Anda di halaman 1dari 5

Interferensi Fonologis pada Lirik Lagu-Lagu Sule

Fonologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia. Nababan (1984:94) mengungkapkan bahwa fonologi mempunyai suatu standar
atau aturan mengenai bagaimana setiap fonem dihasilkan oleh artikulator manusia. Satu di
antara contohnya adalah tentang konsonan /t/ yang diucapkan dengan cara hambat letup
dengan posisi lidah menyentuh gigi (dental) dan terjadi dalam kondisi tidak bersuara (pita
suara tidak bergetar). Vokal /a/ yang diucapkan dengan cara bibir terbuka, posisi lidah di
bagian bawah rendah, gerak lidah depan. Beberapa aturan tentang pengucapan vokal dan
konsonan dalam bahasa Indonesia telah ada dan dipatenkan, sehingga dalam pengucapannya,
masyarakat Indonesia hendaknya mengikuti aturan yang telah ada. Interferensi fonologis
terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan
bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam,
yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf.

A. Pengurangan Fonem atau Huruf


Morfem-morfem yang terdapat dalam bahasa Indonesia mempunyai struktur
pembentukan yang berbeda. Setiap morfem dibentuk berdasarkan fonem-fonem
pembentuk sebagai pembeda makna dan juga pembeda bunyi. Jika salah satu aspek
pembentuk morfem tersebut dihilangkan atau dikurangi, maka tindakan tersebut
merupakan sebuah identifikasi awal terjadinya gejala bahasa yang nantinya akan
menyebabkan sebuah interferensi. Beberapa data yang diperoleh penulis mengenai
interferensi fonologi pada bagian pengurangan fonem akan dipaparkan sekaligus
dianalisis dalam data berikut ini:

 Lagu 1 (Papa Telepon)


Data 1:
Kalo bohong kita gak bisa tidur nyenyak
Bentuk kalo merupakan bentuk yang keliru atau tidak tepat dari bentuk yang
sebenarnya. Pada bentuk kalo terdapat beberapa interferensi fonologis. Kalo
merupakan bentuk morfem yang mengalami pengurangan diftong /au/ lalu ada
penambahan huruf /o/ pada pelafalan. Penutur terpengaruh pelafalan Betawi yang
terbiasa untuk menyebut kalo. Bentuk yang seharusnya adalah kalau.
Data 2:
Katanya boong itu tidak boleh
Kata boong merupakan bentuk yang keliru karena mengurangi fonem /h/ di tengah
morfem. Bentuk tersebut merupakan bentuk yang mempunyai fonem /h/ pada tengah-
tengah morfem yang diapit oleh dua vokal yang dalam bentuk yang tepat fonem /h/
tersebut dibaca secara kuat yakni bohong [bohoŋ].

 Lagu 2 (Saranghaeyo)
Data 3:
Bila bunga di taman tidak keujanan
Keujanan terdiri dari kata dasar hujan dengan awalan ke- dan akhiran –an. Namun,
pada data berikut fonem /h/ dihilangkan, sehingga menyebabkan ketidakbakuan.
Dalam bahasan ini kesalahan fonologisnya teletak pada hilangnya fonem /h/. Kata
seharusnya adalah kehujanan.

 Lagu 3 (Sinyal Cinta)


Data 4:
Hati smakin bimbang dikejar-kejar kesalahan
Dalam data di atas, terjadi proses pengurangan huruf dalam pengucapan kata smakin
oleh penutur. Huruf /e/ hilang, kata yang seharusnya adalah semakin. Pengaruh latar
belakang penutur yang berasal dari daerah dapat memengaruhi kesalahan tersebut.

Data 5:
Boong pada istri cari-cari alasan
Kata boong merupakan bentuk yang keliru karena mengurangi fonem /h/ di tengah
morfem. Bentuk tersebut merupakan bentuk yang mempunyai fonem /h/ pada tengah-
tengah morfem yang diapit oleh dua vokal yang dalam bentuk yang tepat fonem /h/
tersebut dibaca secara kuat yakni bohong [bohoŋ].

Data 6:
Berglora beraksi dalam jiwa
Dalam data di atas, terjadi proses pengurangan huruf dalam pengucapan kata berglora
oleh penutur. Kata dasar bentuk berglora adalah gelora, sehingga bentuk yang tepat
adalah bergelora dengan tidak menghilangkan huruf /e/.
Data 7:
Oh tuhan brikan aku jalan
Dalam data di atas, terjadi proses pengurangan huruf dalam pengucapan kata brikan
oleh penutur. Kata dasar bentuk brikan adalah beri yang mendapat akhiran -an,
sehingga bentuk yang tepat adalah berikan dengan tidak menghilangkan huruf /e/.

