Anda di halaman 1dari 32

FITUR SINTAKSIS DALAM RAGAM BAHASA MEDIA SOSIAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebahasaan Bahasa Indonesia


jenjang magister dengan dosen pengampu Dr. H. Andoyo Sastromiharjo, M.Pd.

Disusun oleh :
Berliana Alvionita Pratiwi (2113018)
Iit Lita Apriliani (2208299)
Wati (2208720)

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR

‫هللا الرَّ حْ َم ِن الرَّ ِحي ِْم‬


ِ ‫ْسم‬ِ ‫ب‬

Segala puji dan syukur hanya milik Allah Swt. Dzat yang senantiasa
melimpahkan kasih-Nya kepada setiap manusia. Limpahan taufik dan
hidayah-Nya telah membimbing penyusun dalam memecahkan permasalahan
yang ada dalam makalah ini. Atas perkenan-Nyalah penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul “Fitur Sintaksis dalam Ragam Bahasa Media


Sosial” diajukan untuk memperoleh salah satu tugas mata kuliah Kebahasaan
Bahasa Indonesia. Selain itu, makalah ini diajukan sebagai bentuk konkret
pengabdian penyusun sebagai calon pendidik di masa yang akan datang.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik
dan saran dari pihak pembaca senantiasa penulis harapkan. Penyusun berharap
makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan khususnya
dalam bidang pendidikan bagi kita semua.

Bandung, 26 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 1
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………...2
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………. 3
A. Kesalahan dalam Bidang Frasa……………………………………………. 3
B. Kesalahan dalam Bidang Kalimat…………………………………………. 6
C. Perbedaan Antara Kesalahan dan Kekeliruan……………………………. 11
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………. 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………..15
A. Hasil Penelitian…………………………………………………………... 15
B. Pembahasan……………………………………………………………… 25
BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….28
A. Simpulan…………………………………………………………………. 28
B. Saran……………………………………………………………………… 28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan salah satu sarana berpikir ilmiah yang memiliki dua
fungsi utama. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan alat interaksi sosial
yang hanya dimiliki manusia. Secara konvensional bahasa diartikan sebagai alat
komunikasi, alat penyampai gagasan pikiran, konsep atau juga perasaan. Dilihat
dari sudut pandang penutur, bahasa bersifat pribadi atau personal. Penutur
mengungkapkan dan menunjukan emosi saat menyampaikan tuturannya.
Di kalangan masyarakat sekarang ini sudah akrab dengan media internet
dan jejaring sosial. Perkembangan teknologi di zaman sekarang sudah sangat
pesat. Seperti contoh dulu kita ketika ingin berkomunikasi atau memberikan suatu
kabar atau informasi menggunakan surat yang dikirim melalui pos namun
sekarang hal tersebut sangat mudah kita lakukan melalui aplikasi messenger. Hal
tersebut dapat membuktikan bahwa terjadi perubahan dan diikuti oleh masuknya
media sosial. Pada era milenial seperti sekarang komunikasi dan interaksi sosial
bukan hanya dilakukan dengan tatap muka seperti sekarang melainkan bisa
menggunakan media lainnya salah satunya media sosial.
Pemanfaatan media sosial sebagai alat komunikasi dan alat interaksi sosial
di Indonesia tidak terlepas dari penutur bahasa itu sendiri. Sebagai penutur bahasa
asli masyarakat harusnya mengetahui dan menggunakan pola dan kaidah
kebahasaan benar. Hal tersebut harusnya sejalan dengan prinsip kebahasaan
sebagai suatu sistem. Bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola
tetap dan dapat dikaidahkan. Namun pada kenyataannya banyak penutur atau
pengguna bahasa asli melakukan kesalahan terutama dalam media sosial. Hal
inilah yang membuat penyusun tertarik menganalisis kesalahan sintaksis
penggunaan bahasa pada media sosial WhatsApp, Twitter, dan Instagram.
B. Rumusan Masalah
Berikut ini rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana unsur segmental sintaksis dalam media sosial Twitter, Instagram
dan WhatsApp?

1
2

2. Bagaimana struktur baku unsur-unsur segmental dalam media sosial sosial


Twitter, instagram dan WhatsApp?
3. Mengapa unsur segmental tersebut digunakan dalam ragam bahasa media
sosial Twitter, instagram dan WhatsApp?
C. Tujuan Penelitian
Berikut ini tujuan yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui unsur segmental sintaksis dalam media sosial media sosial
Twitter, Instagram dan WhatsApp;
2. Untuk mengetahui struktur baku unsur-unsur segmental dalam media sosial
Twitter, Instagram dan WhatsApp;
3. Untuk mengetahui unsur segmental tersebut digunakan dalam ragam bahasa
media sosial sosial Twitter, instagram dan WhatsApp.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Sebuah kalimat hendaklah mendukung suatu gagasan atau ide. Susunan


