Anda di halaman 1dari 10

Sebuah RCT untuk menilai clarithromycin jangka pendek bagi pasien dengan

penyakit jantung koroner stabil: uji CLARICOR

Abstrak

Tujuan Untuk menentukan jika makrolid clarithromycin mempengaruhi morbiditas


kardiovaskular dan mortalitas pada pasien dengan penyakit jantung koroner stabil.

Rancangan Centrally randomised multicentre trial. Semua pihak disamarkan terhadap


semua tahapan penelitian. analisis dilakukan berdasarkan intention-to-treat.
Pengaturan Lima depertamen kardiologi Universitas di Kopenhagen dan pusat
koordinasi.

Partisipan 13.702 pasien berusia 18 hingga 85 tahun yang dipulangkan dari rumah
sakit dengan diagnosis infark myokard atau angina pektoris di tahun 1993-1999 dan
hidup hingga Agustus 1999 akan diundang melalui surat. Sebanyak 4.373 mengalami
randomisasi.

Intervensi Dua minggu terapi dengan clarithromycin 500 mg/hari atau plasebo.

Parameter outcome primer Outcome primer: komposit dari all cause mortality, infark
myocard atau angina pektoris tak stabil selama follow up 3 tahun. Outcome sekunder:
komposit dari mortalitas kardiovaskular, infark myokard atau angina pektoris tak stabil.
Outcome didapatkan dari Danish register dan dinilai secara tersamar oleh komite.

Hasil 2172 partisipan diacak ke kelompok clarithromycin dan 2201 ke plasebo. Kami
tidak menemukan efek signifikan pemberian clarithromycin pada outcome primer
(hazard ratio 1.15, 95% confidence interval 0.99-1.34) atau outcome sekunder (1.17,
0.98 -1.40). mortalitas secara signifikan lebih tinggi di kelompok clarithromycin (1.27,
1.03-1.54; P = 0.03) sebagai akibat dari mortalitas kardiovaskular yang secara
signifikan lebih tinggi (1.45, 1.09-1.92; P = 0.01).

Simpulan clarithromycin jangka pendek pada pasien dengan penyakit jantung korone
stabil bisa menyebabkan mortalitas kardiovaskular yang secara signifikan lebih tinggi.
Keamanan clarithromycin dalam jangka panjang pada pasien engan penyakit jantung
iskemik stabil harus diteliti.

Pendahuluan

Inflamasi memiliki peran fundamental pada penyakit jantung koroner, dan infeksi bisa
memicu aterosklerosis atau sindroma koroner akut. Chlamydia pneumoniae diketahui
ada pada jaringan aterosklerotik. Antibiotik makrolid bersifatantiinflamasi dan
mengeradikasi C pneumoniae dari plak aterosklerotik. Dua penelitian kecil
menunjukkan efek positif signifikan makrolid terhadap morbiditas kardiovaskular pada
pasien dengan sindroma koroner akut. Sebagian besar telah melalui meta analisis, yang
menunjukkan bahwa antibiotik tidak berpengaruh signifikan pada mortalitas.
Confidence interval menunjukkan bahwa efek sejati antibiotik terletak antara 11%
penurunan dan 16% peningkatan mortalitas. Kami lakukan sebuah penelitian besar
terkontrol plasebo yang acak mengenai efek clarithromycin pada mortalitas dan
morbiditas pasien dengan penyakit jantung koroner stabil.

Metode

CLARICOR merupakan penelitian multicentre, terkontrol plasebo dan acak pada pasien
dengan penyakit jantung koroner stabil; penelitian ini menggunakan randomisasi sentral
dan menyamarkan semua pihak pada semua fase. Kode tidak dilanggar hingga semua
analisis utama telah selesai dan simpulan utama dua arah telah terformulasi.

Organisasi

The Copenhagen Trial Unit mengkoordinasi identifikasi pasien, surat menyurat,


pembukuan, randomisasi, entri data dan manajemen data. Fail data bersih dikirimkan ke
departemen biostatistik, Universitas Copenhagen, untuk dianalisis.

Rekrutmen pasien
Semua pasien yang dipulangkan dari bangsal atau klinik rawat jalan di daerah
Copenhagen akan diregistrasikan dalam database. Kami identifikasi semua pasien
dengan diagnosis infark myokard atau angina pektoris (kode ICD 209-219) selama
tahun 1993-1999. Kami informasikan pasien berusia 18-85 tahun yang masih hidup di
bulan Agustus 1999 tentang penelitian ini dan mengajak mereka untuk mengunjungi
salah satu dari 5 pusat kardiologi yang ditenagai oleh dokter dan perawat. Saat
kunjungan, kami beri pasien informasi lebih lanjut mengenai penelitian tersebut. Kami
selesaikan formulir elektronik dengan informasi mengenai riwayat infark myokard,
angina pektoris, percutaneoys transluminal coronary angioplasty, operasi bypass
koroner, hipertensi arterial, diabetes melitus, merokok dan terapi dengan aspirin,
penyekat beta, antagonis kanal kalsium, nitrat kerja panjang, diuretik, digoksin, statin
dan anti aritmia. Pasien berusia 18-85 tahun dianggap memenuhi syarat jika mereka
memiliki riwayat infark myokard, angina, percutaneous transluminal coronary
angioplasty, atau operasi bypas koroner. Kriteria eksklusi meliputi infak myokard atau
angina tak stabil dalam 3 bulan terakhir; percutaneous transluminal coronary
angioplasty atau operasi bypass koroner dalam 6 bualn terakhir; gagal jantung NYHA
IV, gangguan fungsi ginjal atau hepar; malignansi aktif; intoleransi terhadap makrolid;
terapi dengan metilxantin, carbamazepine, cisapride, astemizole, terfenadine atau
aktikoagulan coumarin; partisipasi pada uji klinis lain dalam bulan sebelumnya; tidak
mampu menangani masalahnya sendiri atau mengisi surat persetujuan; sedang menyusui
dan kemungkinan hamil.

Randomisasi

Sistem pengacakan dibuat dengan komputer. Pasien yang memenuhi syarat akan
dikelompokkan secara acak untuk mendapat clarithromycin 500 mg sekali sehari selama
2 minggu atau plasebo, dengan stratifikasi berdasarkan jenis kelamin, riwayat infark
myocard, usia di bawah 60 tahun dan pusat dalam blok 10 pada rasio 1:1. Pasien tidak
bisa diacak sebelum data entri elektroniknya telah selesai disimpan dalam komputer.
Jika pasien memenuhi kriteria eksklusi, program akan menolak randomisasi. Sampel
darah diambil untuk serologi C pneumoniae.
Follow-up

Semua pasien randomisasi mendapat wadah bernomor dan formulir laporan, di mana
mereka diminta untuk menandai tiap tablet yang diambil dan melaporkan semua efek
samping. Di akhir terapi, formulir laporan dan wadah tablet dikembalikan ke pusat. Jika
tidak, maka pasien akan diingatkan.

Tidak ada kunjungan follow-up yang direncanakan. Informasi mengenai


Kematian datang dari Dinas Catatan Sipil Denmark, yang mencatat status kehidupan
semua penduduk. Informasi mengenai admisi fatal dan non fatal datang dari Register
Rumah Sakit Nasional Denmark, sebuah database dari semua admisi rumah sakit.
Registrasinya 100% pada register ini. Berdasarkan register ini, pusat koordinasi
mengumpulkan sertifikat Kematian dan salinan rekam medis selama periode follow up
dan meneruskan masing-masing peristiwa potensial secara terpisah ke komite. Karena
tingkat peristiwa yang diamati lebih rendah dari perkiraan, komite pengawas
memperpanjang periode follow up dari dua menjadi tiga tahun tanpa menganalisis data
terlebih dahulu.

Parameter outcome

Parameter outcome primer adalah komposit dari all cause mortality, infark myokard,
atau angina tak stabil. Parameter outcome sekunder terdiri dari mortalitas
kardiovaskular, infark myokard atau angina tak stabil. Parameter outcome tersier terdiri
atas mortalitas kardiovaskular, infark myokard, angina takstabil, serangan
serebrovaskuler, atau penyakit vaskuler perifer. Kami analisis mortalitas sebagai bagian
dari outcome komposit dan sebagai langkah aman bersama dengan efek samping.

Protokol awal menyebutkan parameter outcome sekunder sebagai kombinasi


dari all cause mortality, infark myokard, angina tak stabil, serangan serebrovaskuler
atau revaskularisasi jantung. Komite pengawas mengubah outcome ini sebelum analisis
data guna memfokuskan parameter jantung.

