Disusun oleh :
Kelas 2B
Kelompok 4
Dosen Pembimbing
Mukhlis, MT
Sejati, SKM, M.Kes
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segalah usaha kita. Aamiin.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Resiko pekerjaan bagi yang kerja di limbah medis 4
2.2 Pengukuran Sikap 5
2.3 Resiko pekerjaan bagi yang kerja di limbah medis 9
2.4 Pengukuran Sikap 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 24
3.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Dengan mengetahui resiko pekerjaan bagi yang kerja di Limbah medis,
mengetahui Isu kesehatan dan kecelakaan, mengetahui apa panduan dan kebijakan, dan
mengetahui bagaimana keselamatan pasien, Terciptanya budaya keselamatan pasien di
RS, Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat,
Menurunnya KTD di RS, Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi
pengulangan KTD.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
dan pembuangan limbah tersebut. Seseorang yang bekerja dengan limbah medis
sangat beresiko terhadap gangguan kesehatan.
4. Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan gangguan genetik dan
reproduksi. Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti,
namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
system reproduksi pekerja apabila tidak menggunakan APD saat melakukan
pengelolaan limbah medis, misalnya pestisida (untuk pemberantasan lalat, nyamuk,
kecoa, tikus dan serangga atau binatang pengganggu lain) dan bahan radioaktif.
5. Kecelakaan kerja pada pekerja akibat tercecernya jarum suntik atau benda tajam
lainnya. Pekerja yang tidak menggunakan APD dan tidak berhati-hati dalam
melakukan pengelolaan limbah medis sangat beresiko terkena kecelakaan kerja karna
berhubungan langsung dengan penanganan limbah medis.
6. Insiden penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit hidup
dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan air.
7. Adanya partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
8
b. Membengkokkan dan mematahkan jarum atau melepaskan jarum sebelum
dibuang, sebanyak 3,6% masih melakukan hal ini. Kecelakaan yang sering terjadi
pada prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha memasukkan
kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya. Oleh karena itu sangat tidak
dianjurkan untu menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan membuang
langsung ke TPS, tanpa menyentuhnya atau memanipulasikan bagian tajam seperti
dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum dipaksa ditutup
kembali, gunakanlah cara penutupan jarum dengan satu tangan untuk mencegah
jari tertusuk jarum.
2. Pengelolaan limbah medis padat pada Puskesmas Kabupaten Pati
Kejadian Kecelakaan Kerja pada Pengelolaan Akhir Limbah Medis Padat di
Puskesmas
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, didapatkan hasil bahwa para
petugas cleaning service pernah mengalami kejadian kecelakaan kerja. Hal yang
sering adalah tertusuk jarum bekas suntikan, berikut beberapa petikan wawancara :
“Ya pernah ping gangsal mbak. Tapi ya langsung keruang dokter puskesmas A mbak.
Dikasih obat panas karena sehari setelah itu saya meriang ”.(Cleaning Service
Puskesmas B)
“Ya pernah tertusuk mbak. Tapi disini saya selalu menggunakan sarung tangan mbak.
Sepatu juga. Harus itu mbak ”. (Cleaning Service Puskesmas C)
“Wah ya sering mbak. Dulu sampahnya masih dijadikan satu lalu dibakar di lubang
tanah, baru satu bulan ini dimasukkan mesin pembakar ini mbak. Dulu sering sekali
saya tertusuk. Ya saya obati sendiri. Soale dulu kepala puskesmas radi rewel mbak,
dados kulo mboten wantun”. (Cleaning Service Puskesmas A)
Hasil wawancara menunjukkan adanya kejadian kecelakaan kerja pada puskesmas
tipe A,B,dan C Kabupaten Pati terhadap petugas cleaning service.
3. Kajian Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB)
a. Pemusnahan limbah medis padat menggunakan incinerator tidak menghasilkan
suhu yang sempurna sehingga limbah benda tajam tidak hancur. Menurut
Lemieux et al., (2004) hasil penelitian dalam beberapa tahun terakhir ini dikatakan
bahwa pembakaran sampah pada kondisi pembakaran dan suhu yang rendah dapat
menimbulkan gas racun dioksin dan furan. Efek samping dioksin terhadap
9
manusia adalah perubahan kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan
awal dari hormon (Sumaiku, 2007).
b. Hasil pemeriksaan terhadap kualitas pengelolaan limbah cair ada beberapa
parameter pemeriksaan yang tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup RI No. Kep-58/Men LH/12/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah sakit, parameter tersebut seperti residu
tersuspensi, amonia dan fosfat. Kandungan amonia yang tinggi dapat mengganggu
kehidupan hewan dan manusia yang berada di sekitar aliran sungai. Senyawa ini
juga mampu merusak sel hewan terutama dari klasis mamalia termasuk manusia
(Limbong, 2005).
4. Pengelolaan Limbah Medis Padat di Puskesmas Borong Kabupaten Manggarai Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
a. Pada tahap pemusnahan. pemusnahan limbah medis padat di Puskesmas Borong
tidak dilakukan sesuai ketentuan. Limbah dibakar pada suhu rendah dan dilakukan
secara terbuka. Hal ini berpotensi mencemari lingkungan karena limbah masih
mengandung kuman infeksius dan material tajam yang tidak terbakar akan
berpotensi injury atau kecelakaan bagi pekerja dan masyarakat yang berkunjung
ke lingkungan puskesmas.
b. Pada tahap pembuangan akhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa tempat
pembakaran juga dijadikan tempat pembuangan akhir. Abu sisa pembakaran atau
material sampah yang tidak terbakar dibiarkan saja di halaman belakang
puskesmas. Hal ini berpotensi mencemari lingkungan baik internal maupun
eksternal dan juga terjadinya kecelakaan (injury) bagi pekerja dan pengunjung
puskesmas. Limbah infeksius yang dimasukan ke dalam lubang pembuangan akan
membusuk dan menimbulkan bau yang tak sedap dan resapan limbah berpotensi
mencemari tanah dan sumber air dalam tanah, serta binatang pengerat (vektor
penyakit) dapat masuk ke dalam lubang dan menyebarkan penyakit.
5. Adanya pemakaian jarum suntik berulang kali, dapat menyebabkan Seseorang atau
pasien yang memakai jarum suntik bekas pasien yang terinfeksi, memiliki risiko
terinfeksi hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.
6. Tempat pengumpulan dan pengolahan limbah medis ilegal di Kecamatan Panguragan,
Kabupaten Cirebon.
10
Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon, Enny Suhaeni mengungkapkan, Dinkes sudah
mulai melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja pengolah limbah medis, khususnya
melakukan pemeriksaan HIV/AIDS.
Pihaknya menyiapkan 400 VCT (Voluntary Conceling and Testing). VCT adalah
proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara lebih dini
untuk mengetahui status HIV.
Pemeriksaan HIV/AIDS dilakukan karena pihaknya mendapat informasi adanya
sejumlah pekerja limbah medis di Kecamatan Panguragan yang menderita penyakit
HIV/AIDS, hingga akhirnya meninggal dunia. Mereka tertular virus itu setelah
menangani limbah medis.
Untuk itu pekerja gudang yang mengolah limbah medis ditindak lanjuti dengan
menggelar VCT. Jika hasilnya ditemukan ada pekerja yang positif terinfeksi
HIV/AIDS, pihaknya akan memberikan pengobatan sebagaimana mestinya. Namun,
dia berharap tidak ada warga yang menderita penyakit tersebut.
14
2.4 Keselamatan Pasien
1. Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya dilakukan (DepKes RI,
2006).
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien
(patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko.
Meliputi: assessment risiko,identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
15
2. Tujuan Sistem Patient safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadipenanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1. Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
4. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery(mengeliminasi
kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur
operasi)
5. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka
karena jatuh)
3. Urgensi Patient safety
Tujuan utama rumah sakit adalah merawat pasien yang sakit dengan tujuan
agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat kembali, sehingga tidak dapat
ditoleransi bila dalam perawatan di rumah sakit pasien menjadi lebih menderita
akibat dari terjadinya risiko yang sebenarnya dapat dicegah, dengan kata lain pasien
harus dijaga keselamatannya dari akibat yang timbul karena error. Bila program
keselamatan pasien tidak dilakukan akan berdampak pada terjadinya tuntutan
sehingga meningkatkan biaya urusan hukum, menurunkan efisisiensi, dll.
4. Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient
safety
1) Lima isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a. keselamatan pasien
b.keselamatan pekerja (nakes)
c. keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan)
d.keselamatan lingkungan
16
e. keselamatan bisnis.
2) Elemen Patient safety
a.Adverse drug events (ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan
obat/kesalahan pengobatan)
b. Restraint use (kendali penggunaan)
c. Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d.Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e. Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f. Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g.Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h.Immunization program (program imunisasi)
i. Falls (terjatuh)
j. Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter
pembuluh darah)
k.Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian)
3) Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling
Umum):
a. Communication problems (masalah komunikasi)
b. Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c. Human problems (masalah manusia)
d. Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e. Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f. Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g. Technical failures (kesalahan teknis)
h. Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak
memadai)
5. Standar Keselamatan Pasien
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient
safetyStandards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1. Hak pasien
17
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD
18
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP
dengan criteria sebagai berikut:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah:
a. Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP
& program mengurangi KTD.
c. Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit &
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e. Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
(2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden,
(3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
19
(5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden,
(6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan
(8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien
(2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiataninservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
(3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.Standarnya adalah:
a. RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b. Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria
sebagai berikut:
(1)Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
(2)Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
20
6. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS
a) Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya
yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan
kepada staf, pasien, keluarga
b. Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi
yang tepat
b) Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang
KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
c) Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan
risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a. Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan
kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
21
a. Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen
terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah
memperkecil risiko tersebut.
d) Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
- Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun
ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
·Bagi Tim:
- Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
e) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
f) Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu
timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda
analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses
risiko tinggi
22
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman
tersebut
g) Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi
yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian
insiden, audit serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan
klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan
23
memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat
dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9
Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan
puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem
layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan
protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial
dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi
para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat
serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
24
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah
yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time
out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah
berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran
dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit
pekat yang spesifik.
f. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk
mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat
dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan
dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan
komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan
ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa
agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang
bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang
salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara
detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan
25
(misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien
(misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan
kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan
khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien
dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi
Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang
efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini.
Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-
based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar
mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-
tehnik yang lain.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan
kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat
gelas yang pecah dan benda tajam& Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Penatalaksanaan patient safety dalam rumah sakit, puskesmas, pusat, kabupaten,
dan provinsi, dilakukan secara optimal hal ini dapat diketahui dari masih adanya
indicator pelaksana patient safety yang dilakukan
Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan patient safety adalah kurangnya
pengetahuan terhadap pentingnya patient safety serta kuantitas baik sumber daya
manusia maupun sarana dan prasarananya.
3.2 Saran
Harapan agar dalam penatalaksaannya dapat lebih baik adalah diadakanya fungsi
sosialisasi mengenai pentingnya patient safety berdasarkan langkah langkah yang telah
tertera, sehigga kualitas mutu pelayanan dapat meningkat
27
DAFTAR PUSTAKA
Pratiwi Dyah dan Chatila Maharani. 2013. "Pengelolaan Limbah Medis Padat Pada
Puskesmas Kabupaten Pati”. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
28