Anda di halaman 1dari 17

KUIS TAKE HOME

REKAYASA OPTIMASI DAN PROSES (ROP)


Dosen Pengampu : Arie Febrianto, STP. MP

Oleh:
Nama : Farda Arifta Nanizza
NIM : 115100301111054
Kelas :L

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
SOAL

1. Jelaskan prinsip-prinsip dalam teknologi termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi


a. Proses termal
b. Biopolimer
c. Pulsed Electric Field
d. Separasi Membran
2. Berilah contoh masing-masing aplikasi teknologi di atas dalam bidang agroindustri 
pustaka bisa dari jurnal atau textbook  ditulis dalam daftar pustaka
JAWABAN

1. Prinsip-prinsip dalam teknologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi :


A. Proses Termal

Proses termal adalah suatu proses yang berlangsung akibat dari efek termal.
Efek termal alami terjadi akibat adanya gradien suhu dan atau gradien kecepatan
(sehingga ada aliran materi dan energi), serta gradien konsentrasi. Proses termal
(thermal process) termasuk ke dalam proses pengawetan yang menggunakan energi
panas. Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas
dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses
termal merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk
mendapatkan produk dengan umur simpan yang panjang.

Proses termal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa proses, yaitu:


 Blansir
Blansir merupakan perlakuan pemanasan awal yang biasanya dilakukan pada
bahan nabati segar sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan.
Walaupun secara umum proses blansir bertujuan untuk memperbaiki mutu produk,
tujuan khusus dari proses blansir bervariasi dan tergantung pada proses pengolahan
yang akan dilakukan. Pada proses pembekuan dan pengeringan, blansir dilakukan
untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim yang merusak mutu produk olahan yang
dihasilkan. Blansir yang dilakukan pada proses pengalengan, ditujukan untuk
mengeluarkan udara dari dalam jaringan bahan dan meningkatkan suhu bahan
(pemanasan awal).

 Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses untuk memperlambat pertumbuhan
mikroba pada makanan. Proses ini tidak dimaksudkan untuk membunuh semua
pathogen yang terdapat pada makanan, melainkan untuk mengurangi jumlah
pathogen, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Secara umum tujuan utama
pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen,
pembentuk toksin dan pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan
dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit, seperti
Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera
dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penyebab disentri). Di samping itu, pasteurisasi
juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti
Pseudomonas, Achromobater, Lactobacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus
dan Aerobacter serta kapang dan khamir.

 Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya untuk meminimalisasi gangguan
mikroorganisme dengan cara menghilangkan “seluruhnya” (bakteri, jamur, parasit,
virus, termasuk bakteri endospora). Sterilisasi menjadi hal yang sangat penting
dalam berbagai proses bioteknologi, salah stunya dalam proses fermentasi.
Meskipun proses fermentasi melibatkan mikroorganisme, namun seringkali
kehadiran mikroorganisme lain (kontaminan) tetap mengganggu.

Prinsip dari proses sterilisasi yaitu proses sterilisasi menggunakan kombinasi


suhu tinggi dan waktu tertentu untuk membunuh semua mikroorganisme termasuk
sporanya didalam bahan pangan, yang dapat tumbuh pada kondisi normal. Proses
ini lebih intens dari proses pasteurisasi, menggunakan suhu di atas 100°C dengan
waktu yang lebih lama sehingga bisa mempengaruhi penampakan dan rasa produk.
Sterilisasi komersial tidak sama dengan sterilisasi absolut. Pada sterilisasi komersial,
proses sterilisasi ditujukan untuk membunuh semua mikroorganisme yang hidup
pada suhu penyimpanan normal (disuhu ruang).