Evaluasi parameter outcome

Kami gunakan form yang telah ada sebelumnya untuk mencari outcome yang
memungkinkan. Kami kirim salinan rekam medis dan sertifikat Kematian ke dua
anggota terpilih secara acak dari event committee, yang terdiri dari tiga ahli jantung.
Pada kasus ada beda pendapat antara dua evaluasi, kami kirim kedua form bersamaan
dengan salinan rekam kejadian ke anggota ketiga, yang harus memilih pilihan yang
paling memungkinkan. Pada kasus dengan informasi inadekuat, kami klasifikasikan
kausa kemaitan sebagai “tidak diketahui”. Jika ada informasi yang cukup, kami
tentukan Kematian akibat peristiwa kardiovaskular kecuali ada kausa non
kardiovaskular.

Kenaikan enzim jantung (creatine kinase – isoenzim MB atau troponin) dan


perubahan ST signifikan di EKG yang mengarah ke iskemia myokard atau infark
myokard akan dibutuhkan untuk diagnosis infark myokard. Kami klasifikasikan nyeri
dada yang lama atau nyeri dada saat istirahat tanpa perubahan besar pada enzim sebagai
angina tak stabil. Stroke adalah defisit serebral fokal yang berlangsung lebih dari 24
jam, dan TIA adalah defisit serebral fokal yang berlangsung kurang dari 25 jam.
Peristiwa vaskuler perifer mencakup tromboemboli arteri perifer, surgery atau
transluminal angioplasty dan klaudikasio berat.

Analisis statistik

Kami hitung setidaknya 2302 pasien perlu disertakan di tiap kelompok. Analisis
statistik menggunakan SAS versi 6.1208. untuk variabel time to event, kami buat
berdasarkan HR dan 95% CI atau model regresi Cox. Prokol menyebutkan inklusif jenis
kelamin, riwayat infark myokard dan usia sebagai kovariat dalam model. Kami juga
melakukan analisis Cox multivariat termasuk semua entri variabel sebagai kovariat
nantinya, didukung dengan standar backward selection. Kami juga mencari interaksi
kovariat-kelompok. Semua analisis dibuat berdsaarkan intention-to-treat, yaitu, mereka
menyertakan semua pasien sebagai suatu yang acak tak peduli kepatuhannya. Semua
pemeriksaan bersifat dua sisi, p<0,05 dianggap signifikan.

Etik dan keamanan

Penelitian dilakukan menurut deklarasi Helsinki. Kami peroleh persetujuan tertulis


sebelum randomisasi. Dewan pengawas keamanan dan data independen merencanakan
analisis interim. Jika kami temukan bukti konklusif tentang manfaat clarithromycin
pada outcome primer (p<0,001) atau bahaya dalam hal morbiditas dan mortalitas
(p<0,01), dewan bisa merekomendasikan pelaporan awal. The Danish Medicines
Agency menginspeksi data penelitian dan penanganan penelitian di tahun 2005;
penelitian telah dilakukan menurut legislasi dan protokol.

Hasil

Antara 5 Oktober 1999 dan 15 April 2000, 4373 pasien telah diacak – 2172
clarithromycin dan 2201 plasebo – dan memulai terapi. satu pasien plasebo menderita
HIV positif dan keluar di hari pertama. Pasien diacak dengan baik, meski lebih banyak
pasien perokok di kelompok clarithromycin dibandingkan plasebo.

Total 4330 pasien (clarithromycin 2155/2172, 99,2%; plasebo 2175/2200,


98,9%) mengembalikan formulir. Konsumsi tablet 100% dilaporkan pada 90.0% (1954
pasien) di kelompok clarithromycin dan 93.7% (2061) di kelompok plasebo; konsumsi
tablet 90% sebesar 90.2% (1959) versus 94.1% (2070), dan konsumsi tablet 75% adalah
sebesar 91.0% (1977) versus 94.7% (2083) (semua P < 0.0001). mean periode follow up
adalah 60 hari.

Komposit outcome

Outcome primer (all cause mortality atau outcome jantung non fatal) tidak berbeda
signifikan antara kelompok clarithromycin dan plasebo (15.8% v 13.8%; HR 1.15, 95%
CI 0.99 - 1.34; P = 0.08).

