Anda di halaman 1dari 24

1

KALIMAT DALAM BAHASA INDONESIA

Oleh:
Drs. Albertus Purwaka, M.A.
Pogram Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UPR
Posel: purwaka.alb@gmail.com

1. Pengertian Kalimat
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi baik lisan maupun tertulis,
harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan
unsur predikat, suatu pernyataan bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya
dapat disebut sebagai frasa (Arifin dan Tazai, 1995: 78). Jika predikat kalimat itu
berupa kata kerja transitif, unsur kalimat yang disebut objek juga harus hadir. Unsur
lain, yakni keterangan, kehadirannya bersifat opsional atau manasuka. Perhatikan
contoh berikut ini.
(1) siswa SMA Negeri 1 Katingan

(2) Siswa SMA Negeri 1 Katingan sedang mengerjakan ujian.


Subjek Predikat Objek

(3) Siswa SMA Negeri 1 Katingan akan menari (di stadion).


Subjek Predikat Keterangan

Contoh (1) merupakan frasa karena tidak ada unsur subjek dan predikat, sedang
contoh (2) dan (3) merupakan kalimat karena memiliki unsur subjek dan predikat.
Kehadiran objek pada contoh (2) bersifat wajib karena predikat (sedang) mengerjakan
berupa kata kerja transitif. Pada contoh (3) tidak ada objek karena predikat akan menari
merupakan kata kerja taktransitif, sedang kehadiran keterangan di stadion bersifat
opsional atau manasuka.
Menurut Moeliono ( 1997: 254) kalimat adalah satuan bagian terkecil ujaran
atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.
Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, dan diakhiri
dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!);
sementara itu disertakan pula di dalamnya berbagai tanda baca yang berupa spasi
kosong, koma, titik koma, titik dua, dan atau sepasang garis pendek yang mengapit
2

bentuk tertentu. Alunan titinada, pada kebanyakan hal, tidak ada padanannya dalam
bentuk tertulis.

2. Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya


Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat dapat dikelompokkan
menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

2.1 Kalimat Tunggal


Kridalaksana (2001: 95) mengatakan bahwa kalimat tunggal (simple sentence)
adalah kalimat yang terjadi dari satu klausa bebas, misalnya: Ia membaca buku;
Kecantikannya didukung penampilannya. Menurut Ramlan (2005: 43) kalimat tunggal
adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat, baik
disertai objek, pelengkap, dan keterangan maupun tidak.
Berdasarkan kategori kata yang menduduki fungsi predikat, kalimat tunggal
dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi kalimat berpredikat nominal, kalimat
berpredikat verbal, kalimat berpredikat adjektival, kalimat berpredikat numeral, dan
kalimat berpredikat frasa preposisional.

2.1.1 Kalimat Berpredikat Nominal


Dalam bahasa Indonesia terdapat jenis kalimat yang predikatnya terdiri atas
nomina (termasuk pronomina) atau frasa nominal. Dengan demikian, kedua nomina atau
frasa nominal yang disejajarkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek
dan predikat terpenuhi. Perhatikan contoh berikut.
(1) Kursi rotan itu ...
(2) Kursi rotan itu buatan Kasongan.
Subjek Predikat

Rangkaian kata (1) merupakan frasa dan bukan kalimat karena tidak terdapat
unsur subjek dan predikat, sedang rangkaian kata (2) merupakan kalimat. Hal ini
disebabkan oleh frasa kursi rotan itu yang merupakan frasa nominal sebagai subjek,
dan buatan Kasongan yang juga merupakan frasa nominal sebagai predikat. Kalimat
yang predikatnya nominal sering disebut sebagai kalimat persamaan atau kalimat
3

ekuatif. Pada kalimat ekuatif, nominal atau frasa nominal yang pertama sebagai subjek,
sedangkan yang kedua sebagai predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama
dibubuhi partikel –lah, frasa nominal pertama itu menjadi predikat, sedangkan frasa
nominal kedua sebagai subjek. Perhatikan contoh berikut ini.
(1) a. Beliau dosen pembimbing saya.
b. Beliaulah dosen pembimbing saya.
(2) a. Orang itu pegawai barunya.
b. Orang itulah pegawai barunya.
Pada contoh (1a) dan (2a) subjeknya adalah beliau dan orang itu. Pada contoh
(1b) dan (2b), beliaulah dan orang itulah bukan sebagai subjek melainkan predikat.

2.1.2 Kalimat Berpredikat Verbal


Berdasarkan ketransitifiannya, verba dapat dibedakan menjadi verba taktransitif,
verba ekatransitif, dan dwitransitif .
a) Kalimat Taktransitif
Kalimat taktransitif adalah kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap.
Kalimat ini hanya memiliki dua unsur wajib yaitu subjek dan predikat. Kategori kata
yang mengisi fungsi predikat terbatas pada verba taktransitif. Kalimat taktransitif juga
dapat diiringi oleh unsur tidak wajib, yaitu keterangan (tempat, waktu, cara, dan alat).
Contoh:
(1) Ibu sedang berbelanja.
(2) Pak Jono belum datang.
(3) Dia jatuh (di parit).
(4) Dia berjalan (dengan tongkat).
(5) Kami akan berangkat (besuk pagi).
(6) Padinya menguning.
Kata bercetak miring pada contoh kalimat (1), (2), (3), (4), (5), (dan (6)
merupakan kata kerja taktransitif, sehingga kalimat-kalimat tersebut tidak berobjek.
Ada pula vera taktransitif yang diikuti oleh nomina, tetapi nomina itu merupakan
bagian dari paduan verba tersebut. Contoh:
(7) Nenek biasa berjalan kaki.
(8) Pak Ahmad akan naik haji.
4

Hubungan berjalan dan kaki pada kalimat (7) merupakan hubungan yang terpadu,
artinya tidak ada macam berjalan lain kecuali berjalan kaki. Demikian pula hubungan
naik dan haji pada kalimat (8).
b) Kalimat Ekatransitif
Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap mempunyai tiga unsur wajib,
yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat ekatransitif adalah verba yang
digolongkan dalam kelompok verba ekatransitif. Dari segi makna inheren perbuatan.
Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat ekatransitif.
(1) Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.
(2) Nilai ujian nasional tidak menentukan kelulusan siswa.
(3) Mereka meminjam buku di perpustakaan
c) Kalimat Dwitransitif
Dalam bahasa Indoneia terdapat verba transitif yang secara semantis
mengungkapkan hubungan tiga maujud. Dalam bentuk aktif, tiap-tiap maujud itu
merupakan subjek, objek, dan pelengkap. Verba itu dinamakan verba dwitransitif.
Perhatikan kalimat berikut ini.
(1) Paman sedang mencari pekerjaan.
(2) Paman sedang mencarikan pekerjaan.
(3) Paman sedang mencarikan istrinya pekerjaan.
Dari kalimat (1) dapat diketahui bahwa yang memerlukan pekerjaan adalah
paman. Dengan ditambahkannya sufiks –kan pada verba dalam kalimat (2), kita rasakan
adanya perbedaan makna, yaitu yang melakukan perbuatan “mencari” memang paman,
tetapi pekerjaan itu bukan untuk paman sendiri, meskipun tidak disebut siapa orangnya.
Pada kalimat (3), kita lihat bahwa ada dua nomina yang terletak di belakang verba
predikat. Kedua nomina itu berfungsi sebagai objek dan pelengkap. Objek dalam
kalimat aktif berdiri langsung di belakang verba, tanpa preposisi, dan dapat dijadikan
subjek dalam kalimat pasif. Sebaliknya, pelengkap dalam kalimat dwitransitif itu berdiri
di belakang objek jika objek itu ada. Bandingkan kedua kalimat berikut.
(4) Paman sedang mencarikan istrinya pekerjaan.
(5) Paman sedang mencarikan pekerjaan.
Pada kalimat (4) istrinya adalah objek dan pekerjaan adalah pelengkap. Pada
kalimat (5), pekerjaan langsung mengikuti verba, tetapi tidak menjadi objek karena
5

tidak dapat menjadi subjek dalam kalimat padanannya yang pasif. Adanya objek (dalam
hal ini maujud yang dicarikan pekerjan) tetap tersirat dalam makna verba sehingga
ditemukan kalimat pada (4a) yang memuat maujud itu sebagai penjelasan yang
ditambahkan pada kalimat (4) melalui frasa preposisional. Perlu dicatat, bahwa objek
pada verba dwitransitif, seperti mencarikan dapat tersirat, tetapi pelengkap tidak dapat.
Karena itu, kalimat (5a) tidak berterima dalam bahasa Indonesia.
(4a) Paman sedang mencarikan pekerjaan untuk istrinya.
(5a) *Paman sedang mencarikan istrinya.

2.1.3 Kalimat Berpredikat Adjektival


Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa adjektiva atau frasa
adjektival seperti contoh berikut.
(1) Anaknya cerdas.
(2) Yang dikatakan orang tuamu benar.
(3) Suaranya merdu.
Pada ketiga contoh tersebut, tiap-tiap subjek kalimatnya adalah anaknya, yang
dikatakan orang tuamu, dan suaranya, sedangkan predikatnya adalah cerdas, benar,
dan merdu. Kalimat yang predikatnya adjektiva sering disebut sebagai kalimat statif.

2.1.4 Kalimat Berpredikat Numeral


Dalam bahasa Indonesia terdapat kalimat yang predikatnya berupa frasa
numeral, seperti tampak pada contoh berikut.
(1) a. Gajinya banyak.
b. Uang sakunya hanya sedikit.
(2) a. Anaknya dua (orang).
b. panjang jembatan itu lebih dari tujuh ratus meter.
Pada contoh tersebut tampak bahwa predikat yang berupa numeralia (kata
bilangan) tidak tentu (banyak dan sedikit) tidak dapat diikuti kata penggolong,
sedangkan predikat yang berupa numeralia tentu dapat diikuti penggolong, seperti
orang pada contoh (2a) dan wajib diikuti ukuran seperti meter contoh (2b).
6

2.1.5 Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional


Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa preposisional.
Perhatikan contoh berikut.
(1) a. Mereka ke Banjar.
b. Ayah ke kantor.
(2) a. Adik di kamarnya.
b. mereka di kelas.
(3) a. Buku itu untuk kamu.
b. Undangan itu untuk saya.
(4) a. Orang tuanya dari Sampit.
b. Temannya dari Yogya.
Perlu dicatat, bahwa tidak semua preposisi dapat menjadi predikat kalimat.
Kalimat-kalimat berikut terasa janggal bila tidak disertai verba.
(5) a. *Ia dengan ibunya.
b. *Rumah makan sepanjang malam.
c. *Buku itu kepada saya.

2.2 Kalimat Majemuk


Kridalaksana (2001: 94) mengatakan bahwa kalimat majemuk (compound
sentence) adalah kalimat yang terjadi dari beberapa klausa bebas, sedang menurut
Ramlan (2005: 43) yang dimaksud dengan kalimat majemuk atau kalimat luas adalah
kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk dapat dibedakan
menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk tidak setara.

2.2.1 Kalimat Majemuk Setara


Kridalaksana (2001: 94) mengatakan bahwa kalimat majemuk setara adalah
kalimat yang terdiri dari klausa-klausa bebas. Dalam kalimat majemuk setara, klausa
yang satu tidak merupakan bagian dari klausa lainnya; masing-masing berdiri sendiri-
sendiri sebagai klausa yang setara, yaitu sebagai klausa inti semua. Klausa-klausa itu
dihubungkan dengan kata penghubung setara. Penghubung setara itu ialah: dan, dan
lagi, lagi pula, serta, lalu, kemudian, atau, tetapi, akan tetapi, sedang, sedangkan,
namun, melainkan, sebaliknya, bahkan, malah, malahan (Ramlan, 2005: 46).
7

Beberapa contoh kalimat majemuk setara.


(1) Badannya kurus dan mukanya sangat pucat.
(2) Anak itu pintar, tetapi malas.
(3) Pamannya pendiam sekali, sebaliknya bibinya cerewet luar biasa.
(4) Kamu menerima lamarannya atau akan menolaknya.
(5) Kemenangannya meyakinkan benar, malahan lawannya hanya diberi angka
nol.
(6) Orang itu hidup dalam kemewahan, sedangkan tetangga-tetangganya hidup
serba kekurangan.

