Anda di halaman 1dari 17

PRINSIP DAN KONSEP PELAKSANAAN BANTUAN HIDUP DASAR

Tugas:

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KEPE

KELOMPOK 3

Disusun oleh :

SEPTRINDO AHMAD MELSA HANDESTRI

BUDI SAPUTRA NERANTI VIDIATAMA

DINALIZA UTAMI PUTRI MELSA UTARI

INES SANTIA SINYA MUSTIKA WILA

SYAFIZA AMBAR WIRATNI ANGGELINA

DEBI SEPNI AULIA

Dosen Pembimbing :

Ns. RIRIS FRIANDI, M.Kep.

AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSANI SAKTI

KOTA SUNGAI PENUH

2018/2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat
,Inayah,Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Bantuan Hidup Dasar dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini. Sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Sungai penuh, 02 april 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi............................................................................................................................... 3
2.2 Bantuan hidup dasar .......................................................................................................... 4
2.3 SOP bantuan hidup dasar ................................................................................................... 4
2.4 RJP Bantuan hidup dasar ................................................................................................... 7
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan ........................................................................................................................... 13
4.2 Saran ................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Henti-jantung-mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) adalah penyebab
kematian tertinggi hampir diseluruh dunia. Banyak korban henti-jantung berhasil
selamat jika orang disekitarnya bertindak cepat saat jantung bergetar atau ventrikel
fibrilasi (VF) masih ada, tetapi resusitasi kebanyakan gagal apabila ritme jantung telah
berubah menjadi tidak bergerak/asystole.
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas,
membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu (Alkatiri, 2007).
Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada
organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai
paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal
(Latief, 2009).
Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama pada
pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar rumah sakit
(Alkatiri, 2007).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian. Pada tahun 1990 3,2 juta
kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di seluruh dunia. Pada tahun 2000
kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun 2020 diperkirakan cedera/trauma akan
menyebabkan penyebab kematian ketiga atau kedua untuk semua kelompok umur
(IKABI, 2004).

1.2.RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas,maka kami dapat mengambil rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1.Apa pengertian Bantuan Hidup Dasar?
2.Kapan harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup dasar?

ii
1.3.TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
memberikan pertolongan agar bisa mempertahankan kehidupan korban saat korban
mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dengan Bantuan Hidup Dasar.

ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
Bantuan hidup dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan untuk
mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalamai kegawat daruratan. (siti
rohmah.2012)
Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat
penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa(rido.2008)
Bantuan Hidup Dasar atau Basic Life Support (BLS) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami
keadaan yang mengancam nyawa.(Deden Eka PB)
Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di
mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah
usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa.
Tujuan dari Bantuan Hidup Dasar sebagai berikut:
1. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
3. Menyelematkan nyawa korban.
4. Mencegah cacat.
5. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Waktu sangat penting dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar. Otak dan jantung
bila tidak mendapat oksigen lebih dari 8-10 menit akan mengalami kematian, sehingga
korban tersebut dapat mati. Dalam istilah kedokteran dikenal 2 istilah untuk mati yaitu
mati klinis dan mati biologis.
Mati klinis memiliki pengertian bahwa pada saat melakukan pemeriksaan
korban, penolong tidak menemukan adanya pernafasan dan denyut nadi yang berarti

ii
sistem pernafasan dan sistem peredaran darah berhenti. Pada beberapa keadaan,
penanganan yang baik masih memberikan kesempatan kedua sistem tersebut fungsi
kembali. Tidak ditemukan adanya pernafasan dan denyut nadi,bersifat reversibel, korban
punya kesempatan waktu 4-6 menit untuk dilakukan resusitasi tanpa kerusakan otak
Mati Biologis (kematian semua organ) merupakan proses nekrotisasi semua
jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik, biasanya terjadi dalam
waktu 8-10 menit dari henti jantung, dimulai dengan kematian sel otak, bersifat
irreversibel (kecuali berada di suhu yang ekstrim dingin).

2.2 BANTUAN HIDUP DASAR


Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu
mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut
adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan
bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting
dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya
sel otak.

2.3 SOP BANTUAN HIDUP DASAR


A. INDIKASI
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban / pasien.
Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan
Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
 Tenggelam
 Stroke
 Obstruksi jalan napas
 Epiglotitis
 Overdosis obat-obatan

ii
 Tersengat listrik
 Infark miokard
 Tersambar petir
 Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ
vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat
agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2. Henti jantung
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital
kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan
tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru
(RJP).
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :
1. Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
2. Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.

B. SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta
defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer
dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :

ii
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrilation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus
melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat
dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan
lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan,
segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan
sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam
posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban
ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi
terlentang. Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan
antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah
terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas tidur
yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan
napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan
lutut.

ii
2.4 Resusitasi jantung paru (RJP)
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami
henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus
selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak
bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru
harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak
dilakukan.
 Resusitasi dilakukan pada :
 Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
 Serangan Adams-Stokes (serangan sindrom karena kurang darah ke otak)
 Hipoksia akut (kurang pasokan oksigen ke sel dan jaringan tubuh)
 Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
 Sengatan listrik
 Refleks vagal (batuk,muntah,pingsan)
 Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang
untuk hidup.

 Resusitasi tidak dilakukan pada :


 Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat.
 Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
 Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih,
yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa
RJP.

Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat


penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan
dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini

ii
ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan :
penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut :

a. Bantuan Dasar Hidup ( BHD )


a) Circulation (Sirkulasi buatan)
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti
jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara
tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan
darurat yang paling gawat.
b) Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas.
Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin,
posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan
anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus
dipertahankan dalam posisi ini.
Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya ialah:
1. Tarik mandibula ke depan dengan ibu jari sambil,
2. Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
3. Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau
hidung. Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong
berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau
bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk
segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke
hidung.

ii
c) Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan
satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap
tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu
jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong
menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban
dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan
gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik
selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu
perhatikan :
 gerakan dada waktu membesar dan mengecil
 merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu
mengembang
 dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru
korban mengecil sampai batas habis.

Sebab-sebab henti jantung :


 Afiksi dan hipoksi
 Serangan jantung
 Syok listrik
 Obat-obatan
 Reaksi sensitifitas
 Kateterasi jantung
 Anestesi.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus


diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi

ii
henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah CAB dari
tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan
sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
 Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
 Korban tidak sadar
 Korban tampak seperti mati
 Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama mengkaji


a. Carotis atau meraba denyut a. Carotis. Perabaan a. carotis lebih
dianjurkan karena :
1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan
pernafasan buatan
2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut
sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.

Setelah itu tindakan selanjutnya adalah membuka jalan nafas dengan


menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru
korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Bila teraba kembali denyut
nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini
adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.

ii
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan CAB RJP tersebut
adalah,
1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik,
kecuali bila ia sudah stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena
dapat berakibat robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat
pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur
dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.

ii
CAB RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat
memberi kemungkinan beberapa hasil,
1. Korban menjadi sadar kembali
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan
RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi
tidak betul pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung
spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu
bantuan hidup lanjut (BHL).

ii
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang kami peroleh,kami dapat menyimpulkan bahwa dengan
adanya pengetahuan tentang Bantuan Hidup Dasar,kami dapat memberikan pertolongan
pertama kepada siapapun yang mengalami keadaan yang akan mengancam nyawa
penderita.

3.2 SARAN
Kami menyarankan kepada pembaca agar siapapun yang mengetahui adanya
korban yang memerlukan Bantuan Hidup Dasar untuk segera ditolong dengan cepat
agar nyawanya bisa tertolong dengan cepat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak di
inginkan.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, 2007. Buku Ajar Keperawatan gawat darurat. Jakarta: EGC.

Latief, 2009. Buku Saku kgd. Jakarta: EGC

IKABI, 2004, 2002 : 2357. Buku Saku kgd Keperawatan. Jakarta: EGC.

ii

Anda mungkin juga menyukai