Outcome sekunder (mortalitas kardiovaskular atau outcome jantung non fatal)


tidak berbeda signifikan antara kelompok clarithromycin dan plasebo (11.5% v 9.9%;
1.17, 0.98 - 1.40; P = 0.09).

Outcome tersier (mortalitas kardiovaskular, infark myokard, angina tak stabil,


serangan serebrovaskuler atau penyakit vaskuler perifer) secara signifikan lebih sering
di kelompok clarithromycin daripada plasebo (16.2% v 13.7%; 1.20, 1.02 - 1.39; P =
0.03). jumlah outcome tersier non fatal secara signifikan meningkat sebesar 16% di
kelompok clarithromycin (1.16, 0.97 - 1.39; P = 0.09).
Mortalitas

All cause mortality secara signifikan lebih tinggi di kelompok clarithromycin (1.27,
1.03 - 1.54; P = 0.03), sebagai akibat dari tingginya mortalitas kardiovaskular (1.45,
1.09 - 1.92; P = 0.01). mortalitas non kardiovaskular dan mortalitas tak terklasifikasi
tidak berbeda signifikan.

Analisis multivariat

Tidak ada parameter outcome yang signifikan pada analisis regresi Cox di mana
intervensi, jenis kelamin, riwayat infark myokard, usia, riwayat merokok saat ini dan
mantan perokok merupakan kovariat tetap dan kovariat lain disertakan sebagaimana
dijelaskan dalam metode. Kencenderungan non signifikan ke arah peningkatan risiko di
kelompok clarithromycin masih menetap di analisis multivariat dari outcome primer
(1.11, 0.95 - 1.30; P = 0.17), outcome sekunder (1.14, 0.95 - 1.37; P = 0.15), dan
outcome tersier (1.16, 1.00 - 1.35; P = 0.06). All cause mortality mengalami kenaikan
signifikan (1.21, 0.99 - 1.48; P = 0.07), dan mortalitas skardiovaskuler tetap meningkat
signifikan di kelompok clarithromycin (1.38, 1.03 - 1.85; P = 0.03).

Antibodi Chlamydia pneumoniae

Sampel darah saat masuk tersedia untuk 4350/4372 (99,5%) pasien. Kami temukan titer
antibodi IgG C pneumoniae sebesar 64 atau lebih pada 1390/2162 (64,3%) pasien di
kelompok clarithromycin dan 1377/2188 (62,9%) di kelompok plasebo. Terkait titer
antibodi IgA sebesar 64 atau lebih adalah 488/2162 (22,6%) dan 469/2188 (21,4%).
Data serologi tidak bervariasi secara signifikan dengan kelompok, outcome atau efek
obat.

Efek samping

Selama terapi, 851 (39,5%) pasien kelompok clarithromycin dan 547 (25,1%) pasien
plasebo melaporkan setidaknya satu efek samping (P=0,0001). Satu efek samping serius
(nefropati akut) berujung pada unmasking (plasebo). Selama bulan pertama, 19 pasien
clarithromycin dan 13 pasien plasebo masuk rumah sakit dengan sakit perut dan dua
pasien clarithromycin dan empat pasien plasebo meninggal akibat penyakit
kardiovaskular. Perbedaannya tidak signifikan.
Diskusi

Kami tidak menemukan efek positif dari clarithromycin jangka pendek bagi pasien
dengan penyakit jantung koroner stabil. Sebaliknya, kenaikan signifikan pada mortalitas
kardiovaskular di kelompok clarithromycin sangat mengejutkan kami.

Kekuatan dan batasan

Kekuatan utama adalah ukuran penelitian ini, randomisasi yang bersifat sentral,
stratifikasi saat randomisasi dan intervensi terkontrol plasebo dengan asesmen outcome
tersamar serta analisis intention-to-treat. Kepatuhannya juga bagus. Kami dapatkan
semua outcome dari register publik, serta memastikan follow up pada lebih dari 99%
pasien. Event committee mengikuti kriteria stabil secara seragam dan
mengklasifikasikan peristiwa secara tersamar. Langkah ini melindungi dari kesalahan
acak dan kesalahan sistematis (bias).

