Anda di halaman 1dari 13

BAB II

DASAR TEORI

2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tanaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budaya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara
keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan dilingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 thn 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12
thn 2003 tentang ketenaga kerjaan. Kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Vailigheids Reglement, STBI No.406 thn
1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan
yang ada.
Peraturan tersebut adalah undang-undang No.1 thn 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada
di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

4
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdangangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbikan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang
ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerja sama dengan mitra sosial
guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar berjalan dengan baik.

2.1. Sistem Manajemen K-3 di Lingkungan


Bagain dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan tingkat risiko keselamatan dan
kesehatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman,
efisien dan produktif.

2.2. Keselamatan Kerja dan Kerugian Kecelakaan


2.2.1. Tujuan Keselamatan Kerja
a) Keselamatan kerja bertujuan untuk memberikan suasana kerja atau lingkungan
yang aman bagi para pekerjanya. Jadi kesehatan kerja tujuannya adalah :
b) Mencegah terjadinya bencana kecelakaan.
c) Menghindarkan kemungkinan terhambatnya produksi, serta
d) Meningkatkan kesejahtraan perkerja + keluarganya dengan berkurangnya
kecelakaan yang terjadi.

5
2.2.2. Hakekat Keselamatan Kerja
Hakekat keselamatan kerja adalah mengadakan pengawasan terhadap 4 M,
yaitu manusia (MAN), Alat-alat atau bahan-bahan (materials), mesin-mesin
(machines), dan metode keja (methods).

2.3. Kecelakaan Kerja Tambang


Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diinginkan dan tidak diduga dari semula. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu
dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cidera) maupun peralatan
mesin (kerusakan). Setiap kecelakaan yang menimpa pekerjaan tambang atau
yang mendapat ijin masuk pada pekerjaan usaha pertambangan adalah kecelakaan
tambang. Lingkungan pertambangan umum yang dimaksud “Kecelakaan
Tambang” harus termaksud atau memenuhi lima katagori, antara lain sebagai
berikut :
1. Kecelakaan benar terjadi adalah tidak ada unsur kesengajaan dari pihak
manapun maupun sikorban sendiri.
2. Menimpa karyawan, yang mengalami kecelakaan itu adalah benar-benar
karyawan yang bekerja pada perusahaan tambang tersebut.
3. Ada hubungan kerja adalah bahwa pekerjaan yang dilakukan benar-benar
untuk usaha pertambangan dari perusahaan yang bersangkutan.
4. Waktu jam kerja adalah kecelakaan tersebut terjadi dalam waktu antara
mulai bekerja sampai berakhir bekerja.
5. Didalam wilayah kuasa pertambangan kecelakaan terjadi masih didalam
yang dimaksud atau diarea pertambangan.

2.4. Kriteria Kecelakaan Tambang


Ada 5 Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
1) Kecelakaaan yang benar terjadi, artinya tidak ada unsur kesengajaan dari
pihak lain atau pun dari sikorban sendiri.
2) Menimpa Karyawan Perusahaan yang mengalami kecelakaan adalah
benar-benar karyawan yang bekerja pada perusahaan tambang tersebut.

6
3) Akibat dari suatu kegiatan yang berhubungan dengan pertambangan,
bahwa kecelakaan tersebut benar-benar akibat adanya suatu aktifitas dari
perusahaan tambang.
4) Terjadi pada jam kerja, kecelakaan tersebut terjadi dalam waktu antara
mulai kerja sampai akhir kerja.
5) Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan, kecelakaan terjadi
masih dalam wilayah yang dimaksud.
Bila salah satu kriteria diatas “tidak terpenuhi” maka kecelakaan yang terjadi
dapat dikatagorikan sebagai bukan kecelakaan tambang. Kecelakaan dapat terjadi
karena beberapa hal, adapun jenis-jenis dari kecelakaan tersebut antara lain
meliputi :
 Terjatuh atau tergelincir
 Terpukul
 Terbentur
 Terjepit
 Terkena aliran listrik
 Kemasukan benda
 Dan lain sebangainya