kalimat yang teratur menunjukkan cara berpikir teratur. Agar gagasan atau ide
mudah dipahami pembaca; fungsi sintaksis yaitu subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan harus tampak jelas. Kelima fungsi sintaksis itu tidak
selalu hadir secara bersama-sama dalam sebuah kalimat. Unsur-unsur sebuah
kalimat harus dieksplisitkan dan dirakit secara logis atau masuk akal.
Sintaksis adalah cabang linguistik tentang susunan kalimat dan
bagian-bagiannya; ilmu tata kalimat (Tim Penyusun Kamus, 1996: 946). Ramlan
(1987: 21) mendefinisikan sintaksis sebagai bagian atau cabang dari ilmu bahasa
yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase; berbeda
dengan morfologi yang membicarakan seluk- beluk kata dan morfem. Kesalahan
dalam tataran sintaksis berhubungan erat dengan kesalahan pada bidang morfolog
karena kalimat berunsurkan kata-kata.
Kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa kesalahan dalam
bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat. Kita sudah mengetahui bahwa
klausa dapat berpotensi menjadi sebuah kalimat jika intonasinya final. Kesalahan
dalam bidang klausa tidak dibicarakan tersendiri, tetapi sekaligus sudah melekat
dalam kesalahan di bidang kalimat.
A. Kesalahan dalam Bidang Frasa
Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam bahasa
lisan maupun bahasa tertulis. Artinya, kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini
sering terjadi dalam kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis. Kesalahan
berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya:
(a) adanya pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c)
kesalahan susunan kata, (d) penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, (e)
penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, (f) penjamakan yang ganda, dan
(g) penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.
1. Adanya Pengaruh Bahasa Daerah
Situasi kedwibahasaan menimbulkan pengaruh yang besar dalam
pemakaian bahasa. yang ada di Indonesia. Ada kecenderungan bahasa daerah

3
4

merupakan B1, sedangkan bahasa Indonesia merupakan B2 bagi rakyat


Indonesia atau pemakai bahasa. Tidak mengherankan jika hampir dalam
setiap tataran linguistik, pengaruh bahasa daerah dapat kita jumpai dalam
pemakaian bahasa Indonesia. Dengan perkataan lain, kesalahan berbahasa
dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana sebagai
akibat pengaruh bahasa daerah dapat kita jumpai dalam bahasa Indonesia. Hal
tersebut juga dapat diperhatikan dalam pemakaian frasa yang tidak tepat
berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
Tunggu sebentar kalau ingin makan, sayurnya belon mateng!
Bentuk Baku
Tunggu sebentar kalau ingin makan, sayurnya belum masak!
2. Penggunaan Preposisi yang Tidak Tepat
Sering dijumpai pemakaian preposisi tertentu dalam frasa preposisional
tidak tepat. Hal ini biasanya terjadi pada frasa preposisional yang menyatakan
tempat, waktu, dan tujuan. Perhatikan pemakaian preposisi yang salah dalam
kalimat-kalimat berikut ini..
Bentuk Tidak Baku
Tolong ambilkan buku saya pada laci meja itu.
Bentuk Baku
Tolong ambilkan buku saya di laci meja itu.
3. Susunan Kata yang Tidak Tepat
Salah satu akibat pengaruh bahasa asing adalah kesalahan dalam susunan
kata. Perhatikan contoh berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
Ini hari kita akan menyaksikan berbagai atraksi yang dibawakan oleh putra
putri kita.
Bentuk Baku
Hari ini kita akan menyaksikan berbagai atraksi yang akan dibawakan oleh
putra-putri kita.
4. Penggunaan Unsur yang Berlebihan atau Mubazir
5

Sering dijumpai pemakaian kata-kata yang mengandung makna yang sama


(bersinonim) digunakan sekaligus dalam sebuah kalimat. contoh berikut.
Bentuk Tidak Baku
Dilarang tidak boleh merokok di sini!
Bentuk Baku
a. Dilarang merokok di sini!
b. Tidak boleh merokok di sini!
5. Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan
Bentuk superlatif adalah suatu bentuk yang mengandung arti 'paling' dalam
suatu perbandingan. Bentuk yang mengandung arti 'paling' itu dapat
dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambah adverbia amat, sangat, sekali,
atau paling. Jika ada dua adverbia digunakan sekaligus dalam menjelaskan
adjektiva pada sebuah kalimat, terjadilah bentuk superlatif yang berlebihan.
Misalnya:
Bentuk Tidak Baku
Pengalaman itu sangat menyenangkan sekali.
Bentuk Baku
a. Pengalaman itu sangat menyenangkan.
b. Pengalaman itu menyenangkan sekali.
6. Penjamakan yang Ganda
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kadang-kadang orang salah
menggunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia, sehingga terjadi bentuk
yang rancu atau kacau. Perhatikan contoh bentuk penjamakan ganda dalam
bahasa Indonesia berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
Para dosen-dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
Bentuk Baku
a. Para dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
b. Dosen-dosen sedang mengikuti seminar di ruang auditorium.
7. Penggunaan Bentuk Resiprokal yang Salah
Bentuk resiprokal adalah bentuk bahasa yang mengandung arti
'berbalasan'. Bentuk resiprokal dapat dihasilkan dengan cara menggunakan
6

kata saling atau dengan kata ulang berimbuhan. Akan tetapi jika ada bentuk
yang berarti 'berbalasan' itu dengan cara pengulangan kata sekaligus dengan
penggunaan kata saling, akan terjadilah bentuk resiprokal yang salah seperti
kalimat berikut ini.
Bentuk Tidak Baku
Sesama pengemudi dilarang saling dahulu-mendahului.
Bentuk Baku
a. Sesama pengemudi dilarang saling mendahului.
b. Sesama pengemudi dilarang dahulu-mendahului.
B. Kesalahan dalam Bidang Kalimat
1. Kalimat Tidak Bersubjek
Kalimat itu paling sedikit harus terdiri atas subjek dan predikat, kecuali
kalimat perintah atau ujaran yang merupakan jawaban pertanyaan. Biasanya
kalimat yang subjeknya tidak jelas terdapat dalam kalimat rancu, yaitu
kalimat yang berpredikat verba aktif transitif di depan subjek terdapat
preposisi. Perhatikan contoh berikut.
Bentuk Tidak Baku
Dari pengalaman selama ini menunjukkan bahwa program KB belum dapat
dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah penduduk.
Bentuk Baku
a. Dari pengalaman selama ini ditunjukkan bahwa program KB belum
dapat dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah
penduduk.
b. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa program KB belum dapat
dianggap sebagai usaha yang dapat memecahkan masalah penduduk.
2. Kalimat Tidak Berpredikat
Kalimat yang tidak memiliki predikat disebabkan oleh adanya keterangan
subjek yang beruntun atau terlalu panjang, keterangan itu diberi keterangan
lagi, sehingga penulis atau pembicaranya terlena dan lupa bahwa kalimat
yang dibuatnya itu belum lengkap atau belum terdapat predikatnya.
Perhatikan contoh berikut.
7