Beberapa mikroorganisme bisa membentuk spora yang mampu bertahan


pada suhu tinggi. Pada kondisi penyimpanan yang benar, spora ini tidak
bergerminasi, tetapi pada suhu penyimpanan yang salah (suhu penyimpanan diatas
suhu penyimpanan normal), maka spora tersebut dapat bergerminasi dan
menyebabkan kerusakan makanan kaleng. Clostridium botulinum menjadi target
utama dari proses sterilisasi komersial untuk pangan yang pHnya diatas 6,4 atau aw
diatas 85%. Ketidakcukupan proses sterilisasi (suhu tidak tercapai atau waktu
sterilisasi kurang) akan menyebabkan spora C. botulinum bergerminasi dan tumbuh
serta memproduksi toksin botulin yang sangat mematikan didalam makanan kaleng
tersebut. Waktu dan suhu sterilisasi bahan pangan tergantung pada jenis wadah
yang digunakan, dan kondisi (jenis, komposisi dan kekentalan) bahan pangan yang
akan disterilisasi
 Prinsip- prinsip Proses Termal:
Pada dasarnya proses termal ini memiliki prinsip yaitu fokus pada aplikasi
panas untuk membunuh atau menginaktif-kan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan kebusukan produk pangan dan berbahaya bagi kesehatan manusia,
dengan menggunakan sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem
kontinyu (aseptic processing).

Prinsip yang adalah dalah proses termal adalah sebagai penyebab inaktivasi
enzim perusak sehingga mutu produk pangan lebih stabil selama penyimpanan,
memperbaiki mutu sensori (arna, tekstur, flavor sehingga menjadi lebih di sukai),
menyebabkan perubahan daya cerna makanan, misalnya terhadap protein dan
karbohidrat, melunakkan produk sehingga mudah dikonsumsi, dan menghancurkan
komponen-komponen yang tidak diperlukanTujuan utama dari proses termal adalah
membunuh mikroba pembusuk dan pantogen dengan pemanasn sehingga dapat
meningkatkan keamanannya dan memperpanjang daya awetan dalam jangka waktu
tertentu

 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Proses Termal


1. Karakteristik yang dimiliki oleh produk yang akan diproses
2. Konsistensi/ viskositas dari bahan yang digunakan
3. Bentuk atau ukuran bahan yang digunakan
4. Aktivitas air
5. Persen padatan yang terkandung didalam bahan
6. Rasio padatan/cairan pada bahan
7. Perubahan formula
8. Ukuran partikel
9. Jenis pengawet yang ditambahkan dalam bahan pada saat proses
berlangsung
10. Keasaman
11. Medium pemanas
12. Tujuan pemanasan
13. Waktu
14. Kriteria suhu yang dibutuhkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi blansir:
1. Jenis bahan
2. Ukuran bahan (Semakin kecil ukuran, proses blansir semakin cepat dan
kerusakan nutrisi sepat pula)
3. Suhu blansir (Semakin tinggi suhu, tingkat kerusakan semakin besar)
4. Metode blansir

Faktor-faktor yang mempengaruhi sterilisasi panas antara lain:


1. Jenis dan jumlah kontaminan yang hendak dihilangkan
2. Morfologi mikroorganisme
3. Komposisi media fermentasi
4. pH
5. Ukuran partikel tersuspensi
6. Temperatur yang digunakan
7. Durasi proses sterilisasi
8. Keberadaan air

B. Biopolimer
 Prinsip- Prinsip Biopolimer

Biopolimer adalah senyawa polimer yang dapat diuraikan secara alamiah


oleh mikroorganisme ataupun melalui proses hidrolisis di alam. Biopolimers diperoleh
dari polimerisasi bahan baku bio dengan rekayasa proses industri. Bahan baku
Bioplomer diisolasi dari tanaman, binatang atau disintesis dari biomass
menggunakan enzim/mikrobia. Keunggulan senyawa biopolimer dibandingkan
dengan plastik sintesis berasaskan petrokimia ialah karena sifatnya yang mudah
terurai (biodegradable) sehingga tidak akan merusak lingkungan seperti yang banyak
ditimbulkan oleh plastik sintesis

