Anda di halaman 1dari 16

Bahasa Indonesia di ruang publik dan Bahasa pers

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas ujian akhir semester

pada Mata kuliah “Bahasa Indonesia”.

Dosen pengampu :

Rahmi Zanatika, Spd., Mpd.

Disusun oleh:

Ria Rizky ( 71200612011 )

Program Studi Ilmu Sosial dan Politik


Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Sumatera Utara
2020

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Bahasa di ruang public dan Bahasa pers” ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok ibu
Rahmi Zanatika pada mata kuliah Bahasa Indonesia prodi FISIP (Fakultas Ilmu Sosoial dan Ilmu
Politik) jurusan ilmu komunikasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Bahasa Indonesia di ruang publik dan Bahasa Pers” bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Rahmi Zanatika, selaku dosen mata kuliah Bahasa
Indonsia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 15 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4

1.1 Latar belakang masalah............................................................. 4

1.2 Rumusan masalah .................................................................... 5

1.3 Tujuan masalah......................................................................... 5

1.4 Manfaat..................................................................................... 5

BAB II Pembahasan ................................................................................. 7

2.1 Bahasa Indonesia di ruang publik............................................. 7

2.2 Bahasa Pers............................................................................... 10

BAB III Penutup ..................................................................................... 8

3.1 Kesimpulan

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penggunaan bahasa yang benar menurut kaidah EYD merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam hal tulis-menulis. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah
sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah mengarang. Kaidah-kaidah ini
saling mendukung sehingga tulisan menjadi lebih berstruktur dan bernilai serta lebih mudah
dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Namun pada kenyataannya, masih banyak kesalahan
pada penggunaan bahasa yang disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap hakikat
penggunaan bahasa yang benar menurut EYD. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi kesalahan
ejaan dan kesalahan penggunaan kalimat. Kesalahan penggunaan ejaan maupun kalimat dapat
ditemukan di berbagai media cetak, seperti undangan, spanduk, surat dinas, majalah, dan juga
selebaran iklan ataupun pengumuman yang sering ditempelkan di berbagai tempat. Pada
penulisan skripsi ini, penulis memberi perhatian lebih terhadap kesalahan ejaan dan kesalahan
tanda baca pada media ruang yang terdapat di ruang publik. Bahasa merupakan unsur yang tidak
dapat dipisahkan dengan manusia dalam kehidupan kesehariannya. Dalam melakukan
aktifitasnya, manusia tidak terlepas dari menggunakan bahasa. Bahasa adalah bagian dari
kehidupan manusia untuk berkomunikasi sesama manusia.
Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting. Budaya dan bahasa
merupakan dua sistem yang sangat penting. Kebudayaan adalah sistem yang mengatur interaksi
manusia, kebahasaan sebagai sarana berlangsungnya interaksi tersebut. Kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional tidak serta merta menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa-ibu bagi kebanyakan masyarakat kita. Kita lebih cenderung memakai bahasa daerah
dalam percakapan sehari-hari. Oleh karena itu, bahwa bahasa merupakan alat komunikasi
manusia, baik lisan maupun tulisan. 2 Penting tidaknya suatu bahasa dapat juga didasarkan pada
patokan seperti jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni
sastra, dan pengungkap budaya (Alwi, 1998:1) dalam Syamsurizal, 2017: 60.
Kesalahan berbahasa menurut Setyawati adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari
norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. Istilah kesalahan

4
berbahasa memiliki pengertian yang beragam, Corder (1985:1-35) menggunakan 3 (tiga) istilah
untuk membatasi kesalahan berbahasa, yaitu: 1) Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat
penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai
dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan inidiistilahkan “slip of the pen”.
Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya, 2) Error adalah
kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code),
3) Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata atau
ungkapan untuk suatu situasi tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana kajian struktural bahasa dalam kesalahan berbahasa ruang publik?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di ruang public dan pada Bahasa pers

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan kajian struktural bahasa dalam kesalahan berbahasa ruang publik.
2. Mendeskripsikan pengaruh penggunaan bahasa asing dan daerah dalam ruang public dan pada
Bahasa pers.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat menambah keilmuan
kaitannya dengan kesalahan berbahasa, dan dapat bermanfaat guna menambah wawasan dalam
mengkaji lebih dalam tentang bentuk-bentuk kesalahan berbahasa di ruang publik.
2. Manfaat Parktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pembaca,
khususnya masyarakat Grobogan, Purwodadi dan sekitarnya agar mampu meningkatkan
pemahaman terhadap bentuk-bentuk kesalahan berbahasa pada iklan maupun tulisan lainnya
yang ada di ruang publik. Selain itu masyarakat dapat lebih pintar dalam memilih bahasa dalam
menuliskan suatu kata yang terdapat disebuah iklan maupun informasi agar dapat dimengerti isi

5
maupun makna yang terkandung dalam iklan tersebut, dan mudah dimengerti pembaca maupun
masyarakat lainnya.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahasa Indonesia di ruang publik

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan bahasa resmi. Sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi, bahasa Indonesia memiliki fungsi yang sangat banyak. Salah satu fungsinya
adalah bahasa Indonesia digunakan dalam acara resmi dan ruang publik.

Publik itu bermakna umum atau siapa saja. Ruang publik itu ruang umum atau ruang
siapa saja dan untuk siapa saja. Ruang publik di Indonesia merupakan ruang umum atau ruang
untuk siapa saja khususnya masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Karena
masyarakat Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika, bahasa Indonesia harus mengisi ruang-ruang
publik.

Bahasa suku bangsa tertentu tidak boleh mengisi ruang publik. Bahasa Jawa tidak boleh
mengisi ruang publik. Sulit dipahami oleh suku bangsa lain seperti Bugis ataupun Alor jika di
ruang publik itu digunakan bahasa Jawa. Dengan digunakannya bahasa Indonesia di ruang
publik, masyarakat Indonesia dari provinsi atau desa mana pun di Indonesia dapat memahami
ungkapan yang ditulis dalam bahasa Indonesia itu.

Di ruang publik juga tidak boleh digunakan bahasa asing, baik bahasa Inggris maupun
bahasa asing lain. Hal itu juga berkenaan dengan pemahaman publik. Jika ditulis dalam bahasa
asing, publik bisa tidak memahami ruang publik itu, meskipun mungkin ada anggota masyarakat
yang dapat memahaminya. Karena kebanyakan masyarakat kita tidak memahami bahasa asing
dengan baik, tentu ruang publik berbahasa asing tidak dapat dipahami.

Pada saat memasuki suatu wilayah di Indonesia, kita sering menyaksikan tulisan
sambutan di gapura atau gerbang jalan. Wilayah itu termasuk ruang publik. Karena itu, harus
digunakan bahasa Indonesia. Tulisan yang seyogyanya tertera misalnya Selamat datang di Kota
Semarang, bukan Sugeng rawuh atau Welcome to Semarang. Tulisan sugeng
rawuh dan welcome to Semarang tidak dipahami oleh semua orang Indonesia.

7
Bagaimanakah jika kita ingin melestarikan bahasa Jawa? Bagaimanakah jika kita ingin
memperkenalkan ungkapan sugeng rawuh kepada suku bangsa lain di Indonesia? Nah,
pertanyaan itu sangat bagus. Pemerintah harus bisa mengakomodasi keinginan warga masyarakat
Jawa juga. Akan tetapi, tetap kita harus mengutamakan bahasa Indonesia. Ungkapan bahasa
Indonesia Selamat datang itu yang harus diutamakan. Lalu, ungkapan bahasa Jawanya sugeng
rawuh boleh ditulis di bawahnya. Dengan begitu, anggota masyarakat Indonesia yang datang dari
jauh seperti dari Ternate atau Ende mendapat sedikit pengetahuan tentang ungkapan selamat
datang dalam bahasa Jawa, yaitu sugeng rawuh.
Pertanyaan lain adalah bagaimanakah kalau tempat itu sering dikunjungi oleh turis asing.
Bolehkah nama tempat itu ditulis dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris? Bolehkah Candi
Borobudur kita ganti dengan Borobudur Temple? Jawabnya tidak boleh. Kita harus tetap
mengutamakan bahasa Indonesia. Jadi, tulisan nama tempat itu tetap
Candi Borobudur. Bolehkah ada tulisan bahasa Inggrisnya di bawahnya seperti sugeng rawuh di
bawah selamat datang? Jawabnya boleh. Dalam papan nama tempat wisata itu ditulis Candi
Borobudur dan di bawahnya ditulis Borobudur Temple. Dengan demikian, kita tetap
mengutamakan bahasa Indonesia di ruang publik.

Berikut contoh pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik.

1 Pangkas Rambut bukan Barber Shop

2 Penjahit Eropa bukan Eropa Tailor

3 Hotel Ibis bukan Ibis Hotel

4 Rehat Kopi bukan Coffee Break

5 Bank Mayapada bukan Mayapada Bank

8
6 Pusat Bahasa bukan Language Center

7 Kolam Renang bukan Swimming Pool

8 Berbahaya bukan Danger

9 Rumah Sakit Hermina bukan Hermina Hospital

10 Tempat Istirahat bukan Rest Area

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahasa Jurnalistik

2.1.1 Pengertian Bahasa Jurnalistik


Bahasa merupakan sebuah alat utama yang digunakan untuk berkomunikasi, baik secara
individu maupun secara kelompok. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa
merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh masyakat untuk
bekerjasama, berinteraksi serta mengidentifikasi diri. Bahasa dianggap juga sebagai alat
komunikasi yang efektif dalam menyampaikan sebuah informasi. Jelas tidaknya informasi yang
disampaikan kepada khalayak dapat ditentukan oleh benar tidaknya bahasa yang digunakan.

Jurnalistik merupakan kegiatan yang berkaitan dengan penulisan laporan harian yang
dipublikasikan. Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata joun dalam bahasa Prancis yang
berarti catatan atau laporan harian. Sedangkan menurut Sumadiria (2016:4), jurnalistik dapat
diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari.
Onong Uchjana Effendy menegaskan, jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola
berita mulai dari mendapatkan bahan hingga menyebarluaskan kepada masyarakat (Sumadiria,
2016:4).

Sedangkan bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa yang berfungsi


sebagai bahasa pengantar pada pemberitaan, biasa digunakan dalam media cetak maupun media
elektronik. Dikutip pada wikipedia menyatakan bahasa 10 Jurnalistik merupakan salah satu
ragam Bahasa Indonesia, bukan pula sebuah Bahasa yang khusus hingga berbeda sekali dengan
Bahasa Indonesia. Namun dari perbedaan tersebut tetap memperhatikan kaidah tata bahasa, ejaan
dan tanda baca seperti penggunaan Bahasa Indonesia pada umumnya.

Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu variasi
bahasa yang digunakan dikalangan jurnalis untuk menyampaikan informasi tertulis dalam
berkomunikasi. Sumadiria (2016:7) mengemukakan bahwa, bahasa jurnalistik merupakan bahasa

10
yang digunakan oleh wartawan, redaktur, atau pengelola media massa dalam menyusun,
menyajikan, memuat, menyiarkan dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau
pernyataan yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami
isinya dan cepat ditangkap maknanya.

2.1.2 Fungsi Bahasa Jurnalistik

Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Keraf dalam
Sumadiria membagi fungsi utama bahasa menjadi 4 bagian, diantaranya adalah:
1. Alat menyatakan ekspresi diri Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan segala
sesuatu yang ada pada diri seseorang, baik berupa ungkapan perasaan, pemikiran, serta
suatu kemauan yang dimilikinya.
2. Alat komunikasi Bahasa merupakan saluran untuk menyampaikan maksud dan tujuan
seseorang. Dengan berkomunikasi, seseorang dapat mengutarakan semua yang ia rasakan
kepada orang lain.
3. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial Bahasa sebagai alat komunikasi,
memungkinkan seseorang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial.
Umumnya anggota masyarakat dapat dipersatukan melalui bahasa.
4. Alat mengadakan kontrol sosial Kontrol sosial merupakan usaha yang digunakan untuk
memengaruhi tingkah laku seseorang. Sebagai alat kontrol, bahasa memiliki peran
penting pada saat menyampaikan gagasan maupun pikiran kepada orang lain.

Menurut Alwi (2010:15) fungsi bahasa baku terbagi menjadi empat diantaranya adalah:
1. Fungsi pemersatu: Bahasa baku dapat menghubungkan seluruh penutur berbagai dialek
bahasa serta mempersatukan mereka menjadi satu kesatuan masyarakat.
2. . Fungsi pemberi kekhasan: Bahasa baku dapat membedakan dengan bahasa yang lain.
Berdasarkan fungsi tersebut, bahasa baku dapat memperkuat perasaan kepribadian
nasional masyarakat.
3. Fungsi pembawa kewibawaan: Fungsi ini bersangkutan dengan usaha orang untuk
mencapai kesetaraan derajat. Penutur bahasa Indonesia yang mahir, akan memperoleh
wibawa di mata orang lain.

11
4. Fungsi sebagai kerangka acuan: Fungsi ini memiliki estetika bahasa yang tidak saja
terbatas pada bidang sastra, melainkan dapat menjangkau segala jenis bahasa yang
menarik.

Berbagai macam fungsi bahasa seperti sarana ekspresi diri, alat berkomunikasi, integrasi dan
adaptasi, kontrol sosial, pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa kewibawaan, kerangka acuan
dan lain sebaginya. Berdasarkan sekian banyak fungsi bahasa, pada dasarnya bahasa jurnalistik
hanyalah salah satu ragam bahasa yang tunduk pada kaidah bahasa baku. Sebagai salah satu
ragam, bahasa jurnalistik memiliki sarat fungsi. Oleh sebab itu, bahasa jurnalistik seharusnya
dipelajari, didalami dan diawasi, agar tidak keluar dari aturan yang telah ditentukan (Sumadiria,
2016:13).

2.1.3 Karakteristik Bahasa Jurnalistik


Sumadiria mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Bahasa Jurnalistik, yakni terdapat 17
ciri utama dari bahasa jurnalistik (Sumadiria, 2016:14-20), antara lain:

1. Sederhana: dalam hal ini jurnalis harus memilih kata atau kalimat yang mudah untuk
dipahami oleh khalayak atau pembaca
2. Singkat: bahasa jurnalistik dilarang bertele-tele, tidak menyulitkan pembaca dan langsung
menuju kepada pokok pembahasan
3. Padat: bahasa jurnalistik harus sarat akan informasi, maksudnya setiap kalimat hen
daknya selalu memuat informasi yang penting, menarik serta layak untuk
disajikan kepada pembaca
4. Lugas: setiap pesan yang disajikan harus tegas dan tidak ambigu, agar tidak
membingungkan pembaca dalam memahami sebuah berita yang disampaikan
5. Jelas: bahasa jurnalistik harus mudah dipahami atau mudah ditangkap maksudnya
6. Jernih: tidak menyembunyikan sesuatu yang bersifat negatif
7. Menarik: bahasa jurnalistik hendaklah mampu membangkitkan minat khalayak, memicu
selera baca dan memunculkan rasa penasaran kepada pembaca agar selalu timbul
keinginan untuk terus membaca

12
8. Demokratis: bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan maupun pangkat seseorang.
Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun setara, dalam hal teknik penyajian informasi
semuanya diperlakukan sama
9. Populis: setiap diksi, istilah, kata, maupun kalimat harus akrab di telinga, mata juga
benak pikiran pembaca
10. Logis: setiap kata, istilah, serta kalimat dalam karya jurnalistik harus dapat diterima
dengan akal sehat
11. Gramatikal: setiap kata, istilah, juga kalimat dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti
kaidah tata bahasa baku
12. Menghindari kata tutur: bahasa jurnalistik hendaknya menghindari penggunaan bahasa
sehari-hari secara informal
13. Menghindari kata dan istilah asing: sebaiknya tidak terlalu banyak menggunakan istilah
asing. Selain tidak informatif dan komunikatif, hal tersebut juga dapat membingungkan
pembaca
14. Pilihan kata (diksi) yang tepat: setiap kata yang dipilih dalam bahasa jurnalistik
hendaklah menggunakan kata yang tepat
15. Mengutamakan kalimat aktif: kalimat aktif lebih disukai oleh pembaca ketimbang
kalimat pasif
16. Menghindari kata atau istilah teknis: bahasa jurnalistik hendaknya harus sederhana,
mudah dipahami serta ringan untuk dibaca
17. Tunduk kepada kaidah etika: bahasa jurnalistik harus baku, benar dan baik. Dalam etika
berbahasa, pers tidak diperbolehkan untuk menulis kata-kata yang vulgar, tidak sopan,
sumpah serapah, hujatan dan makian. Jurnalis juga tidak diperkenankan untuk menulis
menggunakan kata-kata porno dengan tujuan membangkitkan fantasi seksual khalayak
pembaca.

Menurut Rosihan Anwar dalam Sumadiria (2016:6) bahasa yang digunakan wartawan
dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa pers merupakan salah satu ragam bahasa
yang memiliki sifat khas yakni: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Sifat-
sifat itulah yang harus diperhatikan dalam menyusun karya jurnalistik. Oleh sebab itu patutlah

13
seorang jurnalis paham betul akan karakteristik bahasa pers, agar pesan yang disampaikan oleh
jurnalis dapat mudah dipahami oleh khalayak.

Menurut JS Badudu (1988) dalam Rahmalia (2007:24) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat
khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik dan jelas. Sifat-sifat tersebut haruslah
dimiliki oleh bahasa pers mengingat portal berita online dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat
yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Oleh sebab itu ciri-ciri yang harus dimiliki bahasa
jurnalistik yakni sebagai berikut:
a. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus disajikan secara singkat dengan menghindari
penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
b. Padat, artinya seluruh informasi yang dibutuhkan oleh pembaca telah tersaji didalamnya
dengan menerapkan prinsip 5W+1H. Hal itu didukung dengan penerapan ekonomi kata
dan membuang kata-kata yang mubazir.
c. Sederhana, artinya bahasa pers seyogyanya memilih kalimat tunggal dan sederhana,
bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit dan kompleks. Kalimat yang praktis, efektif
dan tidak berlebihan pengungkapannya.
d. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan makna sebuah informasi secara
langsung, dengan menghindari bahasa yang berlebihan atau berbunga-bunga.
e. Menarik, artinya menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh dan berkembang
untuk dirangkai menjadi sebuah berita yang menarik pembaca.
f. Jelas, artinya sebuah informasi yang disampaikan dengan mudah, dapat dipahami oleh
khalayak atau pembaca. Struktur kalimat yang digunakan tidak menimbulkan makna
ganda atau disebut dengan ambigu.

Berdasarkan sifat-sifat bahasa jurnalistik di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam
penyampaian karya jurnalistik tidaklah asal menulis saja. Tetapi terdapat rambu-rambu yang
harus dipatuhi oleh setiap jurnalis dalam menyajikan sebuah berita yang baik dan benar sesuai
dengan kaidah yang ada. Oleh sebab itu, sejatinya sebuah berita haruslah dikemas dengan bahasa
yang menarik dan sederhana, namun dalam penulisannya tetap memperhatikan ejaan yang benar.

14
Sehubungan dengan hal tersebut, karya jurnalistik juga dibatasi oleh keharusan seorang
wartawan dalam menyampaikan informasi secara cepat. Kusumaningrat (2016:165)
mengemukakan bahwa, “journalism is history in a hurry,” jurnalisme adalah sejarah yang ditulis
secara tergesa-gesa. Berdasarkan 16 pernyataan tersebut, memang banyak jurnalis yang hanya
mengejar kecepatan saja. Oleh sebab itu, jurnalis harus menggunakan bahasa yang sesuai yakni
secara singkat, padat, sederhana, lugas, menarik dan jelas agar karya jurnalistik mudah dipahami
oleh pembaca.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Fenomena penggunaan bahasa pada ruang publik dan pada ruang jurnalistik didominasi
oleh penggunaan bahasa asing dan bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah. Kesalahan
penulisan bahasa Indonesia yang ditemukan mencakup kesalahan ejaan, kata, tanda baca, unsur
serapan, pilihan kata, dan kalimat. Faktor-faktor yang memengaruhi kedua kondisi tersebut
adalah responden tidak mengetahui adanya landasan hukum (undang-undang) penggunaan
bahasa Indonesia di ruang publik dan tidak mengetahui kaidah bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Selain itu, responden bersikap positif terhadap bahasa asing dan cenderung bersikap
negatif terhadap bahasa Indonesia

16

Anda mungkin juga menyukai