Bentuk Tidak Baku


Bandar Udara Soekarno-Hatta yang dibangun dengan menggunakan teknik
cakar ayam yang belum pernah digunakan di mana pun di dunia sebelum ini
karena teknik itu memang dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini
oleh para rekayasa Indonesia.
Bentuk Baku
Bandar Udara Soekarno-Hatta dibangun dengan menggunakan teknik cakar
ayam yang belum pernah digunakan di mana pun di dunia sebelum ini.
Teknik cakar ayam itu memang dikembangkan beberapa tahun terakhir ini
oleh para rekayasa Indonesia.
3. Kalimat Tidak Bersubjek dan Tidak Berpredikat (Kalimat Buntung)
Kalimat buntung atau kalimat yang dipenggal masih mempunyai
hubungan gantung dengan kalimat lain (sebelumnya). Kalimat yang memiliki
hubungan gantung disebut dengan anak kalimat, sedangkan kalimat tempat
bergantung anak kalimat disebut dengan induk kalimat.
Contoh bentuk tidak baku: Lelaki itu menatapku aneh. Serta sulit dimengerti.
Jika kita cermati, contoh di atas (yang diawali oleh kata-kata yang tercetak
miring) bukan kalimat baku karena kalimat-kalimat tersebut buntung, tidak
bersubjek dan tidak berpredikat. Kalimat-kalimat itu hanya merupakan
keterangan kalimat sebelumnya.
Sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, kalimat tunggal tidak boleh
diawali oleh kata-kata karena, sehingga, apabila, agar, seperti, kalau,
walaupun, jika, dan konjungsi yang lain. Konjungsi seperti itu dapat
mengawali kalimat jika yang diawali oleh kata itu merupakan anak kalimat
yang mendahului induk kalimat. Dengan demikian, contoh tersebut dapat
diperbaiki menjadi kalimat berikut ini.
Contoh bentuk baku: Lelaki itu menatapku aneh serta sulit dimengerti.
4. Penggandaan Subjek
Penggandaan subjek kalimat menjadikan kalimat tidak jelas bagian yang
mendapat tekanan. Contoh bentuk tidak baku, “Buku itu saya sudah
membacanya”. Kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat akan
8

menduduki fungsi sintaksis tertentu. Pada contoh tersebut merupakan kalimat


yang tidak baku karena mempunyai dua subjek.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas dapat dilakukan dengan cara: (a) diubah
menjadi kalimat pasif bentuk diri atau (b) diubah menjadi kalimat aktif yang
normatif, dan (c) salah satu diantara kedua subjek dijadikan keterangan.
Dengan demikian, contoh tersebut dapat diperbaiki menjadi kalimat berikut
ini.
Contoh bentuk baku: (a) Saya sudah membaca buku itu. (kalimat aktif)
(b) Buku itu sudah saya baca. (kalimat pasif bentuk
diri)
5. Antara Predikat dan Objek yang Tersisipi
Dalam kalimat aktif transitif, yaitu kalimat yang memiliki objek; verba
transitif tidak perlu diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek. Dengan
kata lain, antara predikat dan objek tidak perlu disisipi preposisi, seperti atas,
tentang, atau akan.
Contoh bentuk tidak baku: Kami mengharap atas kehadiran Saudara tepat
pada waktunya.
Contoh bentuk baku: Kami mengharap kehadiran Saudara tepat pada
waktunya.
6. Kalimat yang Tidak Logis
Kalimat tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal. Hal itu terjadi
karena pembicara atau penulis kurang berhati-hati dalam memilih kata.
Bentuk ini pun sudah merata dimana-mana.
Contoh bentuk tidak baku: Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan acara
ini.
Pada contoh di atas ketidaklogisan terletak pada makna kata
mempersingkat waktu. Kata mempersingkat makna leksikalnya sama dengan
‘memperpendek’. Jadi, tidak mungkin kalau waktu sampai diperpendek
karena sampai kapan pun waktu itu tetap tidak mungkin dipersingkat atau
diperpendek, sehari semalam tetap 24 jam. Kata yang tepat untuk menyatakan
maksud tersebut adalah kata menghemat.
Contoh bentuk baku: Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini.
9

7. Kalimat yang Ambiguitas


Ambiguitas adalah kegandaan arti kalimat, sehingga meragukan atau sama
sekali tidak dipahami orang lain. Ambiguitas dapat disebabkan beberapa hal,
diantaranya intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata yang bersifat polisemi,
struktur kalimat yang tidak tepat.
Contoh bentuk ambiguitas: Mobil rektor yang baru mahal harganya.
Dapat kita tafsirkan dengan dua tafsiran: pertama, keterangan yang baru;
kedua, keterangan itu dapat mengenai keseluruhannya, yaitu mobil rector.
Dengan demikian, kalimat itu menjadi ambiguitas karena maknanya tidak
jelas, agar kalimat di atas tidak ambiguitas harus diubah sebagai berikut.
Contoh tidak ambiguitas: (a) mobil yang baru kepunyaan rektor, mahal
harganya.
(b) mobil itu kepunyaan rektor yang baru,
mahal harganya.
8. Penghilangan Konjungsi
Gejala penghilangan konjungsi terletak pada anak kalimat. Justru
penghilangan konjungsi itu menjadikan kalimat tersebut tidak efektif (tidak
baku).
Contoh bentuk tidak baku: Membaca surat Anda, saya sangat kecewa.
Konjungsi jika, apabila, setelah, sesudah, Ketika, karena, dan sebagainya
sebagai penanda anak kalimat sering ditinggalkan. Hal tersebut dikarenakan
penulisnya terpengaruh oleh bentuk partisip Bahasa inggris. Karena sudah
merata gejala tersebut digunakan diberbagai kalangan, maka mereka tidak
sadar lagi kalua bentuk itu salah. Dalam Bahasa Indonesia konjungsi pada
anak kalimat harus digunakan.
Contoh bentuk baku: Setelah membaca surat Anda, saya sangat kecewa.
9. Penggunaan Konjungsi yang Berlebihan
Kekurangcermatan pemakai Bahasa dapat mengakibatkan penggunaan
konjungsi yang berlebihan. Hal itu terjadi karena dua kaidah Bahasa bersilang
dan bergabung dalam sebuah kalimat.
Contoh bentuk tidak baku: Walaupun dia belum istirahat seharian, tetapi dia
datang juga di pertemuan RT.
10

