Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

IPTEKS DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Belajar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Yang
Diampu Oleh Dosen Imam Labib, M.Ag.

Disusun Oleh :

1. Kuni Masrokhati (180105054)


2. Qiqi Milata Ilahina (180105082)
3. Riza Mustofa (180105087)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya
Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam
penyusunan makalah Pendidikan Agama Islam ini.
Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai syarat memenuhi tugas
Pendidikan Agama Islam. Makalah ini juga menguraikan beberapa materi mengenai
IPTEKS Dalam Perspektif Islam dan juga untuk mempermudah pemahaman kepada
kita semua, khususnya mahasiswa Universitas Harapan Bangsa.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari hasil
makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu
yang berguna bagi kita bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini.

Purwokerto, 01 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................2
D. Manfaat .............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEKS dalam Islam ...........................................................


B. Intergrasi iman, ilmu dan amal..........................................................
C. Keutamaan orang berilmu .................................................................
D. Tanggung jawab ilmuan terhadap alam ............................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................20
B. Saran .............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan Seni, sangatlah berpengaruh
terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri,
keberadaan IPTEK dan seni tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia.
Manusia sebagai subjek dari berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula
teknologi dan seni. Keberadaan yang tidak akan pernah terpisahkan tersebut,
kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan manusia
didunia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak
negatif terhadap kehidupan manusia ini, akan menimbulkan beberapa yang
kurang di inginkan.
Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua).
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang sheharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa
Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti bahwa Aqidah Islam sebagai
sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi
segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah
Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam
(yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK
dalam kehidupan sehari-hari.Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme)
seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh
tidaknya pemanfaatan IPTEK, didasarkan pada ketentuan halal-haram
(hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika
telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK dan
telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam
memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
B. Rumusan maklah
1. Konsep IPTEK dalam Islam ?
2. Bagaimana integasi iman ilmu dan amal?
3. Bagaimana keutamaan orang berilmu?
4. Apa keutamaan dan tanggung jawab Ilmuan terhadap alam?
C. Tujuan

1. Mengetahui konsep IPTEK dalam Islam.


2. Mengetahui integasi iman ilmu dan amal.
3. Mengetahui keutamaan orang berilmu.
4. Mengetahui Keutamaan dan dan tanggung jawab Ilmuan terhadap alam.
D. Manfaat
Agar mahasiswa megetahui kosep IPTEKS dalam islam, integasi iman
ilmu dan amal, keutamaan orang berilmu, serta tanggung jawab para ilmuan
terhadap alam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep IPTEKS dalam Islam


Pengetahuan dapat di artikan sebagai hasil tahu manusia terhadap sesuatu
objek yang dihadapi, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Maka , pengetahuan adalah segala fenomena alam yang dapat dicapai oleh indra
manusia. Konsekwensi logis dari pengetahuan akan melahirkan berbagai
pengalaman manusia, akan tetapi pengalaman manusia ini terkadang kebenarannya
tidak mutlak dan perlu diuji lagi.

Kata sains disadur dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu pengetahuan ,


sedangkan dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat
berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
melalui tanggapan panca indera dan instuisi, sedangkan ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang telah diinterpretasi , diorganisasi dan disistematisasi sehingga
menghasilkan kebenaran obyektif , sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji
ulang secara alamiah. Secara etimologis kata ilmu berarti kejelasan , karena segala
yang terbentuk dari akar katanya mempunyai cirri kejelasan (M. Daud Ali,
1998:69)

Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut


pandang budaya , teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil
penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga
memiliki karakteristik obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak
netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan.
Disinilah letak perbedaan ilmu pengetahuan dengan teknologi.

Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan


kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negative
berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya
yang berakibat kehancuran alam semesta. Netralitas teknologi dapat digunakan
untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia dan atau digunakan
untuk kehancuran manusia itu sendiri. Oleh sebab itu kebenaran ipteks sangat
relatif. Sumber ipteks dalam islam adalah wahyu allah. Ipteks yang islami selalu
mengutamakan kepentingan orang banyak dan kemaslahatan bagi kehidupan
manusia. Untuk itu ipteks dalam pandangan islam tidak bebas nilai. Integrasi
ipteks dengan agama merupakan suatu keniscayaan untuk menghindari terjadinya
proses sekularisasi yaitu pemisah antaradoktrin-doktrin agama dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (Hamda Mansoer,2004:93)

