Anda di halaman 1dari 5

KURIKULUM 2013: GURU, HIDUP SEGAN-MATI PUN TAK MAU

I Wayan Budiarta, S.Pd.,M.Pd.


SMP N 2 Rendang

Dalam dunia pendidikan sudah seharusnya seorang pendidik membentuk

peserta didiknya menjadi peserta didik yang berkarakter. Berdasarkan pernyataan

itu, seharusnya sebelum menjadikan peserta didik berkarakter, pendidik pun

harusnya berkarakter. Sehubungan dengan hal itu, salah satu indikator pendidikan

karakter adalah sikap jujur. Nah, selaku pendidik yang jujur, marilah coba kita

renungkan pertanyaan ini “Apakah hakikat kurikulum?”. Kalau kita mau jujur

pasti ada pendidik di negeri ini yang tidak paham akan hakikat kurikulum.

Kurikulum dalam hal ini adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu1. Berdasarkan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa kurikulum

merupakan komponen yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Apa jadinya

pendidikan jika pendidik sendiri tidak tahu makna kurikulum?


Sebelum menjawab pertanyaan di ujung pendahuluan tadi, mari kita lihat

kenyataan pahit guru honorer sekolah yang memiliki gaji tak seberapa

dibandingkan guru PNS negeri ini. Suatu hari, saat awal semester, guru sibuk

mengurusi administrasi pembelajarannya dan guru honorer itu adalah salah satu

guru yang sibuk itu. Namun, pemandangan berbeda justru terjadi pada beberapa

guru yang sudah senior. Mereka tidak membuat perencanaan dan mereka tidak

pernah memperhatikan kurikulum. Pada saat mengajar ya mengajar dengan segala

keterbatasannya.
1 Hanya mengandalkan
Sri Wahyuni. Perencanaan Pembelajaran buku
Bahasapaket dan yang
Berkarakter. lebih santai
(Bandung: Refika lagi
Aditama 2012) h.25
hanya mengandalkan Lembar Kerja Siswa (LKS). Yang terjadi 1

selanjutnya adalah banyak umpatan tentang materi pembelajaran yang

belum habis pada waktunya, dan akhirnya mengejar target materi tanpa

menghiraukan peserta didik paham atau tidak. Yang paling parah lagi adalah siswa

diberi tugas untuk mempelajari sendiri materi pembelajaran yang belum habis

dibahas. Nah inilah yang terjadi, mungkin hampir tiap sekolah memiliki guru

seperti ini. Inilah jawaban dari pertanyaan di penghujung pendahuluan tadi.

Mengutip pernyataan seorang pakar pendidikan Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja Bali, Prof. Dr. I Nyoman Dantes yang menyatakan bahwa jauh

lebih bagus guru yang baik dibandingkan dengan kurikulum yang baik. Hal ini

karena guru yang baik akan mampu menjadikan kurikulum yang kurang baik

menjadi kurikulum yang baik2. Berdasarkan pandangan ini guru adalah komponen

penting dalam pelaksanaan kurikulum dalam dunia pendidikan. Guru harus sadar

akan hal ini dan menyadari bahwa perubahan kurikulum dalam dunia pendidikan

itu penting untuk menghadapi kemajuan zaman.


Namun, seperti kenyataan di atas ada kecendrungan guru di Indonesia

tidak mau menerima perubahan. Dalam hal ini adalah perubahan kurikulum. Hal

paling tidak terlihat pada pendapat Kanca yang menyatakan bahwa ditinjau dari

tugas pokoknya, guru adalah insan konservatif. Guru sukar menerima perubahan

dan pembaharuan dalam proses belajar mengajar3. Dalam hal ini, guru selalu

bertahan
2
pada zona nyamannya. Guru tidak mau melakukan perubahan. Yang
I Wayan Artika. Pendidikan Tanpa Rasa Ingin Tahu. (Yogyakarta: Lukita, 2010)
h.73
terpenting
3 bagi guru adalah yang penting tetap dapat gaji. Apalagi guru-guru yang
I Nyoman Kanca, “Pengembangan Profesionalisme Guru Pendidikan Jasmani Di
Era Globalisasi”. Jurnal Penelitian dan Pengajaran IKIP Negeri
sudah mendapat tunjangan sertifikasi, banyak yang tidak melakukan 2
Singaraja, Edisi Khusus (Singaraja: Undiksha, 2004) h. 111-124
perubahan pada dirinya. Dengan kenyataan ini apa jadinya kurikulum

baru di tangan guru-guru Indonesia?

Tahun 2013 pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudyaaan

melakukan uji coba kurikulum baru. Kurikulum ini dinamai Kurikulum 2013.

Dari segi namanya dapat diketahui bahwa kurikulum ini muncul tahun 2013. Jika

diperhatikan lebih mendalam lagi, sepertinya kurikulum ini tidak kreatif paling

tidak dari segi namanya. Menurut pemerintah munculnya kurikulum ini adalah

untuk menciptakan peserta didik yang berkarakter dan berbudi pekerti luhur.

Munculnya kurikulum baru ini menjadi momok menkutkan bagi guru.

Ketakutan itu muncul paling tidak karena telah mengusik zona nyaman para guru.

Perubahan ini seakan-akan diartikan penyiksaan terhadap guru. Untuk

menghindarkan hal itu, dibuatlah pelatihan oleh pemerintah tentang kurikulum

2013. Tujuan awal pelatihan-pelatihan ini sangat bagus, yaitu untuk

mempersiapkan guru yang siap untuk mengembangkan kurikulum 2013.

Walaupun banyak pihak yang mencurigai kegiatan ini sebagai kegiatan untuk
formalitas dan untuk menghabiskan anggaran. Sebagai seorang guru honorer, pada

awalnya saya berpikiran positif terhadap kegiatan pelatihan ini.

Nyatanya di Bali pelatihan ini ibarat memanggang terasi dan membakar

terasi. Hasilnya tetap sama. Datang dari pelatihan guru-guru semakin bingung.

Mungkin hal ini dapat dipahami karena keadaan guru-guru khususnya di Bali

tidak berpikiran positif terhadap perubahan kurikulum. Guru-guru


3
berpolitik tidak mau mengikuti perubahan agar kurikulum baru tidak

diterapkan. Selain itu, hal yang nyata dapat terlihat adalah narasumber pelatihan

penerapan kurikulum 2013 sama seperti guru-guru lainnya. Sikap merekapun

sama tidak mau menerima perubahan. Akibatnya, ada kecendrungan narasumber

tidak memahami materi pelatihan. Maka dari itu, tidak mengherankan pelatihan

yang dilaksanakan tidak efektif. Kesan pelatihan pun terasa formalitas saja dan

untuk menghamburkan anggaran pendidikan.

Melihat kenyataan tersebut seharusnya pemerintah, dalam hal ini

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meninjau kembali kebijakan

menerapkan Kurikulum 2013. Paling tidak kenyataan di atas menunjukkan bahwa

guru-guru belum siap menerapkan kurikulum 2013. Namun, hal yang terjadi

justru sebaliknya pemerintah justru terus menggalakkan penerapan Kurikulum

2013. Diklat-diklat pun terus dilaksanakan untuk mempersiapkan guru yang siap

menerapkan kurikulum 2013.

Dengan kenyataan dan perkembangan yang terus terjadi, guru tidak bisa

berbuat apa. Guru harus melaksanakan kebijakan yang diterapkan oleh

pemerintah. Jika guru tidak menerapkan kebijakan pemerintah, guru akan dikenai

4
sanksi. Namun, jika diterapkan guru merasa susah untuk dapat menerima

perubahan. Apapun yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan bisa mengubah

guru kalau guru tidak memiliki kesadaran merubah sikap terhadap perubahan.

Pada situasi seperti ini guru-guru di Indonesia dan khususnya di Bali mengalami

dilema. Jika diibaratkan dilema tersebut dengan peribahasa, guru saat ini Hidup

Segan, Mati pun Tak Mau.

Mungkin solusi terbaik atas situasi ini adalah perubahan. Guru-guru

mulailah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik! Munculkanlah

sikap yang mau menerima perubahan demi kemajuan bangsa! Sedangkan dari

pihak pemerintah seharusnya memikirkan secara matang setiap perubahan

kebijakan yang dilakukan. Terutama kebijakan dalam bidang pendidikan yang

sangat riskan.

Anda mungkin juga menyukai