Pemakai Bahasa tidak menyadari kalaU bentuk contoh di atas


menggunakan padanan yang tidak serasi, yaitu penggunaan dua konjungsi
sekaligus. Seharusnya konjungsi yang digunakan salah satu aja.
Contoh bentuk baku: (a) Walaupun dia belum istirahat seharian, dia datang
juga di pertemuan RT.
(b) Dia belum istirahat seharian, tetapi dia datang juga di pertemuan RT.
10. Urutan yang Tidak Paralel
Jika dalam sebuah kalimat terdapat beberapa unsur yang dirinci,
rinciannya itu harus diusahakan paralel. Jika unsur pertama berupa nomina,
unsur berikutnya juga berupa nomina; jika unsur pertama berupa adjektiva,
unsur berikutnya juga berupa adjektiva; unsur pertama bentuk di-…-kan,
unsur berikutnya juga berbentuk di-..-kan, dan sebagainya. Kata-kata yang
dicetak miring pada masing-masing kalimat di atas perlu diperbaiki lagi;
sehingga menjadi kalimat yang baku.
Contoh bentuk tidak baku: Harga BBM dibekukan atau kenaikan secara
luwes.
Contoh bentuk baku: Harga BBM dibekukan atau dinaikan secara luwes.
11. Penggunaan Istilah Asing
Penggunaan Bahasa Indonesia yang memiliki kemahiran menggunakan
Bahasa asing tertentu sering menyelipkan istilah asing dalam pembicaraan
atau tulisannya. Kemungkinannya adalah pemakai Bahasa itu ingin
memperagakan kebolehannya atau bahkan ingin memperlihatkan
kesarjanaanya atau keinteleketualnya pada khalayak. Padahal kita tidak boleh
mencampuradukkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa asing.
Contoh bentuk tidak baku: Kita segera menyusun project proposal dan
sekaligus budgeting-nya.
Contoh di atas terdapat istilah Bahasa asing yang tidak dipahami. Akan
lain halnya jika istilah asing yang dicetak miring pada masing-masing kalimat
di atas diganti dengan istilah dalam Bahasa Indonesia. Istilah project proposal
diganti dengan rancangan kegiatan dan istilah budgeting diganti dengan
rancangan biayanya.
11

Contoh bentuk baku: Kita segera Menyusun rancangan kegiatan dan


sekaligus rancangan biayanya.
12. Penggunaan Kata Tanya yang Tidak Perlu
Dalam Bahasa Indonesia sering dijumpai penggunaan bentuk-bentuk di
mana, yang mana, hal mana, dari mana, dan kata-kata tanya yang lain sebagai
penghubung atau terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat tanya).
Contoh bentuk tidak baku: Saskia membuka-buka album dalam mana ia
menyimpan foto terbarunya.
Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh
Bahasa asing, khususnya Bahasa inggris. Bentuk yang mana sejajar dengan
penggunaan which, penggunaan dalam mana sejajar dengan in which, dan
penggunaan dari mana sejajar dengan from which. Karena dalam Bahasa
Indonesia sudah ada penghubung yang lebih tepat, yaitu kata tempat dan
yang.
Contoh bentuk baku: Saskia membuka-buka album tempat ia menyimpan foto
terbarunya.
C. Perbedaan Antara Kesalahan dan Kekeliruan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang
sesuai dengan kedua parameter tersebut, yakni: faktor-faktor penentu
berkomunikasi dan kaidah kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia. Berarti,
penggunaan bahasa Indonesia yang berada di luar faktor-faktor penentu
komunikasi bukan bahasa Indonesia yang benar dan berada di luar kaidah
kebahasaan yang ada dalam bahasa Indonesia bukan bahasa Indonesia yang baik.
Oleh karena itu, kesalahan berbahasa Indonesia adalah penggunaan bahasa
Indonesia, secara lisan maupun tertulis, yang berada di luar atau menyimpang dari
faktor-faktor komunikasi dan kaidah kebahasaan dalam bahasa Indonesia
(Tarigan, 1997).
Menurut Tarigan (2021), ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki
makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam
pengajaran bahasa dibedakan yakni penyimpangan dalam pemakaian bahasa.
Kekeliruan pada umumnya disebabkan oleh faktor perfomansi.
Keterbatasan dalam mengingat sesuatu menyebabkan kekeliruan dalam
melafalkan atau pun menuliskan bahasa, kata, urutan kata atau kalimat, dan
12

sebagainya. Kekeliruan ini dapat terjadi dalam semua tataran linguistik.


