Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA TATARAN SEMANTIK

Kelompok 4:
Mariani Petta Sau A 111 20 009
Nurda A 111 20 019
Desak Raka Juni Antari A 111 20 021
Sri Wahyuni A 111 20 022
Umi Wulan Dini A 111 20 030
Warda Khairunnisa A 111 20 031
I Gusti Made Satya N.D A 111 20 045
Sukirman A 111 20 046

Kelas A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik”.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan


dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan baik mencari materi maupun cara penulisannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan
rendah hati dan dengan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Palu, 10 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………….

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………

1.1 Latar Belakang …………….…………………………………………......

1.2 Rumusan Masalah ………….…………………………………………….

1.3 Tujuan …………………………………………………………................

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….

2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik……………….

2.2 Bentuk - bentuk Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik …………

2.3 Contoh Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik ………………….

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………….

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………..


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan manusia. Dimana


bahasa merupakan alat berkomunikasi yang digunakan oleh makhluk sosial sebagai
proses interaksi, baik secara lisan maupun tulisan. Tidak hanya itu di Indonesia,
bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai bahasa nasional, artinya bahasa
Indonesia merupakan sebagai identitas kebangsaan negara Indonesia.

Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam sarana pendidikan.


Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan menunjang keberhasilan peserta didik
dalam meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Baik dilakukan secara lisan maupun tulisan. Tidak
hanya itu, pembelajaran bahasa Indonesia dijenjang pendidikan diharapkan dapat
menumbuhkan sikap dan rasa bangga, menghormati, menghargai, dan
menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah dengan baik dan sesuai
kaidah kebahasaan yang benar.

Seiring perkembangan zaman, maka perkembangan IPTEK semakin maju


dan semakin canggih. Maka majunya perkembangan IPTEK di era globalisasi saat
ini, dapat memunculkan dampak positif dan negatif tersendiri, misalnya dalam
penggunaan bahasa. Tidak dapat dipungkiri, maraknya penggunaan bahasa asing,
seperti bahasa Inggris, yang pada dasarnya merupakan bahasa internasional dan
penggunaan bahasa gaul sudah semakin dianggap lumrah terjadi dalam kehidupan
masyarakat, terutama dalam kegiatan komunikasi. Tidak jarang juga, dalam proses
berkomunikasi masyarakat mulai menyampaikan maksud dan tujuannya (isi
pikiran) dengan menggunakan media sosial dibandingkan berinteraksi secara
langsung. Media sosial yang digunakan bisa berupa instagram, facebook, twitter,
whatsapp, dll.
Sebagian masyarakat juga beranggapan, bahwa ketika masyarakat
menyampaikan atau berkomunikasi menggunakan media sosial, maka mereka tidak
perlu lagi memperhatikan standar penggunaan bahasa yang sesuai, tetapi yang
paling penting, yakni apa yang disampaikan dapat diterima.

Dari pernyataan di atas, maka dapat memunculkan kesalahan-kesalahan


dalam penggunaan berbahasa dalam proses berkomunikasi, baik secara lisan
maupun tulisan. Kesalahan-kesalahan berbahasa tidak hanya ditemukan dalam
proses berkomunikasi saja, tetapi juga dapat ditemukan pada sebuah iklan, banner
promosi, surat, dll.

Kesalahan berbahasa merupakan suatu penggunaan bahasa baik secara lisan


maupun tulisan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan yang
baik dan benar. Contohnya kesalahan-kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.
Semantik sendiri merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kesalahan berbahasa dalam tataran semantik, yaitu
kesalahan yang berkaitan dengan makna, seperti penggunaan makna yang kurang
tepat, perubahan makna, dll.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari kesalahan berbahasa dalam tataran semantik?

2. Apa saja bentuk-bentuk kesalahan berbahasa dalam tataran semantik?

3. Bagaimana contoh kesalahan berbahasa dalam tataran semantik?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan pengertian dari kesalahan berbahasa dalam tataran
semantik.

2. Untuk memaparkan apa saja bentuk-bentuk kesalahan berbahasa dalam tataran


semantik.
3. Untuk memaparkan contoh kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik

Dalam setiap bahasa yang ada di dunia ini kesalahan berbahasa pasti ada,
namun namanya sudah tentu berbeda-beda. Dalam bahasa Inggris padanan kata
‘kesalahan’ adalah kata ‘error’. Pada dasarnya kekeliruan tidak sama dengan
kesalahan. Corder membedakan kedua hal itu dengan jelas, yaitu kesalahan (error)
adalah penyimpangan bahasa secara sistematis atau konsisten, sedangkan
kekeliruan yang dalam bahasa inggris ‘mistake’ adalah penyimpangan bahasa yang
dilakukan secara tidak sengaja. Dalam pengucapan, kekeliruan biasanya disebut
dengan salah ucap (lapse).

Kesalahan dapat disebabkan oleh faktor kompetensi, yaitu kondisi dimana


pembelajar belum memahami atau menguasai sistem bahasa target yang
digunakannya. Sedangkan kekeliruan atau salah ucap terjadi karena faktor
performansi, contohnya kurang konsentrasi, kelelahan, kantuk, keterburu-buruan,
kerja acak-acakan, dan semacamnya.

Pada dasarnya kesalahan berbahasa mengacu pada penggunaan bahasa


yang menyimpang dari keidah bahasa yang berlaku dalam bahasa itu sendiri.
menurut Nuricaksono (2018:140) kekeliruan cenderung diabaikan dalam analisis
kesalahan berbahasa karena sifatnya tidak acak, individual, tidak sistematis, dan
tidak permanen. Menurut Ellis analisis keselahan berbahasa merupakan langkah
yang dilakukan oleh peneliti dan guru dalam menganalisis pemakai bahasa
pembelajar (Afiati, 2018:69).

Semantik adalah bagian dari tata bahasa yang meneliti makna dalam
bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan arti suatu kata (Keraf dalam
Slamet, 2014:21). Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik merupakan sebuah
kekeliruan dalam pemilihan kata yang tepat dengan makna yang diinginkan sesuai
dengan kedudukan sebuah kalimat. Kesalahan semantik tidak hanya membahas segi
maknanya saja, namun perubahan makna yang terdapat di dalamnya.

Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik bisa berhubungan dengan


bahasa tulis maupun lisan. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik ini
berfokus pada penyimpangan makna, baik pada penyimpangan makna, yang
berkaitan dengan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Semantik merupakan studi
tentang makna dengan anggapan bahwa makna merupakan bagian dari bahasa,
kemudian semantik merupakan bagian dari linguistic. Kesalahan berbahasa dalam
tataran semantik diketahuai pada tiga makna yaitu makna kontekstual, makna
leksikal, dan makna gramatikal. Makna leksikal sendiri adalah makna yang sesuai
dengan konsep yang telah digambarkan. Makna kontekstual adalah makna yang
muncul sesuai dengan konteks sebuah kata tersebut dipergunakan. Sedangkan
makna structural adalah makna yang muncul akibat kata yang mengalami afiksasi
(pengimbuhan) serta reduplikasi (pengulangan) dan komposisi (penggabungan).

2.2 Bentuk - bentuk Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik


Berikut beberapa kesalahan berbahasa dalam tataran semantik yang akan
dipaparkan dalam makalah ini

1. Pleonasme

Menurut Buhlmann (1994: 36) pleonasme merupakan perbandingan dari


dua istilah yang keduanya tidak saling menambahkan informasi baru. Istilah yang
kedua hanya menyampaikan sesuatu yang sudah terdapat dalam istilah pertama. Hal
ini sejalan dengan penjelasan Bloomer (dalam Hamisch, 2010: 309) bahwa
karakteristik dari bentuk pleonastis karena kedua bagian tidak memiliki hubungan
semantik satu sama lain. Artinya makna dari kata atau istilah yang kedua, sudah
terkandung dalam istilah pertama.

Menurut Bloomer bentuk pleonasme merupakan penggunaan dua istilah


yang tidak memiliki hubungan semantik dikarenakan makna dalam istilah kedua
sudah dijelaskan dalam istilah pertama. Sedangkan menurut Bak (2016: 9) bahwa
pleonasme merupakan bentuk pengulangan atau penggandaan makna semantis.
Kemudian menurut Tarigan dan Lilis (1996: 342) pleonasme merupakan
penggunaan unsur bahasa yang berlebihan. Gejala pleonasme terbagi menjadi tiga
bagian yaitu 1. Pleonasme dalam satu frasa 2. Pleonasme dalam istilah kedua yang
maknanya sudah terdapat dalam istilah pertama 3. Bentuk jamak

Jadi berdasarkan beberapa penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan


bahwa pleonasme merupakan kesalahan berbahasa berupa pemborosan unsur
bahasa dengan menggunakan dua istilah yang tidak memiliki hubungan semantik
sehingga kalimat yang dibuat menjadi tidak efektif. Gejala tersebut merupakan
salah satu bentuk kesalahan berbahasa dalam tataran semantik.

2. Pemilihan kata yang tidak tepat

Pemilihan kata yang tidak tepat merupakan salah satu bentuk kesalahan
berbahasa dalam tataran semantik. Kesalahan pemilihan kata yang digunakan dapat
menyebabkan perubahan makna yang ingin disampaikan. Terdapat beberapa bentuk
kesalahan pemilihan kata, yaitu : (a) Penggunaan kata-kata mirip yang tidak tepat,
(b) penggunaan kata-kata yang dipaksakan sehingga menimbulkan perubahan
makna kalimat bahkan saling merusak struktur kalimat (Setyawati, 2010).

Bentuk penggunaan kata-kata yang mirip selain menyebabkan perubahan


makna, juga dapat menyebabkan kesalahan makna sehingga tujuan dari kalimat
yang disampaikan menjadi salah. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya
pengetahuan atau pemahaman terhadap arti dari kata yang digunakan, atau adanya
anggapan bahwa kata-kata yang mirip memiliki makna yang sama, sehingga tidak
memperhatikan adanya perbedaan dari istilah yang mirip. Kurangnya ketelitian juga
dapat menyebabkan adanya perubahan makna yang signifikan. Karena jika terdapat
penambahan atau penghapusan huruf dalam sebuah kata dapat mengubah makna
atau bahkan membuat sebuah kata tidak memiliki arti.

3. Ambiguitas

Ambiguitas merupakan salah satu bentuk kesalahan berbahasa yang


disebabkan adanya kata, frasa, atau kalimat yang memiliki makna ganda atau
kerancuan makna dan penggunaannya dalam konteks tertentu dapat menimbulkan
salah penafsiran dari pembaca ataupun pendengar dari sebuah ujaran.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik mengenai ambiguitas terjadi
pada tingkat leksikal. Menurut Dardjowidjojo (2005: 76) ambiguitas tingkat
leksikal disebabkan oleh bentuk leksikal yang dipakai, dimana makna yang
terdapat dalam sebuah kata memiliki lebih dari satu makna.

Ambiguitas dibagi menjadi dua bagian yaitu : ambiguitas makna yang


menyertai dan ambiguitas makna yang terjadi karena karena kesulitan menemukan
padanan kata yang tepat. Sementara James (1998) membagi ambiguitas makna
menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut :

• Menggunakan kata umum dari kata khusus Menggunakan kata khusus dari
kata umum
• Tidak terdapat kata atau kalimat yang homogen
• Ambiguitas makna kata

4. Hiperkorek

Muslich (2013: 104) berpendapat bahwa hiperkorek merupakan proses


pembetulan bentuk yang sudah betul yang kemudian malah menjadi salah. Hal ini
biasanya terjadi dalam penambahan atau pengurangan huruf dalam sebuah kata
yang sudah betul. Akibat dari hiperkorek menyebabkan makna yang berubah atau
bahkan hilangnya makna dari sebuah kata. Kesalahan semantik dalam hal ini
disebabkan kurangnya ketelitian atau adanya anggapan yang kurang tepat mengenai
bentuk kata.

Menurut Badudu terdapat lima jenis gejala hiperkorek yaitu sebagai berikut :

• Fonem /s/ menjadi /sy/


• /h/ menjadi /kh/
• Fonem /p/ menjadi /f/
• /j/ menjadi /z/
• /o,e/ menjadi diftong /au/
2.3 Contoh Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik

Masalah dalam kesalahan berbahasa ragam tulisan pada tataran semantik


seperti yang telah dijelaskan di atas. terdiri atas : (1) pleonasme (2) pemilihan kata
yang tidak tepat, (3) Ambiguitas, (4) Hiperkorek. Berikut beberapa contoh
kesalahan berbahasa dalam tataran semantik

1. Pleonasme

Kalimat “ Ada juga ayam yang sering dipertandingkan oleh remaja seperti
adu lawan ayam jantan”. Kalimat tersebut merupakan kesalahan berbahasa dalam
tataran semantik yang berupa gejala pleonasme yakni terdapat dua istilah yang
memiliki makna sama sehingga tidak dapat menambahkan informasi dalam
kalimatnya. Maka akan terjadi pemborosan bahasa yang tidak dapat menambahkan
informasi.

2. Pemilihan kata yang tidak tepat

Kesalahan semantik dalam bentuk pemilihan kata yang tidak tepat dapat
berupa kesalahan dalam penggunaan kata-kata yang mirip dan penggunaan kata-
kata yang terkesan dipaksakan sehingga dapat merusak makna yang ingin
disampaikan. Berikut contoh kesalahan pemilihan kata yang tidak tepat

Contoh kalimat “Rekapitulasi total PDP Covid-19 Jember, 01-04 Maret 2020”,

Kata rekapitulasi dalam kalimat tersebut mengalami kesalahan pemilihan


kata yang tidak tepat. dalam penggunaan kata-kata yang mirip. Rekapitulasi
memiliki kemiripan dengan rekapitulisasi dan memiliki arti yang berbeda dari
kedua kata tersebut. Dengan adanya kemiripan maka akan mengakibatkan salahnya
persepsi makna dalam sebuah kalimat.

Rekapitulasi memiliki arti ringkasan, sedangkan rekapitulisasi adalah


perubahan. Jika kalimat tersebut menggunakan kata rekapitulasi tidak tepat karena
dapat menyebabkan terjadinya kesalahpahaman makna. kata yang tepat adalah
rekapitulisasi yang artinya perubahan, perubahan total PDP Covid-19 Jember, 041-
04 Maret 2020.
3. Ambiguitas

Menurut Chaer (2002) menjelaskan bahwasannya salah satu dari peristiwa


semantik yang harus dihindari dikarenakan memiliki makna bias adalah ambiguitas.
Ambiguitas merupakan struktur kalimat yang pada penafsirannya menimbulkan
makna ganda. Berikut kesalahan semantik dalam bentuk ambiguitas

Kalimat “Dirgahayu RI ke 71 dan kota Mataram ke 23” yang terdapat pada


peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.

Kalimat tersebut memiliki permasalahan tulisan dalam tataran semantik


karena pada kalimat tersebut bisa diartikan jumlah peristiwa dirgahayu dan jumlah
Kota Mataram. Penulis tersebut sebenarnya ingin menyampaikan Dirgahayu yang
ke 71 dan selamat hari ulang tahun untuk kota Mataram yang ke-23. Jika Kalimat
yang digunakan memiliki ambiguitas dan kesalahan dalam tataran semantik maka
orang yang akan membaca dan menafsirkan tidak tepat dengan makna yang ingin
disampaikan oleh penulis. Jika demikian maka kalimat yang seharusnya digunakan
yaitu Dirgahayu ke-71 Republik Indonesia dan ke-23 Kota Mataram.

4. Hiperkorek

Bahwa hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul


yang kemudian malah menjadi salah sehingga dapat menimbulkan kesalahan
makna. Contoh kesalahan semantik dalam bentuk hiperkorek adalah sebagai
berikut.

Kalimat “Salah satu sarat untuk berpuasa adalah sehat jasmani dan rohani”

Kalimat tersebut memilliki kesalahan dalam tataran semantik yaitu


hiperkorek. Dalam kata “sarat” seharusnya penulisan yang benar adalah “syarat”.
Kesalahan dalam kata tersebut adalah adanya pembetulan pada huruf “sy” yang
diganti menjadi “s” padahal kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. sarat
memiliki arti penu atau terisi. Sedangkan syarat berarti ketentuan yang harus
dipenuhi. Kesalahan seperti ini dapat mengubah makna yang ingin disampaikan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan materi dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan


bahwa dalam berbahasa memiliki kemungkinan kesalahan dalam tataran semantik.
Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik adalah kesalahan yang berkaitan
dengan makna, sehingga dapat mempengaruhi makna dari kalimat atau wacana
yang ingin disampaikan. Terdapat beberapa bentuk kesalahan semantik, yaitu : (1)
pleonasme, (2) pemilihan kata yang tidak tepat, (3) ambiguitas (4) hiperkorek.
Pleonasme merupakan kesalahan dalam penggunaan ungkapan atau kata-
kata yang berlebihan sehingga dapat mengubah makna sebuah kalimat. Kemudian
pemilihan kata yang tidak tepat yang seperti kesalahan pemilihan kata yang mirip.
Ambiguitas merupakan ketidakjelasan atau kerancuan makna yang disebabkan
adanya kata yang memiliki dua atau lebih makna, dan kesalahan dalam struktur
pembentuk kelimatnya. Terakhir adalah hiperkorek yang mmeiliki pengertian
kesalahan akibat adanya pembetulan terhadap bentuk kata yang telah betul.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan ketelitian dan pemahaman mengenai
bahasa Indonesia agar tidak terjadi kesalahan dalam berbahasa. Sehingga dapat
menimbulkan salah persepsi dalam sebuah komunikasi
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Nurul Hidayahmuji. 2015. “Analisis kesalahan Berbahasa dalam Tataran


Linguistik pada Surat-surat Resmi di Kantor Desa Teguhan Kecamatan
Paron Kabupaten Ngawi. Madiun.” Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI Madiun.
Solikhah, Isna Zumroatus. 2020. “Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik dalam
Unggahan Instagram @kominfodiy.” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Najah, Zughrofiyatun. 2020. “Analisis Kesalahan Semantik pada Skripsi
Mahasiswa
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Raden Intan Lampung”.
Lampung. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Akmaluddin. 2016. "PROBLEMATIKA BAHASA INDONESIA KEKINIAN:
SEBUAH ANALISIS". Mabasan.

Ananda, D. R. 2016. "PENGGUNAAN PLEONASME PADA SEBELAS


ARTIKEL OLAHRAGA DALAM LAMAN
WWW.SUEDDEUTSCHE.DE PERIODE
AGUSTUS 2015 SAMPAI OKTOBER 2016". Skripsi.

Dermawan, D. T. 2019. "AMBIGUITAS LEKSIKAL PADA LIRIK-LIRIK LAGU


KARYA BAND MUSE":.

Maghfirah, N. 2016. "Gejala Bahasa (Kontaminasi, Pleonasme, dan Hiperkorek)


pada Karangan Agumentasi Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Makassar."

Anda mungkin juga menyukai