Prinsip yang digunakan dalam Biopolimer ini adalah pada dasarnya


biopolimer itu sendiri diturunkan dari sumber daya alam yang dapat diperbarui, dapat
diuraikan dan tidak menghasilkan racun. Di samping itu senyawa biopolimer dapat
dihasilkan dari bahan-bahan dari alam yang ketersediaannya tidak terbatas dan
dapat diperbarui sepanjang masa (renewable), sehingga bahan baku untuk
produksinya melimpah. Seperti gelatin yang merupakan turunan dari kolagen yang
terdenaturasi akibat adanya termohidrolisis. Serta plastik nonbiodegradable yang
dapat dengan mudah diuraikan
 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Proses Termal
1) Sifat- sifat yang dimiliki oleh bahan baku utama yang akan diproses
2) Sifat- sifat yang dimiliki oleh bahan baku tambahan yang akan
diproses
3) Proses yang sedang berlangsung
4) Suhu yang digunakan dalam proses tersebut.
5) Waktu yang dibutuhkan atau lamanya proses tersebut berlangsung
6) Tingkat kelembaban
7) Struktur Polimer

C. Pulsed Electric Field

 Prinsip- Prinsip Pulsed Electric Field

Prinsip kerja dari proses Pulsed Electric Field (PEF) didasarkan pada aplikasi
denyut pendek pada tegangan tinggi (20-80 kV/cm) ke makanan yang ditempatkan
diantara 2 elektroda. PEF dikategorikan suatu proses non thermal karena makanan
diproses pada suhu kamar atau di bawahnya selama beberapa detik dan mampu
memperkecil kehilangan nutrisi yang disebabkan oleh pemanasan. Dalam teknologi
PEF, energi diperoleh dari tegangan tinggi sumber tegangan yang disimpan dalam
satu atau beberapa kapasitor dan dilepaskan melalui material makanan untuk
menghasilkan medan elektrik yang diperlukan. Energi yang tersimpan dalam
kapasitor dapat dilepaskan dengan cepat (dalam seper sejuta detik) pada tenaga
yang sangat tinggi. Faktor yang mempengaruhi teknologi PEF antara lain besarnya
tegangan, bahan yang digunakan, waktu, dan jenis mikroba pada bahan.

Prinsip yang digunakan dalam teknologi Pulsed Electric Field ini adalah
proses pengaplikasian kejutan listrik dengan menggunakan intensitas yang tinggi
pada bahan sehingga mampu memusnahkan mikroba pembusuk dalam waktu satu
mikrodetik sampai satu milidetik dengan pulsa yang pendek.
 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Proses Pulsed Electric Field

1) Tegangan dalam proses


2) Bahan yang dikenai atau bahan yang terkena dampak dalam proses
yang menggunakan teknologi tersebut
3) Waktu yang dibutuhkan atau lama proses berlangsung
4) Jenis mikroba yang terdapat pada bahan
D. Separasi Membran
 Prinsip- Prinsip Separasi Membran

Proses dengan menggunakan Separasi membran telah banyak digunakan


dalam industry-industri, yang berfungsi untuk pemisahan. Prinsip yang terdapat
dalam Separasi membran ini adalah membran bertindak sebagai Contatctor
(tempat terjadinya kontak masing-masing molekul untuk permeasi) dan sebagai
Separator (pemisah). Suatu susunan proses permeasi disebut membran reaktor.
Pada membran reaktor, terjadi proses permeasi zat-zat yang terlibat kedalam suatu
sistem tertentu untuk dipisahkan.

Membran reaktor dengan tipe separator, digunakan sifat membrane untuk


memisahkan suatu zat dari sistem. Berfungsi agar sistem berubah keadaannya.
Pada separasi atau permeasi zat dalam membran reaktor, membran bisa menjadi
tempat reaksi sekaligus pemisahan atau bisa juga bertindak sebagai pemisahan saja
dan reaksi telah terjadi dalam proses yang lain.

Selain itu, juga terdapat prinsip yang lain. Separasi membran adalah
pemisahan komponen berdasarkan perbedaan berat dan molekul komponen melalui
mebran semi permeabel. Pemisahan dapat dibantuk oleh beberapa katalis. Pada
membran reaktor dengan tipe Contactor, hanya terjadi proses degradasi suatu zat
karena permeabilitasnya pada membran yang disentuhnya.