Sementara itu, kesalahan disebabkan oleh faktor kompetensi. Artinya orang yang
melakukan kesalahan tersebut memang belum memahami sistem linguistik bahasa
yang digunakannya. Kesalahan biasanya terjadi secara konsisten dan sistematik.
Kesalahan bisa berlangsung lama apabila tidak diperbaiki.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif atau dapat diartikan
sebagai penelitian yang menekankan kualitas data yang dikumpulkan. Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif dalam pengolahan datanya. Metode yang
dilakukan dengan jalan menganalisis data yang sudah dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Metode deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan
atau melukiskan keadaan atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak (Moleong, 2007).
Menurut (Gani, 2019) metode deskriptif bertujuan menemukan informasi
sebanyak-banyaknya dalam suatu fenomena. Menggunakan metode deskriptif
peneliti berharap dapat melakukan penganalisisan dengan tepat, karena penelitian
ini berfokus kepada data yang berupa kata-kata dan bukan merupakan data yang
berbentuk angka, sehingga peneliti menetapkan metode deskriptif adalah metode
yang tepat untuk digunakan.
Sumber data pada penelitian ini adalah media sosial Twitter, Whatsapp dan
Instagram. Pada media sosial Twitter terdiri lima analisis berupa data gambar dan
isi Tweet. Pada media sosial WhatsApp terdiri lima analisis berupa isi pesan dan
status Whatsapp. Pada media sosial Instagram terdiri lima analisis berupa isi
keterangan unggahan, isi komentar, dan isi pada gambar di Instagram.
Teknik pengumpulan data yang pertama digunakan adalah teknik baca.
Pada langkah pertama yaitu, mencari dan mengumpulkan data dari media sosial
Twitter, Whatsapp, dan Instagram. Kedua, teknik membaca isi pesan dan gambar
dalam media sosial satu persatu. Ketiga, melakukan tangkapan layar terhadap
hasil bacaan yang dipilih. Keempat, mengidentifikasi data kesalahan pada setiap
tangkapan layar terhadap isi dalam media sosial tersebut.
Teknik pengumpulan data yang berikutnya adalah teknik catat. Pada
langkah pertama yaitu, mencatat hasil identifikasi hasil kesalahan berbahasa
tataran sintaksis pada media sosial twitter, whatsapp, dan instagram. Kedua,
mengelompokkan hasil pada bentuk kesalahan sesuai dengan media sosial dan

13
14

kesalahannya. Data yang penulis gunakan adalah menganalisis data dengan (1)
reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2017).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Kesalahan sintaksis dalam media sosial Twitter
a. Analisis 1

Bentuk Tidak Baku


Ngaso dulu lah cape banget abis main bola
Unsur yang dicetak miring pada kalimat tersebut merupakan
contoh pemakaian frasa yang salah. Kesalahan itu disebabkan oleh
pengaruh bahasa daerah. Frasa di atas (ngaso) sebaiknya diganti
dengan istirahat.
Selain itu, terdapat pula kesalahan lain berupa kesalahan kalimat,
yaitu kalimat tidak memiliki subjek. Berdasarkan kalimatnya, subjek
yang mungkin adalah penulis itu sendiri. Sehingga kalimat tersebut bisa
dilengkapi dengan kata “saya”.
Selanjutnya, kesalahan lain yang terdapat pada unggahan tersebut
yaitu penghilangan konjungsi yang memisahkan antara anak kalimat
dengan induk kalimat.
Bentuk Baku
Beristirahat dahulu, karena saya sangat lelah selepas bermain bola.
b. Analisis 2

15
16

Bentuk Tidak Baku


1) Susunan direksi di BUMD pun juga dirombaknya.
2) Pencopotan sejumlah pejabat Gubernur DKI pada 17 Oktober lalu
dipertanyakan.
Kata yang bercetak miring pada kalimat pertama bersinonim.
Penggunaan dua kata yang bersinonim sekaligus dalam sebuah kalimat
dianggap mubazir karena tidak hemat. Oleh karena itu, yang digunakan
cukup salah satu saja agar tidak mubazir.
Selanjutnya kalimat kedua mengandung ambiguitas, berupa
pemakaian kata yang bersifat polisemi. Kita bisa menafsirkan kata lalu
dengan dua penafsiran: pertama, kata lalu dapat diartikan sebagai sesuatu
yang sudah lewat atau sudah lampau. Kedua, kata lalu juga bisa
diartikan sebagai konjungsi yang berarti lantas atau kemudian.
Perbaikan dapat diungkapkan seperti berikut.
Bentuk Baku
1) a) Susunan direksi di BUMD juga dirombaknya.
b) Susunan direksi di BUMD pun dirombaknya.
2) a) Pencopotan sejumlah pejabat Gubernur DKI pada 17 Oktober
yang telah lalu, dipertanyakan.
b) Pencopotan sejumlah pejabat Gubernur DKI pada 17 Oktober,
lantas dipertanyakan.
c. Analisis 3
17

Bentuk Tidak Baku


1) Aku merasa sangat sedih sekali, menyaksikan film Miracle in Cell
No.7 di Netflix.
2) Setelah ini masih banyak film-film lain yang antre untuk ditonton.
Kesalahan sintaksis yang terdapat dalam unggahan tersebut yaitu
penggunaan superlatif yang berlebihan, penghilangan konjungsi, dan
penjamakan yang ganda. Dalam kalimat tersebut, sangat dan sekali
mengandung arti ‘paling’. Jika kedua adverbia tersebut digunakan
sekaligus dalam menjelaskan adjektiva pada sebuah kalimat, maka
terjadilah bentuk superlatif yang berlebihan. Sebaiknya penulis memilih
salah satu dari kedua adverbia tersebut.
Kalimat tersebut melakukan penanggalan konjungsi sebagai
penanda anak kalimat. Sehingga penghilangan konjungsi tersebut
menjadikan kalimat tidak efektif.
Dalam sebuah kalimat untuk penanda jamak, sebuah kata cukup
menggunakan satu penanda saja; jika sudah terdapat penanda jamak tidak
perlu kata tersebut diulang atau jika sudah diulang tidak perlu
menggunakan penanda jamak.
Bentuk Baku
1) a) Aku merasa sangat sedih, setelah menyaksikan film Miracle in
Cell No.7 di Netflix.
b) Aku merasa sedih sekali, setelah menyaksikan film Miracle in
Cell No.7 di Netflix.
2) Setelah ini masih banyak film lain yang antre untuk ditonton.
d. Analisis 4
18