2.4.1 Alat-Alat Pelindung Diri

Alat-Alat Pelindung diri harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini :

1. Enak dan nyaman dipakai


2. Tidak mengganggu kerja
3. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
Alat pelindung diri merupakan alat pengaman yang dikenakan untuk
menghindari kontak langsung dengan bagian tubuh manusia. Alat pelindung diri
diberikan dan disediakan secara cuma-cuma dan memastikan bahwa alat tersebut
dipakai dengan cara yang benar dan sesuai dengan area kerjanya. KEP.MEN
No.555.K/26/M.PE/1995 (pasal 4 ayat 3 dan 4).

7
Tabel 2.1 Alat pelindung diri yang diberikan adalah :

Gambar Nama Alat Kegunaan


Sebagai alat pelindung kepala dari benturan,
kejatuhan benda yang menimpa kepala, maupun
Helm
material terbang, APD ini wajib digunakan terutama
diruang terbuka.
Alat pelindung mata dari debu, serpihan kayu,
cahaya matahari, sinar api, dll. APD ini di beberapa
Kaca Mata perusahaan mewajibkan, dipakai di area warkshop,
sedangkan untuk area lainnya masih berbentuk
himbawan.
Alat pelindung pendengaran, terutama apabila suara
Ear Muff yang ditimbulakan suara yang nyaring dan melebihi
(penutup nilai ambang batas suara. APD ini digunakan di
telinga) lokasi mesin maupun yang dapat mempengaruhi
pendengaran.
Digunakan untuk melindungi wajah, mata dari
Welding percikan bunga api dan silau cahaya dari
Hat pengelasan. APD ini wajib di gunakan pada
pengelasan.
Alat pelindung tangan pada pekerjaan konstruksi,
Sarung
bangunan, dll. APD ini wajib dipakai untuk jenis
Tangan
pekerjaan tertentu seperti welding, sampling,dll.
Alat pelindung kaki, baik dari kejatuhan tertentu
maupun menginjak sesuatu yang berbahaya. APD
sepatu
ini wajib digunakan di area maupun di lokasi
tambang dan warkshop.
Alat pelindung pernapasan atau sebagai lalat
Dust
masuknya debu, asap kedalam hidung/pernapasan.
Respirator
APD ini wajib digunakan area berdebu, berasap, dll.
Lanjutan Table 2.1

Rompi Alat refektif atau pembantu cahaya. APD ini wajib

8
digunakan untuk membantu mengetahui keberadaan
kita sekitar lokasi kerja
Alat pelindung ini digunakan untuk menjaga agar
tidak jatuh pada saat bekerja di ketinggian. APD ini
Harnes wajib digunakan untuk pekerjaan tertentu yang
bersifat ketinggian.

2.5. Klasifikasi Kecelakaan Tambang


1. Ringan : Menebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas
dan hari libur.
2. Berat : Menyebabkan pekerjaan tambang tidak mampu melaksanakan
tugas Semula selama lebih dari 3 minggu termasuk hari Minggu
dan hari libur.
 Cacat tetap
 Cidera retak tulang (lengan, kaki, kepala, punggung, pinggul),
pendarahan dalam / pingsan kurang oksigen, persendian lepas.
3. Mati : Mengakibatkan pekerja tambang meninggal dalam waktu 24 jam
terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan.
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka ada upaya yg harus
dilakukan sehingga pekerja dapat bekerja dengan aman, adapun upaya tersebut
diantaranya adalah:
1. Mengetahui dan memahami langkah atau tahapan dari pekerjaan tersebut.
2. Mengetahui dan memahami bahaya – bahaya yang mungkin terjadi.
3. Mengetahui dan memahami pekerjaan yang akan di lakukan.
4. Mengetahui dan dapat mengendalikan bahaya – bahaya tersebut.

2.6. Pendorong Kecelakaan Tambang

9
1. Adalah hal – hal yang menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap
timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman sering juga dengan
istilah penyebab dasar kecelaaan.
2. Sedangakan penyebab langsung dari kecelakaan, adalah karena;
 Tindakan tidak aman
 Kondisi tidak aman
Melakukan tindakan tidak aman sendiri dapat disimpulkan menjadi 3 faktor
penyebabnya yaitu:
1. Karena tidak tahu. Yang bersangkutan menjalankan mesin dengan benar
dan tidak tahu bahaya – bahaya sehingga terjadi kecelakaan atau
benrsangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan.
2. Karena tidak mampu. Yang tidak bersangkutan sebenarnya telah
mengetahui cara yang aman akan tetapi karena belum atau kurang
terampil, akhirnya melakukan kesalahan sehingga menyebabkan
kecelakaan.
3. Karena tidak mau. Walaupun yang bersangkutan telah mengetahui
dengan jelas cara kerja atau peraturan dan yang bersangkutan dapat
melaksakan, tetapi karena tidak punya kemauan akhirnya melakukan
kesalahan yang mengakibatkan kecelakaan.

Sesuai dengan Pasal 32 No.5 (tentang; pekerjaan tambang wajib menggunakan


alat2 pelindung diri dalam melasakan tugas/pekerjaan).
Pekerjaan tambang harus mematuhi dan wajib melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan tata tertib cara kerja yang aman, serta wajib untuk menjaga
keselamatan dirinya sendiri serta orang lain yang mungkin terkena akibat atau
dampak dari perbuatannya. Apabila terjadi kejadian berbahaya yang dapat
membayangkan jiwa atau terhalangnya produksi maka kepala teknik tambang
wajib memberitahukan kepada KAPIT, dan KTT harus melakukan tindakan
pengamanan terhadap kejadian berbaha tersebut.
 Melakukan tindakan pencegahan terhadap kejadian berbahaya.
 Mencegak terjadinya insiden susulan, akibat insiden pertama.

10
 Mengamankan data – data dan informasi untuk mendukung investasi.
 Menentuan langkah – langkah tindakan perbaikan.

2.7. Penyebab Langsung Dari Kecelakaan Tambang


1. Tindakan Tidak Aman
 Tidak memakai alat proteksi diri.
 Cara kerja yang membahayakan.
 Bekerja sambil bergurau
 Menggunakan alat yang tidak benar.
 Tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri).
 Merokok di tempat terlarang.
 Terlalu memporsir tenaga.
 Tidak mengikuti prosedur yang ada.
2. Kondisi Tidak Aman
 Alat – alat yang digunakan tidak baik atau rusak.
 Pengaturan tempat kerja tidak baik atau membahayakan.
 Bagian – bagian bergerak atau berputar dan mesin – mesin yang dapat
menimbulkan bahaya tidak dilindungi dengan baik.
 Lampu penerangan kurang memadai dan ventilasi kurang baik.
 Penyangga tidak memadai.
 Berdebu / Berasap.
 Kebisingan tinggi.
 Peringatan / rambu – rambu tidak lengkap.

2.7.1. Safty Talk atau Penyuluhan


 Pemasangan poster – poster keselamatan kerja.
 Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja.
2.7.2. Sefty Committee
 Terciptanya suasana kerja aman.

11
 Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang
pentingnya keselamatan kerja.
2.7.3. Pendidikan Latihan
 Latihan – latihan menggunakan peralatan keselamatan kerja.
 Pelatiahan pemadaman kebakaran.
 Pelatihan pengendalian keadaan darurat.
 Kursus – kursus keselamatan kerja.

2.7.4. Statistik Kecelakaan Kerja Tambang


Dibagi menjadi 2, yaitu Frekuensi Rate (FR), yaitu tingkat kekerapan dari
suatu kecelakaan dan Severity Rate (SR), yaitu tingkat keparahan dari suatu
kecelakaan.

FR = Frekuensi Rate (kekerapan kecelakaan)

Adalah jumlah kecelaan kumulatif dibagi jumlah jam kerja dikali


1.000.000 atau:

Jumlah Hari yang Hilang


SR = -------------------------------------------- X 1.000.000
Jumlah Jam Kerja
SR = Severity Rate (keparahan kecelakaan). Adalah jumlah hari yang
hilang dibagi jumlah jam kerja kali 1.000.000 atau :

2.7.5. Penyebab Terjadinya Kecelakaan Menurun (H.W. Heinrich)


2.7.5.1. Tindakan Karyawan Yang Tidak Aman
# Tanggung jawab pengawas
- Alat proteksi diri tidak di sediakan.
- Pengawas kerja yang bertentanan.
- Instruksi tidak lengkap.
- Instruksi tidak di berikan.

12
- Tidak dilakukannya pemeriksaan yang teliti terhadap mesin, alat – alat
atau pekerjan.
# Tindakan atau kelakuan karyawan
- Tergesa – gesa ingin cepat selesai.
- Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai.
- Bekerja sambil bergurau maupun bercanda.
- Tidak fokus terhadap peerjaan.
- Tidak menghiraukan peraturan dan instruksi.
- Tidak berpengalaman.
- Memakai alat – alat yang tidak tepat atau tidak aman.
2.7.5.2. Kondisi Kerja Yang Tidak Aman
a. Alat – alat atau perlengkapan, benda – benda yang tidak aman:
- Alat – alat yang sudah rusak.
- Barang – barang yang rusak dan letaknya tidak teratur.
- Mesin – mesin atau perlengkapan yang tidak di lindungi.
b. Keadaan yang tidak aman :
- Lampu penerangan tidak cukup atau tidak terang.
- Ventilasi yang tidak cukup.
- Lantai atau tempat kerja licin.
- Ruang kerja terbatas.
- Bagian – bagian mesin berputar yang tidak dilindungi
2.7.5.3. Alat – alat Keselamatan Kerja
Menyediakan alat – alat proteksi diri yang diperlukan dan yang sekuai
dengan kondisi kerja dimana karyawan itu melakukan pekerjaan. Peralatan
pelindung untuk keselamatan kerja dapat terdiri dari :
 Alat Pelindung Diri, yaitu alat yang dibuat standar yang berfungsi untuk
memprotek atau melindungi diri dari bagian tertentu. Alat pelindung ini
wajib di gunakan apabila kita bekerja dan memasuki area wajib alat
pelindung diri (APD). Penggunaan alat pelindung diri harus disesuaikan
dengan jenis dan macam – macam pekerjaannya.

13
 Alat atau sarana yang dibuat sebagai pembantu untuk melindungi diri pada
saat bekerja. Alat ini di buat dan digunakan sesuai dengan kebutuhan kerja,
biasanya setiap perusahaan mempunyai desaign tersendiri dalam
pembuatannya, tetapi tetap mempunyai masud yang sama, yaitu fungsi
sebagai tanda peringatan atau pengamanan.

Disamping Alat Pelindung Diri, juga dikenal alat pembantu untuk keselamatan
kerja. Alat ini berfungsi dari memberikan peringatan atau tanda mengatasi suatu
kondisi tertentu. Tagging secara garis besar alat ini berfungsi sebagai isolasi
dengan cara memberi tahu kepaada seluruh karyawan tambang yang berada di
sekitar lokasi tersebut, bahwa lokasi tersebut atau alat tersebut sedang dilakukan
perbaikan atau sedang ada kerusakan, sehingga diharapkan tidak ada 1
karyawanpun yang berani untuk masuk atau menjalankan alat tersebut selain
karyawan yang berkepentingan.

Alat Tagging dapat dibagi berdasarkan penggunaannya dalam 3 golongan, yaitu:


 Proposal Danger Tag tujuannya adalah memberikan informasi kepada
personil bahwa karyawan yang tertulis namanya pada Danger Tag sedang
melakukan pekerjaan dimana lokasi tersebut harus di isolasi (tidak boleh
digunakan).
 Out Of Service Tag bertujuan untuk memberitahu semua karyawan bahwa
instalasi atau alat tidak boleh di operasikan karena dapat mengakibatkan
kecelakaan atau kerusakan yang lebih lanjut pada instalasi atau pada unit
tersebut.
 Informasi Tag tersebut adalah informasi tag yang hanya boleh dilepas oleh
karyawan yang memasang atau supervisor yang ditunjuk untuk
bertanggung jawab terhadap perbaikan alat tersebut.
Rambu Peringatan ini berfungsi untuk memberitahu siapa saja yang berada
di lokasi tersebut tentang kemungkinan adanya bahaya dan bagaimana seharusnya
kita mengambil sikap. Beberapa contoh dari rambu ini adalah perbatasan area

14
kerja atau lokasi, jarak aman seseorang terhadap alat yang sedang bekerja, kondisi
daerah disitu seperti lembab/licin, berrawa, longsor, dan lain sebagainya.

2.8 Faktor Penyebab Kecelakaan

Menurut teori domino effect kecelakaan kerja H.W Heinrich, kecelakaan


terjadi melalui hubungan mata-rantai sebab-akibat dari beberapa faktor penyebab
kecelakaan kerja yang saling berhubungan sehingga menimbulkan kecelakaan
kerja (cedera ataupun penyakit akibat kerja ) serta beberapa kerugian lainnya.
Terdapat faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain : penyebab
langsung kecelakaan kerja, penyebab tidak langsung kecelakaan kerja dan
penyebab dasar kecelakaan kerja.
Menurut teori efek domino H.W Heinrich juga bahwa kontribusi terbesar
penyebab kasus kecelakaan kerja adalah berasal dari faktor kelalaian manusia
yaitu sebesar 88%. Sedangkan 10% lainnya adalah dari faktor ketidaklayakan
properti/aset/barang dan 2% faktor lain-lain. Gambar di bawah ialah ilustrasi dari
teori domino effect kecelakaan kerja,H.W.Heinrich

Gambar Table 2.2

Teori Domino Kecelakaan Kerja

Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung

15
menyebabkan terjadinya kecelakaan, misalnya terpeleset karena ceceran minyak
dilantai. Penyebab tidak langsung (basic causes) merupakan faktor yang turut
memberikan kontribusi terhadap kejadian tersebut, misalnya dalam kasus
terpeleset tersebut adalah adanya bocoran atau tumpahan bahan, kondisi
penerangan tidak baik, terburu-buru atau kurangnya pengawasan di lingkungan
kerja.
Sebab langsung hanyalah sekedar gejala bahwa ada sesuatu yang tidak
baik dalam organisasi yang mendorong terjadinya kondisi tidak aman. Karena
itu, dalam konsep pencegahan kecelakaan, adanya sebab langsung harus
dievaluasi lebih dalam untuk mengetahui faktor dasar yang turut mendorong
terjadinya kecelakaan.
Disamping faktor manusia, ada faktor lain yaitu ketimpangan sistem
manajemen seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan dan
pembinaan. Dengan demikian penyebab kecelakaan tidak selalu tunggal tetapi
bersifat multi causal sehingga penangana nya harus secara terencana dan
komprehensip yang mendorong lahirnya konsep sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.
Frank Bird berdasarkan Teori Domino Heinrich memperbaiki/
menyempurnakan teori tersebut dengan menggambarkan hubungan langsung
antara managemen dengan penyebab kecelakaan. Apabila managemen tidak
memiliki kontrol yang baik terhadap setiap level maka akan dapat mengakibatkan
terjadinya kecelakaan.

16

Anda mungkin juga menyukai