Prinsip pemisahan molekul dengan membran ini yaitu dengan memisahkan


molekul yang dapat melewati membran dan molekul yang tidak dapat melewati
membran. Sebelum menentukan membran yang akan digunakan untuk separasi
terlebih dulu dilakukan uji selektifitas membran. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
membran yang dapat digunakan untuk melakukan separasi. Faktor yang
mempengaruhi separarasi membran adalah kualitas bahan, sifat penolakan
membran terhadap padatan, dan luks membran.

 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Proses Separasi Membran

1) Sifat penolakan membrane terhadap padatan


2) Fluks membran
2. Contoh masing-masing aplikasi teknologi di atas dalam bidang agroindustri 
pustaka bisa dari jurnal atau textbook  ditulis dalam daftar pustaka

A. Proses termal

Aplikasi yang dilakukan dalam bidang agroindustri dengan menggunakan


teknologi yang ada di dalam proses termal adalah dengan melakukan inaktivasi
enzim perusak dalam produk kacang-kacangan/biji-bijian. Sehingga mutu produk
pangan lebih stabil selama penyimpanan, memperbaiki mutu sensori yang meliputi
(warna, tekstur, flavor sehingga menjadi lebih di sukai), menyebabkan perubahan
daya cerna makanan, misalnya terhadap protein dan karbohidrat, melunakkan
produk sehingga mudah dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen
yang tidak diperlukan seperti komponen tripsin inhibitor dalam (Wardani, 2008)

Aplikasi dengan menggunakan proses termal adalah dalam bidang industri


makanan kaleng, serta mampu mempertahankan daya simpan produk pangan
hingga 6 bulan atau lebih. Proses termal yang digunakan dalam industry ini adalah
melibatkan proses pemanasan pada suhu tinggi pada berbagai variasi suhu dan
waktu. Sistem yang digunakan dalam proses termal ini ada 2 macam, yaitu sistem
batc (in-container canning) , atau system kontinyu (aseptic processing). Berdasarkan
pada kriteria suhu, waktu dan tujuan pemanasan, proses termal dibagi menjadi
proses pasteurisasi dan sterilisasi komersial (Sutiyoso, 2005)

Aplikasi teknologi Proses Termal pada bidang agroindustri juga digunakan


dalam produk makanan dengan bahan baku utama ikan mas. Pada proses ini
melibatkan berbagai proses pengolahan dengan suhu tinggi (proses termal) seperti
digoreng, dibakar, direbus dan dikukus. Proses ini merupakan salah satu metode
terpenting yang digunakan dalam pengolahan makanan karena memiliki efek yang
diinginkan pada kualitas makanan (matang, pembentukan flavor tertentu), memiliki
efek pengawetan, memperbaiki ketersediaan beberapa zat gizi dan kontrol kondisi
pengolahan yang relatif sederhana. Proses termal seperti pengukusan (pemanasan
basah) merupakan metode yang sering digunakan. Pengukusan atau penggunaan
uap sebagai sumber panas memiliki keuntungan yaitu hilangnya vitamin dan
komponen makanan lain yang sensitif terhadap panas lebih kecil (Pratama, 2013)
Aplikasi teknologi Proses Termal pada bidang agroindustri yaitu, tahapan
proses sterilisasi baglog dengan menggunakan teknik menguapkan langsung
menggunakan drum. Proses yang dilakukan adalah Media baglog yang sudah dibuat
kemudian disusun didalam drum dengan kapasitas 84 baglog. Baglog tersebut
dikukus atau diuapkan hingga 6 jam, 8 jam, dan 10 jam dengan menggunakan
kompor gas. Proses termal yang berlangsung pada kegiatan di atas seperti
pengukusan (pemanasan basah atau penguapan) Pengukusan atau penggunaan
uap sebagai sumber panas memiliki keuntungan yaitu hilangnya vitamin dan
komponen makanan lain yang sensitif terhadap panas lebih kecil (Desna, 2010)

Dalam bidang agroindustri, buah dan sayur segar yang telah mengalami
perlakuan perlukaan (misalnya dikupas, diiris atau dirajang) kadang-kadang tidak
langsung diolah karena berbagai faktor. Bahan yang mengalami perlukaan ketika
kontak dengan udara akan mengalami kerusakan warna, flavor dan tekstur karena
aktivitas enzim. Proses blansir dilakukan untuk inaktivasi enzim dan mencegah
terjadinya kerusakan tersebut. Blansir juga bisa dilakukan untuk mempermudah
proses pengupasan. Panas karena blansir akan melunakkan kulit bahan sehingga
mempermudah proses pelepasan kulit bahan.

Contoh aplikasi blansir pada saat memasak sayur mayur adalah sayur yang
sudah dibersihkan dimasukkan ke dalam air yang mendidih, direbus hingga berubah
warna menjadi warna yang diinginkan lalu diangkat dan langsung dicelupkan ke
dalam air dingin, umumnya air es. Tujuan proses blansir pada persoalan di atas
adalah untuk mendapatkan kematangan yang diinginkan. Pencelupan sayur ke
dalam air dingin bertujuan untuk menghentikan proses pematangan, karena seperti
yang diketahui, ketika sayur diangkat dan masih dalam keadaan panas maka proses
pematangan masih tetap berlangsung.

Secara umum, proses pasteurisasi dilakukan pada susu. Namun dalam jurnal
yang ditulis oleh Suhendri (2006), proses pemanasan akan menurunkan kadar air,
meningkatkan daya cerna protein dan menurunkan kadar protein bila terjadi reaksi
Maillard, menurunkan kadar abu, meningkatkan kadar lemak, dan menurunkan kadar
karbohidrat. Proses pemanasan relatif menurunkan kadar air, relatif tidak
mempengaruhi kadar abu, relatif menurunkan kadar protein, relatif menaikkan kadar
lemak dan karbohidrat dari tempe.
Sebagai contoh, proses sterilisasi soup memerlukan waktu yang lebih pendek
dari proses sterilisasi kornet. Cairan (kuah) soup akan membantu mempercepat
proses pindah panas (heat transfer) secara konveksi. Pada sterilisasi kornet, proses
pindah panas terjadi secara konduksi sehingga proses pemanasan berjalan lambat.
Produk pangan sterilisasi mempunyai umur simpan yang panjang dan dapat
disimpan pada suhu ruang, misalnya kornet dan cocktail buah kalengan. Produk juga
harus dilengkapi dengan keterangan tanggal kadaluarsa pada labelnya.

B. Biopolimer
Aplikasi teknologi Proses Termal pada bidang agroindustri yaitu pada
pembuatan edible film dengan menggunakan karagenan. Pada dasarnya biopolimer
itu sendiri diturunkan dari sumber daya alam yang dapat diperbarui, dapat diuraikan
dan tidak menghasilkan racun, seperti sifat plastik nonbiodegradable ino. Edible film
didefinisikan sebagai lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan (edible), yang
dibentuk pada pangan sebagai pelapis atau diletakkan (pra-pembentukan) pada atau
di antara komponen-komponen pangan dan bertujuan untuk menghambat migrasi
uap air, oksigen, karbondioksida, aroma, dan lipida; membawa bahan tambahan
pangan (misalnya antioksidan, antimikrobia, flavor); dan/atau memperbaiki integritas
mekanis atau penanganan karakteristik pangan. Bahan pembentuk edible film dan
coating dibagi menjadi tiga kategori, yaitu hidrokoloid seperti protein, turunan
selulosa, alginat, karagenan, pektin, plomer pati (biopolimer karbohidrat),
polisakarida lain; lipida seperti lilin (wax), asilgliserol, asam lemak (asam palmitat,
asam stearat); dan kombinasinya (komposit). Edible film dan coating dapat berfungsi
sebagai pembawa bahan tambahan pangan (antioksidan, antimikrobia, dan flavor),
dapat berperan sebagai penghambat selektif untuk mencegah transpor uap air, gas-
gas, dan zat terlarut ke bagian dalam sistem pangan yang heterogen, dan dapat
dikonsumsi bersama bahan pangan yang dikemas atau dilapisinya (Dodi, 2011).

Aplikasi biopolimer pada bidang agroindustri selanjutnya adalah pada produk


Kanji yang dibuat dari tepung umbi singkong merupakan polimer
karbohidrat(biopolimer) yang dibuat dengan pelarut air (pelarut polar), sedangkan
resin sintetik yang dipakai untuk pembuatan cat adalah polimer yang larut dalam
pelarut organik (pelarut nonpolar). Pencampuran biopolimer dengan polimer sintetik
membutuhkan metoda pencampuran yang khusus, supaya kedua macam polimer
dapat bersatu (compatible) dan tidak memisah kembali setelah dicampurkan. Selain
itu sebagai binder, campuran polimer ini harus memiliki daya rekat yang sangat baik
pada permukaan yang dilapisi cat, memiliki ketahanan gores dan kelenturan yang
dibutuhkan (Kurnia, 2011)

Produk agroindustri yang menggunakan teknologi biopolimer selanjutnya


adalah senyawa ini dapat ditemukan pada cangkang udang, kepiting, mollusca,
serangga, annelida serta beberapa dinding sel jamur dan alga yang sering
dimanfaatkan untuk produk pangan, kosmetik, dll. Senyawa tersebut adalah kitosan.
Kitosan merupakan biopolimer alami dengan kelimpahan terbesar kedua setelah
selulosa, merupakan produk deasetilasi kitin baik melalui proses reaksi kimia
maupun reaksi enzimatis.. Hasil modifikasi kitosan menghasilkan sifat dan manfaat
yang spesifik Secara komersial telah menghasilkan inovasi diberbagai bidang
seperti; industri pangan, kosmetika, pertanian, farmasi, pengolahan limbah dan
penjernihan air. Pesatnya minat dalam mengeksplorasi kitosan, semakin
membuktikan bahwa prospek kitosan begitu menjanjikan. Perolehannya sangat
mudah karena menggunakan bahan baku limbah invertebrata laut, biaya rendah,
terbiodegradasi dan ramah terhadap lingkungan (Hasri, 2010)

Aplikasi Biopolimer yang selanjutnya adalah pada pembuatan edible film dari
komposit kitosan pati garut dengan pemlastis asam laurat. Pada dasarnya kitosan
adalah biopolimer alami dengan kelimpahan terbesar kedua setelah selulosa.
Pembuatan edible film dimulai dengan membuat dope dari campuranpati garut dan
kitosan. Pati garut dilarutkan dalam air panas sedangkan kitosan dilarutkan dalam
asam asetat encer (2%). Pada proses pembuatan dope, pati garut dipanaskan pada
suhu gelatinasi pati yaitu 70° C dan diaduk sampai terbentuk larutan homogen yang
kental dan berwarna putih. Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 2%,
kemudian direaksikan dengan larutan pati garut, asam laurat dan diaduk sampai
homogen, kemudian didiamkan sampai gelembung udara yang terperangkap dalam
campuran tersebut hilang. Edible film dicetak dengan menuangkan dope ke dalam
cawan petri dengan ketebalan 1 mm, dan dikeringkan pada suhu 50° C dan
kemudian edible film dilepas dari alat cetaknya dengan merendamnya pada bak
koagulan larutan NaOH 4%, kemudian edible film tersebut dicuci sampai netral dan
dikeringkan pada suhu kamar (Wafirof, 2010)
c. Pulsed electric field

Inovasi dan perkembangan teknologi di bidang pasteurisasi dan sterilisasi


makanan yang terus berkembang . Ini termasuk inovasi dalam teknologi pengolahan
termal seperti pengolahan aseptik , teknologi ohmik , dan teknologi microwave , serta
teknologi pengolahan non – termal yang meliputi teknologi Pulsed Electric Field dan
teknologi pengolahan tekanan tinggi . Membahas hasil studi tentang pemodelan
matematika medan listrik dan suhu distribusi dalam Pulsed Electric Field ( PEF )
ruang perawatan . Sebuah paket perangkat lunak CFD tersedia secara komersial
( Lancar, Inc , Lebanon , NH , USA ) digunakan untuk memecahkan kontinuitas ,
momentum , energi dan medan listrik persamaan di ruang perawatan PEF geometri
yang berbeda . Hasil simulasi menunjukkan bahwa desain ruang mempengaruhi
profil kecepatan fluida , distribusi medan listrik , dan distribusi temperatur dalam
ruang perawatan PEF . Hasil ini menunjukkan bahwa desain ruang secara signifikan
dapat mempengaruhi efektivitas pengobatan PEF pada inaktivasi mikroba selama
pasteurisasi atau sterilisasi makanan cair .

Aplikasi Teknologi pulsed electric field pada bidang agroindustri adalah pada
proses pasteurisasi susu dengan teknologi PEF. Proses pasteurisasi susu dengan
Pulsed Electric Field ( PEF ) berbagai tegangan dan waktu perawatan telah dipelajari
secara eksperimental . Perhatian utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh berbagai tegangan dan waktu perlakuan pada sifat fisik susu . perlakuaan
PFE dilakukan menggunakan PEF Unit laboratorium , ditetapkan dengan tiga tingkat
perlakuaan tegangan ( yaitu 60 kV , 80 kV , dan 100 kV ) dan dilakukan dalam tiga
durasi perlakuaan yang berbeda ( yaitu 10 s , 20 s , dan 30 s ) . Efek dari variabel
kedua perawatan pada kerapatan, viskositas , kadar air , titik didih , titik beku ,
tingkat kekeruhan , tingkat merah ( + ) , dan tingkat kuning ( b + ) diselidiki .
Diterapkan tegangan tinggi dan durasi perlakuaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap viskositas , densitas dan kandungan air . mendidih titik , titik beku , tingkat
kekeruhan , tingkat merah ( + ) dan tingkat kuning ( b + ) tidak berubah secara
signifikan di antara berbagai tegangan yang diterapkan . Secara umum, variabel-
variabel yang diukur kurang dipengaruhi oleh perawatan PEF . Proses tau
tahapannya adalah Cairan susu akan masuk melalui lubang pemasukan (food inlet)
yang selanjutnya masuk dalam ruang perlakuan dengan kejutan listrik (electric field
treatment zone) diantara 2 elektroda yang dibatasi oleh membran yang dapat
menghantarkan ion-ion listrik dari elektroda. Produk akhir yang terbentuk keluar
melalui lubang pengeluaran (food outlet) (Apriliawan, 2010)
.

Gambar 1. Pasteurisasi susu dengan teknologi PEF

Contoh pengaplikasian teknologi PEF dilakukan pada susu. Dibandingkan


dengan pasteurisasi dengan UHT, PEF memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan
metode PEF, susu tidak tidak mendapatkan perlakuan panas dan oleh karena itu
PEF manjanjikan pemeliharaan kualitas susu agar tetap segar setelah proses
pasteurisasi. Suhu pada proses Pasteurisasi dengan metode PEF lebih rendah
dibandingkan dengan proses pasteurisasi konvensional yaitu antara suhu 30° - 40°C.
Dengan suhu yang rendah maka enzim essensial yang ada pada susu tidak akan ikut
rusak. (Aguilar, 2002) Selain itu metode ini sangat efektif karena dapat menginaktifkan
mikroorganisme sampai 99% tanpa merubah warna, rasa dan bau dan kandungan gizi
dalam waktu yang sangat singkat (Barbosa et al, 1999). Sehingga dengan metode
tersebut akan didapatkan susu yang berkualitas, dari segi rasa maupun kesegarannya
tanpa merubah fisik dan tidak menghilangkan enzim-enzim essensial yang terdapat
pada susu.

d. Separasi Membran
Aplikasi teknologi separasi membran pada bidang agroindustri diterapkan
pada proses pembuatan tepung. Proses atau tahapan dalam pembuatan tepung
yang menggunakan teknologi separasi membran adalah apada pada tahapan
pengayakan tepung tersebut. Tepung ini dibuat dari ampas kedelai. Untuk
menghasilkan tepung dengan tekstur halus maka pada perlakuan akhir dilakukan
pengayakan. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan 80-100 mesh.
Pengayakan tepung ampas kedelai bertujuan untuk memisahkan ampas kering yang
masih kasar. Sehingga, didapatkan tepung yang halus dan dengan ukuran yang
sama rata ( Yustina, 2012).

Teknologi separasi membrane juga diterapkan pada bidang agroindustri


dalam proses pembuatan jus. Pada dasarnya penggunaan teknologi ini berfungsi
pada beberapa proses pemisahan. Membran yang bertindak sebagai Contatctor
(tempat terjadinya kontak masing-masing molekul untuk permeasi) dan sebagai
Separator (pemisah). Sehingga, terjadi proses permeasi zat-zat yang terlibat
kedalam suatu sistem tertentu untuk dipisahkan. Pemisahan dapat dibantuk oleh
beberapa katalis (Suryani, 2006)
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, 2008. Proses Pengawetan Produk Pati. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Bogor

Sutiyoso, 2005. Peningkatan Daya Simpan dan Kualitas Produk Pangan. PT. Penabur
Swadaya. Surabaya

Pratama, 2013. Komposisi Kandungan Senyawa Flavor Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
Segar Dan Hasil Pengukusannya. Jurnal Akuatika Vol. IV No.1/ Maret 2013 (55 67)

Desna, Puspita, R.D., Darmasetiawan, H., dkk. 2010. Kajian Proses Sterilisasi Media
Jamur Tiram Putih terhadap Mutu Bibit yang Dihasilkan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor. Berkala Fisika. Nomor 2 Volume 13

Dodi, H. 2011. Pengaruh Konsentrasi Karagenan Terhadap Sifat Fisik Dan Mekanik
Edible Film. Jurnal Agroteksos Vol.21 No.2-3, Desember 2011

Kurnia, Gita. 2011. Studi Pembandingan Hambatan Gesek Laju Kapal Dengan
Penggunaan 60 % Biopolimer Kanji Dalam Formulasi Cat Kapal. Skripsi.
Universitas Indonesia. Depok.

Hasri.2010. Prospek Kitosan dan Kitosan Termodifikasi Sebagai Biopolimer Alami


yang Menjanjikan. Jurnal Chemica Vo/. 11 Nomor 2 Desember 2010, 1 – 10

Wafiroh, S., Adiarto, T., & Agustin, E.T. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Edible Fil
dari Komposit Kitosan-PAti Garut (Maranta Arundinaceae) dengan Pemlastis
Asam Laurat. Surabaya: Universitas Airlangga. Jurnal Matematika dan Ilmu
Pengetahuan. Nomor 1 Volume 13

Apriliawan, H. 2010. Laban Electric Alat Pasteurisasi Susu Kejut Listrik Tegangan
Tinggi (Pulsed Electric Field) Menggunakan Flyback Transformer. Malang:
Universitas Brawijaya
Yustina, I. & Abadi, F.A. 2012. Potensi Tepung dari Ampas Industri Pengolahan
Kedelai sebagai Bahan Pangan. Madura: Universitas Trunojoyo Seminar Nasional:
Kedaulatan Pangan dan Energi.

Suryani, 2012. Simulasi Pengaruh Konsentrasi Pektin pada Jus Buah. Jurnal Ilmu
Pangan, Vol. 10 No. 2, Desember 2006, Hal. : 63 – 70

Anda mungkin juga menyukai