Bentuk Tidak Baku


Di hari Minggu yang kebetulan berada di awal bulan ini, mari
membicarakan tentang fashion yang hadir dari masa ke masa: Mulai dari
zaman kolonial hingga fashion modern hari ini. Cus!
Kalimat tersebut mengandung kesalahan sintaksis dalam bidang
frasa dan bidang kalimat. Kesalahan dalam bidang frasa yaitu
penggunaan preposisi yang tidak tepat. Preposisi yang digunakan dalam
kalimat tersebut merupakan preposisi yang menyatakan tempat, yaitu di;
sebaiknya gunakan preposisi yang menyatakan waktu, yaitu pada.
Selanjutnya, unggahan tersebut mengandung kesalahan dalam
bidang kalimat, yaitu antara predikat dan objek yang tersisipi. Dalam
kalimat aktif transitif, yaitu kalimat yang memiliki objek; verba transitif
tidak perlu diikuti oleh preposisi sebagai pengantar objek. Dalam hal ini,
preposisi pengantar objek yang digunakan adalah kata tentang.
Kesalahan lainnya pada unggahan tersebut yaitu kesalahan dalam
bidang kalimat berupa penggunaan istilah asing. Kata fashion merupakan
istilah asing, sebaiknya diganti dengan padanan kata dalam bahasa
Indonesia seperti mode atau fesyen.
Bentuk Baku
19

Pada hari Minggu yang kebetulan berada di awal bulan ini, mari
membicarakan fesyen yang hadir dari masa ke masa: Mulai dari zaman
kolonial hingga fesyen modern hari ini. Cus!
e. Analisis 5

Bentuk Tidak Baku


Siapa yang happy banget karena hari ini hari Jumat? Udah ada plan mau
ngapain aja nih GoFoodies?
Kesalahan sintaksis yang terdapat pada unggahan tersebut adalah
penggunaan istilah asing. Istilah-istilah tersebut belum tentu dapat
dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah. Selain itu, sebaiknya
kita tidak mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Penggunaan istilah asing dalam kalimat tersebut bisa diganti dengan
padanan kata yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Istilah happy diganti
dengan senang, istilah plan diganti dengan rencana. Sehingga menjadi
kalimat berikut ini.
Bentuk Baku
Siapa yang senang sekali karena hari ini hari Jumat? Sudah ada rencana
akan melakukan apa saja, GoFoodies?
2. Kesalahan sintaksis dalam media sosial WhatsApp
a. Analisis 1
20

Bentuk Tidak Baku:


“Kalo sama sopir brp?”
Kesalahan sintaksis kata bercetak miring pada kalimat di atas
disebabkan susunan kata yang tidak tepat, penyingkatan kata tanya,
pengaruh Bahasa daerah dan penulisan berbahasa yang tidak baku.
Sesuai dengan pedoman ejaan Bahasa Indonesia Kata tanya “brp”
seharusnya tidak dilakukan penyingkatan. Selain itu, Kata “kalo” dan
“sama” terpengaruh Bahasa daerah sehingga banyak penutur yang
menggunakan kata tersebut dalam percakapan. Bukan hanya itu, pada
unggahan di atas terdapat kata yang dielipskan, sehingga perbaikan
kalimat di atas adalah sebagai berikut ini.
Bentuk Baku:
“Berapa harganya jika dengan sopir? ”
b. Analisis 2

Bentuk Tidak Baku:


“Info sewa mobil 300/hari 24 jam diantar jempur mobilnya hehe”
“300 udh sama sopir?”
Kesalahan sintaksis pada unggahan di atas terdapat penggunaan
kata tidak baku, susunan kata yang tidak tepat dan penggunaan unsur
yang berlebihan. Kedua unggahan tersebut menggunakan susunan kata
yang tidak tepat. Penggunaan kata tidak baku pada kata “udh” dan
“sama” serta penggunaan unsur yang berlebih pada kata “/hari” dan “24
jam” yang memiliki makna yang sama. Seharusnya kata “/hari” dan “24
jam” digunakan salah satu kata agar lebih efektif. Selain itu, kata “hehe”
tidak lazim digunakan dalam penggunaan bahasa tulis formal, sehingga
perbaikan kalimat di atas adalah sebagai berikut ini.
Bentuk baku:
“Info mobil sewaan diantar jemput dengan harga 300.000/24 jam.”
21

“Apa 300.000 sudah dengan sopir?”


c. Analisis 3

Bentuk Tidak Baku:


“Kalo ga nanjak2 mah aku dan bu kiki berani sih aman.”
Kesalahan sintaksis pada unggahan di atas terdapat kesalahan
dalam penyingkatan, penggunakan kata tidak baku, reduplikasi kata yang
salah, dan pengaruh bahasa daerah. Sesuai dengan pedoman ejaan bahasa
indonesia seharusnya kata “kalo” dan “ga” tidak dilakukan penyingkatan
seperti pada unggahan di atas. Pada kata “nanjak2” terdapat dua kesalahan
sintaksis, pertama penggunaan kata tidak baku yaitu, kata “nanjak” serta
reduplikasi kata yang salah yaitu, penggunaan angka 2 sebagai tanda
reduplikasi. Penggunaan kata “mah” pada unggahan di atas terpengaruh
bahasa daerah yang lazim digunakan dalam bahasa dialek sunda, sehingga
perbaikan kalimat di atas adalah sebagai berikut ini.

Bentuk baku:

“Aku dan Bu Kiki berani sih kalau jalannya tidak ada tanjakan.”

d. Analisis 4

Bentuk tidak baku:


1) Ga boleh bawa koper
2) Belanja oleh2 maks 30 menit
22

Terdapat beberapa kesalahan sintaksis pada unggahan di atas.


Penggunaan kata tidak baku, reduplikasi kata yang salah, tidak memiliki
subjek dan penyingkatan kata yang salah. Kedua kalimat dalam ungghan
di atas termasuk kalimat buntung karena tidak memiliki subjek. Sesuai
dengan pedoman penulisan bahasa Indonesia penggunaan kata “ga” dan
“maks” seharusnya tidak dilakukan penyingkatan. Selain itu, kata “ga”
merupakan kata tidak baku dari kata “tidak”. Redupliasi kata pada “oleh2”
seharusnya tidak menggunakan angka karena secara harfiah angka 2 tidak
bermakna reduplikasi. Maka perbaikan kalimat di atas adalah sebagai
berikut ini.

Bentuk Baku:
1) Tidak boleh bawa koper
2) Belanja oleh-oleh maksimal 30 menit
e. Analisis 5

Bentuk tidak baku:

“Pagi kita ke pantai aja dl langsung”

“Baru setelah itu stay di sekitaran malioboro”

Kesalahan sintaksis pada unggahan di atas terdapat penggunaan


bahasa asing, penggunaan singkatan yang salah, dan penggunaan bahasa
tidak baku. Sesuai dengan pedoman pelulisan bahasa Indonesia,
penggunaan bahasa asing pada kata “stay” seharusnya diterjemahkan
terlebih dahulu untuk memudahkan masyarakat dengan pendidikan rendah
memahami makna kata. Penggunaan singkatan yang tidak seharusnya pada
kata ”dl” dan penggunaan kata tidak baku dari kata “aja” yang seharusnya
23

menggunakan kata “saja”. Maka perbaikan kalimat di atas adalah sebagai


berikut ini.

Bentuk baku:

“ Pada pagi hari kita pergi ke pantai saja langsung”

“Baru setelah itu, kita tinggal di sekitaran Malioboro”

3. Kesalahan sintaksis dalam media sosial Instagram


a. Analisis 1

Kalimat Bentuk Tidak Baku:


“Gaada manusia yg ga kenal gadget tentunya.”
Kesalahan yang bercetak miring pada kalimat di atas termasuk
kategori susunan kata yang tidak tepat juga penulisan berbahasa yang tidak
baku. Berdasarkan pedoman kaidah penulisan Bahasa Indonesia, pada kata
tentunya terdapat pengaruh dari terjemahan harfiah Bahasa asing kedalam
Bahasa Indonesia. Kaidah Bahasa Indonesia dengan Bahasa asing yang
berbeda tersebut menyebabkan terjadi kesalahan berbahasa. Sebaiknya
diperbaiki menjadi kalimat berikut ini.
Kalimat Bentuk Baku:
“Tentunya, tidak ada manusia yang tidak mengenal gadget.”
b. Analisis 2

Kalimat Bentuk Tidak Baku:


“Sedap d tengok kan”
24

Kesalahan yang bercetak miring pada kalimat di atas termasuk


kategori adanya pengaruh bahasa daerah, penyingkatan konjungsi ‘di’, dan
kurangnya tanda baca yaitu tanda tanya. Kesalahan itu disebabkan oleh
adanya pengaruh dari bahasa daerah. Berdasarkan pedoman kaidah
penulisan bahasa Indonesia, pada kata sedap dan tengok mengalami
pengaruh adanya bahasa daerah yang sebaiknya diganti dengan enak dan
lihat. Sehingga perbaikan kalimat di atas sebagai berikut.
Kalimat Bentuk Baku:
“Enak dilihat, kan?”
c. Analisis 3

Kalimat Bentuk Tidak Baku:


“Begitu ramah dengan penggemarnya bak teman lama. Jefri Nichol tuai
banyak pujian dari netizen: “Jarang banget ada artis se friendly begini”
Kesalahan yang bercetak miring pada kalimat di atas termasuk
kategori penggunaan istilah asing. Kesalahan ini belum tentu dapat
dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah karena pada kalimat
tersebut terdapat istilah bahasa asing yang tidak dapat dipahami. Akan lain
halnya jika istilah asing yang dicetak miring pada kalimat di atas diganti
dengan istilah bahasa Indonesia. Istilah friendly diganti dengan ramah.
Sehingga menjadi kalimat berikut ini.
Kalimat Bentuk Baku:
“Begitu ramah dengan penggemarnya bak teman lama. Jefri Nichol tuai
banyak pujian dari netizen: “Jarang banget ada artis seramah begini”.’
d. Analisis 4
25

Kalimat Bentuk Tidak Baku:


“ Aneh pertanyaan kemana jawabannya kemana”
Kesalahan yang bercetak miring pada kalimat di atas termasuk
kategori penggunaan kata tanya yang tidak perlu. Berdasarkan analisis
kesalahan berbahasa yang digunakan, penggunaan kata tanya yang tidak
perlu dalam sebuah kalimat dapat terjadi karena kemungkinan besar
dipengaruhi oleh bahasa asing, ataupun kebiasaan yang dibiarkan dalam
penggunaan kata tanya yang penempatannya tidak tepat dan sebaiknya
dapat diganti dengan padanan bahasa Indonesia yang lebih tepat.
Perbaikan kalimat di atas sebagai berikut.
Kalimat Bentuk Baku:
“Aneh pertanyaan dan jawabannya tidak selaras”.
e. Analisis 5