2.2.2 Kalimat Majemuk Tidak Setara


Kalimat majemuk tidak setara (kalimat luas yang tidak setara) adalah kalimat
majemuk yang terdiri atas klausa yang satu merupakan bagian dari klausa lainnya
(Ramlan, 2005: 47). Kridalaksana (2001: 94) mengatakan bahwa kalimat majemuk
bertingkat adalah kalimat yang klausanya dihubungkan secara fungsional; jadi salah
satu di antaranya, yang berupa klausa bebas, merupakan bagian fungsional dari klausa
atasan yang berupa klausa bebas juga. Klausa yang merupakan bagian dari klausa
lainnya disebut sebagai klausa bawahan, sedangkan klausa lainnya disebut sebagai
klausa inti. Jadi, kalimat majemuk tidak setara terdiri dari klausa inti dan klausa
bawahan, sedangkan kalimat majemuk yang setara terdiri dari klausa inti semua.
Klausa bawahan kadang-kadang merupakan objek bagi klausa inti.
(1) Ia mengakui bahwa ia jatuh cinta padaku.
Kalimat (1) terdiri dari dua klausa, yaitu ia mengakui sebagai klausa inti dan
klausa ia jatuh cinta kepadaku sebagai klausa bawahan. Kata bahwa dalam kalimat itu
berfungsi sebagai penghubung klausa. Dalam hubungannya dengan klausa inti, klausa
bawahan menduduki fungsi objek. Hal itu akan menjadi jelas apabila klausa bawahan
itu disubstitusi dengan hal itu, sehingga menjadi kalimat (1a).
(1a) Ia mengakui hal itu.
Perhatikan pula kalimat (2) dan (2a) berikut ini.
(2) Miryati dan kepala regu penyiar pria mengetahui bahwa aku mendapat
dukungan yang kuat dari kepala bagian siaran.
(2a) Miryati dan kepala regu penyiar pria mengetahui hal itu.
8

2.3 Kalimat Berdasarkan Fungsinya


Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat dapat digolongkan
menjadi tiga golongan, ialah kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh (Ramlan,
2005: 26).

2.3.1 Kalimat Berita


Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain
sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian seperti tercermin pada
pandangan mata yang menunjukkan perhatian. Kadang-kadang perhatian itu disertai
anggukan, kadang-kadang pula disertai ucapan ya (Ramlan, 2005: 27). Contoh:
(1) Petugas Stasiun Karantina ikan kelas satu Batam berhasil menggagalkan
upaya penyelundupan benih lobster senilai Rp400 juta di Bandara Hang
Nadim, Batam.
(2) Ronaldo dikabarkan menjalin hubungan dekat dengan seorang model cantik
asal Turki.
Kalimat Kamu harus mengurus surat izin, sekalipun tanggapan yang diharapkan
oleh penuturnya berupa tindakan, namun kalimat tersebut termasuk golongan kalimat
berita. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun dan ditandai tanda baca titik.

2.3.2 Kalimat Tanya


Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola
intonasi yang berbeda dengan kalimat berita. Perbedaannya teutama terletak pada nada
akhirnya. Pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik.
(1) Dia belum berangkat?
(2) Anakmu sudah lulus?
Kalimat tanya dapat menggunakan kata tanya apa, siapa, mengapa, kenapa,
bagaimana, mana, bilamana, kapan, bila, dan berapa.

2.3.3 Kalimat Suruh


Kalimat suruh (perintah) mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari
orang yang diajak berbicara. Berdasarkan strukturnya kalimat suruh dapat digolongkan
9

menjadi empat golongan, yaitu: kalimat suruh yang sebenarnya, kalimat persilaan,
kalimat ajakan, dan kalimat larangan. Perhatikan contoh-contoh berikut.
a. Kalimat Suruh yang Sebenarnya
(1) Ambil satu!
(2) Datanglah engkau ke rumahku!
(3) Tertawalah engkau sepus-puasnya!

b. Kalimat Persilaan
(1) Silakan Bapak beristirahat di sini!
(2) Silakan berangkat dahulu!
c. Kalimat Ajakan
(1) Mari kita ke sana!
(2) Marilah belajar ke perpustakaan!
(3) Ayo kita berolah raga!
d. Kalimat Larangan
(1) Jangan engkau datang terlambat!
(2) Jangan dibawa pulang buku itu!
(3) Jangan suka mengganggu orang!

3. Kalimat Efektif
Melalui kalimat, baik lisan maupun tertulis, seseorang menyampaikan ide,
gagasan, atau pesan kepada orang lain. Yang diharapkan melalui penyampaian itu
adalah agar mitrawicara atau pembaca memahami isi pikiran si pembicara atau si
penulis. Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai. Misalnya, ada sebagian
mitra wicara atau pembaca mengerutkan keningnya karena tidak memahami maksud
yang diucapkan atau dituliskan
Keadaan yang digambarkan tadi, mungkin disebabkan oleh kalimat-kalimat
yang diucapkan atau dituliskan itu sulit dicerna oleh pihak lain. Mereka tidak dengan
cepat menangkap makna kalimat, karena, mungkin kalimat-kalimat itu kabur, kacau,
tidak logis, atau bertele-tele. Dengan perkataan lain, pendengar atau pembaca sukar
mengerti maksud kalimat yang disampaikan karena kalimat tersebut tidak efektif.
10

Kalimat dikatakan efektif apabila dapat mengungkapkan gagasan pembicara atau


penulisnya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula oleh mitra wicara atau
pembacanya (Zulkarnain dan Budiono, Peny. 1991: 63). Berikut ini contoh kalimat
yang kurang efektif. Kalimat (1) diambil dari sebuah tiket bus dan kalimat (2) diambil
dari sebuah majalah.
(1) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen supaya melaporkan kepada
kami.
Kalimat ini kurang jelas maksudnya karena ada bagian yang dihilangkan atau
tidak sejajar. Siapakah yang diminta supaya melaporkan kepada kami? Ternyata
imbauan ini untuk para penumpang yang membeli tiket di agen. Jika demikian, kalimat
ini perlu diubah menjadi:
(1a) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, Anda diharap melapor-
kan kepada kami.
Jika subjek induk kalimat dan anak kalimatnya dibuat sama, ubahannya menjadi:
(1b) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, harap dilaporkan kepa-
da kami.
(2) Mereka mengambil botol bir dari dapur yang menurut pemeriksaan labo-
ratorium berisi cairan racun.
Apakah yang berisi cairan racun itu? Jika jawabnya botol, letak keterangannya
perlu diubah menjadi:
(2a) Dari (dalam) dapur mereka mengambil botol air yang menurut pemerik-
saan laboratorium berisi cairan racun.
Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi sehingga kejelasan kalimat
itu dapat terjamin. Sebuah kalimat efektif mempunyai ciri-ciri khas, yaitu kesepadanan
struktur, keparalelan bentuk, ketegasan makna, kehematan kata, kecermatan penalaran,
kepaduan gagasan, dan kelogisan bahasa (Arifin dan Tasai, 1995: 107).

3.1 Kesepadanan Struktur


Yang dimaksud dengan kesepadanan struktur ialah keseimbangan antara pikiran
(gagasan) dan struktur bahasa yang dipakai. Kesepadanan struktur kalimat ini
diperlihatkan oleh kesatuan gagasan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
11

3.1.1 Kalimat itu Mempunyai Subjek dan Predikat dengan Jelas


Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat, tentu saja membuat kalimat
itu tidak efektif. Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan
menghindarkan pemakaian kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, sebagai, mengenai,
menurut, dan sebagainya di depan subjek.
Contoh:
(3) Bagi semua siswa harus membayar iuran OSIS.
(4) Dalam buku ini membicarakan masalah pendidikan seks bagi remaja.
(5) Untuk siswa yang berprestasi baik akan mendapat beasiswa.
Kalimat (3), (4), dan (5) di atas salah karena kalimat-kalimat tersebut tidak jelas
subjeknya. Ketidakjelasan subjek kalimat-kalimat tersebut disebabkan oleh adanya kata
depan bagi, dalam, dan untuk di depan subjek. Dengan menempatkan kata depan seperti
itu, subjek menjadi kabur. Agar menjadi kalimat yang efektif kalimat-kalimat di atas
harus diubah. Kata depan sebelum subjek harus dihilangkan sehingga menjadi kalimat
(3a), (4a), dan (5a) seperti di bawah ini.
(3a) Semua siswa harus membayar iuran OSIS.
(4a) Buku ini membicarakan masalah pendidikan seks bagi remaja.
(5a) Siswa yang berprestasi baik akan mendapatkan beasiswa.
Untuk kalimat (4), selain dengan menghilangkan kata depan (preposisi) dalam di
depan subjek, agar kalimat tersebut menjadi efektif dapat pula dilakukan dengan cara
mengubah kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif, sehingga menjadi kalimat (4b)
seperti di bawah ini.
(4b) Dalam buku ini dibicarakan masalah pendidikan seks bagi remaja.

3.1.2 Tidak terdapat Subjek yang Ganda


Kalimat yang memiliki subjek ganda tersusun karena penulisnya kurang hati-
hati. Subjek yang ganda dalam sebuah kalimat akan mengaburkan informasi yang ingin
disampaiakan. Gagasan yang ada dalam pikiran penulis tidak sejalan dengan kalimat
yang dituliskannya. Perhatikan contoh di bawah ini.
(6) Penyusunan laporan ini saya dibantu oleh tenaga-tenaga penyuluh pertanian
lapangan.
(7) Soal itu saya kurang jelas.
12

Kalimat (6) dan (7) memiliki subjek ganda. Kedua kalimat itu dapat diperbaiki
seperti berikut ini.
(6a) Dalam menyusun laporan ini, saya dibantu oleh tenaga-tenaga penyuluh
pertanian lapangan.
(6b) Saya dibantu oleh tenaga-tenaga penyuluh pertanian lapangan dalam
menyusun laporan ini.
(7a) Soal itu bagi saya kurang jelas.
(7b) Bagi saya, soal itu kurang jelas.

3.1.3 Kata Penghubung Intrakalimat Tidak Dipakai pada Kalimat Tunggal


Sering kita jumpai kalimat-kalimat tunggal yang diawali dengan kata
penghubung intrakalimat, seperti sedangkan, sehingga, karena, sebab, namun, tapi,
ketika, walaupun, meskipun, dan sebagainya. Kata penghubung intrakalimat digunakan
dalam kalimat majemuk bertingkat.
Contoh:
(8) Karena datang agak lambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara
pertama.
(9) Pemimpin kelompok Sidat Macan itu melihat serangan Glagah Putih. Namun
ia sama sekali tidak menghindar.
Perbaikan kalimat (8) dan (9) dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,
ubahlah kalimat itu menjadi kalimat majemuk dan kedua gantilah ungkapan
penghubung intrakalimat menjadi penghubung antarkalimat seperti berikut ini.
(8a) Kami datang agak lambat sehingga tidak dapat mengikuti acara pertama.
(8b) Kami datang agak lambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti
acara pertama.
(9a) Pemimpin kelompok Sidat Macan melihat serangan Glagah Putih, namun
sama sekali tidak menghindar.
(9b) Pemimpin kelompok Sidat Macan melihat serangan Glagah Putih. Namun
demikian, ia sama sekali tidak menghindar.
13

3.1.4 Predikat Kalimat Tidak Didahului Kata yang


Kata yang memang dapat dipakai dalam kalimat, tetapi bukan di depan predikat
kalimat. Predikat kalimat pada umumnya diisi oleh jenis kata kerja (verba). Jika di
depan predikat diletakkan kata yang, maka kata tersebut akan menjadi kata benda
(nomina). Dengan demikian, kalimat tersebut akhirnya tidak mempunyai predikat.
Contoh:
(10) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu.
(11) Pengapuran yang meningkatkan hasil biji kedelai atau jagung sebesar
tiga belas persen lebih tinggi daripada yang tidak dikapur.
Kalimat (10) dan (11) di atas tidak memiliki predikat karena di depan kata
berasal dan meningkatkan yang semestinya merupakan predikat didahului yang. Kedua
kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menghilangkan kata yang di depan kata berasal
dan miningkatkan seperti berikut ini.
(10a) Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.
(11a) Pengapuran meningkatkan hasil biji kedelai atau jagung sebesar tiga belas
persen lebih tinggi daripada yang tidak dikapur.

3.2 Keparalelan/ Kesejajaran


Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata yang
digunakan dalam kalimat. Artinya, kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk
kedua dan seterusnya juga menggunakan bentuk nomina. Kalau bentuk pertama
menggunakan verba, bentuk kedua dan seterusnya menggunakan verba.
Contoh:
(12) Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara luwes.
(13) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan
tembok, memasang penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan
pengaturan tata ruangan.
(14) Pembangunan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
memerlukan kecerdasan, keuletan, dan aparat pelakunya harus sabar.
Ketiga kalimat di atas salah karena pemakaian kata-katanya tidak sejajar atau
tidak paralel. Karena itu, perlu diubah agar terdapat kesejajaran/ keparalelan. Kalimat
(12) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata yang mewakili predikat
14

terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan dan kenaikan. Kata dibekukan
merupakan kata kerja (verba) pasif, sedang kenaikan adalah kata benda (nomina).
Kalimat (12) dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan kedua bentuk itu, kata
kenaikan diubah menjadi dinaikkan sehingga menjadi kalimat (12a) berikut ini.
(12a) Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara luwes.
Kalimat (13) salah karena tidak memiliki kesejajaran. Kata yang menduduki
predikat tidak sama bentuknya, yaitu kata pengecatan, memasang, pengujian, dan
pengaturan. Karena itu, kata memasang harus diubah menjadi pemasangan sehingga
menjadi kalimat (13a) berikut ini.
(15) (13a) Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah kegiatan pengecatan
tembok, pemasangan penerangan, pengujian sistem pembagian air, dan
pengaturan tata ruangan.
Kalimat (14) juga salah karena tidak terdapat kesejajaran. Kata-kata yang tidak
sejajar pada kalimat (14), yaitu kecerdasan, keuletan, dan sabar. Agar terdapat
kesejajaran, kata sabar harus diubah menjadi kesabaran. Dengan demikian, kalimat
(14) tersebut dapat diperbaiki seperti kalimat (14a) berikut ini.
(14a) Pembangunan sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
memerlukan kecerdasan, keuletan, dan kesabaran aparat pelakunya.
Kesejajaran dapat pula berupa untaian kalimat seperti tampak pada contoh
untaian kalimat berikut ini.
Mengarang bukanlah pekerjaan yang sukar, yang membuat Anda susah dan
tersiksa. Mengarang bukanlah momok, yang membuat orang ketakutan. Mengarang
adalah pekerjaan yang menarik, yang membuat orang bahagia.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam kesejajaran itu adalah konsistensi, yang
dapat dipilah atas konsistensi kategori dan konsistensi struktur. Konsistensi kategori
ditampakkan pada kategori kata. Jika kesejajaran dikenakan pada verba, maka anggota
selanjutnya juga verba. Jika kesejajaran dikenakan pada struktur bentukan peN- atau
meN-, maka anggota selanjutnya juga struktur bentukan peN- atau meN-.

3.3 Ketegasan/ Penekanan Kalimat


Yang dimaksud dengan ketegasan atau penekanan kalimat adalah suatu
perlakuan penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam sebuah kalimat ada ide yang perlu
15

ditonjolkan. Kalimat itu memberikan penekanan atau penegasan pada penonjolan itu.
Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.

3.3.1 Meletakkan Kata yang Ditonjolkan di Awal Kalimat


Dalam penyampaian informasi, penekanan ide pokok kalimat dapat dilakukan
dengan cara meletakkannya di awal kalimat. Penekanan itu lazim dilakukan untuk
menunjukkan hal yang ingin ditonjolkan. Hal itu dapat dipahami karena kesan penerima
tuturan akan terpusat pada bagian yang diterima pertama daripada bagian yang lain.
Dalam kalimat (15), (16), dan (17) berikut ini tampak jelas bahwa informasi yang
ditonjolkan ditampilkan pada bagian awal kalimat.
(16) Konidin melenyapkan batuk dengan melegakan tenggorokan Anda.
(17) Konidin, tablet batuk dengan formulsai khusus dari Konimex untuk
meredakan batuk dengan cepat.
(18) Konidin telah terbukti kemanjurannya.

3.3.2 Membuat Urutan yang Logis


Kejadian atau peristiwa hendaknya diurutkan dalam suatu kalimat sehingga
tergambar secara logis. Urutan logis dapat disusun secara kronologis, urutan yang
makin lama makin penting, atau menggambarkan suatu proses. Urutan logis ini juga
dapat dilakukan dengan menyusun dari yang kecil ke yang besar. Perhatikan kalimat
(18), (19), dan (20) berikut ini.
(19) Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta.
(20) Kehidupan di desa merana, susah, dan kadang-kadang sulit.
(21) Harga minyak mahal, naik terus, tidak menentu.
Ketiga kalimat di atas memiliki urutan yang tidak logis sehingga harus
diperbaiki. Perbaikannya adalah kalimat (18a), (19a), dan (20a) berikut ini.
(18a) Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta.
(19a) Kehidupan di desa kadang-kadang sulit, susah, dan merana.
(20a) Harga minyak tidak menentu, naik terus, bahkan mahal.
16

3.3.3 Melakukan Pengulangan Kata (Repetisi)


Pengulangan kata dalam suatu kalimat kadang-kadang diperlukan untuk
negaskan atau menekankan bagian kalimat yang dianggap penting. Dengan pengulangan
itu, bagian kalimat yang diulang menjadi menonjol. Pengulangan itu dapat diperlihatkan
pada kalimat (21), (22), dan (23) berikut ini.
(22) Untuk menguasai kemahiran menulis diperlukan latihan, latihan, dan
sekali lagi latihan.
(23) Dalam pembangunan manusia seutuhnya haruslah seimbang antara
pembangunan materiil dan spiritual, seimbang antara pembangunan fisik
dan nonfisik.
(24) Kenaikan SPP di perguruan tinggi mengundang banyak dimensi, tidak
hanya berdimensi administratif, tetapi juga dimensi edukatif dan dimensi
sosial, agar mutu pendidikan tetap terbina.
Dengan pengulangan tampak jelas bagian kalimat yang mana yang ditekankan
dari ketiga contoh kalimat di atas.