Potensi kelemahan meliputi fakta bahwa hanya 32% dari pasien memenuhi
syarat yang diacak, sehingga bisa mempengaruhi validitas eksternal. Terlebih lagi, kami
tidak bisa mengeksklusikan peluang ketidakseimbangan saat randomisasi atau setelah
randomisasi sebagai suatu kausa kenaikan mortalitas. Kami ingin tahu kelas NYHA dan
fraksi ejeksi saat randomisasi dan terapi medis dan gaya hidup selama follow up. Kami
temukan bahwa faktor ini cenderung tidak begitu berbeda antara kedua kelompok, yang
tampak teracak dengan baik, tapi kami tidak bisa menyingkirkan kemungkinan adanya
ketidakseimbangan. Pasien clarithromycin lebih seringnya adalah perokok. Namun,
analisis multivariat kami yang menyetakan merokok dan variabel lain ternyata tidak
begitu mengubah hasil yang ada.

Efek clarithromycin

Mengapa clarithromycin bisa memiliki efek buruk pada pasien dengan penyakit jantung
koroner masih belum jelas. Selain dari karakteristik antibiotik yang dimiliki, makrolid
memiliki sifat penyekat kanal kalium yang bisa menyebabkan pemanjangan interval
QT, takikardi torsades de pointes, dan Kematian. Risiko ini secara signifikan meningkat
dengan koadministrasi makrolid dan obat yang dimatoblisme oleh sitokrom P450 3A
isoenzim. Kami tidak menemukan perbedaan pada mortalitas kardiovaskuler selema
bulan pertama kami dan interaksi obat tidak bisa menjelaskan mengenai temuan
perbedaan pada mortalitas kardiovaskular.

Perbandingan dengan penelitian terkait

Hanya ada dua penelitian lain yang telahmeniali clarithromycin pada pasien dengan
penyakit jantung koroner. CLARIFY mengacak 148 pasien ke clarithromycin atau
plasebo selama tiga bulan. Kelompok clarithromycin mengalami peningkatan mortalitas
1,5 tahun meski tidak signifikan (OR 4,17; 95% CI 0,46 – 38,2). Berg et al mengacak
473 pasien ke clarithromycin atau plasebo hingga hari dilakuakn cangkok bypass arteri
koroner. Mortalitas 2 tahun meningkat insignifikan di kelompok clarithromycin (1,10;
0,44 – 2,76). Membandingkan data ini dengan hasil kami menunjukkan peningkatan
mortalitas signifikan di kelompok clarithromycin (1,28; 1,05 – 1,57).

Beberapa penelitian azithromycin, roxithromycin, atau gatifloxacin pada pasien


dengan penyakit jantung koroner telah dipublikasikan. Simpulan sekeluruhan adalah
bahwa antibiotik tidak memiliki dampak signifikan pada peristiwa kardiovaskular. Dua
penelitian melaporkan efek positif jangka pendek. Kami temukan tingkat outcome yang
perlahan meningkat di kelompok clarithromycin (gambar 2 dan 3). Jika kami
menghentikan follow up setelah satu tahun, kami akan mendapatkan hasil netral seperti
penelitian lainnya. jika kami mengumpulkan data dari meta analisis Andraws et al.,
penelitian Berg et al., dan penelitian kami, maka antibiotik terlepas dari tipe dan durasi
follow up tidak mempengaruhi mortalitas secara signifikan (1,09; 0,97-1,22). Jika kami
mengumpulkan data ketiga penelitian yang mengikuti pasien selama lebih dari 2 tahun
(PROVE-IT, ACES dan CLARICOR), antibiotik berhubungan dengan kenaikan
mortalitas yang signifikan (1,20; 1,04-1,39).

Simpulan

Intervensi singkat dengan clarithromycin pada pasien dengan penyakti jantung koroner
stabil yang tinggal di Copenhagen bisa menyebabkan lebih banyak kematian
kardiovaskular. Keamanan jangka panjang clarithromycin pada pasien dengan penyakit
jantung koroner perlu evaluasi lebih lanjut. Oleh karena itu, kami merekomendasiakn
peneliti lain untuk menilai dampak jangka panjang clarithromycin dan antibiotik lain.
Saat ini, tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa antibiotik memiliki efek protektif
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik. Langkah lain sebaiknya
ditempuh dengan sesuai.

Anda mungkin juga menyukai