Anda di halaman 1dari 15

INTERFERENSI

Meliana Rahayu 1700003130


Bektiarni Arum Ningtyas 1700003142
Waristsara Phuetphong
Pengertian Interferensi

 Berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang
disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa
terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
 Sementara itu, Jendra mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan,
bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat
(sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik).
 Interferensi, menurut Nababan, merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada
dengan itu, Chaer dan Agustina mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa
penyimpangan norma dari salah satu bahasa atau lebih.
Dalam proses Interferensi ada tiga
hal yang mengambil peranan, yaitu :
1. bahasa sumber/bahasa donor
2. bahasa penyerap/resipien
3. unsur serapan atau importasi
Jenis Interferensi
Secara umum, Ardiana membagi Interferensi menjadi lima
macam, yaitu:
1. Interferensi kultural dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan oleh
dwibahasawan. Dalam tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur asing
sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau pengalaman
baru.
2. Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata
yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
3. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata pinjaman atau
integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan interferensi belum
dapat diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa
pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.
4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
5. Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan
sintaksis.
 Contoh Interferensi Fonologi Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia

 Interferensi fonologi berkaitan dengan penyimpangan bentuk kebahasaan yang terjadi karena
pengaruh pelafalan bahasa ibu dalam bahasa kedua. Berikut ini merupakan beberapa data yang
berupa dialog yang mengandung interferensi fonologi.
 Dialog antara perangkat desa dan warga

“Berkas-berkasnya dah lengkap?”


“Sudah, Pak.”
“Ini, surat pengantarnya. Langsung ke [n]Demak, ya. Ke Dukcapil.”
Analisis Data
 Dialog di atas dilakukan oleh seorang warga yang meminta surat pengantar untuk membuat KTP.
Kata “Demak” yang diucapkan oleh seorang perangkat desa merupakan interferensi fonologi.
Interferensi tersebut berupa prenasalisasi yang mendahului fonem /d/ dimana bunyi nasal [n]
melekat pada suku kata pertama kata tersebut. Sehingga kata “Demak” yang merupakan nama
sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah diucapkan dengan kata [n]Demak.

 Berdasarkan fonotaktik bahasa Indonesia, terdapat sistem deretan fonem /nd/. Akan tetapi,
deretan fonem tersebut tidak bisa menjadi suku kata awal sebuah kata. Dengan kata lain,
deretan fonem /nd/ yang berada di awal suku kata diakibatkan adanya pengaruh dari sistem
bahasa lain. Selain itu, fonem /n/ dalam temuan ini bukanlah fonem konkrit, melainkan berupa
bunyi nasal. Dengan demikian, kemunculan bunyi nasal [n] di awal fonem /d/ tidak sama dengan
deretan fonem /nd/, sehingga kata [n]Demak yang diucapkan pada dialog di atas termasuk
dalam interferensi fonologi.
 Dialog antara perangkat desa dan warga
“Kamu berarti masih mondok? [n]dak kerja?”
“Belum, Pak. Disuruh bapak mondok dulu aja”.

Analisis Data
 Dialog di atas dilakukan oleh orang yang sama. Kata [n]dak yang diucapkan oleh perangkat desa
merupakan interferensi fonologi. Kata ndak berasal dari kata tidak yang kemudian terjadi
pemendekan menjadi tidak. Interferensi tersebut berupa prenasalisasi yang mendahului fonem
/d/ dimana bunyi nasal [n] melekat pada suku kata pertama kata tersebut. Sehingga kata “dak”
yang merupakan pemendekan menjadi tidak diucapkan [n]dak.
 Berdasarkan fonotaktik bahasa Indonesia, terdapat sistem deretan fonem/nd/. Akan tetapi,
deretan fonem tersebut tidak bisa menjadi suku kata awal sebuah kata. Dengan kata lain,
deretan fonem /nd/ yang berada di awal suku kata diakibatkan adanya pengaruh dari sistem
bahasa lain. Selain itu, fonem /n/ dalam temuan ini bukanlah fonem konkrit, melainkan berupa
bunyi nasal. Dengan demikian, kemunculan bunyi nasal [n] di awal fonem /d/ tidak sama dengan
deretan fonem /nd/, sehingga kata [n]dak yang diucapkan pada dialog di atas termasuk dalam
interferensi fonologi.
 Interferensi Leksikal Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia
 Interferensi leksikal yang terjadi pada keterampilan berbicara siswa diakibatkan terdapat
leksikal bahasa Jawa tak dan pada. Penggunaan leksikal bahasa Jawa pada dan tak menyebabkan
kesalahan kebahasaan dan kesalahan makna.
 Dialog di percetakan dan fotokopi
“Mbak, selesaine masih lama?”
“Masih, mas. Nek nunggu kelamaan bisa ditinggal kok mas. Ini yang lain juga pada
ditinggal”
“Tak tinggal dulu ya mbak”
Analisis Data
 Dialog tersebut terjadi di tempat percetakan dan fotokopi. Perbedaan fungsi dan makna leksikal
tak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa seperti sangat jelas. Interferensi leksikal
penggunaan tak terjadi apabila leksikal tak dalam bahasa Jawa digunakan ke dalam bahasa
Indonesia. Begitu juga sebaliknya, leksikal tak bahasa Indonesia digunakan dalam bahasa Jawa.
Dialog di atas menunjukan bahwa pengguna jasa fotokopi menggunakan leksikal tak bahasa Jawa
meskipun dia sedang berbicara dalam bahasa Indonesia.

 Leksikal tak pada kalimat tersebut merupakan pronomina posesif dalam bahasa Jawa.
Penggunaan leksikal tak bahasa Jawa tersebut menyebabkan kesalahan kebahasaan dan makna.
Kesalahan kebahasaan terjadi karena penggunaan leksikal tak pada kalimat tersebut bukan
bermaksud menyatakan negasi, melainkan dimaksudkan untuk menyatakan kutinggal. Padahal
dalam bahasa Indonesia, leksikal tak hanya digunakan untuk menyatakan negasi. Dengan
demikian, tak tinggal dulu dapat bermakna tidak tinggal dulu. Akan tetapi, pengguna jasa
fotokopi tersebut menggunakan leksikal tak sebagai pronominal posesif untuk menyatakan
kutinggal. Potensi perbedaan dalam memahami makna dan maksud tersebut menyebabkan
potensi kesalahan makna.
 Interferensi Morfologi Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia
 Dialog di tempat percetakan dan fotokopi
“Mbak, mau motokopi ijazah”
“Jadi berapa?”
“Empat lembar”

Analisis Data
Dialog di atas terjadi di tempat percetakan dan fotokopi. Pada dialog di atas, terdapat interferensi
yakni kata motokopi. Proses pembentukan kata memfotokopi menjadi motokopi dipengaruhi oleh
kaidah morfofonemik bahasa Jawa. Kaidah morfofonemik tersebut yaitu apabila prefik m-
melekat pada kata dasar yang diawali fonem /b/ dan /p/ maka akan seperti contoh dari Sudibyo
yaitu, (1) m- + balang = mbalang, “menimpuk” dan (2) m- + pacul = macul, “mencangkul”.

Kaidah morfofonemik bahasa Jawa tersebut yang kemudian terinternalisasi pada masyarakat
Kecamatan Mijen Kabupaten Demak sebagai pengguna bahasa Jawa. Berdasarkan hal tersebut,
proses pembentukan kata motokopi yaitu m- + fotokopi = motokopi.
 Interferensi Sintaksis Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia

 Interferensi tataran frasa yang terjadi dalam tuturan masyarakat berupa penggunaan pola frasa
bahasa Jawa yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Pola frasa bahasa Jawa yang digunakan
dalam bahasa Indonesia yaitu “adverbia pada + verba” dalam sistem bahasa Jawa.
 Dialog di percetakan dan fotokopi
“Mbak, selesaine masih lama?”
“Masih, mas. Nek nunggu kelamaan bisa ditinggal kok mas. Ini yang lain juga pada ditinggal”
“Tak tinggal dulu ya mbak”
Analisis Data
 Dialog tersebut terjadi di tempat percetakan dan fotokopi. Interferensi frasa terjadi karena
penggunaan pola frasa “adverbia pada + verba” yang merupakan pola frasa bahasa Jawa. Kata
pada dalam pola tersebut bukan merupakan preposisi dalam bahasa Indonesia. Kata pada dalam
pola frasa tersebut merujuk kata padha dalam bahasa Jawa yang merupakan keterangan untuk
menerangkan kata kerja. Penggunaan kata pada dalam pola tersebut menyebabkan interferensi
pada tataran frasa. Interferensi tersebut karena kelas kata dan fungsi kata pada dalam bahasa
Indonesia dan padha bahasa Jawa berbeda. Bahasa Indonesia memiliki kata pada sebagai kata
depan untuk menyatakan “tempat”. Sementara itu, bahasa Jawa memiliki kata padha sebagai
keterangan yang menerangkan kata kerja.
Dialog Thailand bagian barat laut
อัสมา : น้องซารีนา กิน ๋ ข ้าวหรือยัง? ( nong sarina kinn khau re
yang?)
ซารีนา : กิน ๋ แล ้วคะกับ แก๋ง ปลา ( kinn lew kha kab keng pla)
Dialog Thailand bagian selatan
อัสมา : แกงปลา หร ้อย ไหม๋น๋อง (ภาษาใต ้) ( keng pla hroi hmai nong)
ซารีนา : หร ้อยมากเลยหนิ ( hroi mak lei hni)
ภาษาไทยกลางและคาเมืองมักมีเสียงทีเหมื ่ อนกัน ยกเว ้นบางครงที ้ั ไม่
่ เหมือนกัน แต่คล ้ายกัน
ได ้แก่ bahasa thai kota dengan bahasa barat memiliki penyebutan yang sama dan kadang berbeda
tetapi mirip saja contoh:
จาก “ท” เป็ น “ต” เช่น ทาง เป็ น ตาง *dari huruf Th jadi T
จาก “ช” เป็ น “จ” เช่น ช ้อน เป็ น จ๊อน *dari huruf Ch jadi J
จาก “พ” เป็ น “ป” เช่น แพง เป็ น แปง *dari huruf Ph jadi P
จาก “ค” เป็ น “ก” เช่น คา เป็ น กา *dari huruf Kh jadi K
Faktor penyebab adanya interferensi berdasarkan data
yang diperoleh :
 1. tidak cukupnya kosakata penerima
 2. tipisnya kesetiaan pemakai bahasa
 3. kedwibahasaan peserta tutur
 4. kebutuhan akan sinonim
 5. prestise bahasa penutur dan gaya bahasa
 6. terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Nama Mahasiswa yang mengajukan
pertanyaan pada presentasi kelompok
tersebut:
 1. Linda Andriana (1700003060)
 2. Hanif Ivo Khusri Wardani (1600003208)
 3. Farah Muthia Saputri (1700003080)

Anda mungkin juga menyukai