Tujuh factor yang menjadi pendorong bagi kemajuan IPTEK di dunia islam
pada abad yang lalu, antara lain:

a. Kesatuan agama dan budaya agama islam


b. Arabisasi dan peranan bahasa arab
c. Akademi, sekolah, observasi, dan perpustakaa
d. Kebijakan negara tentang pengembangan iptek
e. Perlindungan negara sangat jelas terhadap para ilmuan dan para insinyur
f. Penelitian, eksperimen dan penemuan baru
g. Perdagangan internasional

Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala
prosesnya. Seni merupakan ekspresi jiwa seseorang. Hasil ekspresi jiwa tersebut
berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni identik dengan keindahan.
Keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Keduanya memiliki nilai yang
sama yaitu keabadian. Seni yang lepas dari ketuhanan tidak akan abadi karena
ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai daya tarik
yang selalu bertambah bagi orang-orang yang kematangan jiwanya terus
bertambah.

Menurut Ernst Diez dalam Muhammad abdul jabbar (1998:2) cirri ciri seni
islam atau seni islamisadalah seni yang mengungkapkan sikap pengabdian kepada
Allah.
B. Integrasi Iman, Iptek, dan Seni

Iptek terdiri dari tiga kata, yaitu ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Ilmu
merupakan pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Ilmu merupakan keistimewaan
manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain dalam menjalankan
tugasnya sebagai khalifah. Menurut Al-Qur’an, ilmu terdiri dari dua macam, yaitu
ilmu ladunni yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia (QS. Al-Kahfi:65) dan
ilmu kasbi yakni ilmu yang diperoleh tanpa usaha manusia. Objek ilmu meliputi
materi dan non materi serta fenomena dan non fenomena.

Pengetahuan merupakan paham suatu subjek mengenaik objek yang dihadapi.


Subjek yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai kesatuan berbagai macam
kesanggupan, seperti akal dan panca indra, yang digunakan untuk mengetahui
sesuatu. Objek disini adalah benda atau hal yang diselidiki yang merupakan realitas
bagi manusia yang menyelidiki. Pengetahuan merupakan proses dari manusia untuk
tahu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu
tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu
semua milik atau isi pikiran.

Dengan potensi yang ada, manusia dapat membaca, memahami, meneliti, dan
menghayati fenomena alam yang nantinya dapat menimbulkan pengetahuan.
Fenomena alam ini disebut juga ayat-ayat kauniyah. Fenomena lainnya adalah berupa
quraniyah yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan sekedar buku atau dokumen sejarah,
tapi juga sebuah kenyataan hidup dan berlaku dalam kehidupan manusia. Semua itu
dapat menimbulkan pengetahuan bagi manusia yang mau membaca, meneliti, dan
menghayati fenomena tersebut.

Pengetahuan pada hakikatnya adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Tingginya derajat pengetahuan yang dimiliki seseorang bukan untuk
kesombongan, tapi untuk memperbanyak syukur atas nikmat pengetahuan yang
diberikan. Agar pengetahuan dapat membimbing seseorang menuju Allah, maka
pengisiannya harus bersentuhan dengan unsur fitri manusia seperti roh, qalbu, akal,
dan nafsu.
Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan ilmu pengetahuan untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Dengan demikian
mesin atau alat canggih yang digunakan manusia bukanlah teknologi, namun
merupakan hasil dari teknologi. Ketersediaan lahan yang diciptakan Allah
mengantarkan manusia berpotensi memanfaatkan alam. Keberhasilan memanfaatkan
alam ini merupakan hasil dari teknologi.

Seni merupakan keindahan yang mengekspresikan roh dan budaya manusia


yang mengandung dan mengungkapkan keindahan dan lahir dari sisi terdalam
manusia yang didorong oleh kecenderungan kepada yang indah. Kemampuan berseni
merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk lain. Islam mendukung
kesenian selama penampilannya mendukung fitrah manusia yang suci. Kawasan
keindahan sangat luas bagi manusia, seluas keanekaragaman dan perkembangan
peradaban teknologi, sosial, dan budaya manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa keindahan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Fenomena dan kecenderungan kehidupan dunia saat ini memang sangat


dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan iptek dengan segala dampaknya, baik yang
positif maupun yang negatif. Hal ini mendorong terjadinya arus globalisasi yang
mengalir deras dan mendatangkan berbagai implikasi di semua aspek kehidupan
manusia. Manusia berhadapan dengan kemajuan iptek yang berkembang pesat serta
berada di dalam arena percaturan hidup yang kompleks dan ditandai dengan
berkembangnya sikap dan gaya hidup global. Di sini iman berperan sebagai
pengendali sikap dan perilaku kehidupan manusia, maupun sebagai landasan moral,
etika, dan spiritual masyarakat suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di
segala bidang.

Penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek yang tidak disertai


dengan keluhuran akhlak atau budi pekerti, akan membawa manusia atau suatu
bangsa menuju kepada penderitaan dan kesengsaraan atau bahkan kehancuran. Oleh
karena itu, penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek harus selalu berada
di jalur nilai keimanan dan kemanusiaan yang luhur.

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menghendaki manusia bersikap dan


berpikir kritis terhadap fenomena alam semesta dan terhadap dirinya sendiri,
misalnya Surat Fushshilat ayat 53. Dengan bersikap dan berpikir kritis diharapkan
dapat mengantarkan seseorang kepada iman yang makin kuat melalui pengakuan
akan kebesaran Allah dan kesempurnaan nikmat-Nya.

Iptek dan segala hasilnya harus mengingatkan manusia kepada Allah dan
kepada diri sendiri bahwa manusia adalah khalifah alam semesta. Berdasarkan
petunjuk Al-Qur’an, manusia dapat menerima hasil iptek yang tidak menyebabkan
maksiat dan bermanfaat bagi manusia. Jika penggunaan hasil iptek melalaikan
seseorang dari dzikir dan tafakkur serta mengantarkan kepada keruntuhan nilai
kemanusiaan, manusia harus diperingatkan dan diarahkan dalam menggunakan
teknologi. Jika hasil iptek sejak awal diduga dapat menggeserkan manusia dari jati
diri dan tujuan penciptaan, sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam karena
menjadi persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara memadukan mekanik
demi penciptaan ipek dengan pemeliharaan nilai fitrahnya. Oleh karena itu,
diharapkan iptek dapat searah dan sejalan dengan nilai ilahiah.

Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan


kemampuan ipteknya, misalnya Surat Thaha ayat 114 dan Yusuf ayat 72. Nabi
Muhammad SAW juga diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu
ditambahkan ilmu pengetahuan karena di atas setiap pemilik pengetahuan ada yang
amat mengetahui, yaitu Allah. Hal ini memotivasi manusia untuk mengembangkan
ipteknya dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dikaruniakan kepadanya. Oleh
karena itu, perkembangan iptek tidak dapat dibendung. Manusia harus mengarahkan
diri agar tidak menurutkan nafsunya untuk mengembangkan iptekyang dapat
membahayakan diri dan lingkungannya.

Mengenai seni, islam dapat menerima semua hasil karya manusia selama
sejalan dengan pandangan islam. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk
menegakkan kebajikan, melaksanakan perbuatan ma’ruf dan mencegah perbuatan
yang munkar. Kesenian yang ma’ruf merupakan budaya masyarakat yang sejalan
dengan nilai islam, sedangkan yang munkar adalah perbuatan yang tidak sejalan
dengan nilai islam. Setiap orang hendaknya memelihara nilai seni yang ma’ruf dan
sejalan dengan ajaran islam. Hal ini mengantarkan mereka untuk memelihara hasil
kesenian setiap manusia. Seandainya ada pengaruh yang dapat merusak kebudayaan
dan kreasi seni suatu masyarakat, seorang muslim harus tampil mempertahankan
yang ma’ruf yang telah ada dan diakui masyarakat. Dengan demikian, pada
hakikatnya islam sangat menghargai segala kreasi manusia, termasuk kreasi manusia
yang lahir dari penghayatan manusia terhadap wujud alam semesta, selama kreasi
tersebut sejalan dengan fitrah kesucian jiwa manusia.

Dalam pandangan islam, antara islam, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem
yang disebut dinul islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok, yaitu akidah,
syariah, dan akhlak, dengan kata lain iman, ilmu, dan amal saleh.

Islam merupakan ajaran agama yang sempurna. Kesempurnaannya dapat


tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Ada tiga inti ajaran islam, yaitu iman,
islam, dan ihsan. Dalam Surat Ibrahim 24-25 dinyatakan:

﴾۲۴﴿ ‫س َما ِء‬ ُ ‫ط ِيبَ ٍة اَصۡ لُ َها ثَا ِبتٌ َّوفَ ۡر‬
َّ ‫ع َها فِى ال‬ َ ‫ط ِيبَةا َك‬
َ ٍ‫ش َج َرة‬ َ ‫ّٰللاُ َمث َ اًل َك ِل َمةا‬
‫ب ه‬ َ ‫ض َر‬ َ ‫اَلَ ۡم ت ََر ك َۡي‬
َ ‫ف‬

ِ َّ‫ّٰللاُ ۡاۡلَ ۡمثَا َل ِللن‬


﴾۲۵﴿ َ‫اس لَعَلَّ ُه ۡم يَتَذَ َّك ُر ۡون‬ ۡ ‫ت ُ ۡؤتِ ۡۤۡى ا ُ ُكلَ َها ُك َّل ِح ۡي ٍۢ ٍن بِا ِۡذ ِن َربِ َهاؕ َو َي‬
‫ض ِربُ ه‬

“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan


kalimat yang baik (Dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh
(menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu mengeluarkan
buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.

Ayat di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu, dan amal dengan
menganalogikan dinul islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Hal ini
menggambarkan iman, ilmu, dan amal merupakan suatu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisahkan. Iman diidentikkan dengan akar yang menopang tegaknya ajaran
islam. Ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan dan cabang ilmu
pengetahuan. Amal ibarat buah dari pohon yang menggambarkan teknologi dan seni.
Iptek yang dikembangkan di atas nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh,
bukan kerusakan alam.

Orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan ikhlas merupakan


orang yang dihargai. Salah satu bentuk pengamalannya adalah dengan mengajarkan
ilmunya kepada orang lain. Orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya termasuk
orang yang celaka.

Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun (hamba Allah)
dan sebagai khalifah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan kepada Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap
diri sendiri dan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Dalam konteks abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah yang
memiliki konsekuensi adanya keharusan untuk taat dan patuh kepada penciptanya.
Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah akan menghilangkan rasa
syukur atas anugerah yang diberikan Allah berupa potensi sempurna yang tidak
diberikan kepada makhluk lain, yaitu potensi akal. Hilangnya rasa syukur
mengakibatkan manusia menghambakan dirinya kepada selain Allah, misalnya hawa
nafsu. Keikhlasan penghambaan diri kepada Allah akan mencegah penghambaan diri
kepada sesama manusia atau hawa nafsu.

Manusia diciptakan dengan dua kecenderungan, yaitu kecenderungan kepada


ketakwaan dan kecenderungan kepada kefasikan. Allah SWT berfirman:

﴾۸﴿ ‫فَا َۡل َه َم َها فُ ُج ۡو َرهَا َوت َۡق ٰوٮ َها‬

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia kefasikan dan ketakwaan.” Asy-
Syams:8

Dengan adanya dua kecenderungan tersebut, Allah memberi petunjuk berupa


agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan kepada keimanan dan
ketakwaan, bukan kepada kejahatan yang didorong oleh nafsu amarah. Untuk itu
Allah berfirman:

﴾۱۰﴿ ۚ‫َو َهدَ ۡي ٰنهُ النَّ ۡجدَ ۡي ِن‬

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Al-Balad:10

Dalam hal ini, berdasarkan petunjuk Allah SWT, maka akal memiliki
kemampuan untuk memilih salah satu yang terbaik bagi dirinya.

Fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi berarti manusia memiliki


tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan tempat mereka
tinggal. Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber daya, dan
memanfaatkan dengan sebaik mungkin karena alam diciptakan untuk kehidupan
manusia. Untuk menggali sumber daya dan memanfaatkan alam diperlukan ilmu
pengetahuan yang cukup, sehingga hanya orang yang memiliki pengetahuan cukup
yang bisa melakukannya. Orang-orang tersebut harus sadar bahwa potensi sumber
daya alam dapat habis jika tidak dijaga keseimbangannya.

Oleh karena itu, tanggung jawab kekhafilahan banyak bertumpu pada


ilmuwan dan cendekiawan. Orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan tidak
mungkin mengeksploitasi alam karena tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan
untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan mereka tidak sanggup menjaga
keseimbangan dan kelestariannya secara sistematis.

Kerusakan alam dan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh perbuatan


manusia. Mereka berkhianat terhadap perjanjiannya kepada Allah sebagai khalifah
yang menjaga kelestarian alam, sebagaimana firman Allah SWT:

﴾۴۱﴿ َ‫ِى َع ِملُ ۡوا لَعَلَّ ُه ۡم يَ ۡر ِجعُ ۡون‬


ۡ ‫ض الَّذ‬ َ ‫ساد ُ فِى ۡالبَ ِر َو ۡالبَ ۡح ِر بِ َما َك‬
ِ َّ‫سبَ ۡت ا َ ۡيدِى الن‬
َ ۡ‫اس ِليُذ ِۡيقَ ُه ۡم بَع‬ َ َ‫ظ َه َر ۡالف‬
َ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Ar-Rum:41
Dua fungsi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah dan
simbol kedua fungsi itu adalah dzikir dan fikir.

Untuk menjalankan tanggung jawabnya, manusia diberi keistimewaan berupa


kebebasan untuk memilih dan berkreasi sekaligus menghadapkannya dengan tuntutan
kodratnya sebagai makhluk psiko-fisik. Namun ia harus sadar akan keterbatasannya
yang menuntut ketaatan dan ketundukan kepada aturan Allah, baik ketaatan terhadap
perintah ibadah langsung (fungsi sebagai abdun) maupun ketaatan terhadap
sunatullah di alam (fungsi sebagai khalifah). Perpaduan antara tugas ibadah dan
khalifah akan menciptakan manusia yang ideal, yaitu manusia yang selamat dunia
dan akhirat.

C. Keutamaan Orang Beriman dan Berilmu

Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal shaleh apabila perbuatan
tersebut tidak di bangun diatas nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama halnya
pengembangan ipteks yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai
ibadah serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat manusia dan dan
alam lingkungannya bahkan akan menjadi malapetaka bagi kehidupannya sendiri.

Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna.


Kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi. Potensi yang paling utama
adalah akal. Akal berfungsi untuk berfikir hasil pemikirannya adalah ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.

Ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada allah
Swt, akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia
termasuk bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam QS 58(al-Mujadalah) :11 yang
artinya “allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”

Disamping itu Rasullulah SAW banyak memberikan perumpamaan tentang


keutamaan orang yang berilmu dengan sabdanya : “carilah ilmu walaupun di
negeri china, mencari ilmu itu wajib bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan
sejak dari ayunan sampai ke liang lahat”.

Berikut ini adalah beberapa ayat al-Qur’an dan hadist yang dapat dijadikan
sebagai dalil orang yang beriman dan berilmu memiliki keutamaan dan derajat
yang istimewa.

1. Surat az-Zumar ayat : 9 yang artinya “katakanlah : “adakah sama orang-orang


yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
2. Surat father ayat : 28 yang artinya : “sesungguhnya yang takut kepada allah
diantara hamba-hambNya adalah ulama.
3. Hadits riwayat bukhori yang artinya : “barang siapa melalui sesuata jalan
untuk mencari ilmu, maka allah memudahkan jalan baginya kesurga.
4. Hadist riwayat tirmidzi (sunan tirmidzi juz 4) yang artinya : “dunia dilaknat,
dilaknat apa yang ada di dalamnya kecuali zikir kepada allah Taa’ala dan
orang alim (berilmu)atau penuntut ilmu”
5. Hadits riwayat tirmidzi yang artinya :”keutamaan orang pandai terhadap
orang yang beribadah adalah sebagai mana keutamaanku atas orang yang
paling rendah diantara kalian.”dilanjutkan :”sesungguhnya allah ,
malaikatNya, penghuni langit dan bumi sampai semut didalam lubangnya dan
juga ikan , mendoakan kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia (ulama).
Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan usaha untuk mengorganisasikan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehai-hari. Namun, dilanjutkan
dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai
metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif, tujuannya untuk
menggambarkan dan member makna terhadap dunia faktual. Analisis ilmu itu
objektif dan menyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika diutamakan,
netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena
dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan
konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya dalam ruang dan waktu yang jauh
dan dapat diamati panca indera manusia.

Dari sejumlah pengertian yang ada , sering ditemukan kerancuan antar


pengertian Menjelaskan keutamaan-keutamaan orang yang berilmu , Al-Gazali
mengatakan “barang siapa berilmu , membimbing manusia dan memanfaatkan
ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya uga
menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang harum dan
menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya.

Dan menurut al-Gazali mengatakan juga “seluruh manusia akan binasa,


kecuali orang yang berilmu. Orang-orang berilmu pun akan celaka jika tidak
mengamalkan ilmunya. Dan orang yang mengamalkan ilmunya pun akan binasa
kecuali orang-orang yang ikhlas”

D. Tanggung Jawab Ilmuwan terhadap Alam

Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai Abdun(hamba


Allah) dan sebagai Khalifah Allah (wakil Allah) di bumi. Esensi dari Abdun
adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan
Allah, sedangkan esensi dari Khalifah adalah tanggung jawab terhadap dirinya
dan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.

Dalam konteks Abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah


yang memiliki konsekwensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh
kepada penciptanya. Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah
sebagai pencipta dirinya akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang
diberikan Sang pencipta kepadanya. Dengan hilangnya rasa syukur
mengakibatkan manusia menghamba kepada selain Allah, termasuk
menghambakan diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan manusia menghambakan
dirinya kepada Allah akan mencegah penghambaan manusia kepada sesama
manusia termasuk kepada dirinya.
Fungsi kedua adalah sebagai Khalifah (wakil Allah) di muka bumi.
Dalam posisi ini manusia mempunyai tanggung jawab untuk menjaga
keseimbangan alam dan lingkungannya tempat mereka tinggal. Manusia
diberikan kebebasan untuk mengeksploitasi, menggali sumber-sumber alam,
serta memanfaatkannya dengan sebesar-besarnya untuk kemanfaatan umat
manusia, asalkan tidak berlebih-lebihan dan melampaui batas. Karena pada
dasarnya, alam beserta isinya ini diciptakan oleh Allah untuk kehidupan dan
kemaslahatan manusia.

Untuk menggali potensi alam dan pemanfaatannya diperlukan ilmu


pengetahuan yang memadai. Hanya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang
cukup (para ilmuwan atau para cendekiawan) yang sanggup menggali dan
memberdayakan sumber-sumber alam ini. Akan tetapi, para ilmuwan juga harus
sadar bahwa potensi sumber daya alam ini terbatas dan akan habis terkuras
apabila tidak dijaga keseimbangannya. Oleh karena itu, tanggung jawab
memakmurkan, melestarikan, memberdayakan dan menjaga keseimbangan alam
semesta banyak bertumpu pada para ilmuwan dan cendekiawan. Mereka
mempunyai amanat atau tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan
orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan.

Kerusakan alam dan lingkungan ini lebih banyak disebabkan karena ulah
tangan manusia sendiri (Qs. Ar Rum : 41). Mereka banyak yang menghianati
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat sebagai
khalifah yang bertugas untuk menjaga, melestarikan alam ini. Justru
mengeksploitir alam ini untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Kedua fungsi manusia tersebut tidak boleh terpisah, artinya keduanya


merupakan satu kesatuan yang utuh yang seharusnya diaktualisasikan dalam
kehidupan manusia. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara terpadu, akan dapat
mewujudkan manusia yang ideal (insan kamil) yakni manusia sempurna yang
pada akhirnya akan memperoleh keselamatan hidup dunia dan akhirt.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPILAN
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurnaan.
kesempurnaan ini membuat manusia diberikan potensi untuk
mengembangkan, memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang telah
diciptakan Allah swt untuk kita dengan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
yang kita miliki. Oleh sebab itu marilah kita menjaga dan melestarikan alam
ini agar tidak punah dan tetap berpedoman pada al-Qur’an dan as sunnah
sebagai rasa syukur kita kepada Allah swt.

B. SARAN
Untuk mengembangkan IPTEKS harus kita didasair dengan keimanan
dan ketakwaan kepada Allah swt agar dapat memberikan bagi kehidupan
serta lingkungan sekitar kita.
Daftar Pustaka

Al Faruqi, Ismail R, 2001. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah


peradaban, Bandung; Cet. III Gemilang Mizan.

Daim, Abdullah. 1984. Tarbiyah ‘Abdru Tarikh, Min Ushuri Qadimah hatta
Qarnu Isyrin. Beirut; Darul ‘Ilmi lil Mu’allim. Cet. Ke 5.

Daud, Ali Muhammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta; PT Rajawali


Grafindo Persada.

Departemen Agama RI, 2001. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi


Umum, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta.

Nasution, Harun, 1986. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta; Bulan Bintang.

Shihab, M, Quraish. 1996. Mermbumikan Al-Qur’an. Bandung; Cetakan ke 12.


Mizan.

Wahyuddin. dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta; PT. Gramedia

Anda mungkin juga menyukai