Dosen : Pa ????
Disusun oleh :
D3 Keperawatan
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.3 Tujuan……………………......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
3.1 Simpulan...............................................................................................................17
3.2 Saran......................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
Apakah penggunaan bahasa Indonesia saat ini sudah baik dan benar ? Atau malah
sebaliknya? Apakah pemakai bahasa Indonesia telah memenuhi faktor-faktor komunikasi,
serta telah memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan ?
Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah melalui analisis kesalahan
berbahasa, lalu bagaimanakah cara kita menganalisisnya ? Hal itulah yang akan dibahas
dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dibuat suatu rumusan masalah yaitu sebagai
berikut :
1) Apa pengertian kesalahan berbahasa?
2) Bagaimana bahasa Indonesia yang baik dan benar?
3) Apa saja kategori kesalahan berbahasa?
4) Apa saja sumber kesalahan berbahasa?
1.3 Tujuan
Penulisan makalah diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
bagi penulis pada khususnya. Tujuan penulisan karya tulis ini untuk :
1) Menjelaskan tentang pengertian kesalahan berbahasa
2) Menjelaskan tentang bahasa Indonesia
3) Menjelaskan tentang kategori kesalahan berbahasa
4) Menjelaskan tentang sumber kesalahan berbahasa
BAB II
PEMBAHASAN
1. Crystal (dalam Pateda, 1989:32), analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk
mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara sistematis
kesalahan-kesalahan yang dibuat siswa yang sedang belajar bahasa kedua atau bahasa
asing dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur berdasarkan linguistik.
2. Tarigan (1990:68), analisis kesalahan berbahasa adalah suatu proses kerja yang
digunakan oleh para guru dan peneliti bahasa dengan langkah-langkah pengumpulan
data, pengidentifikasian kesalahan yang terdapat di dalam data, penjelasan kesalahan-
kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta
pengevaluasian taraf keseriusan kesalahan itu
3. Corder, kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode bahasa (breanchas of
code). Pelanggaran terhadap kode ini bukankah hal yang bersifat fisik semata-mata,
melainkan merupakan tanda akan kurang sempurnanya pengetahuan dan penguasaan
terhadap kode.
Demikian juga kata-kata yang disebut sebagai deiksis, yakni kata yang rujukannya
berubah-ubah sesuai dengan pembicara dan konteksnya (Purwo, 1985), ternyata juga sulit
dikuasai anak. Kata-kata tersebut adalah “saya”, “aku”, “engkau”, “kamu”, “mereka”,
“disini”, “disana”, “disitu”, “sekarang”, “besok”, dan “nanti”. Sebagai contoh kata “saya”,
siapakah saya itu? Kata “saya” rujukannya berubah-ubah bergantung pada siapa yang
berbicara. Jika kata itu digunakan oleh Ali, maka saya itu mengacu pada Ali. Tetapi, apabila
kata itu digunakan oleh Umar, saya itu mengacu pada Umar. Kata saya dapat mengacu pada
Ali, Umar, dan bahkan pada siapa saja yang menggunakan kata itu.
Berdasarkan gambaran kasar tentang sumber kesalahan berbahasa itu dapat dilihat
bahwa sumber kesalahan berbahasa itu meliputi transfer interlingual ,dan transfer intralingual
(cf. Brown, 1980). Berikut ini Anda akan mempelajari tiap-tiap sumber kesalahan berbahasa
tersebut.
Transfer Interlingual
Tahap awal pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakni
pemindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua atau bahasa
yang sedang dipelajari siswa. Misalnya, murid Anda adalah seorang anak yang berbahasa ibu
bahasa Jawa. Pada tahap awal pembelajaran anak itu akan tampak masuknya unsur-unsur
bahasa pertamanya, yaitu bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Artinya, ketika anak itu
berbicara atau menulis dalam bahasa Indonesia, akan terdapat unsur-unsur bahasa Jawa yang
digunakan dalam tuturan atau tulisannya. Misalnya, pada saat berbicara, tampak dengan jelas
masuknya unsur intonasi bahasa Jawa ketika anak itu berbahasa Indonesia. Bahkan mungkin
juga tampak jelas masuknya unsur tata bentuk, tata kalimat, bahkan unsur leksikal bahasa
pertama ke dalam bahasa Indonesia. Mengapa hal itu terjadi? Pada tahap awal itu, sebelum
sistem bahasa kedua, yakni sistem bahasa Indonesia dikuasai dengan baik oleh si anak, hanya
bahasa pertamalah yang ada dalam benak pembelajar. Sistem yang sudah akrab itu
digunakannya untuk membantu memperlancar proses komunikasi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa sumber kesalahan berbahasa anak dapat disebabkan oleh masuknya unsur-unsur
bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua, yakni bahasa Indonesia. Kesalahan
berbahasa anak dapat dilacak dari bahasa pertama anak yang belajar bahasa Indonesia.
Contoh-contoh transfer dari bahasa Jawa, bahasa Batak, dan bahasa Bali berikut ini
akan dapat memberikan gambaran tentang transfer interlingual tersebut.
Ayah pergi ke sawah mencari dhadhuk. Kata dhadhuk adalah kosakata bahasa Jawa
yang ditransfer ke dalam bahasa Indonesia. Anak mengalami kesulitan untuk menyebutkan
kata itu dalam bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia padanan yang cocok untuk
kata itu tidak ada. Lazimnya kata itu harus dikatakan sebagai daun tebu yang sudah kering.
Tidak ada padanan satu lawan satu kata dhadhuk dalam bahasa Indonesia. Bandingkan,
misalnya, kata klambi, pitik, manuk, dan sebagainya yang mempunyai padanan satu lawan
satu dalam bahasa Indonesia, yakni baju, ayam, burung. Karena terdapat perbedaan antara
kosakata bahasa Indonesia dengan kosakata bahasa Jawa tersebut, si anak cenderung
memindahkan begitu saja kosakata bahasa Jawa itu ke dalam tuturan bahasa Indonesianya.
Munculah juga kata dhadhuk dalam bahasa Indonesia
Transfer dari Bahasa Batak
Yang sering terjadi transfer dari bahasa Batak itu adalah dalam ragam lisan. Anak-
anak yang berbahasa pertama bahasa Batak cenderung untuk melafalkan e lemah seperti pada
/kera/ menjadi /e/ keras seperti pada kata /sate/. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila
anak-anak yang berbahasa pertama bahasa Batak akan melafalkan kata-kata di bawah ini
sebagai berikut.
<mesra> <pilek>
<tenang> <telaga>
<perang>
Seharusnya huruf <e> pada kata-kata tersebut di atas dilafalkan sebagai /e/ lemah.
dan tidak sebagai /e/ keras.
Dalam ragam lisan siswa dari Bali cenderung untuk mentransfer bunyi [th] Bali ke
dalam bahasa Indonesia. Perhatikan anak-anak Bali melafalkan kata-kata berikut mi.
Bahasa Indonesia hanya mengenal bunyi [t] dan tidak mengenal bunyi [th]. Tetapi,
sebaliknya, bahasa Bali hanya mengenal bunyi [th] dan tidak mengenal bunyi [t].
Transfer Intralingual
Sumber kesalahan berbahasa dapat dilacak dari sistem bahasa kedua yang dipelajari
oleh siswa. Jika siswa itu belajar bahasa Indonesia, sumber kesalahan berbahasanya dapat
dilacak dari sistem atau kaidah-kaidah dalam bahasa Indonesia itu sendiri. Kaidah itu dapat
meliputi kaidah tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, kaidah leksikal, bahkan kaidah semantik.
Berdasarkan hasil penelitian, tampak bahwa sumber kesalahan ini merupakan sumber
kesalahan terbesar. Bahasa pertama atau bahasa ibu yang sering dituduh sebagai sumber
kesalahan terbesar berbahasa kedua itu ternyata hanya menjadi faktor penyebab yang kecil
saja, yakni kira-kira 13 persen; sedangkan selebihnya adalah sumber dari sistem bahasa
kedua itu sendiri (Dulay, 1982).
(1) Penghilangan awalan me- dan her- dalam bentuk-bentuk bahasa Indonesia.
Contoh:
Contoh:
Ada partikel yang dihilangkan pada contoh di atas, yakni partikel dengan, ke, dan di
pada bentuk sesuai pendapat, pergi Surabaya, dan ada rumah. Seharusnya bentuk tersebut
adalah “sesuai dengan pendapat”, “pergi ke Surabaya”, dan “ada di rumah”.
(1) Penggunaan gaya bahasa tautologi, yakni penggunaan kata yang sama atau mirip
maknanya secara bersamaan.
Contoh:
Pada tiap-tiap kalimat di atas terdapat kata yang mempunyai makna yang sama,
harusnya penutur memilih satu bentuk untuk tiap-tiap kalimat. Jadi, kalimat tersebut akan
menjadi benar apabila dibenahi menjadi seperti ini:
“Jumlah orang yang hadir 30 orang”, atau “Yang hadir berjumlah 30 orang”.
“Demi pacarnya, ia rela berkorban harta dan jiwa”, atau “Untuk pacarnya, ia rela
berkorban harta dan jiwa”.
“Agar berhasil, ia bekerja keras, atau “Supaya berhasil, ia bekerja keras”
“Pancasila merupakan dasar negara”, atau “Pancasila adalah dasar negara”.
“Sejak kecil ia sakit-sakitan, atau “Dari kecil ia sakit-sakitan”.
Contoh:
la naik ke atas.
Ali sedang turun ke bawah.
Murid yang rajin itu disuruh gurunya maju ke depan.
Kata naik sudah mengandung pengertian ‘ke atas’. Demikian juga turun, maju sudah
mengandung pengertian ‘ke bawah’ dan ‘ke depan’. Oleh sebab itu, penggunaan kata ke atas,
ke bawah, ke depan tidak diperlukan lagi. Kalimat itu akan menjadi baku bila dibenahi
sebagai berikut:
Contoh:
Bentuk genitif atau frase kepunyaan dalam bahasa Indonesia tidak perlu
menggunakan bentuk daripada atau dari. Jadi, sebaiknya kalimat di atas dibenahi menjadi
seperti ini:
Contoh:
Bentuk mengelola dan mengkikis merupakan bentuk yang salah karena analogi yang
keliru. Bentuk kelola yang merupakan bentuk dasar diduga oleh pembelajar sebagai bentuk
turunan yang berasal dari bentuk lola yang mendapatkan awalan ke-, seperti bentuk lain,
yakni kekasih, ketua, kehendak yang memang berasal dari tua, kasih, dan hendak yang dapat
dibentuk menjadi dituakan, dikasihi, hendaknya. Dengan menganalogikan bentuk-bentuk
tersebut lahirlah bentuk melola. Demikian juga bentuk mengkikis merupakan analogi yang
salah dari bentuk mengkaji. Jika dari kaji dapat dibentuk mengkaji, mengapa kikis tidak dapat
dijadikan mengkikis? Begitulah pola pikir pembelajar bahasa dan terjadilah kesalahan yang
disebut analogi yang keliru atau generalisasi yang berlebihan.
Contoh:
Bentuk mempertanggungkan jawab merupakan bentuk yang salah. Jika kata majemuk
mendapatkan awalan dan akhiran, maka awalan dan akhiran itu akan mempersenyawakan
unsur-unsurnya. Oleh sebab itu, bentuk yang benar ialah mempertanggungjawabkan.
Kalimat yang dalam bentuk pasif persona, yakni bentuk pasif yang pelakunya kata
ganti orang, urutan predikatnya adalah aspek + agen + verba (keterangan + pelaku – kata
kerja). Jadi, bentuk saya ingin laporkan, Saudara dapat kerjakan, kita harus perkenalkan
seharusnya diubah menjadi ingin saya laporkan, dapat Saudara kerjakan, harus kita
perkenalkan.
a. Penanggalan (omission), penutur bahasa menanggalkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa
yang diperlukan dalam suatu frase atau kalimat. Akibatnya terjadi penyimpangan konstruksi
frase atau kalimat.
b. Penambahan (addition), penutur bahasa menambahkan satu atau lebih unsur-unsur bahasa
yang tidak diperlukan dalam satu frase atau kalimat.
c. Kesalahan bentukan (misfromation), penutur membentuk suatu frase atau kalimat yang
tidak sesuai kaidah bahasa itu. Akibatnya konstruksi frase atau kalimat menjadi salah
(penyimpangan) kaidah bahasa.
Bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi
Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa
Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Penutur Bahasa Indonesia
seringkali memakai versi sehari-hari (kolokial) atau mencampuradukkan dengan dialek
Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Penggunaan Bahasa Indonesia
sangat luas terutama di perguruan-perguruan tinggi, surat-menyurat resmi, media massa,
sastra, perangkat lunak, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan
bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh seluruh warga Indonesia.
Terdapat 5 Ragam dalam laras bahasa yang digunakan, semua ragam dapat digunakan
dalam kondisi tertentu:
1. Ragam Resmi (Formal), yaitu bahasa yang dipakai dalam komunikasi resmi seperti rapat
resmi, pidato dan jurnal ilmiah. oleh karena itu memakai bahasa yang lebih sopan adalah
hal yang tepat.
2. Ragam Beku, yaitu bahasa yang digunakan pada acara hikmat dan sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti upacara pernikahan, keputusan pengadilan dan
kegiatan rohani.
3. Ragam Konsultatif, yaitu bahasa yang digunakan dalam pertukaran informasi atau
kegiatan transaksi dalam suatu percakapan yang membahas tentang suatu hal yang
diketahui oleh masing-masing pembicara seperti percakapan di sekolah atau di pasar.
4. Ragam Akrab, yaitu bahasa yang digunakan diantara orang yang memiliki hubungan
sangat akrab atau intim. seperti dalam pembicaraan berumah tangga
5. Ragam Santai (Casual), yaitu bahasa yang digunakan untuk acara yang bersifat tidak
resmi dan dapat dipakai untuk orang yang cukup akrab (misal teman) atau orang yang
belum dikenal dengan akrab (baru kenal). seperti pembicaraan dalam perkumpulan
dengan teman-teman
Dalam menggunakan Bahasa Indonesia, selain memperhatikan kata yang baik, maka
harus dilakukan dengan benar, maksud dari kata benar adalah bahasa indonesia yang sudah
disesuaikan dengan kaidah bahasa baku, baik dalam kaidah untuk bahasa baku tertulis
maupun bahasa baku lisan.
Berikut ini adalah 5 ciri-ciri ragam bahasa baku:
1. Menggunakan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun saat ini belum ada lafal baku
yang sudah ditetapkan, namun secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku ialah lafal
yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Contohnya : /habis/
dan bukan /abis/; /atap/ dan bukan /atep/; serta /kalau/ dan bukan /kalo/
2. Menggunakan ejaan yang resmi dalam ragam menulis. Ejaan yang berlaku hingga saat
ini dalam bahasa Indonesia adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Bahasa baku
harus mengikuti aturan ini.
3. Menggunakan kata-kata yang baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget;
uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
4. Menggunakan kaidah dalam tata bahasa yang normatif. Misalnya dengan menerapkan
suatu pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami
sedang ikuti.
5. Menggunakan kalimat secara efektif. Beberapa pendapat umum yang mengatakan bahwa
bahasa Indonesia itu bertele-tele, Dalam bahasa baku pun sebenarnya mengharuskan
komunikasi secara efektif, yaitu pesan pembaca atau penulis harus diterima oleh
pendengar atau pembaca persis dengan apa maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa di atas sebenarnya hanya nomor1 (lafal baku) dan nomor 3
(kata baku) yang paling sulit dilakukan oleh ragam bahasa. Penggunaan lafal baku dan kata
baku pada ragam konsultatif, santai dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi
tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
Setelah membahas aturan Bahasa Indonesia yang baik dan benar kita bisa menarik
kesimpulan bahwa Tata bahasa normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif bisa diterapkan
(dengan menyesuaikan lingkungan disekitar kita) mulai dari ragam beku hingga ragam akrab.
Penggunaan kata yang baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, akrab dan santai dapat
berakibat bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
Bahasa indonesia yang baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang
serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul.
Dari beberapa kalimat pada undang-undang dasar tersebut menunjukkan bahasa yang
sangat baku dan merupakan bahasa yang baik dan benar.
Penggunaan kata yang baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab
dapat berakibat bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi. Hal seperti ini
menyebabkan penggunaan Bahasa Indonesia yang tidak baik dan tidak tepat tempatnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesalahan dalam bidang semantik disebabkan pertama adanya penerapan gejala
hiperkoret dalam penyusunan kalimat seperti pengantian /E/ menjadi /e/, penggantian
fonem /sy/lmenjadi /s/, kedua adanya penerapan gejala peomsme dalam penyusunan kalimat.
3.2 Saran
http://muntijo.wordpress.com/2013/03/27/pengertian-berbahasa-indonesia-yang-baik-dan-
benar/
http://www.markijar.com/2017/05/penggunaan-bahasa-indonesia-yang-baik.html?m=1
http://apriliaw25.blogspot.com/2017/11/analisis-kesalahan-berbahasa-dalam.html?m=1
http://nuryantowiryo.blogspot.com/2013/03/analisis-kesalahan-berbahasa.html?m=1
https://massofa.wordpress.com/2008/08/27/sumber-kesalahan-berbahasa/