B. Perubahan Bunyi Fonem


Perubahan bunyi fonem di sini merupakan interferensi yang menggunakan bunyi
suatu fonem pada sistem bahasa A ke dalam bahasa B tanpa mengubah arti.
Perubahan bunyi fonem merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari
dalam kehidupan sehari-hari termasuk pada penulisan lirik lagu dan pada pelafalan
lirik lagu. Berikut ini hasil data dan analisis temuan interferensi perubahan bunyi
fonem yang berhasil dihimpun penulis.

 Lagu 1 (Papa Telepon)


Data 1:
Aduh bukan begitu, Ki, maksudnya Papa ga ada gituh, ih, pake diomongin
Huruf /h/ di akhir kata gitu mengubah bentuk bunyi. Pengaruh pelafalan sang
penyanyi yang berasal dari suku Sunda dapat menjadi sebab interferensi fonologis
pada kalimat ini.

Data 2:
Dan orang-orang akan ngejauhin kita
Kata ngejauhin terdiri dari kata dasar jauh dan akhiran -in. Kata dasar tersebut jika
dibentuk sesuai dengan sistem bahasa Indonesia baku akan menjadi menjauhi
(interferensi morfologi). Namun pada data di atas bentuk ngejauhin merupakan
bentuk yang sudah terpengaruh dari sistem dialek Betawi. Dalam pembahasan ini
yang terlihat sebagai bentuk interferensi pada bagian perubahan bunyi terlihat pada
fonem /n/ di kata yang kemudian mengubah bunyi.
Data 3:
Halo om sih papa bilang gak ada
Penambahan fonem /h/ di akhir kata si yang sebenarnya merujuk pada makna
menunjuk orang atau nama orang mengubah bentuk bunyi, lebih jauh lagi, melalui
kesalahan bunyi ini dapat mengantarkan ambiguitas yang memunculkan makna
ganda. Kata yang seharusnya dipakai adalah si.

Data 4:
Amvun Rizky papa minta maaf
Pada data berikut huruf /p/ yang seharusnya melengkapi morfem ampun, berubah
menjadi huruf /v/. Hal ini tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dari data ini
penutur terpengaruh oleh dialek Arab.

 Lagu 2 (Saranghaeyo)
Data 5:
I don't believe in all this happened to me beibeh
Pada data berikut terdapat kesalahan fonologis pada kata beibeh yang seharusnya
adalah baby. Pengaruh asal usul penutur menjadi alasan utama, yakni pengaruh dialek
Sunda atau pengucapan bahasa Indonesia yang memengaruhi pelafalan bahasa
Inggris.

Data 6:
Oh my darling kamsanida
Pada data berikut terdapat kesalahan fonologis pada kata kamsanida yang seharusnya
adalah Kamsahamnida . Pengaruh asal usul penutur menjadi alasan utama, yakni
pengaruh dialek Sunda atau pengucapan bahasa Indonesia yang memengaruhi
pelafalan bahasa Korea.

 Lagu 3 (Sinyal Cinta)


Data 7:
Napsu bergelora beraksi dalam jiwa
Konsonan /f/ dan /v/ yang diucapkan secara frikatif nampaknya mempunyai kesulitan
pada sebagian masyarakat Indonesia. Daerah Jawa Barat identik dengan
masyarakatnya yang susah melafalkan bunyi-bunyi yang terbentuk secara frikatif. Hal
ini terlihat pada bentuk napsu [napsu] yang seharusnya berbentuk nafsu [nafsu], yakni
perubahan fonem /f/ menjadi /p/.

Data 8:
Cinta yang merontah-rontah semakin menggila-gila
Merontah-rontah mempunyai kata dasar ronta. Huruf /h/ di akhir merontah-rontah
mengubah bentuk bunyi. Kata yang seharusnya adalah meronta-ronta. Pengaruh
pelafalan sang penyanyi yang berasal dari suku Sunda dapat menjadi sebab
interferensi fonologis pada kalimat ini.

Daftar Pustaka

Mayasari, Widya. 2000. “Interferensi Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Kegiatan Mengajar
di SMU EKA JAYA Surabaya”, Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosioliguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai