Nama Anggota :
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
sosiolinguistik yang membahas tenta “Interferensi dan Integrasi ” . Kami juga
berterimakasih kepada Ibu Rita Tanduk, M.Pd. selaku dosen mata kuliah
Sosiolinguistik.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. INTERFERENSI .............................................................................. 1
B. INTEGRASI......................................................................................
SIMPULAN ..................................................................................................
A. INTERFERENSI
Interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) untuk
menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan degan adanya
kontak bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur bilingual (dwibahasawan). Menurut Weinrich (dalam Chaer dan
Agustina, 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua
bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu
terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang
lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam-
meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak
dapat dihindari. Dalam setiap kontak bahasa terjadi proses saling
mempengaruhi antara bahasa satu dengan bahasa yang lain. Sebagai akibatnya,
interferensi akan muncul, baik secara lisan maupun tertulis.
Penutur bilingual yang mempunyai kemampuan terhadap B1 dan B2
sama baiknya, tentu tidak menuai kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa
karena bahasa itu terpisah dan bekerja sendiri-sendiri. Penutur bilingual yang
mempunyai kemampuan seperti ini oleh Ervin dan Osgod (1965: 139) disebut
kempuan yang sejajar. Sedangkan yang kemampuan terhadap B2 jauh lebih
rendah atau tidak sama dari kemampuan terhadap B1 nya disebut
berkemampuan bahasa yang majemuk. Penutur yang mempunyai kemampuan
majemuk ini biasanya mempunyai kesulitan dalam menggunakan B2-nya
karena akan dipengaruhi oleh B1-nya (Chaer dan Agustina, 2010: 120-123).
Menurut Listiyoningsih (2008:37) interferensi pada umumnya dianggap
sebagai gejala tutur (speech parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan
peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai
sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada
padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan
perkembangan bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang
atau sampai batas yang paling minim.
Hartman dan Stork (1972: 15) tidak menyebut interferensi merupakan
pengacauan atau kekacauan, melainkan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa
kedua.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan tersebut,
disimpulkan bahwa interferensi adalah penyimpangan penggunaan suatu
bahasa yang dipengaruhi oleh kebiasaan penutur menggunakan bahasa pertama
atau bahasa ibu.
Weinreich (1953) dalam bukunya Languange in Contact menyatakan
bahwa interferensi tampak dalam perubahan sistem suatu bahasa , baik
mengenai sistem fonologi, morfologi, sintaksis maupun sistem lainnya. Oleh
karena interferensi mengenai sistem suatu bahasa, maka lazim juga disebut
interferensi sistemik.
a. Interferensi Fonologi
Interferensi fonologi terjadi bila penutur itu mengidentifikasi fonem
sistem bahasa pertama (bahasa sumber atau bahasa yang sangat kuat
mempengaruhi seorang penutur) dan kemudian memakainya dalam sistem
bahasa kedua (bahasa sasaran). Dalam mengucapkan kembali bunyi itu, dia
menyesuaikan pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama.
Penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Tapanuli mengucapkan
fonem pada kata dengan dan rembes dilafalkan menjadi [déngan] dan
[rémbés]. Penutur dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal yang homorgan
di muka kata-kata yang dimulai dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/, misalnya
pada kata: /mBandung/, /mBali/, /nDaging/, /nDepok/, /ngGombong/,
/nyJambi/ dalam pengucapan kata-kata tersebut telah terjadi interferensi tata
bunyi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia. Penutur dari Bali biasanya
mengucapkan fonem /t/ menjadi apikoalveolar retrofleks [t], seperti pada kata-
kata [toko], [tutup], dan [mati]. Banyak penutur bahasa Indonesia dalam
berbahasa Inggris mengucapkan fonem /p/ bahasa Inggris pada kata-kata
seperti, Peter, Petrol, dan Pace menjadi [pit ], [petrol], dan [p is], padahal
seharusnya dengan aspirasi sehingga menjadi [p it ], [p etrol], [p is]. Di Jepang
kata dalam bahasa Inggris gasolini dilafalkan sebagai [gasorini], dan di Hawai
nama George dilafalkan sebagai [kioki].
b. Interferensi Morfologi
Interferensi dalam bidang morfologi, antara lain terdapat dalam
pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk
membentuk kata dalam bahasa lain. Umpamanya dalam bahasa Belanda dan
Inggris ada sufiks – isasi, maka banyak penutur bahasa Indonesia yang
menggunakannya dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, seperti neonisasi,
tendanisasi, dan turinisasi. Bentuk –bentuk tersebut merupakan penyimpangan
dari sistematik morfologi bahasa Indonesia, sebab untuk membentuk nomina
proses dalam bahasa Indonesia ada konfiks pe-an. Jadi, seharusnya peneonan,
penendaan, dan penurian. Contoh lain dalam bahasa Arab ada sufiks –wi dan –
ni untuk membentuk adjektif ; maka, banyak penutur bahasa Indonesia yang
menggunakan sufiks itu seperti pada kata-kata manusiawi, bahasawi, surgawi,
dan gerejani. Penggunaan bentuk-bentuk kata seperti ketabrak, kejebak,
kekecilan, dan kemahalan dalam bahasa Indonesia baku juga termasuk
Interferensi, sebab imbuhan yang digunakan di situ berasal dari bahasa Jawa
dan dialek Jakarta. Bentuk yang baku adalah tertabrak, terjebak, terlalu kecil,
dan terlalu mahal.
c. Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah,
bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa
yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan
klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur
kode. Berikut adalah contoh interferensi sintaksis.
- Planningku setelah lulus sarjana adalah melanjutkan sekolah ke luar
negeri.
- Mereka akan married bulan depan
- Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan
saja
( Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda
tangani saja)
- Yah apa boleh buat, better laat dan noit ( Yah apa boleh buat, lebih baik
terlambat daripada tidak sama sekali ).
Dari contoh-contoh di atas, timbul pertanyaan apa bedanya interferensi
dengan campur kode, sebab contoh-contoh tersebut dapat juga dikategorikan
sebagai campur kode. Contoh di atas adalah kalimat-kalimat bahasa Indonesia
yang di dalamnya terdapat serpihan dari bahasa Inggris, Jawa, dan Belanda.
Oleh karena itu, jawaban terhadap pertanyaan di atas adalah barangkali begini :
campur kode mengacu pada digunakannya serpihan-serpihan bahasa lain dalam
menggunakan suatu bahasa tertentu ; sedangkan interferensi mengacu pada
adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa dengan memasukkan
sistem bahasa yang lain.
Serpihan-serpihan berupa klausa dara bahasa lain dalam suatu kalimat
bahasa lain masih dapat dianggap sebagai suatu peristiwa campur kode dan
juga interferensi . Namun, dalam masyarakat Indonesia –Cina ( Cina-
Indonesia) di Jakarta Barat seperti yang dilaporkan Haryono ( 1990) , serpihan-
serpihan itu sudah terlalu besar sehingga sukar untuk disebut yang digunakan
bahasa Indonesia dengan serpihan bahasa Cina, atau yang digunakan bahasa
Cina dengan serpihan bahasa Indonesia . Contoh percakapan berikut ( diangkat
dari Haryono 1990);
Lokasi : kantor harian surat kabar Indonesia, bagian penerjemahan
Informan IV :
Wo zemyang inggai xie a. Wo bingung sekali cari timu apa ya.
(Bagaimana ya saya harus menulisnya. Saya bingung sekali mencari
topik, apa ya).
Informan V :
Ni bubi bingung-bingung, zai zheli you hen dua shi, ni keyi na yize zuo
timu jiu xing la. Kenapa mesti bingung-bingung.
(Anda tidak perlu bingung, bukankah di sini banyak hal yang anda
dapat mengambil salah satu topik. Kenapa mesti bingung).
Informan IV :
B. INTEGRASI
Mackey (dalam Chaer dan Agustina, 2010:128) menjelaskan bahwa
integrasi adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu
dan dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi
sebagai unsur pinjaman atau pungutan.
Penerimaan unsur bahasa lain dalam bahasa tertentu sampai menjadi
berstatus integrasi memerlukan waktu dan tahap yang relatif panjang. Pada
mulanya seorang penutur suatu bahasa menggunakan unsur bahasa lain dalam
tuturannya sebagai unsur pinjaman karena terasa diperlukan, misalnya karena
di dalam B1 nya belum ada padanannya. Kalau kemudian unsur asing yang
digunakan itu bisa diterima dan digunakan juga oleh orang lain, maka jadilah
unsur tersebut berstatus sebagai unsur yang sudah berintegrasi.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsur kosakata, di
dalam bahasa Indonesia pada awalnya tampak banyak dilakukan secara audial.
Artinya, mula-mula penutur Indonesia mendengar butir-butir leksikal
dituturkan oleh penutur aslinya, lalu mencoba menggunakannya. Apa yang
terdengar oleh telinga, itulah yang diujarkan, lalu dituliskan. Oleh karena itu,
kosakata yang diterima secara audial seringkali menampakkan cirri
ketidakteraturan bila dibandingkan dengan kosakata aslinya. Berikut contoh
kosakata bahasa Indonesia dengan bahasa bentuk aslinya.
klonyo - eau de cologne
dongkrak - domme kracht
atret - achter uit
persekot - voorschot
sopir - chauffeur
sirsak - zuursak
pelopor - voorloper
Pada tahap berikutnya, terutama setelah pemerintah
mengeluarkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, penerimaan dan penyerapan
kata asing secara visual. Artinya, penyerapan itu dilakukan melalui bentuk
tulisan dalam bahasa aslinya, lalu bentuk tulisan itu disesuaikan menurut aturan
yang terdapat dalam dua dokumen kebahasaan di atas.
Penyerapan unsur asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan
hanya melalui penyerapan kata asing yang disertai dengan penyesuain lafal dan
ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara :
1) Penerjemahan langsung, artinya kosakata itu dicarikan padanannya
dalam bahasa Indonesia. Misalnya, airport menjadi bandar udara,
paardekracht menjadi tenaga kuda, Samen werking menjadi kerja sama,
joint venture menjadi usaha patungan, dan balance budget menjadi
anggaran berimbang
2) Penerjemahan konsep, artinya kosakata asing itu diteliti baik-baik
konsepnya lalu dicarikan kosa kata bahasa Indonesia yang konsepnya
dekat dengan kosakata asing tersebut. Misalnya, begroting post menjadi
mata anggaran , network menjadi jaringan, brother in law menjadi ipar
laki-laki, dan medication menjadi pengobatan.
Penyerapan dari bahasa-bahasa Nusantara, atau bahasa daerah, oleh
bahasa Indonesia tampaknya tidak begitu menimbulkan persoalan, sebab secara
linguistik bahasa-bahasa nusantara itu masih serumpun dengan bahasa
Indonesia. Apalagi penyerapan itu terjadi dalam bidang kosakata. Kalau
sebuah kata serapan sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya serapan itu
sudah disetujui. Karena itu, proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim juga
disebut konvergensi.
Setiap unsur pinjaman yang terserap sebagai hasil proses inteferensi
akan sampai pada taraf integrasi, baik dalam waktu relatif singkat atau dalam
relatif lama, karena hingga saat ini sudah banyak bukti dalam bahasa apapun
yang mempunyai kontak dengan bahasa lain, bahwa setiap bahasa akan
mengalami inteferensi, yang kemudian disusul dengan peristiwa integrasi. Ada
beberapa kemungkinan yang akan terjadi pada bahasa resepien akibat
terjadinya peristiwa interferensi dan integrasi itu. Kemungkinan pertama,
bahasa resepien tidak mengalami pengaruh apa-apa yang sifatnya mengubah
sistem apabila tidak ada kemungkinan untuk mengadakan pembaruan atau
pengembangan di dalam bahasa resepien itu. Kemungkinan kedua, bahasa
resepien mengalami perubahan sistem, baik pada subsistem fonologi, subsistem
morfologi, subsistem sintaksis maupun subsistem lainnya.
- Pada subsistem fonologi, dulu bahasa Indonesia tidak mengenal atau
mempunyai fonem /f/, /x/, dan /s/; tetapi kini ketiga fonem itu telah
menjadi fonem bahasa Indonesia.
- Pada bidang morfologi terjadi pula peristiwa integrasi. Hal ini bisa
diketahui dengan sering dipakainya kata-kata kabupaten, manunggal,
praduga, wara-wiri, dan lain-lain yang berasal dari bahasa daerah. Juga
kata-kata diskualifikasi, klasifikasi, dispensasi, interferensi,
integrasi dan sebagainya adalah integrasi dari bahasa asing ke dalam
bahasa Indonesia.
- Dalam bidang sintaksis dulu bahasa Indonesia tidak mengenal
struktur Ayahnya si Ali sakit seharusnya Ayah si Ali sakit dan buku itu
sudah dibeli oleh saya seharusnya buku itu sudah saya beli.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
http://putri-hardiyanti-blogspot.com/2014/12/interferensi-dan-integrasi.html
(diakses tanggal 30 November 2018)
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikathakikikemerdekaan/interferensi-
dan-integrasi/ (diakses tanggal 30 November 2018)
http://detafitrianita03.blogspot.com/2017/01/makalah-interferensi-dan-
integrasi.html?=1 (diakses tanggal 30 November 2018)
http://studi-arab.blogspot.com/2016/01/makalah-interferensi-dan-integrasi.html?
m=1 (diakses tanggal 30 November 2108)