3.3.4 Melakukan Pertentangan terhadap Ide yang Ditonjolkan


Penekanan ide dalam suautu kalimat dapat dilakukan dengan cara
mempertentangkan ide yang ditonjolkan.
Contoh:
(25) Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.

3.3.5 Menggunakan Partikel Penegas


Untuk menegaskan bagian kalimat dapat dilakukan dengan menambahkan
partikel penegas –lah pada bagian yang ditekankan. Perhatikan contoh kalimat (25) dan
(26) berikut ini.
(26) Saudaralah yang bertanggung jawab.
(27) Orang itulah yang mengajak Tono untuk bekerja di sana.

3.4 Kehematan
Yang dimaksud dengan kehematan dalam kalimat efektif ialah hemat
mempergunakan kata, frase, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Kehematan
17

tidak berarti harus menghilangkan kata-kata yang dapat menambahkan kejelasan


kalimat. Penghematan di sini mempunyai arti penghematan terhadap kata yang memang
tidak diperlukan, sejauh tidak menyalahi kaidah tata bahasa.
Beberapa yang dapat dilakukan untuk melakukan penghematan adalah sebagai
berikut.

3.4.1 Menghilangkan Pengulangan Subjek


Penulis kadang-kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat.
Pengulangan ini tidak membuat kalimat itu menjadi lebih jelas. Oleh karena itu,
pengulangan bagian kalimat yang demikian tidak diperlukan. Perhatikan contoh (27)
dan (28) berikut ini.
(28) Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui mempelai memasuki
ruangan.
(29) Pemuda itu segera mengubah rencananya setelah dia bertemu dengan
pemimpin perusahaan itu.
Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi (27a) dan (28a) berikut ini.
(27a) Hadirin serentak berdiri setelah mengetahui mempelai memasuki ruangan.
(28a) Pemuda itu segera mengubah rencana setelah bertemu dengan pemim-pin
perusahaan itu.

3.4.2 Menghindari Pemakaian Superordinat pada Hiponim Kata


Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau ungkapan
yang lebih tinggi. Di dalam makna kata tersebut terkandung makna dasar kelompok
makna kata yang bersangkutan. Kata kuning dan ungu sudah mengandung makna
kelompok warna. Kata neon sudah bermakna lampu. Perhatikan contoh kalimat (29)
dan (30) berikut ini.
(29) Warna kuning dan warna ungu adalah warna kesayangan ibu mereka.
(30) Rumah penduduk di kota besar terang-benderang oleh cahaya lampu neon.
Kalimat (29) dan (30) dapat diperbaiki dengan menghilangkan kata warna dan
lampu, seperti tampak pada kalimat (29a) dan (30a) berikut ini.
(29a) Kuning dan ungu adalah warna kesayangan ibu mereka.
(30a) Rumah penduduk di kota besar terang-benderang oleh cahaya neon.
18

3.4.3 Menghilangkan Kesinonimam dalam Satu Kalimat


Perhatikan contoh-contoh kalimat berikut ini.
(31) Sejak dari pagi dia belum makan.
(32) Dia hanya membawa badannya saja.
(33) Juara I diharap naik ke atas panggung.
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki dengan cara menghilangkan bentuk
sinonimnya seperti berikut ini.
(31a) Sejak pagi dia belum makan.
(32a) Dia hanya membawa badannya.
(33a) Juara I diharap naik ke panggung.

3.4.4 Tidak Menjamakkan Kata-kata yang Berbentuk Jamak


Perhatikan contoh-contoh kalimat berikut ini.
(34) Para hadirin yang saya hormati.
(35) Banyak siswa-siswa yang belum heregistrasi.
Kata hadirin pada kalimat (34) sudah memiliki makna jamak sehingga tidak
perlu dijamakkan lagi dengan kata para. Kata banyak pada kalimat (35) memiliki
makna jamak sehingga kata siswa tidak perlu diulang menjadi siswa-siswa. Kedua
kalimat di atas dapat diperbaiki mmenjadi seperti berikut ini.
(34a) Hadirin yang saya hormati.
(35a) Banyak siswa yang belum heregistrasi.

3.5 Kecermatan
Yang dimaksud dengan kalimat cermat adalah kalimat yang tidak menimbulkan
tafsiran ganda dan tepat dalam pemilihan kata. Pemilihan kata atau penyusunan kalimat
yang tidak cermat mengakibatkan nalar yang terkandung dalam kalimat terganggu. Hal
itu seharusnya dihindari oleh penyusun kalimat yang ingin menyampaikan informasi
secara tepat pula. Perhatikan contoh kalimat (36) berikut ini.
(36) Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah untuk mengelola sejumlah
manusia memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.
19

Kalimat (36) di atas terdiri atas tiga bagian, yaitu:


a. tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan
b. ialah untuk mengelola sejumlah manusia, dan
c. memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh
Ketiga bagian itu tidak jelas hubungannya. Berikut ini ubahan yang
menampilkan hubungan antarbagian secara jelas.
(36a) Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan yang memerlukan keprihatinan
dan dedikasi yang tangguh ialah pengelola sejumlah manusia.
(36b) Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan yakni pengelolaan sejumlah
manusia, memerlukan keprihatinan dedikasi yang tangguh.
(36c) Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah pengelolaan sejumlah
manusia, memerlukan keprihatinan serta dedikasi yanhg tangguh.
(36d) Tugas pengelolaan sejumlah manusia, yang memerlukan tugas kemanu-
siaan dalam suatu jabatan, memerlukan kepribadian serta dedikasi yang
tangguh.
Pemakaian ungkapan dedikasi yang tangguh dalam kalimat (36a), (36b), (36c),
dan (36d) di atas, masih perlu dipertimbangkan karena ungkapan tersebut tidak lazim.
Ungkapan yang lazim adalah dedikasi yang tinggi.
Kalimat yang tidak cermat sering dijumpai karena pemakaian bentuk kata yang
kurang tepat.
Ada pemakaian pasangan kata berimbuhan peng—an dan –an tanpa
mencerminkan perbedaan, (imbuhan peng- dapat juga berwujud pem-, pen-, peny- dan
pe-). Misalnya, kata pemberian sering dipakai secara tidak tepat seperti contoh kalimat
berikut ini.
(37) Rumah ini pemberian orang tua saya.
Jika mengenal kata pengiriman dengan arti `hal atau tindakan mengirim atau
mengirimkan` dan penulisan dengan arti `hal atau tindakan menulis dan menuliskan`,
maka kata pemberian dalam kalimat di atas akan diartikan `hal atau tindakan memberi
atau memberikan`. Arti itu tentu tidak sesuai sebab gagasan dalam kalimat di atas ialah
bahwa rumah itu merupakan barang yang diberikan oleh orang tua saya. Pengertian
seperti itu dapat dinyatakan dengan kata berian. Bandingkan juga dengan kata kiriman
yang berarti `hasil tindakan mengirim atau hal atau barang yang dikirimkan`.
20

Perhatikan contoh kalimat berikut ini yang tepat pemakaian bentuk katanya.
(37a) Rumah ini berian orang tua saya.
(37b) Pemberian hadiah ini berlangsung semalam.

3.6 Kepaduan
Dalam kalimat aktif transitif antara predikat dan objek tidak disisipkan kata
tugas, karena predikat objek merupakan kesatuan. Perhatikan contoh kalimat berikut
yang antara predikat dan objek disisipkan dengan kata tugas sehingga kalimatnya
menjadi kurang jelas.
(38) Rapat yang diselenggarakan kemarin itu membicarakan tentang nasib para
karyawan.
(39) Ia sering membicarakan mengenai rendahnya mutu lulusan sekolah-
sekolah tertentu di kotanya.
Kalimat (38) dan (39) di atas dapat diperbaiki menjadi (38a) dan (39a) seperti
berikut ini.
(38a) Rapat yang diselenggarakan kemarin itu membicarakan nasib para
karyawan.
(39a) Ia sering membicarakan soal rendahnya mutu lulusan sekolah-sekolah
tertentu di kotanya.
Dengan menghilangkan kata tugas tentang pada kalimat (38) dan menggantikan
kata mengenai dengan kata soal, sehingga menjadi kalimat (38a) dan (39a).

3.7 Kelogisan
Yang dimaksud dengan kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat diterima
oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Perhatikan kalimat-
kalimat di bawah ini.
(40) Waktu dan tempat kami persilakan.
(41) Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan acara ini.
(42) Haryanto Arbi meraih juara pertama Jepang Terbuka.
(43) Hermawan Susanto menduduki juara pertama Cina Terbuka.
(44) Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di
daerah tersebut.
21

Kalimat-kalimat di atas tidak logis (tidak masuk akal). Yang logis adalah
sebagai berikut.
(40a) Bapak Gubernur disilakan.
(41a) Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.
(42a) Haryanto Arbi meraih gelar juara pertama Jepang Terbuka.
(43a) Hermawan Susanto menjadi juara pertama Cina Terbuka.
(44a) Sebelum meninggal, wanita yang mayatnya ditemukan itu sering
mondar-mandir di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E, Zaenal dan Farid Hadi. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta :
Akapres.
Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1995. Cermat Berbahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Prima.
Badudu, J.S. 1984. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
___________. 1984. Membina Bahasa Indonesia Baku 1. Bandung: Pustaka Prima.
___________.1984. Membina Bahasa Indonesia Baku 2. Bandung: Pustaka Prima.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Moeliono, Anton M. dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Purwaka, Albertus. 1992. ”Kalimat Efektif dan Paragraf”. Palangkaraya: Bagian Proyek
Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Kalimantan Tengah.
Purwaka, Albertus. 2012. ”Terampil Berbahasa Indonesia”. Palangkaraya: FKIP
Universitas Palangkaraya.
Putrayasa, Ida Bagus. 2006. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Ramlan, M. 1980. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta UP Karyono.
___________.1981. Sintaksis. Yogyakarta : UP Karyono.
Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
22

Saudara kerjakan tugas berikut ini!


Berikut ini adalah contoh-contoh kalimat yang tidak efektif. Oleh karena itu,
perbaikilah kalimat-kalimat berikut ini agar menjadi kalimat yang efektif. Saudara
diperbolehkan menghilangkan satu atau dua kata yang tidak diperlukan, boleh
mengganti kata yang satu dengan kata yang lain, boleh juga mengubah struktur
kalimatnya.
1. Nanti di tengah jalan kita makan ya.
2. Siapa menteri yang digadang-gadang akan dicopot.
3. Bupati menginstruksikan kepada semua pejabat dilarang tidak menerima parcel
lebaran.
4. Dia terpilih sebagai duta narkoba.
5. Pemerintah mencegah meluasnya paham deradikalisme.
6. Kecamatan Suka Maju merupakan kecamatan hasil pemekaran kecamatan Suka
Jadi.
7. Tahun 2016 Sukamara targetkan BAB sembarangan.
8. Saya atas nama pribadi dan atas nama panitia mengucapkan terima kasih atas
dukungan Bapak Ibu sekalian.
9. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Katingan yang mana telah berkenan hadir dalam acara ini.
10. Muhlis menyebutkan, kinerja dokter spesialis di RSUD dr. Murjani Sampit
hendaknya dievaluasi, yang mana mereka kerap tidak ada di tempat.
11. Pembelajaran adalah suatu proses komunikasi yang melibatkan guru sebagai
sumber informasi, pesan pembelajaran atau materi pelajaran, dan penerima pesan
itu sendiri yaitu siswa.
12. Dalam kegiatan pembelajaran menulis poster, diperlukan kreativitas siswa untuk
menyusun kata atau serangkaian kata yang singkat namun dapat mewakili maksud
yang dibantu dengan gambar atau ilustrasi tertentu. Sehingga poster yang dibuat
dapat menarik prhatian pembaca karena tujuan poster adalah untuk memengaruhi
atau mengajak pembaca.
13. Dari berbagai karakteristik poster yang telah dikemukakan dapat disimpulkan
bahwa poster berupa suatu lukisan atau gambar yang menyampaikan suatu pesan
atau ide tertentu. Dibuat dalam ukuran besar, menggunakan kata-kata efektif dan
mudah diingat, menggunakan variasi bentuk huruf dan variasi warna yang menarik,
dan sederhana, tetapi mempunyai daya tarik dan daya guna yang maksimal.
14. Penelitian ini dilaksanakan sesuai hal di atas. Oleh karena itu, implikasi terhadap
pembelajaran menulis di kelas VIII semester II tahun pembelajaran 2015/2016 SMP
Muhammadiyah Palangkaraya.
23

15. Sedangkan menurut Margono (2010: 121) sampel merupakan sebagai bagian dari
populasi.
16. Pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling juga dipilih peneliti
disebabkan karena kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, pengalaman,
dan dana yang terbatas, serta populasi yang memiliki struktur dan karakteristik
yang berbeda.
17. Poster juga diartikan lembar pengumuman/plakat untuk menyampaikan informasi
yang dipasang di tempat umum atau tempat yang dapat dibaca oleh umum. Dibuat
dengan warna-warna kontras dan kuat, dengan bahasa singkat, padat, menarik, dan
persuasif (bersifat mengajak).
18. Isi dari poster niaga adalah berupa iklan.
19. Rumah tempat tinggal mahasiswa asal dari Kabupaten Barito Selatan (Barsel)
berlokasi di kompleks Universitas Palangkaraya hanya diganti atapnya sementara
bangulan lainnya belum diganti.
20. Banjirnya seperti banjir bandang dimana air naik begitu cepat dalam hitungan
menit.
21. Begitu pulang ke rumah, anak bungsunya saya sudah meninggal dunia.
22. Dari pantauan koran ini, saat rekonstruksi berlangsung yang membuat korban tak
sadarkan diri, akibat pukulan pelaku keras pada bagian punggung.
23. Gagasan Jokowi itu menjadi salah satu mimpi untuk mewujudkan Kalteng dari
kabut asap saat ini dan ke depan.
24. Sepanjang jalan, kabut asap pekat menyelimuti sepanjang jalan.
25. Marianitha menambahkan ada beberapaa titik pembagian masker tersebut, di mana
dimulai dari kawasan Pasar Besar, Jalan Ahmad Yani, Palangkaraya. Kemudian
bergerak ke arah lampu merah Polsek Pahandut. Dan depan masjid besar Nurul
Islam.
26. Banyak ahli lingkungan dan ilmuan serta pemerhati atau aktivis lingkungan di
Kalteng atau di negeri ini.
27. Dinas Pemuda dan Olah Raga Pulang Pisau mulai melakukan seleksi terhadap
peserta anggota Paskibraka, Selasa (5/4). Di mana, seleksi ini dilakukan selama dua
hari.
28. Susilo mengatakan, seleksi ini nanti diharapkan menghasilkan peserta yang terbaik.
Supaya dapat mengharumkan Kabupaten Pulpis.
29. Polres Pulang Pisau melalui Satreskoba melakukan sosialisasi pembinaan dan
penyuluhan terkait bahaya narkoba. Di mana, kali ini Satreskoba melakukan
penyuluhan di MAN Pulpis.
24

30. Di mana, narkoba merupakan salah satu zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan
tubuh.
31. Ia menambahkan, pihak madrasah juga terus berusaaha secara maksimal melalui
pembelajaran dan bimbingan agar para siswa terhindar dari narkoba. Karena, para
siswa merupakan generasi muda yang menjadi penerus pembangunan harapan
bangsa.
32. Dikucurkannya dana desa (DD) yang nilainya semakin besar disambut positif
pemerintah desa dan masyarakat. Karena DD dinilai sangat bermanfaat untuk
kemajuan desa.
33. Menurutnya, warga Kecamatan Arut Utara kesulitan memperoleh BBM, karena
jarak yang jauh. Sehingga jadi pertimbangan banyak invertor untuk membuka
usaha di sana.
34. Pembelajaran kontekstual ini siswa belajar dengan memproses pengetahuan baru,
sesuai dengan kerangka berpikirnya dan mampu mengaitkan materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata.
35. Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat
bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan.
36. Sebelumnya, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran menegaskan akan akan
menindak tegas pelaku kebakaran hutan dan lahan sesuai peraturan yang ada.
(Kapos, 20 Juni 2016, hlm 7 kol 5).
37. “Rapat ini memantap persiapan Pesparawi tingkat Kabupaten Gunung Mas yang
akan dilaksanakan di Sepang Simin Kecamatan Sepang pada 13 sampai 17 Juni,”
ucap Arton (Tabengan, 24 Juni 2016, hlm 8 kol 1).
38. Kamu bawa almamater tidak? (Kalimat mahasiswa pada saat akan ujian skripsi).
39. Dengan demikian, KKM penelitian yang berjudul “Penerapan Model Discovery
Learning dalam Pembelajaran Membaca untuk Menemukan Ide Pokok pada
Paragraf Deskripsi Spasial pada Siswa VII Semester II SMP Muhammadiyah
Palangkaraya Tahun Pembelajaran 2015/2016”. (Kalimat dalam skripsi)
40. Warga di Jalan Ahmad Yani, Gang 5 resah. Karena ada tiang listrik induk yang
keropos di daerah pemukiman mereka (Kapos, 30 Juni 2016, hlm 21 kol 2).
41. Meski sudah mendapat perawatan maksimal, nyawanya tak tertolong. Sedangkan
Novi Fahrizal dirujuk ke Banjarmasin oleh mengalami patah leher dan kaki,” kata
Kasat Lantas AKP Bowo Tri Handoko, kemarin (29/6). (Kapos, 30 Juni 2016, hlm
1 kol 5—6).
42. Penangkapan Junius Joni yang diduga mencuri sawit oleh jajaran Polres Katingan
berbuntut praperadilan. Pasalnya, pihak keluarga Junius Joni (Pemohon
Praperadilan) tidak pernah menerima tembusan Surat Perintah Penangkapan. Dalam
hal ini keluarga

Selamat Mengerjakan

Anda mungkin juga menyukai