Anda di halaman 1dari 8

KRIMINALISASI BAHASA

Oleh

I Komang Warsa
SMA NEGERI 1 RENDANG

Abstrak

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh perilaku korupsi dan perselingkuhan


bahkan terjadi pembegalan aturan dalam dunia ilmu kebahasaan. Tujuan tulisan
ini adalah untuk menjelaskan (1) Fungsi dan Kategori dalam Sintaksis; (2) kalimat
ekuatif; (3) Korupsi dan Perselingkuhan dalam Kalimat Bentuk Kriminalisai
Bahasa. Secara ringkas dapat dijelaskan budaya korupsi dan perselingkuhan juga
terjadi dalam ilmu kebahasaan. Anomali ini bisa terjadadi dalam struktur fungsi
kalimat berakibat memunculkan kesalahan yang disebut perselingkuhan bahasa.
Peristiwa ini disebut dengan kriminalisasi bahasa. Dapat disararankan kepada
seluruh pengguna bahasa Indonesia, khususnya dunia pendidikan bahwa
kesalahan-kesalahan berbahasa harus segera diluruskan sehingga tidak menjadi
kelaziman penutur itu sendiri. Bahasa yang salah akan melahirkan pemikiran yang
salah juga. Pemikiran yang salah akaan melahirkan tindakan yang salah.
Tindakan yang salah akan berdampak terhadap kehidupan manusia.

Kata kunci : Kriminalisasi Bahasa, fungsi dan kategori sintaksis, kalimat ekuatif

Pendahuluan

Jagat ini selalu dihiasi berbagai aktivitas kehidupan yang begitu kompleks
dan dipenuhi oleh pernak pernik kehidupan dengan berbagai peristiwa dan
masalah yang kadang selalu membelit. Kasus-kasus yang selalu hmenghiasi
lembaran-lembaran kehidupan masyarakat di planet bumi yang bernama
Indonesia. Peristiwa dan kasus yang besar sampai yang kecilpun selalu menghiasi
dinding-dinding kehidupan jagat Indonesia ini. Kasus cecak buaya istilah
perseteruan KPK vs Polri, kasus Megaproyek Hambalang, korupsi dari tingkat
pusat sampai daerah bahkan penegak hukum sampai departemen yang sangat
menjungjung tinggi nilai-nilai agama (religious) tertular virus korupsi sehingga
banyak hotel-hotel prodeo dihuni oleh mantan-mantan pejabat yang semestinya
memberikan teladan yang baik. Sungguh ironis, tapi itu realitas yang dialami oleh
republik ini. Tidak hanya korupsi yang melanda bumi Indonesia di sisi lain
perselingkuhpun marak di kalangan masyarakat. Seolah-olah menjadi tren zaman
yang sepatutnya tidak harus terjadi. Bahkan yang paling menyedihkan seorang
guru di sebuah lembaga pendidikan SMA yang berbuat yang tidak sepatutnya
terhadap siswanya. (Bali Post, Kamis 5 Februari 2015). Ini sungguh memalukan
dan mengelitik yang semestinya sebagai penjaga gawang moralitas dan karakter
bangsa malah terjerumus dengan prilaku yang amoral.

Di pengujung tahun 2015 Indonesia disibukkan berbagai peristiwa hukum


seperti peseteruan antara eksekutif (gubernur DKI) dengan legeslatif (DPRD
DKI), dan peseteruan antara KPK dengan Polri sehingga muncul tren kata
kriminalisai untuk kasus perseteruan KPK- Polri. Kata-kata yang berkonotasi
negatif di tahun ini menjadi penghias pembendaharaan kosa kata Indonesia seperti
korupsi, perselingkuhan, kriminalisasi dan begal orang. Kata-kata selalu hadir
untuk menghiasi media cetak dengan judul yang propokatif tanpa rasa dosa yang
melakukan. Terlena dengan perilaku itu virus-virus semacam ini tidak bisa
disteril, bahkan menyebar dalam pola hubungan komunikasi yang disebut bahasa.
Tulisan ini tidak akan berbicara masalah kriminalisai KPK-Polri, tidak akan
berbicara korupsi keuangan negara, dan atau tidak berbicara masalah
perselingkuhan dalam bentuk perzinaan. Akan tetapi tulisan ini akan meretas
bentuk kriminalisasi bahasa yang dilakukan oleh penutur bahasa.

Perilaku korupsi dan perselingkuhan tidak hanya dilakukan orang dalam


hal pelanggaran hukum yang disebut KUHP tetapi perilaku korupsi dan
perselingkuhan (kriminalisasi) bahkan terjadi dalam pembegalan aturan dalam
dunia ilmu kebahasaan. Sehingga berdampak terhadap perkembangan dan
pembakuan bahasa Indonesia. Sehingga struktur dan logika berbahasa menjadi
tidak logis dan tidak terstruktur dengan baik.

Kriminalisasi bahasa Indonesia sering terjadi pada tataran komunikasi,


baik yang lisan maupun tertulis. Pola kriminalisasi bahasa bisa muncul dalam
bentuk korupsi kata, korupsi imbuhan (afiks), bahkan bisa dalam bentuk korupsi
makna. Bentuk korupsi kata ini akan memicu perselingkuhan dalam kalimat.
Kriminalisasi bahasa mestinya harus dibelas oleh loyer-loyer bahasa sehingga
tidak merusak tatanan bahasa yang merupakan kebanggaan bangsa.
Bagaimanakah bentuk kriminalisasi dalam bentuk korupsi bahasa dan
kriminalisasi dalam bentuk perselingkuhan bahasa selanjutnya akan diuraikan
lebih lanjut dalam tulisan ini. Penulis meminjam istilah korupsi dan
perselingkuhan karena kedua kata itu merupakan makna yang berkonotasi negatif
dan bagian dari bentuk perbuatan kriminalsasi dan pelanggaran hukum. Adapun
yang dibahas pada makalah ini adalah (1) Fungsi dan Kategori dalam Sintaksis;
(2) kalimat ekuatif; (3) Korupsi dan Perselingkuhan dalam Kalimat Bentuk
Kriminalisai Bahasa.

PEMBAHASAN

Fungsi dan Katagori dalam Sintaksis

Fungsi sintaksis adalah semacam kotak-kotak atau tempat-tempat dalam


struktur sintaksis yang kedalamannya akan diisikan katagori-katagori tertentu
(Chaer.2009:20). Unsur dasar yang membangun suatu kalimat adanya S dan P
yang sangat erat. Eratnya hubungan S dan P kalau dianalogi dalam rumah tangga
ibarat suami istri. Hubungan S dan P memiliki hubungan diterangkan (D) dan
menerangkan (M) (hukum DM). Unsur S sebagai unsur yang diterangkan dan P
sebagai unsur yang menerangkan. Jika salah satu unsur dasar yang membangun
kalimat, yaitu frasa S (D) dan frasa P (M) tidak ada maka gabungan kata itu
hanyah sebuah frasa dan bukanlah kalimat. Misalnya :
1. a. rumah bagus itu
1.b. Rumah itu bagus.
Kedua contoh tersebut 1.a , dan 1.b memiliki jumlah kata yang sama akan tetapi
contoh 1.a bukanlah kalimat sedangkan 1.b merupakan sebuah kalimat. Contoh
1.a hanya sebuah frasa karena kurangnya unsur P sehingga muncul pertanyaan
kenapa rumah bagus itu? Karena masih memerlukan sebuah jawaban untuk
melengkapi frasa itu untuk menjadi sebuah kalimat lengkap. Contoh 1.b
merupakan kalimat karena mengandung unsur S dan P serta memiliki hubungan
DM. Untuk membuktikan 1.b sebuah kalimat dengan sebuah pertanyaan, yaitu
bagaimana rumah itu? Jawabannya “bagus” (P). apa yang bagus? Jawabannya
“rumah itu” (S). sehingga contoh yang kedua dikatagorikan sebagai kalimat
sempurna karena mengandung makna lengkap. Jadi kelompok kata itu bisa
dikatagorikan kalimat bukan diukur dari jumlah kata yang ada akan tetapi ada
tidaknya S dan P atau kelengkapan maksud dari gabungan kata itu.

Katagori dalam sintaksis hubungannya dengan frase yang menjadi pengisi


fungsi-fungsi dalam kalimat. Katagori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina
(N), verba (V), ajektifa (A), adverbial (Adv), numeralia (Num), preposisi (Prep),
dan konjungsi (konj) (Chaer, 2009:27). Tinjauan dari katagori sintaksinya kalimat
didukung dari beberapa frase, yaitu 1. Frase nomina, 2. Frase verba, 3. Frase
ajektiva, 4. Frase adverbial, 5. Frase numeralia, 6. Frase preposisi, dan 7. Frase
konjungsi. Wujud yang bisa disebut kaalimat minimal ada subjek dan predikat.
Secara formal katagori nominal mengisi fungsi S tetapi kadang-kadang katagori
nominal bisa mengisi P sehingga muncul kalimat nominal.

a. Adik//menari pola dasarnya KB+KK


b. Pohon//tinggi pola dasarnya KB+KS
c. Saya//peragawan pola dasarnya KB+KB
d. Kerbau//tiga ekor pola dasarnya KB+K Bil
e. Ayah//di kantor pola dasarnya KB+ Adv.
(Putrayasa.2008:17).
Kalimat (a) disebut dengan kalimat verbal karena P kalimat tersebut berkatagori
kerja sedangkan (b), (c), (d), dan (e) disebut kalimat nominal karena P selain kata
kerja.

Kalimat Ekuatif

Dalam bahasa Indonesia ada jenis kalimat yang predikatnya


berjenis/berkatagori nomina atau frase nomina. Kalimat yang predikatnya
berkatagori nomina dinamakan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif
(Putrayasa,2006:2). Kalimat persamaan (ekuatif) adalah kalimat yang S dan P
dalam kalimat tersebut berkatagori nomina.
Secara umum kalimat dalam struktur bahasa, posisi S selalu diisi oleh
katagori frasa benda (nomina) atau dibendakan sedangkan predikat bisa
berkatagori nomina, verba, adjektiva, dan adverbial. Fenomena yang
menyebabkan terjadinya anomali bahasa bidang struktur yaitu pada tipe kalimat
yang S dan P berkatagori benda. Anomali ini terjadi kalimat yang semestinya diisi
oleh verba dipaksakan diisi oleh nomina. Dan anomali struktur kalimat yang
kedua pada kalimat yang predikat kalimatnya berupa frasa keterangan yang
berfungsi sebagai P. Misalnya :
1. a. Saya guru SMK
2. a. Rina dari Jakarta
3. a. Bapak ke Denpasar
4. a. Ayamnya lima ekor
Keempat kalimat di 1.a, 2.a, 3.a, dan 4.a sebenarnya berasal dari kalimat 5.b,.6.b,
7.b, 8.b yang mengalami penanggalan sehingga terjadi pergeseran fungsi kalimat.
Yang sebenarnya kalimat 1.a sampai 4.a yang lengkap seperti kalimat di bawah
ini

5. b. Saya menjadi guru SMK


6. b. Rina berasal dari Jakarta./ Rina datang dari Jakarta
7. b. Bapak pergi ke Denpasar
8. b. Ayamnaya berjumlah lima ekor
Contoh 1.a, 2.a, 3.a dan 4.a merupakan gejala anomali bahasa yang dalam tulisan
ini penulis menggunakan istilah kriminalisasi bahasa. Kriminalisasi bahasa ini
mengakibatkan terjadinya pergeseran pelengkap (komplemen) dan keterangan
(adverbial) kalimat ke posisi predikat yang sedang dikosongkan. Gejala
pengosongan inilah dikatagorikan sebagai bentuk kriminalisasi bahasa yang
berupa korupsi dan perselingkuhan dalam konteks bahasa. Kriminalisasi tersebut
jangan sampai menggejala bahkan menjadi tren kelaziman dalam berbahasa, ini
akan berdampak tidak baik dalam pengembangan bahasa Indonesia. Kriminalisasi
bahasa ini yang harus diusut oleh KPK (Komisi Pembakuan Kebahasaan) yang
benar. KPK dalam konteks ini adalah Pusat Pengembangan Bahasa / Balai
Bahasa.

Korupsi dan Perselingkuhan dalam Kalimat Bentuk Kriminalisai Bahasa

Korupsi bermakna penyelewengan atau penggelapan, penyalahgunaan


uang negara, perusahaan (KBBI). Selingkuh bermakna suka menyembunyikan
sesuatu untuk kepentingan sendiri, suka menyeleweng (KBBI). Kriminal
maknanya berkaitan dengan kejahatan yang dapat dihukum menurut undang-
undang yang berlaku, berkaitan dengan pidana. Kriminalisasi artinya proses yang
memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana
tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat.
Kriminalisasi dalam tulisan ini tidak berbicara korupsi penyelewengan uang
negara atau perselingkuhan yang berkaitan dengan perzinaan melainkan korupsi
dan perselingkuhan yang dibicarakan dalam tulisan ini adalah korupsi dan
perselingkuhan dalam konteks penggunaan bahasa. Jadi kriminalisasi dalam
konteks berbahasa adalah merupakan proses perilaku penggunaan bahasa yang
semula tidak dianggap salah akan tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa
kebahasaan yang keliru atau menyimpang dari kaidah kebahasaan. Kesalahan
inilah yang harus dibenarkan. Kriminalisasi dalam konteks kebahasaan bisa
berwujud korupsi dan perselingkuhan.

Kriminalisasi dalam bahasa bisa muncul dalam bentuk korupsi fungsi


dalam struktur kalimat yang digunakan pada bahasa Indonesia. Korupsi atau
penyelewengan/penggelapan fungsi yang semestinya ada tetapi
digelapkan/dihilangkan. Penghilangan/penggelapan fungsi yang semestinya ada
dalam kalimat menjadi hilang akan melahirkan anomali kebahasaan yang disebut
korupsi dan pembegalan fungsi kalimat. Dikatakan korupsi karena melanggar
aturan yang ada pada bahasa Indonesia, hal ini akan membawa dampak dan
peluang terjadinya perselingkuhan antarfungsi S dengan P dalam suatu kalimat.
Penyelewengan (korupsi) kaidah dan ketidakjujuran (perselingkuhan) dalam
kalimat membawa dampak kekacauan hukum atau aturan yang sudah ada dalam
ilmu kebahasaan. Kekacauan hukum berupa pelanggaran kaidah/aturan dalam
penggunaan bahasa. Pelanggaran ini penulis istilahkan dengan kriminalisasi
bahasa. Kriminalisasi bahasa dampak dari kalimat verba yang digelapkaan atau
dipaksakan menjadi nomina sehingga berbuah pada perselingkuhan.

Kriminalisasi bahasa bisa dilihat pada contoh kalimat 1.a, 2.a, 3.a, dan
4.a.. keempat kalimat tersebut dari kajian tatabahasa tradisional digolongkan
kalimat nomina atau kalimat ekuatif/persamaan karena S dan P berkatagori yang
sama yaitu nomina. Sebenarnya kalau merunut sesuai kaidah katatabahasaan
contoh kalimat 1.a sampai 4.a itu berasal dari kalimat 5.b,.6.b, 7.b. dan 8.b.

Untuk lebih jelasnya yang termasuk kriminalisasi kebahasaan lihat


penjelasan tabel di bawah ini.
Tabel . 1. Struktur Fungsi Kalimat

KALIMAT S P KOMPLEMEN/AVD

5.b Saya menjadi guru SMK


6.b Rina datang dari Jakarta
7.b Bapak pergi ke Denpasar
8.b Ayamnya berjumlah lima ekor

Kalimat pada tabel 1 di atas memiliki stuktur fungsi yang lengkap


dan benar. Hal yang sudah benar sesuai dengan aturan struktur bahasa Indonesia
justru dianggap tidak benar sehingga lahir kalimat-kalimat seperti tabel 2 di
bawah ini.

Tabel 2. Struktur Fungsi

KALIMAT S P KOMPLEMEN/AVD

1.a Saya Kosong/hilang guru SMK


2.a Rina Kosong/hilang dari Jakarta
3.a Bapak Kosong/hilang ke Denpasar
4.a Ayamnya Kosong/hilang lima ekor

Jika dianalisis kalimat yang ada pada tabel 2 terjadi penghilangan P.


dengan penghilangan fungsi P akan menimbulkan anomali kalimat yang berupa
korupsi P pada kalimat. Karena terjadinya pengosongan unsur P maka hubungan
antara S dengan P menjadi renggang bahkan menjadi bercerai. Kosongnya P
menjadikan komplemen/keterangan kalimat pada tabel 2 menepati posisi P.
Karena unsur tidak P hadir dalam kalimat maka terjadi perselingkuhan antara
fungs S dengan fungsi keterangan (Avd). Ibaratnya jika suami dalam rumah
tangga istrinya tidak ada di rumah maka bisa pembantunya bisa diposisikan
sebagai istri. Kalau hal ini terjadi, maka akan menyebabkan perselingkuhan.
Begitu juga dalam kebahasaan, jika S ada sedangkan P-nya dikosongkan maka
posisi yang dikosongkan akan diisi oleh keterangan (Adv)/komplemen, peristiwa
inilah bagi penulis istilahkan dengan perselingkuhan kalimat karena ada satu
fungsi yang dikorupsikan. Peristiwa ini akan melahirkan kejahatan kebahasaan
yang disebut kriminalisasi bahasa. Dengan terjadinya peristiwa tersebut lahirlah
kalimat-kalimat salah yang tidak sesuai dengan standarisasi kebahasaan seperti
tabel di bawah ini.

Tabel 3. Struktur Kalimat

S P KOMPLEMEN/A
DV
Saya guru SMK Bergeser
Rina dari Jakarta bergeser
Bapak ke Denpasar bergeser
Ayamnya lima ekor bergeser

Simpulan

Budaya korupsi dan perselingkuhan juga terjadi dalam ilmu kebahasaan.


Anomali ini bisa terjadadi dalam struktur fungsi kalimat berakibat memunculkan
kesalahan yang disebut perselingkuhan bahasa. Perselingkuhan terjadi karena
fungsi P dalam kalimat dikosongkan maka S menjalin hubungan dengan
komplemen dan keterangan/Avd. Hubungan S dengan keterangan/komplemen
yang berfungsi sebagai P sebagai bentuk perselingkuhan fungsi kebahasaan.
Peristiwa itu disebut dengan kriminalisasi bahasa. Semoga melalui tulisan yang
singkat ini, kesalahan berbahasa dalam tindak tutur tidak menjadi kelazimaan
penggunaan oleh masyarakat, terutama dalam proses pemerolehan dan
pembelajaran bahasa. Kesalahan-kesalahan harus segera diluruskan sehingga tidak
menjadi kelaziman penutur itu sendiri. Bahasa yang salah akan melahirkan
pemikiran yang salah juga. Pemikiran yang salah akaan melahirkan tindakan
yang salah. Tindakan yang salah akan berdampak terhadap kehidupan manusia.

Daftar Pustaka

Bali Post, Kamis 5 Februari 2015. “Guru Berbuat Tidak Sepatutnya kepada
Siswanya”.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka.
Cipta
Putrayasa, Ida Bagus. (2006). Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Refika
Putrayasa, Ida Bagus. (2008). Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran).
Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai