga yang ada pada rumah tangga sangat miskin selama anggota keluarga
tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Persyaratan tersebut dapat
berupa kehadiran di fasilitas pendidikan (misalnya bagi anak usia sekolah),
ataupun kehadiran di fasilitas kesehatan (misalnya bagi anak balita, atau bagi ibu
hamil).

Pada saat ini dapat dikatakan bahwa PKH telah dijalankan sebagai
BTB, dimana terdapat tiga hal yang mendasari hal tersebut. Pertama, PKH telah
menjalankan kegiatan verifikasi telah dilakukan untuk memantau
kepatuhan rumah tangga memenuhi kewajibannya. Verifikasi adalah esensi
utama dari PKH. Kegiatan verifikasi mengecek kepatuhan peserta
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Tanpa verifikasi maka
PKH tidak ubahnya dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
yang membagikan bantuan tunai tanpa syarat. Kedua, PKH telah
melaksanakan pemotongan bantuan tunai bagi keluarga yang tidak mematuhi
kewajiban yang telah ditetapkan. Pemotongan merupakan konsekuensi
atas ketidakpatuhan peserta. Ketiga, peserta PKH mengetahui persis
bahwa mereka harus memenuhi sejumlah kewajiban untuk dapat
menerima bantuan tunai. Peserta adalah elemen penting dalam program BTB.
Pengetahuan atas kewajiban inilah seyogyanya yang menjadi awal dari perubahan
perilaku keluarga dan anggota keluarga di bidang pendidikan dan
kesehatan (Kementerian Sosial RI, 2011).
PKH merupakan program lintas Kementerian dan Lembaga, aktor
utamanya adalah dari Dinas Sosial, kemudian dibantu oleh BPS, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, PT. Pos Indonesia, Departemen Komunikasi dan
Informasi, Kantor PKH kecamatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
Masyarakat. Dengan demikian, PKH membuka peluang terjadinya sinergi antara
program yang mengintervensi sisi pelayaanan (supply) dan Rumah Tangga Sangat
Miskin (demand) dengan tetap mengoptimalkan desentralisasi, koordinasi antar
sektor, koordinasi antar tingkat pemerintahan, serta antar pemangku kepentingan
(stakeholder).

Berdasarkan penelitian Indrayani (2014) dapat ditarik suatu kesimpulan


bahwa program keluarga harapan adalah suatu program yang sangat efektif untuk
membantu RTSM dalam bidang pendidikan dan kesehatan, yang dilihat dari 4
(empat) indikator keefektivan program yaitu ketepatan saran program, sosialisasi
program, tujuan program dan penilaian pelaksanaan program.

2. Kewajiban dan Hak Peserta PKH Bidang Kesehatan

Di dalam program PKH ada kewajiban (condinationalities) yang harus


dilaksanakan oleh Keluarga Sangat Miskin (KSM) peserta PKH terkait upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kewajiban berkaitan dengan upaya
peningkatan status kesehatan ibu hamil, ibu nifas, memiliki bayi dan balita dari
keluarga rumah tangga sangat miskin.

Kewajiban yang harus dilaksanakan adalah Bagi ibu rumah tangga sangat
miskin yang dalam keadaan hamil pada waktu pendaftaran diwajibkan untuk
datang ke puskesmas dan mengikuti pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil
sesuai dengan protokol Departemen Kesehatan, bagi rumah tangga sangat miskin
yang mempunyai anak 0 – 6 tahun wajib membawa anaknya ke Puskesmas untuk
mengikuti pelayanan kesehatan anak sesuai protokol Departemen Kesehatan,
KSM wajib mematuhi komitmen untuk mengunjungi pemberi pelayanan
kesehatan ( PPK) sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati (Kemensos, 2011).
3. Persyaratan dan Bantuan Peserta PKH Bidang Kesehatan

Persyaratan peserta PKH di bidang kesehatan antara lain : Bagi peserta


PKH yang mempunyai kartu Jamkesmas, dapat menggunakan kartu
Jamkesmasnya. Bagi Peserta PKH yang tidak mempunyai kartu Jamkesmas,
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan menunjukkan kartu PKH asli
dan menyerahkan foto copy kartu PKH. Bagi anggota peserta PKH yang tidak
mempunyai kartu Jamkesmas, dapat diberikan pelayanan kesehatan dengan
membawa foto copy kartu PKH, foto copy kartu KK dan foto copy KTP ( bagi
yang sudah berhak mempunyai KTP) (Kemensos, 2011).

Apabila peserta tidak memenuhi komitmennya dalam tiga bulan, maka


besaran bantuan yang diterima akan berkurang dengan rincian sebagai berikut :

a. Apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmen dalam satu bulan, maka
bantuan akan berkurang sebesar Rp. 50.000,-

b. Apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmen dalam dua bulan, maka
bantuan akan berkurang sebesar Rp. 100.000,-

c. Apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmen dalam tiga bulan, maka
bantuan akan berkurang sebesar Rp. 150.000,-

d. Apabila peserta PKH tidak memenuhi komitmen dalam tiga bulan


berturut-turut, maka tidak akan menerima bantuan dalam satu periode
pembayaran.

Pelaksanaan PKH secara benar akan dapat memberdayakan keluarga


sangat miskin untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan sehingga akan
berdampak pada peningkatan status kesehatan yang akhirnya dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Utomo (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan dalam Meningkatkan Kualitas Hidup
Rumah Tangga Miskin menjelaskan bahwa peserta PKH mau melakukan dan
memenuhi komitmennya karena takut dengan adanya sanksi yang diberikan, dan
kurang pahamnya masyarakat terhadap sanksi yang disosialisasikan menyebabkan
munculnya msalah yaitu pengunaan kartu yang tidak sesuai atau melanggar
kesepakatan.
Sumber dana PKH berasal dari APBN dan APBD untuk operasional
manajemen guna kelancaran pelaksanaan di Kabupaten/kota. APBN digunakan
untuk bantuan kepada peserta dan gaji dari operator dan pendamping PKH. APBD
Kabupaten digunakan untuk operasional PKH seperti rakor, rapat evaluasi,
kebutuhan lapangan seperti ATK, dan lainlain. Pencairan dana dilakukan melalui
PT. Pos setiap 3 bulan. Untuk pembiayaan pelayanan bidang kesehatan dari
peserta PKH, klaim dimasukkan kedalam pembiayaan jamkesmas, karena peserta
PKH secara tidak langsung merupakan peserta jamkesmas, sehingga memiliki hak
yang sama dengan peserta Jamkesmas lain dibidang kesehatan (Kemensos RI,
2011).

4. Tujuan Program Keluarga Harapan

Tujuan PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan cara


meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai sumber daya manusia pada
kelompok masyarakat sangat miskin (Kemensos,2011). Utomo (2014) dalam
penelitiannya juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan program
keluarga harapan adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meingkatkan
kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin.

Kementrian Sosial dalam modul PKH juga menjelaskan tujuan khusus


PKH di bidang kesehatan yaitu Meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga
sangat miskin (KSM), Meningkatkan taraf hidup anak – anak keluarga sangat
miskin (KSM), Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas dan
anak di bawah usia 6 tahun dari keluarga sangat miskin (KSM), Meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan khususnya keluarga
sangat miskin (KSM).

5. Manfaat Program Keluarga Harapan

Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan banyak manfaat terutama


pada Rumah Tangga Sangat Miskin. Manfaat tersebut yaitu mengubah perilaku
keluarga sangat miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada
pendidikan dan kesehatan anaknya, untuk jangka pendek memberikan income
effect kepada rumah tangga miskin melalui pengurangan beban pengeluaran
keluarga rumah tangga sangat miskin, untuk jangka panjang dapat memutus rantai
kemiskinan antar generasi melalui: Peningkatan kualitas kesehatan/nutrisi,
pendidikan dan kapasitas pendapatan anak dimasa depan (price effect anak
keluarga sangat miskin). Memberikan kepastian kepada si anak akan masa
depannya (insurance effect), mengurangi pekerja anak dan mempercepat
pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan, peningkatan kesehatan
ibu hamil, pengurangan kematian balita, dan peningkatan kesetaraan jender)
Kemensos, 2011).

6. Proses Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Bidang Kesehatan

Melalui Juknis yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan, Program


Keluarga Harapan (PKH) di bidang kesehatan mensyaratkan peserta PKH yaitu
ibu hamil, ibu nifas, dan anak usia kurang dari enam tahun untuk melakukan 38
kunjungan rutin ke berbagai sarana kesehatan. Oleh karena itu, program ini secara
langsung akan mendukung pencapaian target program kesehatan. Adapun proses
pelayanan kesehatan PKH antara lain :

a. Menghadiri pertemuan awal

Perwakilan puskesmas akan diundang untuk menghadiri acara pertemuan


awal dengan seluruh calon peserta PKH. Dalam pertemuan ini petugas
puskesmas berkewajiban mengklarifikasi status pemberian pelayanan
kesehatan dengan calon peserta PKH, khususnya bagi peserta yang
datanya tidak tercatat dalam register. Kemudian, petugas menjelaskan tata
cara mendapatkan pelayanan kesehatan serta tempat-tempat pelayanan
kesehatan terdekat yang bisa dimanfaatkan oleh peserta PKH.

b. Sosialisasi

Pemahaman program oleh semua pihak, baik yang terkait langsung


maupun tidak langsung, merupakan kunci kesuksesan Program PKH.
Untuk itu disusun strategi komunikasi dan sosialisasi PKH yang
komprehensif dan melalui pendekatan multi pihak. Strategi komunikasi
dan sosialisasi ini tidak hanya memfokuskan pada aspek implementasi dan
keberhasilan pelaksanaan program PKH, tetapi juga aspek pengembangan
kebijakan, khususnya dalam membanguan dukungan dan komitmen untuk
melembagakan PKH dalam bentuk Sistem Jaminan Sosial.

Utomo (2014) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa dukungan


dan koordinasi lintas sektor yang terkait dengan Program PKH sangat
berepengaruh terhadap keberhasilan PKH, sektor sektor yang terlibat
tersebut adalah perangkat desa, di bidang pendidikan adalah guru,
sedangkan dibidang kesehatan adalah bidan desa yang berada di lokasi
PKH.

c. Memberi Pelayanan Kesehatan

Petugas kesehatan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan


kepada semua peserta PKH. Dalam memberikan pelayanan, petugas
kesehatan harus mengacu kepada ketentuan dan pedoman pelayanan
kesehatan yang berlaku.

d. Pencairan dana

PKH Kota Padang dilakukan di Kantor Pos. Dalam pelaksanaannya


Kantor Pos dapat membayarkan di lokasi-lokasi yang telah ditunjuk untuk
lebih memudahkan warga penerima PKH untuk mencairkan dananya,
khususnya warga di lokasi yang terpencil/jauh dari Kantor Pos.

e. Memverifikasi Komitmen

Peserta PKH Pembayaran bantuan komponen kesehatan pada tahap


berikutnya diberikan atas dasar verifikasi yang dilakukan oleh petugas
puskesmas. Jika peserta PKH memenuhi komitmennya (yaitu
mengunjungi fasilitas kesehatan yang sudah ditetapkan sesuai jadwal
kunjungan) maka peserta PKH akan menerima bantuan tunai sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Setiap anggota keluarga peserta PKH
dapat mengunjungi dan memanfaatkan berbagai fasilitas kesehatan, antara
lain :

1) Puskesmas
Puskesmas diharapkan mampu memberi seluruh paket layanan
kesehatan yang menjadi persyaratan bagi peserta PKH kesehatan
termaksuk memberikan pelayanan emergensi dasar.

2) Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling

Puskesmas pembantu dan puskesmas keliling merupakan satelit


puskesmas sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan
bagi ibu hamil dan bayi baru lahir

3) Polindes

Pondok bersalin desa biasanya dilengkapi dengan tenaga bidan desa.


Polindes diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar
bagi ibu selama kehamilan, pertolongan persalinan, dan bagi bayi baru
lahir; maupun pertolongan pertama pada kasus-kasus gawat darurat.

4) Posyandu

Posyandu yang dikelola oleh para kader kesehatan dengan bantuan


dan supervise dari puskesmas, serta bidan desa diharapkan dapat
memberikan pelayanan antenatal, penimbangan bayi serta penyuluhan
kesehatan.

5) Bidan Praktek

Di samping memberikan pelayanan kesehatan di Polindes, bidan desa


juga membuka praktekdi rumah dapat dimanfaatkan oleh peserta PKH
khususnya dalam pemeriksaan ibu hamil, memberikan pertolongan
persalinan, mampu memberikan pertolongan pertama pada kasus
gawat darurat.

7. Indikator Evaluasi Hasil (Output) Program Keluarga Harapan Bidang


Kesehatan melalui FDS

Indikator yang digunakan dalam program evaluasi PKH meliputi indikator


hasil (outputs) dan indikator dampak (outcomes) pelaksanaan PKH. Dalam
penelitian ini yang dilihat hanya output. Adapun indikator PKH bidang kesehatan
yaitu jumlah pencapaian pelaksanaan FDS program PKH Wilayah Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan

8. Landasan Hukum dan Dasar Pelaksanaan PKH

1) . Landasan Hukum

a. Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial


Nasional.

b. Undang-undang nomor 13 Tahun 2011 tentang penanganan Fakir


Miskin.

c. Peraturan Presiden nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan


Penanggulangan Kemiskinan.

d. Inpres nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang


Berkeadilan poin lampiran ke 1 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan
Program Keluarga Harapan.

e. Inpres nomor 1 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Korupsi poin lampiran ke 46 tentang Pelaksanaan Transparansi
Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Bersyarat Bagi Keluarga Sangat
Miskin (KSM) Sebagai Peserta Program Keluarga Harapan (PKH).

2). Dasar Pelaksanaan PKH

a. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku


ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, No:
31/KEP/MENKO/-KESRA/IX/2007 tentang "Tim Pengendali
Program Keluarga Harapan" tanggal 21 September 2007.

b. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 02A/HUK/2008


tentang "Tim Pelaksana Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun
2008" tanggal 08 Januari 2008.

c. Keputusan Gubernur tentang "Tim Koordinasi Teknis Program


Keluarga Harapan (PKH) Provinsi/TKPKD".
d. Keputusan Bupati/Walikota tentang "Tim Koordinasi Teknis Program
Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten/ Kota/ TKPKD".

e. Surat Kesepakatan Bupati untuk Berpartisipasi dalam Program


Keluarga Harapan.

B. Program Pelayanan Family Development Session (FDS)

1. Pengertian Family Development Session (FDS)

Pertemuan peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau lebih


dikenal dengan Family Development Session (FDS) merupakan proses
belajar peserta PKH berupa pemberian dan pembahasan informasi praktis
di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kesejahteran keluarga yang
disampaikan melalui peretemuan kelompok bulanan (Kemensos, 2016).

FDS merupakan program pengembangan dari PKH yang nantinya


diharapkan dapat membantu pendamping PKH dalam meningkatkan
kapasitas diri dan mengubah pola hidup keluarga yang miskin menjadi
keluarga yang mapan. Program FDS ini adalah Program pemberdayaan
masyarakat melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran memang
seringkali berlangsung lambat, tetapi perubahan yang terjadi akan bertahan
lama. Proses belajar dalam pemberdayaan bukanlah proses “menggurui”,
melainkan menumbuhkan semangat belajar bersama yang mandiri dan
partisipatif (Modul FDS, 2016).

2. Tujuan Program FDS.

Setiap program mempunya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Adapun


tujuan dari FDS antara lain meningkatkan pengetahuan praktis mengenai
kesehatan, pola asuh dalam keluarga, ekonomi, dan kesejahteraan keluarga.
Meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota
masyarakat dengan memberikan kontribusi perubahan kepada masyarakat
(empowerment).

Tujuan lainnya dari pelaksanaan FDS adalah Menjaga dan


memperkuat perubahan perilaku positif terkait pendidikan, kesehatan dan
kesadaran dalam pertemuan kelompok peserta PKH, meningkatkan
keterampilan orangtua dalam pola pengasuhan anak, meningkatkan
kemampuan peserta untuk mengenali potensi yang ada pada dirinya dan
lingkungannya agar dapat digunakan dalam peningkatan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat serta memberikan pemahaman kepada peserta
untuk menemukan potensi lokal agar dapat dikembangkan secara ekonomi
(Kemensos, 2016).

3 Sarana dan Prasarana

Dalam pelaksanaaan FDS sarana dan prasarana yang dibutuhkan


adalah :

a. Buku panduan untuk pelatih, pelatih harus membaca dan memahami


sebelum memberikan pelatihan

b.Poster untuk ditempel di lokasi pelatihan selama ataupun diluar pelatihan


agar peserta mengingat pesan-pesan utama.

c. DVD pelatihan, ketersediaan televisi dan DVD meningkatkan efektivitas


melalui media film.

d.Flip Chart, digantung pada dinding untuk membantu penjelasan materi atau
mengerjakan latihan bersama

e. Buku latihan peserta, dibagikan di awal untuk digunakan selama pelatihan


dan dibawa pulang.

f. Brosur diberikan diawal pelatihan kepada seluruh peserta untuk diguanakan


selama pelatihan dan dibawa pulang.

g. Alat tulis, mencakup kertas plano atau papan tulis untuk membantu proses
diskusi, kertas kososng untuk menuliskan hasil-hasil diskusi kelompok dan
spidol.
4 Tim Koordinasi Teknik PKH

a. Proses Pembentukan

Surat pemberitahuan pembentukan tim PKH daerah oleh Kemensos


kepada Kepala Daerah, kemudian Kepala Daerah mengadakan rapat
koordinasi dengan SKPD terkait untuk pembentukan tim. Disahkan oleh
kepala daerah (Gubernur, Bupati/Walikota) dan selanjutnya diinformasikan ke
Ditjen Linjamsos.

b. Keanggotaan

Tingkat Provinsi dan Kabupaten Kota

Pembina : Kepala Daerah

Pengarah : Kepala daerah

Ketua : Kepala Bappeda

Sekretaris: Kepala Dinas Sosial

Anggota : Kepala Dinas/Instansi (DIKBUD, Kesehatan, Agama, BPS,


Naker, DUKCAPIL, KOMINFO, lembaga lain yang diperlukan)

Tingkat Kecamatan

Pembina : Kepala Bappeda

Pengarah : Kepala Dinas Sosial

Ketua : Camat

Sekretaris: Koordinator Pendamping

Anggota : Kepala UPT Pendidikan dan Kesehatan, Kepala Desa dan


Pendamping
5 Manajemen FDS

Penelitian Octivilia dan Vijayanti (2018) menjelaskan bahwa dalam


pelaksanaan FDS dalam upaya pertemuan peningkatan kemampuan
keluarga (P2K2) melalui tahapan -tahapan berikut :

a. Tahap Perencanaan atau Tahap Persiapan, beberapa kegiatan dalam tahap


ini adalah sosialisasi program untuk menjelaskan tentang maksud dan
tujuan serta manfaat pelaksanaan program penguatan pelaksanaan P2KP,
dalam sosialisasi ini, diharapkan juga kesediaan seluruh pihak untuk
berpartisipasi aktif terhadap kegiatan. Kemudian melakukan identifikasi
dilakukan untuk pihak-pihak yang mau terlibat dan bekerjasama pada
pelaksanaan program dan untuk mengetahui sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk mendukung kegiatan program, serta pemebentukan
panitia pelaksana dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai
rencana yang telah ditetapkan. Tahap perencanaan terakhir adalah
koordinasi dilakukan pihak-pihak atau instansi yang membantu dan
mendukung serta yang dilibatkan dalam pelaksanaan program, koordinasi
ini dilakukan juga untuk mengetahui sejauh mana dukungan yang
diberikan terhadap pelaksanaan program.

b. Tahap pelaksanaan pelaksanaan kegiatan program FDS bagi peserta


PKH melalui FDS dilakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut sosialisasi,
pelatihan keterampilan, dan studi banding kelokasi-lokasi yang telah
berhasil mengembangkan kegiatan FDS.

c. Tahap Evaluasi, dilaksanakan untuk mengetahui apakah kegiatan yang


telah direncanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, tingkat
keberhasilannya dan hambatan hambatan yang ditemui. Evaluasi
dilaksanakan pada aspek proses dan hasilnya dengan mengacu pada tujuan
program yang telah ditetapkan.

Penelitian tentang evaluasi program PKH pada aspek kesehatan pernah


dilakukan oleh Ayurestianti (2017) dan didapatkan hasil bahwa tahapan
evaluasi dilakukan pada tiga aspek yaitu pertama aspek evaluasi program
keluarga harapan berbasis input, evaluasi program berbasis proses, serta
evaluasi program berbasis output.

Metode pembelajaran yang digunakan dalam pelatihan pendamping PKH


adalah pendekatan andragogi yang menekankan pada pengalaman
partisipasi aktif, evaluasi yang digunakan dalam pelatihan pendamping
PKH adalah metode appraisal pedesaan partisipatif dengan melakukan
FGD dan kuesioner, kelemahan evaluasi partisipatif ini memakan waktu
yang relatif lama dan diskusi cenderung di luar konteks (Rasyad, 2016).

4.Mekanisme Pelaksanaan FDS

Program FDS menggunakan strategi pelaksanaan kegiatan secara


partisipatif. Strategi ini bertujuan agar peserta dapat mengetahui
teknik-teknik partisipasi dalam menyelenggarakan pertemuan, kegiatan
ataupun musyawarah warga guna memaksimalkan penyerapan materi demi
hasil yang disasar dalam kegiatan FDS. Adapun mekanisme pelaksanaan
FDS antara lain:

a. Program FDS ini ditujukan kepada para peserta PKH yang memasuki
masa transisi dan dapat dimungkinkan untuk graduasi.

b. Setiap kelompok diskusi FDS dapat berjumlah 15-20 rumah tangga


anggota PKH yang tempat tinggalnya berdekatan.

c. Fasilitator dalam kegiatan FDS, yaitu pendamping PKH. Sebelum


melakukan fasilitasi FDS, pendamping PKH harus mengikuti diklat
FDS terlebih dahulu.

d. Waktu dan lokasi pembelajaran ditentukan oleh kesepakatan antara


pendamping dan peserta PKH. Setiap pembelajaran memiliki durasi
120 menit dengan agenda pembukaan, ulasan materi sebelumnya,
penyampaian materi dan tanya jawab. Lokasi pembelajaran dapat
dilakukan secara bergantian dari satu rumah kerumah yang lainnya.
(Kemensos, 2013).
Alat Pelatihan peserta FDS terdiri dari Buku pantauan untuk
pelatih, poster, DVD pelatihan,flip chart, buku latihan peserta,brosur
dan alat tulis.

Family Development Session pernah dilakukan di filipina melalui program


yang diberi nama Pantawid Pamiyang (Vidal.et.al 2018). Menurut fernandes dan
olfindo (2011), melalui program pilipino pantawid pamiyang mendapat
keuntungan dari diskusi selama sesi pengembangan keluarga di komunitas
mereka. FDS memainkan peran penting dalam kehidupan para penerima manfaat.
program Pantawid Pamiyang Pilipino dalam hal meningkatkan kesiapsiagaan
kewaspadaan mereka terhadap risiko bencana. Masyarakat juga menjadi lebih
responsive terhadap permasalahan menyangkut kesehatan yang ada dilingkungan
mereka (Mangahas, Casimiro, and Gabriel, 2018)
C. Konsep Kemiskinan

Berbagai konsep kemiskinan telah dinyatakan dalam beberapa


penelitian kemiskinan, diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh
World Bank (Bank Dunia) dalam World Bank Institute (2005).
Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan.
Berdasarkan definisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa
sisi. Dari sudut pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari
sisi moneter, di mana kemiskinan diukur dengan membandingkan
pendapatan/konsumsi individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada
di bawah batasan tersebut maka mereka dianggap miskin.

Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar “miskin” yang berarti tidak
berharta benda. secara umum miskin adalah keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kelompoknya, dan tidak mampu
memanfaatkan tenaga, mental dan pikirannya dalam kelompok tersebut” (Syahyuti
2006).

Nurwati (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kemiskinan


merupakan suatu masalah yang selalu dihadapi manusia, msalah kemiskinan
merupakan masalah yang mendunia artinya kemiskinan sudah menjadi permaslahan
yang sangat diperhatikan didunia, dan masalah tersebut ada di semua negara,
walaupun dampak dari kemiskinan berbeda-beda.

1. Ciri-Ciri Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah yang multi dimensional, sebagaimana


dikemukakan SMERU bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri:

a. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumsi dasar (sandang,


pangan dan papan).

b. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,


pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

c. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan


dan keluarga).
d. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

e. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.

f. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

g. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang


berkesinambungan.

h. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental

i. Ketidakmampuan dan ketidak beruntungan sosial (anak terlantar, wanita


korban tidak kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal
dan terpencil) (Suharto , 2004).

2. Tujuan Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009


tentang Kesejahteraan Sosial pada pasal 19 menyatakan bahwa “penanggulangan
kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap
orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang tidak mempunyai atau
mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
layak bagi kemanusiaan”. Lebih lanjut menurut pasal 20 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2009, bahwa tujuan penanggulangan kemiskinan adalah:

a. Meningkatkan kapasitas dan mengembangkan kemampuan dasar serta


kemampuan berusaha masyarakat miskin.

b. Memperkuat peran masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan


kebijakan publik yang menjamin penghargaan, perlindungan, dan pemenuhan
hak-hak dasar.

c. Mewujudkan kondisi dan lingkungan ekonomi, politik dan sosial yang


memungkinkan masyarakat miskin dapat memperoleh kesempatan
seluas-luasnya dalam pemenuhan hak-hak dasar dan peningkatan taraf hidup
secara berkelanjutan; dan

d. Memberikan rasa aman bagi kelompok miskin dan rentan.


3. Dimensi Kemiskinan

Suharto (2004), menjelaskan bahwa kemiskinan juga memiliki


berbagai dimensi yaitu sebagai berikut yaitu ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, papan). Tidak adanya akses
terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih, dan transportasi). Tidak adanya jaminan masa depan karena tidak ada investasi
untuk pendidikan dan keluarga. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massa.

Dimensi lainnya yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan


keterbatasan sumber alam, tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat,
tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian
yang berkesinambungan, ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental dan ketidakmampuan serta ketidakberuntungan sosial seperti anak
terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil.

Terperangkapnya penduduk miskin dalam lingkaran setan


kemiskinan mengakibatkan mereka tidak berdaya untuk keluar dari
kemiskinan. Para pakar berpendapat bahwa pengentasan kemiskinan
penduduk miskin dapat dilakukan melalui pemutusan rantai lingkaran setan
kemiskinan. Chambers (dalam Darmawan, 2004) menyatakan bahwa
kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi
yaitu Kemiskinan (Proper), Ketidakberdayaan (Powerless), Kerentanan
Menghadapi Situasi Darurat (State of Emergency) Ketergantungan
(Dependence) dan Keterasingan (Isolation) baik secara geografis maupun sosial.

4. Kriteria Keluarga/Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)

Pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki


kriteria-kriteria mengenai masyarakat miskin. Seperti yang diungkapkan
oleh BPS. Ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga sangat
miskin:

a. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

b. Jenis lantai terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.


c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.

d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga


lainnya.

e. Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik.

f. Sumber air minum berasal dari sumur/sumber yang tidak


terlindungi/sungai/air hujan.

g. Bahan bakar memasak sehari-hari adalah dari kayu bakar/arang/minyak


tanah.

h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

i. Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun.

j. Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari.

k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

l. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2;
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan
lainnya dengan pendapatan Rp. 600.000,- per bulan.

m. Pendidikan tertinggi kepala keluarga: tidak bersekolah sekolah/tidak tamat SD/


tamat SD.

n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.
500.000,- seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor,
atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai


keluarga sangat miskin.

D.Sanitasi

1. Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Sedangkan sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan
untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang
menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. (Azwar, 1995). Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air
bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah)
dan pembuangan air limbah (SPAL).

a. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.
Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak
seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu,
air juga dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan
kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga digunakan untuk keperluan industri,
pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi, dan lain-lain.
Penyakit- penyakit yang menyerang manusia dapat juga ditularkan dan
disebarkan melalui air, kondisi tersebut tentunya dapat menimbulkan wabah
penyakit dimana-mana (Chandra, 2007).

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005). Syarat kuantitas adalah jumlah air
yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan.
Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.
Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5
liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum
2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

Syarat Kualitas, syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia,


radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002).

1) Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau,
tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu
sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan
rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

2) Parameter Mikrobiologis

Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri.


Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang
mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak
merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan
indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

3) Parameter Radioaktifitas

Dari segi parameter radioaktifitas, apapun bentuk radioaktifitas


efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang
terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi
genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi
dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan
berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.

4) Parameter Kimia

Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak
tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan antara lain air raksa (Hg), Alumunium (Al), Arsen (As), Barium
(Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat
kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (netral) untuk
mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi
air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9.

a. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media


penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam
penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002). Sementara itu,
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan
penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :

1) Waterborne mechanism

Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat


menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui
mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui
mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan
poliomielitis.

2) Waterwashed mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan


umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan,
yaitu : Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak,
Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma, Penularan
melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.

3) Water-based mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent


penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor
atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya
skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4) Water –related insect vector mechanism

Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang


biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam
ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.

b. Pembuangan Tinja (Jamban)

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu
kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih
dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan
buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman
dan Suparmin, 2002).

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya


pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang
ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara
lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing
kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya
(Kusnoputranto, 2000).

c. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan


mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran
tersebut dalam suatu tempat tertentu tidak menjadi penyebab penyakit dan
mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1996). Penyediaan sarana
jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya.
Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak
saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka


pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban
tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Depkes
RI, 1995)

1) Tidak mencemari sumber air minum (untuk ini dibuat lubang


penampungan kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumber air).

2) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.

3) Air seni, air pembersih dan penggelontoran tidak mencemari tanah


disekitarnya.

4) Mudah dibersihkan, aman digunakan dan harus terbuat dari bahan-bahan


yang kuat dan tahan lama.
5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna
terang.

6) Luas ruangan cukup.

7) Ventilasi cukup baik.

8) Tersedia air dan alat pembersih.

9) Cukup penerangan.

Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat pembuangan tinja, antara


lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan. Jamban ini


dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan diameter
80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu
dalam, karena akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber
minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2. Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah
sebagai tempat pembuangan tinja. Proses pembusukannya sama seperti
pembusukan tinja dalam air kali.

3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)

Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air.
Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk dari kakus tidak tercium.
Bila dipakai, tinjanya tertampung sebentar dan bila disiram air, baru masuk
ke bagian yang menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.

4. Jamban bor (Bored hole latrine)

Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil
karena untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan
sementara. Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi
pengotoran tanah permukaan (meluap).
5. Jamban keranjang (Bucket latrine)

Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang
di tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan
tempat tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam
jumlah besar, tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke
tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan
bau.

6. Jamban parit (Trench latrine)

Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie.


Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit
sering mengakibat kan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang
berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat,
dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

7. Jamban empang/ gantung (Overhung latrine)

Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan,


kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga
bibit penyakit yang terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana
dengan air, yang dapat menimbulkan wabah.

8. Jamban kimia (Chemical toilet)

Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam
kendaraan umum misalnya dalam pesawat udara, dapat pula digunakan
dalam rumah.

d. Pengelolaan Sampah

Menurut Mubarak, Iqbal dan Chayatin (2009), sampah diartikan sebagai


benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang
berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya. Beberapa
faktor yang memengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, sistem
pengumpulan/ pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada
sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi, budaya, musim, kebiasaan
masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah.

Sedangkan jenis sampah, dikenal beberapa cara pembagian, ada yang


membaginya atas dasar zat pembentuk (Chandra, 2007), yaitu : Sampah
organik, misalnya sisa makanan, daun, sayur dan buah. Sampah anorganik,
misalnya logam, pecah belah, abu, dan lain-lain. Adapun yang membaginya atas
dasar sifat, yaitu : sampah yang mudah busuk, sampah yang tidak mudah busuk,
sampah yang mudah terbakar, sampah yang tidak mudah terbakar

Menurut Notoatmodjo (2007) cara-cara pengelolaan sampah antara lain :

a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing


rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu,
mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk
mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-masing tempat
pengumpulan sampah tersebut diangkut ke tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) sampah, dan selanjutnya ke tempat penampungan akhir
sampah (TPA).

b. Pemusnahan dan pengolahan sampah

Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan


melalui berbagai cara, antara lain : Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan
sampah dengan membuat lubang di tanah kemudian sampah dimasukkan
dan ditimbun dengan tanah. Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan
sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran
(incinerator). Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengolahan sampah
menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan,
sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk.

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat bagi


vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang pengerat untuk
mencari makan dan berkembang biak dengan cepat sehingga dapat
mengganggu kesehatan manusia. Mengingat efek dari sampah terhadap
kesehatan maka pengelolaan sampah harus memenuhi kriteria sebagai
berikut :

1. Tersedianya tempat sampah yang dilengkapi tutup (sangat dianjurkan


agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori
tangan).

2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat agar tidak mudah bocor,
untuk mencegah berseraknya sampah.

3. Tempat sampah tahan karat dan bagian dalam rata.

4. Tempat sampah mudah dibuka, dikosongkan isinya serta mudah


dibersihkan.

5. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkat


oleh satu orang.

6. Tempat sampah dikosongkan setiap 1x24 jam atau 2/3 bagian telah
terisi penuh.

7. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang


dihasilkan pada setiap tempat kegiatan.

8. Tersedia pada setiap tempat/ruang yang memproduksi sampah.

9. Memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan


makanan jadi yang cepat membusuk.

10. Tersedianya tempat pembuangan sampah sementara yang mudah


dikosongkan, tidak terbuat dari beton permanen, terletak di lokasi
yang terjangkau kendaraan pengangkut sampah dan harus
dikosongkan sekurang-kurangnya 3x24 jam.

KEMENSOS

LINJAMSOS
PUSDIKLAT

JAKARTA

BPPKS PROVINSI

KORWIL/KOR

KAB

PENDAMPING

Gambar 1 Program Keluarga Harapan melalui Family Development Session

D. Pelayanan Kesehatan Sebagai Suatu Sistem

Salah satu cara yang digunakan dalam upaya memaksimalkan pelayanan


kesehatan yaitu dengan menerapkan pendekatan sistem dalam upaya meningkatkan
cakupan pelayanan kesehatan dan untuk menyelesaikan masalah kesehatan (Azwar,
(2006) dan Adisasmito (2007)). Secara garis besar elemen dalam sistem itu adalah
sebagai berikut:

1. Masukan (input) yaitu sub elemen-sub elemen yang diperlukan sebagai


masukan untuk berfungsinya sistem. Untuk menyelesaikan suatu masalah
pelayanan kesehatan kotak input diisi dengan permasalahan yang akan
diselesaikan. Sedangkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan kotak input didisi perangkat administrasi, seperti SDM, dana,
sarana dan metode.

2. Proses (process) yaitu suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah


masukan sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
Untuk menyelesaikan suatu masalah pelayanan kesehatan kotak proses
diisi dengan sumber daya organisasi seperti tenaga, dana, sarana dan
metode, tata cara dan kesanggupan. Sedangkan untuk meningkatkan
cakupan pelayanan kesehatan kotak proses didisi dengan fungsi
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan.

3. Keluaran (output) yaitu hal yang dihasilkan oleh proses. Untuk


menyelesaikan suatu masalah pelayanan kesehatan kotak output diisi
dengan selesainya masalah yang dihadapi. Sedangkan untuk
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kotak output diisi dengan
cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

4. Dampak (Impact) yaitu akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah


beberapa waktu lamanya.

5. Umpan balik (feedback) yaitu hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut.

Untuk lebih jelasnya Azwar mengambarkan hubungan antara unsur - unsur


dalam suatu sistem seperti pada diagram dibawah ini yaitu :

Program Kesehatan

Masukan Proses Keluaran Dampak

Gambar 2 Hubungan unsur-unsur dalam suatu sistem (Azwar, 2010)

Sedangkan menurut Adisasmito (2014), unsur-unsur dalam penyeanggaraan


sistem kesehatan meliputi :

1. Masukan (Input)
Input merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem
dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan
terdiri dari sumber daya manusia, pembiayan, obat dan perbekalan kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan.

2. Proses (process)

Process merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem
dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya untuk ,mengubah masukan
menjadi yang direncanakan. Proses terdiri dari upaya kesehatan,
pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan.

3. Keluaran (output)

Output merupakan kumpulan bagian atau elemen yang yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses suatu sistem.

Selain unsur-unsur diatas yang juga mempengaruhi penyelenggaraan suatu


sistem kesehatan yaitu lingkungan (environment). Lingkungan merupakan dunia di luar
sistem tidak dikelola sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Unsur
ini yaitu keadaan yang menyangku ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan baik nasional, regional maupun global yang berdampak
terhadap pembangunan kesehatan. Adapun gambaran interaksi antara unsur-unsur
tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini yaitu :

Manajemen

Program Organisasi
Sumber Daya Penyedia Layanan

Sumber Pembiayaan
Gambar 3 Interaksi antara unsur-unsur dalam suatu sistem menurut
Adisasmito

G.Telaah Sistematis

Tabel 1Telaah Sistematis

No Nama Peneliti Dan Desain Hasil Penelitian


Judul Penelitian Penelitian
1 Rahmawati dan Kualitatif Pendamping memiliki empat
Kisworo peran keterampilan yaitu peran
fasilitatif, pendidik, representatif
“Peran Pendamping atau perwakilan masyarakat, dan
dalam teknis. Faktor internal yang
Pemberdayaan menjadi kendala adalah
Masyarakat Melalui sulitnya peserta untuk
Program Keluarga mengumpulkan berkas data
Harapan” dan beradaptasi dengan
lingkungan baru pendamping
memerlukan waktu lama.
2 Nurcahaya Kuantitatif Persentase efisiensi program
FDS berada pada kategori sangat
baik, persentase efektivitas
“Evaluasi Program FDS berada pada kategori sangat
Family baik dan persentasi reponsive
Development FDS juga berada pada kategori
Session Di Desa sangat baik
Kebundalem LOR
Pramvbanan,
Klaten (Studi
Survei Di Unit
Pelaksana Program
Keluarga Harapan
Kecamatan
Prambanan) Tahun
2015

3 Elly Kuntjorowati Kuantitatif Tidak ada pengaruh


pemberdayaan melalui FDS
terhadap kesejahteraan KPM di
bidang pendidikan, kesehatan,
“Pengaruh ekonomi dan perlindungan anak,
Pemberdayaan dan ada pengaruh pemberdayaan
Keluarga Penerima FDS bagi peningkatan KPM
Manfaat Program
Keluarga Harapan
melalui Family
Development
Session”
3 Suwinta dan Kualitatif Implementasi PKH di Desa
Prabawati Maron Kecamatan Kademangan
Kabupaten Blitar kurang berhasil
dikarenakan serangkaian tahapan
“Implementasi yang berjalan dengan lancar,
Program Keluarga sumber daya yang dimiliki
Harapan (PKH) Di meliputi staf, kewenangan,
Desa Maron informasi dan fasilitas namun
Kecamatan terdapat kendala kurang
Kademangan sadarnya peserta PKH terhadap
Kabupaten Blitar” intisari PKH dan arti pentingnya
PKH bagi kehidupan peserta
PKH serta permaslahan intern
antara pelaksana pusat dan
daerah.
4 Virgoneta, Pratiwi Kualitatif Jumlah peserta PKH di Desa
dan Suwondo Beji mengalami penurunan
terbukti dengan menurunnya
jumlah peserta PKH dari 158
“Implementasi pada tahun 2007 dan menurun
Program Keluarga pada tahun 2014 dengan jumlah
Harapan (PKH) 130
dalam Upaya
Meningkatkan
Kesejahteraan
Masyarakat (Studi
Pada Desa Beji
Kecamatan Jenu,
Kabupaten Tuban)”

5 Helly Ocktilia dan Kuantittaif Ketersediaan pelayanan dalam


Desy Vijayanty mendukung program PKH dalam
kategori baik, tindakan
pencegahan masih sangat baik,
tindakan promotif kurang baik,
dan aspek peran transformatif
“Perlindungan sangat baik, munculnya maslah
Sosial Bagi pada pelaksanaan FDS
Keluarga Harapan
Di Kabupaten
Buton Selatan”
5 Ayurestianti Metode kualitatif Program PKH dapat dikatakan
berhasil dapat dilihat dari peran
ibu hamil dan menyusui , yang
“ Evaluasi mendapat akses kesehatan
Pelayanan dengan mudah melalui Kartu
Kesehatan dan Indonesia Sehat (KIS), dan pada
Pendidikan pendidikan siswa menerima
Program Keluarga bantuan Kartu Indonesia Pintar
Harapan’ (KIP) sedangkan sekolah
mendapat bantuan operasional
sekolah (BOS)
6 Kandpal, Cross Sectional Pantawid program transfer tunai
Alderman, bersyarat dalam filipina
Friedman, Filmer, memberikan hibah yang
Onishi dan Avalos dikondisikan pada perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan
untuk anak-anak berusia 0-5
“Transfer Program tahun dan sekolah bagi mereka
in The Philipines yang berusia 10-14
Reduces Severe tahun.pantawid mempunyai
Stunting” pengaruh yang significant
terhadap stunting.
7 Almazan (2014) deskriptif program transfer tunai bersyarat
(CCT) meningkatkan kehidupan
keluarga miskin melalui insentif
“Influence of intervensi tunai. Para penerima
Conditional Cash bantuan tunai yang sebagian
Transfer Program besar adalah perempuan yang
to The berkepentingan menunjukkan
LivingCondition penegasan tentang persyaratan
of The Households” pemerintah sebagai penerima,
kegagalan untuk memenuhi
persyaratan yang menyebabkan
kegagalan pembayaran

Anda mungkin juga menyukai