Kalimat Bentuk Tidak Baku:


“Corona 80% aja bukan 98% tingkat kesembuhannya.”
Kesalahan pada kalimat di atas termasuk kategori kalimat tidak
logis. Berdasarkan analisis kesalahan berbahasa yang digunakan, kalimat
tidak logis terbentuk karena penulis kurang teliti serta kurang berhati-hati
dalam memilih kata. Penambahan kata tingkat kesembuhan, serta
melainkan membuat kalimat di atas menjadi logis. Perbaikan kalimat yang
tepat sebagai berikut.
Kalimat Bentuk Baku:
“Tingkat kesembuhan corona bukan 98% melainkan hanya 80%.”
B. Pembahasan
Di kota-kota besar di Indonesia kini sudah banyak anak-anak yang
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama mereka. Hal ini
disebabkan oleh penggunaan bahasa Indonesia yang biasa digunakan dalam
pergaulan di lingkungan sekolah maupun lingkungan rumah.
26

Banyaknya bahasa yang digunakan di Indonesia, terutama di kota-kota


besar, ditambah dengan mobilitas penduduk yang cukup tinggi, menyebabkan
terjadinya kontak bahasa dan budaya beserta segala peristiwa kebahasaan seperti
bilingualisme, alih kode, campur kode, interferensi dan integrasi. Maka
kebanyakan masyarakat Indonesia termasuk kategori bilingual atau multilingual
(Tarigan, 2010, hlm. 227). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peristiwa
campur kode tuturan lisan maupun tulisan.
Sama halnya yang terjadi pada kesalahan sintaksis yang terjadi dalam
unggahan media sosial yang penyusun telah analisis. Beberapa di antaranya
terdapat pengaruh bahasa asing dan bahasa daerah akibat campur kode yang
dilakukan penggungah. Hal tersebut bisa terjadi akibat kontak bahasa dan budaya
sehingga banyak penutur asli Indonesia dengan kategori bilingual dan
multilingual melakukan campur kode dalam unggahan media sosial. Kesalahan
sintaksis ini dalam sudut pandang sumber termasuk dalam kategori kesalahan.
Selain campur kode dalam penggunaan bahasa media sosial banyak
diantara kesalahan yang telah penyusun analisis terdapat kata yang tidak baku dan
kesalahan dalam penyingkatan kata. Hal ini terjadi karena ada unsur penghematan
dan kecepatan dalam pengiriman unggahan. Contohnya kata “ga” yang
seharusnya “tidak”, kata “dl” yang seharusnya “dulu”, dan kata “udh” yang
seharusnya “sudah”. Kesalahan sintaksis ini dalam sudut pandang sistem
linguistik termasuk dalam kategori kekeliruan.
Beberapa kesalahan yang penyusun analisis terdapat kesalahan susunan
kata yang tidak tepat. Hal ini berawal dari terjemahan harfiah bahasa daerah atau
bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Kaidah bahasa asing atau bahasa daerah
berbeda dengan Bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadi kesalahan
berbahasa. Kesalahan sintaksis ini dalam sudut pandang sumber termasuk dalam
kategori kesalahan.
Selain kesalahan sintaksis yang sebelumnya penulis bahas, terdapat pula
kalimat yang menghilangkan konjungsi (elispsis), tidak memiliki subjek dan
kalimat yang tidak memiliki predikat dan subjek (kalimat buntung) yang telah
penyusun analisis Hal ini terjadi karena ada unsur penghematan dan kecepatan
dalam pengiriman unggahan. Contohnya “Ga boleh bawa koper” dan “Belanja
27

oleh2 maks 30 menit” seharusnya “Tidak boleh bawa koper” dan “Belanja
oleh-oleh maksimal 30 menit.” Kesalahan sintaksis ini dalam sudut pandang
sistem linguistik termasuk dalam kategori kekeliruan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, penyusun mengambil simpulan sebagai berikut.
1. Unsur segmental yang digunakan dalam sintaksis dalam media sosial Twitter,
Instagram dan WhatsApp adalah frasa dan kalimat. Berdasarkan hasil
temuan, unsur segmental yang diunggah dalam media sosial Twitter,
Instagram dan WhatsApp masih ditemukan banyak kesalahan.
2. Salah satu kesalahan sintaksis yang sebelumnya penyusun analisis terdapat
kalimat yang menghilangkan konjungsi (elispsis), tidak memiliki subjek dan
kalimat yang tidak memiliki predikat dan subjek (kalimat buntung).
Contohnya “Ga boleh bawa koper” dan “Belanja oleh2 maks 30 menit”
seharusnya “Tidak boleh bawa koper” dan “Belanja oleh-oleh maksimal 30
menit.”
3. Beberapa di antara unggahan yang penyusun analisis terdapat pengaruh
bahasa asing dan bahasa daerah akibat campur kode yang dilakukan
penggungah. Hal tersebut bisa terjadi akibat kontak bahasa dan budaya
sehingga banyak penutur asli Indonesia dengan kategori bilingual dan
multilingual melakukan campur kode dalam unggahan media sosial. Selain
itu, kesalahan sintaksis dalam media sosial Twitter, Instagram dan WhatsApp
karena ada unsur penghematan dan kecepatan dalam pengiriman unggahan.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis masih ditemukan masyarakat kurang memahami
prinsip ketatabahasaan. Sehubungan dengan hal tersebut, penyusun ingin
memberikan beberapa saran umumnya untuk para pembaca. Pengunggah harus
diberikan pemahaman yang lebih terhadap prinsip penggunaan ketatabahasaan
agar lebih bijak dalam menggunakan bahasa dalam media sosial.

28
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, dkk. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka


Cipta.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta CV.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. (2021). Pengajaran Analisis
Kesalahan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai