Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu
berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di dalam uterus melalui vagina ke
dunia luar. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat
melahirkan bayi yang sempurna. Proses persalinan yang sedang dihadapi seorang ibu
kadang-kadang mengalami hambatan dan harus dilakukan dengan operasi, baik
karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan
pribadi pasien.1
Cara persalinan terbagi menjadi dua, yaitu persalinan lewat vagina, lebih
dikenal denganpersalinan normal atau alami dan persalinan dengan Sectio Caesarea,
yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut. 1
Kata caesaerean berasal dari kata kerja latin sekitar abad pertengahan, caedare,
yang artinya memotong. Namun banyak sejarah yang menjelaskan tentang
munculnya sectio caesarea ini. Menurut legenda, Julius Caesar (kaisar romawi)
dilahirkan dengan cara ini, namun banyak pula yang membantahnya. Salah satunya
karena ibunya masih hidup hingga ia dewasa. Padahal saat itu operasi ini selalu fatal
dan berujung pada kematian bagi sang ibu.2
Indikasi dilakukannya sectio caesarea ini cukup banyak, namun indikasi paling
sering dilakukannya sectio caesarea yaitu sekitar 85%, antara lain karena adanya
riwayat sectio caesarea sebelumnya, adanya distosia persalinan, terjadinya gawat
janin, serta letak sungsang. Indikasi – indikasi ini serta indikasi lainnya akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.2
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada tahun
2010 menyatakan bahwa persalinan dengan sectio caesarea adalah sekitar 10-15 %
dari semua proses persalinan di negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri,
presentasi sectio caesarea sekitar 5 %.3
Dalam laporannya, WHO (2010) menemukan sebagian besar ibu hamil
memilih sectio caesarea karena takut merasakan sakit dan khawatir kondisi vagina
mereka akan menjadi kendur setelah persalinan secara normal. Selain itu, sectio
caesarea dipilih karena calon ibu bisa menentukan sendiri hari kelahiran yang
diinginkan.3
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun dictum
“Once a Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi sejak dua
dekade terakhir ini telah terjadi perubahan tren sectio caesarea di Indonesia. Dalam
20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi 20%.
Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di rumah
sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total persalinan, sedangkan di rumah
sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 – 80% dari total persalinan.3
Tingkat kelahiran sesar meningkat menjadi 26% pada tahun 2002, angka
tertinggi yang pernah dilaporkan di Amerika Syarikat. Jumlah partus pervaginal pasca
seksio sesarea atau vaginal birth after cesarian (VBAC) menurun 23% antara 2001
dan 2002, dari 16,4 per 100 perempuan untuk 12,6 per 100 perempuan (Martin JA,
2002). Perubahan-perubahan ini disebabkan sebagian kekhawatiran terhadap nilai
morbiditas ibu dan bayi dalam mencoba melakukan kelahiran normal.4
Berdasarkan laporan kesehatan oleh World Health Organization (WHO) tahun
2007 menunjukkan hanya 4 % maternal yang melakukan VBAC di Indonesia.
Tingkat keberhasilan suatu tindakan VBAC masih menjadi bahan perbahasan dan
studi lanjut masih lagi dijalankan. Banyak studi menunjukkan tahap keberhasilan
partus pervaginal pasca seksio sesarea yang telah dirancang adalah antara 72-76 %
(National Institute for Clinical Excellence, 2004). Studi yang dilakukan di Armed
Forces Hospital Muscat, Sultanate of Oman menurut Geetha (2009) menunjukkan
dari 2412 pasien yang melakukan partus sebanyak 399 pasien memenuhi kriteria
partus secara seksio sesarea buat partus petama yaitu mewakili 16.54% dari jumlah
pasien. Dari jumlah ini sebanyak 370 pasien (92.73%) melakukan percobaan partus
pervaginal nomal dan sebanyak 29 pasien melakukan seksio sesarea elektif. Dari
jumlah ini didapati tahap keberhasilan partus pervaginal pasca seksio sesarea
didapatkan sebanyak 74.86%.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sectio Caesarea
2.1.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi pada
abdomen dan uterus.5

2.1.2 Etiologi
Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di
rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total persalinan, sedangkan di
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 – 80% dari total
persalinan.5
Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah baik,
operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan pasca
operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di samping itu morbiditas
dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan secara bermakna.5

2.1.3 Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori:6

a) Kategori 1 atau emergency


Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.Contohnya
abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
b) Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam jiwa
ibu ataupun janinnya, Contohnya distosia.
c) Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
d) Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.

Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya mengelompokkan 2
kategori, yaitu emergency dan elective Caesarean section. Disebut emergency apabila
adanya abnormalitas pada power atau tidak adekuatnya kontraksi uterus. ‘passenger’
bila malaposisi ataupun malapresentasi. Serta ‘passage’ bila ukuran panggul sempit
atau adanya kelainan anatomi.

2.1.3.1 Indikasi Ibu


a. Panggul Sempit Absolut
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,
anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin dengan berat badan
normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul sempit absolut adalah ukuran
konjungata vera kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang dari 12 cm.7
Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas
panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan
serviks.7

b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi


Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Tumor yang
dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim. Adanya tumor
bisa juga menyebabkan resiko persalinan pervaginam menjadi lebih besar.
Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan
dapat berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan tindakan sectio caesarea.7
Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh hormon
estrogen yang meningkat dalam kehamilan. Dapat pula terjadi gangguan sirkulasi dan
menyebabkan perdarahan. Mioma subserosum yang bertangkai dapat terjadi torsi atau
terpelintir sehingga menyebabkan rasa nyeri hebat pada ibu hamil (abdomen akut).
Selain itu, distosia tumor juga dapat menghalangi jalan lahir.7
Tumor ovarium mempunyai arti obstetrik yang lebih penting. Ovarium
merupakan tempat yang paling banyak ditumbuhi tumor. Tumor yang besar dapat
menghambat pertumbuhan janin sehingga menyebabkan abortus dan bayi prematur,
selain itu juga dapat terjadi torsi. Tumor seperti ini harus diangkat pada usia
kehamilan 16-20 minggu.7
Adapun kanker rahim, terbagi menjadi dua; kanker leher rahim dan kanker
korpus rahim. Pengaruh kanker rahim pada persalinan antara lain dapat menyebabkan
abortus, menghambat pertumbuhan janin, serta perdarahan dan infeksi.7

c. Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang
terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat,
dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mengakibatkan syok yang fatal.
Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa.8
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan dengan
bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah proksimal
memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.8
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir. Disebut plasenta previa komplit apabila seluruh pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta. Plasenta previa parsialis apabila sebagian permukaan
tertutup oleh jaringan. Dan disebut plasenta previa marginalis apabila pinggir plasenta
berada tepat pada pinggir pembukaan.8
d. Ruptur Uteri
Ruptura uteri baik yang terjadi dalam masa hamil atau dalam proses persalinan
merupakan suatu malapetaka besar bagi wanita dan janin yang dikandungnya. Dalam
kejadian ini boleh dikatakan sejumlah besar janin atau bahkan hampir tidak ada janin
yang dapat diselamatkan, dan sebagian besar dari wanita tersebut meninggal akibat
perdarahan, infeksi, atau menderita kecacatan dan tidak mungkin bisa menjadi hamil
kembali karena terpaksa harus menjalani histerektomi.7
Ruptura uteri adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dengan rongga peritoneum. Penyebab
tersering ruptur uteri adalah terpisahnya jaringan parut bekas sectio caesarea
sebelumnya. Selain itu, ruptur uteri juga dapat disebabkan trauma atau operasi
traumatik, serta stimulus berlebihan. Namun kejadiannya relatif lebih kecil.2

e. Disfungsi Uterus
Mencakup kerja uterus yang tidak adekuat. Hal ini menyebabkan tidak adanya
kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim. Dan ini membuat kemajuan
persalinan terhenti sehingga perlu penanganan dengan sectio caesarea.7

f. Solutio Plasenta
Disebut juga abrupsio plasenta, adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
plasenta sebelum janin lahir. Ketika plasenta terpisah, akan diikuti pendarahan
maternal yang parah. Bahkan dapat menyebabkan kematian janin. Plasenta yang
terlepas seluruhnya disebut solutio plasenta totalis, bila hanya sebagian disebut
solutio plasenta parsialis, dan jika hanya sebagian kecil pinggiran plasenta yang
terpisah disebut ruptura sinus marginalis.9
Frekuensi terjadinya solutio plasenta di Amerika Serikat sekitar 1% dan solutio
plasenta yang berat mengarah pada kematian janin dengan angka kejadian sekitar
0,12% kehamilan atau 1:830.9
2.1.3.2 Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
1. Letak Lintang
Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul
sedangkan kepala berada di salah satu fossa iliaka dan bokong pada sisi yang
lain. Pada pemeriksaan inspeksi dan palpasi didapati abdomen biasanya
melebar dan fundus uteri membentang hingga sedikit di atas umbilikus. Tidak
ditemukan bagian bayi di fundus, dan balotemen kepala teraba pada salah satu
fossa iliaka.2
Penyebab utama presentasi ini adalah relaksasi berlebihan dinding
abdomen akibat multiparitas yang tinggi. Selain itu bisa juga disebabkan janin
prematur, plasenta previa, uterus abnormal, cairan amnion berlebih, dan
panggul sempit.2
2. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan insidensi 3 – 4%
dari seluruh persalinan aterm. Presentasi bokong adalah malpresentasi yang
paling sering ditemui. Sebelum usia kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi
bokong berkisar antara 25 – 30%.4
Faktor resiko terjadinya presentasi bokong ini antara lain prematuritas,
abnormalitas uterus, polihidamnion, plasenta previa, multiparitas, dan riwayat
presentasi bokong sebelumnya.4
3. Presentasi Ganda atau Majemuk
Presentasi ini disebabkan terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas
pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan
dengan kaki dan atau tangan. Faktor yang meningkatkan kejadian presentasi ini
antara lain prematuritas, multiparitas, panggul sempit, kehamilan ganda.7
b. Gawat Janin
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ)
dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Untuk
keperluan klinik perlu ditetapkan kriteria yang termasuk keadaan gawat janin.8
Disebut gawat janin, bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit atau
di bawah 100/menit, denyut jantung tak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan.7
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan memungkinkan dokter memutuskan
untuk melakukan operasi. Terlebih apabila ditunjang kondisi ibu yang kurang
mendukung. Sebagai contoh, bila ibu menderita hipertensi atau kejang pada rahim
yang dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta dan tali pusar. Sehingga aliran
darah dan oksigen kepada janin menjadi terganggu.7
Kondisi ini dapat mengakibatkan janin mengalami gangguan seperti kerusakan
otak. Bila tidak segera ditanggulangi, maka dapat menyebabkan kematian janin.8

c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan disebabkan
sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi yang lahir dengan ukuran
yang besar dapat mengalami kemungkinan komplikasi persalinan 4 kali lebih besar
daripada bayi dengan ukuran normal.8
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat diperkirakan
dengan cara :8
i. Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau ada
riwayat diabetes melitus.
ii. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema, dll).
iii. Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik.
2.1.3.3 Indikasi Ibu dan Janin
a. Gemelli atau Bayi Kembar
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2 janin), triplet (3 janin),
kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya sesuai dengan hukum Hellin.
Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan
janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai
kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang berlebihan. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain anemia pada ibu, durasi kehamilan yang memendek, abortus atau
kematian janin baik salah satu atau keduanya, gawat janin, dan komplikasi lainnya.
Demi mencegah komplikasi – komplikasi tersebut, perlu penanganan persalinan
dengan sectio caesarea untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi – bayinya.7

b. Riwayat Sectio Caesarea


Sectio caesarea ulangan adalah persalinan dengan sectio caesarea yang
dilakukan pada seorang pasien yang pernah mengalami sectio caesarea pada
persalinan sebelumnya, elektif maupun emergency. Hal ini perlu dilakukan jika
ditemui hal – hal seperti :
 Indikasi yang menetap pada persalinan sebelumnya seperti kasus panggul sempit.
 Adanya kekhawatiran ruptur uteri pada bekas operasi sebelumnya.

2.1.3.4 Indikasi Sosial


Menurut Mackenzie et al (1996) dalam Mukherjee (2008), permintaan ibu
merupakan suatu faktor yang berperan dalam angka kejadian sectio caesarea yaitu
mencapai 23%. Di samping itu, selain untuk menghindari sakit, alasan untuk
melakukan sectio caesarea adalah untuk menjaga tonus otot vagina, dan bayi dapat
lahir sesuai dengan waktu yang diinginkan. Walaupun begitu, menurut FIGO (1999)
dalam Mukherjee (2008), pelaksanaan sectio caesarea tanpa indikasi medis tidak
dibenarkan secara etik.10

2.1.4 Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea7


2.1.4.1 Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis :
1. Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira
sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
• Mengeluarkan janin lebih cepat
• Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
• Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
• Infeksi mudah menyebar
• Sering mengakibatkan ruptur uteri pada persalinan berikutnya.
2. Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim kira – kira 10 cm.
Kelebihan :
• Penjahitan dan penutupan luka lebih mudah
• Mencegah isi uterus ke rongga peritoneum
• Kemungkinan ruptura uteri lebih kecil.
Kekurangan :
• Luka dapat melebar
• Keluhan kandung kemih postoperatif tinggi.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis:
Sectio caesarea yang dilakukan tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
2.1.4.2 Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (vertikal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Insisi Klasik
d. Sayatan huruf T terbalik (T-incision)

2.1.5 Melahirkan Janin & Plasenta


Pada presentasi kepala, satu tangan diselipkan ke dalam rongga uterus diantara
simfisis dan kepala janin, lalu kepala diangkat secara hati-hati dengan jari dan telapak
tangan melalui lubang insisi dibantu oleh penekanan sedang transabdominal pada
fundus.8
Setelah kepala lahir, tarik bahu secara ringan dan hati-hati. Begitu juga dengan
bagian tubuh lainnya. Bila presentasi bukan kepala, atau bila janin lebih dari satu,
atau keadaan-keadaan lainnya, insisi vertikal segmen bawah rahim terkadang lebih
menguntungkan. Perhatikan juga apakah terdapat perdarahan.8
Bila janin telah lahir, segera keluarkan plasenta. Masase fundus, yang dimulai
segera setelah janin lahir dapat mengurangi perdarahan dan mempercepat lahirnya
plasenta.8

2.1.6 Komplikasi 10
A. Infeksi Puerperal (nifas)
 Ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja
 Sedang, kenaikan suhu disertai dehidrasi dan perut kembung
 Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
B. Perdarahan, karena :
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
 Atonia Uteri
 Perdarahan pada plasenta
C. Luka kandung kemih, emboli paru dan komplikasi lainnya yang jarang terjadi.
D. Kemungkinan ruptura uteri atau terbukanya jahitan pada uterus karena operasi
sebelumnya.

3.1 Vaginal Birth After Caesarea (VBAC)


3.1.1 Pengertian VBAC
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan
normal setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat
penting dalam ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan
kontra akan tindakan ini.3 VBAC atau melahirkan melalui vagina setelah mengalami
operasi Sesar di persalinan sebelumnya, memang lebih ditekankan pada kasus-kasus
operasi Sesar yang dilakukan atas indikasi yang sebenarnya tidak perlu artinya
operasi SC yang dilakukan sebelumnya bukan karena alasan-alasan mutlak fisiologis
seperti kelainan pangul yaitu panggul sempit murni.11
3.1.2 Indikasi VBAC
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang direncanakan
untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea.11
Menurut Cunningham (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :2
a) Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
b) Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik.
c) Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus.
d) Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan
e) dan seksio sesarea emergensi.
f) Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat.
g) Menurut Cunningham (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
h) Parut uterus yang tidak diketahui.
i) Parut uterus pada segmen bawah rahim vertical.
j) Kehamilan kembar.
k) Letak sungsang.
l) Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram.

Indikasi seksio sesarea sebelumnya akan mempengaruhi keberhasilan VBAC.


Maternal dengan penyakit CPD memberikan keberhasilan persalinan pervaginal
sebesar 60–65 % manakala fetal distress memberikan keberhasilan sebesar 69–73%.11
Keberhasilan VBAC ditandai dengan tidak terjadinya perdarahan secara
berkelanjutan, tromboembolisme dan infeksi.5 Keberhasilan VBAC juga ditentukan
oleh keadaan dilatasi serviks pada waktu dilakukan seksio sesarea yang lalu. VBAC
berhasil 67 % apabila seksio sesarea yang lalu dilakukan pada saat pembukaan
serviks kecil dari 5 cm, dan 73 % pada pembukaan 6 sampai 9 cm. Keberhasilan
persalinan pervaginal menurun sampai 13 % apabila seksio sesarea yang lalu
dilakukan pada keadaan distosia pada kala II.11
3.1.3 Kontraindikasi VBAC
Menurut Depp R (1996) kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :13
a) Bekas seksio sesarea klasik
b) Bekas seksio sesarea dengan insisi T
c) Bekas ruptur uteri
d) Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
e) Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
f) Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
g) Pasien menolak persalinan pervaginal
h) Panggul sempit
i) Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi persalinan
pervaginal

3.1.4 Prasyarat VBAC


Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar
memerlukan kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf
yang mempunyai keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi.
Sebagai penunjangnya kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-
crossmatch disiapkan dan alat monitor denyut jantung janin manual ataupun
elektronik harus tersedia.11
Pada kebanyakan merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea
emergensi dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal
distress atau ruptur uteri.13

2.1.5 Komplikasi VBAC


Komplikasi paling berat yang dapat tejadi dalam melakukan persalinan
pervagianal adalah ruptur uteri. Ruptur jaringan perut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian
ruptur uteri pada bekas seksio sesarea insisi segmen bawah rahim lebih kecil dari 1%
(0,2 – 0,8 %). Kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginal dengan riwayat insisi
seksio sesarea korposal dilaporkan oleh Scott (2002) dan American College of
Obstetricans and Gynecologist (2000) adalah sebesar 4 - 9%. Kejadian ruptur uteri
selama partus percobaan pada bekas seksio sasarea sebanyak 0,8 %.13
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan
keluar dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus
dilakukan histerektomi emergensi. Kasus ruptur uteri ini lebih sering terjadi pada
seksio sesarea klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.
Tanda yang paling sering di jumpai pada ruptur uteri adalah denyut jantung janin tak
normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun manjadi deselerasi lambat,
bradiakardia, dan denyut jantung janin tidak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah
perdarahan pervaginal, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi
hipovolemik pada ibu.14
Menurut Caughey (2001) tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :
a) Nyeri akut abdomen
b) Sensasi poping (seperti akan pecah)
c) Teraba bagian - bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold
d) Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung janin
e) Presenting perutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal
f) Perdarahan pervaginal

Pada wanita dengan bekas seksio sesarea klasik sebaiknya tidak dilakukan
persalinan pervaginal karena resiko ruptur 2 - 10 kai dan kematian maternal dan
perinatal 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen
bawah rahim.15
Menurut Lydon, komplikasi terhadap maternal termasuklah ruptur uteri,
histerektomi, gangguan sistem tromboembolik, transfusi, endometritis, kematian
maternal dan gangguan-gangguan lain.4

2.1.6 Skoring VBAC


Sistem skoring VBAC untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan
pervaginal bekas seksio sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.
Flamm dan Geiger menentukan panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio
sesarea dalam bentuk sistem skoring. Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem
skoring untuk pasien bekas seksio sesarea.16
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger (1997) yang ditentukan untuk
memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti
tertera pada table dibawah ini:17
No Karakteristik Skor
1 Usia 40 tahun 2

Riwayat persalinan pervaginal : 4


• - Sebelum dan sesudah
seksio sesarea

2
• - Persalinan pervaginal 2
sesudah seksio sesarea

• - Persalinan pervaginal 1
sebelum seksio sesarea

• - Tidak ada 0
Alasan lain seksio sesarea 1
3 terdahulu
Pendataran dan penipisan serviks 2
saat tiba di rumah sakit dalam
keadaan inpartu :
4 • - 75%
• - 25-75% 1
• - < 25% 0
5 Dilatasi serviks > 4 cm 1

Skor Angka Keberhasilan (%)


0-2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8-10 95-99
Total 74-75
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Status Ibu Hamil


ANAMNESA PRIBADI
Nama : Ny. PM
Umur : 31 tahun
Suku : Batak
Alamat : JL Sei Kera, Medan Perjuangan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
Status Pernikahan : Menikah
Tanggal Masuk : 6 November 2018
Jam Masuk :

ANAMNESA PENYAKIT
Ny. PM, 31 tahun, G1P0A0, Batak, Islam, SLTA, Ibu Rumah Tangga, i/d Tn. tahun,
Batak, Islam, SLTA, Wiraswasta. Datang dengan keluhan :
Keluhan Utama : Mulas-mulas sesekali
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 1 hari ini pada tanggal 5
November 2018. Mules dirasakan pasien sesekali hilang timbul. Keluar lendir darah
(+) sejak tanggal 5 November 2018 pukul 19.00 WIB, keluar air-air dari kemaluan (-
). BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat penyakit terdahulu: (-)
Riwayat pemakaian obat: (-)

RIWAYAT MENSTRUASI
HPHT :? Februari 2018
TTP :? November 2018
ANC : 6 x ke Sp.OG

RIWAYAT PERSALINAN
1. Laki-laki, 2700gram, aterm, SC, RS, sehat, 9 tahun.
2. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sens : Compos mentis Anemis :-
TD : 110/70 mmHg Ikterik :-
HR : 82 x/i Sianosis :-
RR : 20 x/i Dyspnoe :-
Temp : 36,7oc Oedema :-

STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera Ikterik (-/-)


Refleks pupil (+/+)
Isokor , ka=ki
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R-2 cmH2O
Thorax
- Inspeksi : Simetris fusiformis
- Palpasi : SF kanan = kiri
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi :
Jantung : S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara Pernafasan :Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak Ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Clubbing finger (-),
Oedem Pretibial (-/-)

STATUS OBSTETRI
Inspeksi : Abdomen Membesar asimetris
Palpasi
Leopold I : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leopold II : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leopold III : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leopold IV : Tidak dilakukan pemeriksaan
TFU : 4 Jari bpxm 30cm
Gerak Janin : (+)
Teregang : Kanan
Terbawah : Bokong
Denyut Jantung Janin : (+) 148 x/i, reguler
HIS : 2 x 20”/10’
Taksiran Berat Janin : 2945 gram

PEMERIKSAAN DALAM
VT : Ө axial 4 cm, sacral, eff 20%, bagian terbawah bokong, sekret (+)
ST : Lendir darah (+), air ketuban (-)

PEMERIKSAAN USG TAS


Janin tunggal, PB, AH
Biparietal diameter : 90.1 mm
Head circumference : 3.5 mm
Abdominal circumference : 3.9 mm
Fetal lenght : 70 mm
Estimated Fetal Weight : 2945 gram
Kesan : : IUP (37-38) minggu + PB + AH
LABORATORIUM
16 juli 2018 (pukul 01.49 WIB)
Test Result Unit References
Hemoglobin g/Dl 12-16
Eritrosit 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit % 36.0-48.0
Platelet 103/µL 150-400
Ureum mg/dl 10.0-50.0
SGOT U/L 0.00-40.00
SGPT U/L 0.00-40.00
Creatinin mg/dl 0.6-1.2
Uric Acid mg/dl 3.5-7.0
Glukosa ad random mg/dl <140
Natrium mmol/L 136-155
Kalium mmol/L 3.50-5.50
Klorida mmol/L 95.00- 103.00
APTT Detik 28.6- 42.7
Anti HCV Negatif
Anti HIV Negatif

DIAGNOSA KERJA
Prev SC 1x + SG + KDR (37-38) minggu + PB + AH + Inpartu
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 gr

RENCANA TINDAKAN
- Sectio Caesarea
- Konsul Departemen Anestesi
- Konsul Departemen Anak Perinatologi

LAPORAN OPERASI SECTIO CAESAREA

WAKTU TINDAKAN
03.00 Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi
supine dengan infuse terpasang baik
03.10 Operator mencuci tangan degan cara fverbringer dan
memakai alat pelindung diri seperti cap, masker, apron,
sepatu boat, baju steril dan sarung tangan steril.

03.15 Dilakukan anastesi spinal, ditunggu dan pasien diminta


mengangkat kaki. pasien mengatakan kakinya kebas
dan sulit diangkat, kemudian operator memberikan
rangsangan nyeri di daerah kaki. Pasien sudah tidak
merasakan nyeri. Dilakukan pemasangan kateter uri.
Kateter terpasang baik
03.20 Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic pada
lapangan operasi dengan povidon iodine dan alcohol
70% lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi
Time Out
03.30 Dibawah spinal anestesi dilakukan insisi pfannenstiel
pada bekas operasi sebelumnya mulai dari kutis,
subkutis sampai fasia sepanjang ±10 cm dengan
menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia
digunting kekiri dan kekanan, otot dikuakkan secara
tumpul
Peritoneum visceralis dijepit dengan pinset anatomis,
diangkat lalu digunting ke atas dan ke bawah
Tampak uterus gravidarum sesuai kehamilan, dilakukan
insisi low servical disegmen bawah rahim sampai
subendometrium, endometrium ditembus secara tumpul
dengan jari dan dikuakkan secara sayatan.
Selaput ketuban dipecahkan, tampak air ketuban jernih,
tampak bagian plasenta, kemudian plasenta ditembus
dengan jari
Janin lahir dengan meluksirkan kepala, lahir bayi
Dilakukan manajemen aktif kala III dengan injeksi
oksitosin 10 IU secara intravena. Tali pusat di klem
dibagian proximal kemudian dipotong.
Janin kedua dilahirkan dengan menarikkan kaul dan
melahirkan bahu dengan manufer lovset dan
menggunakan manufer maurisio untuk kepala, lahirlah
bayi
Dilakukan penjepitan tepi luka dengan menggunakan 4
oval klem, dilakukan management aktif kala III dengan
injeksi oxytocin 10 IU secara IV. Kemudia plasenta
dilahirkan dengan metode peregangan tali pusat
terkendali. Kesan : plasenta lahir lengkap, kemudian
diberikan injeksi metiergometrin 0,2 mg secara IV.
Uterus dibersihkan dengan kassa. Kesan : bersih
Dilakukan penjepitan pada segmen bawah uterus secara
continous suture dengan vicryl 1.0 dimulai dengan
jahitan pertama ± 1 cm dari ujung luka. Dilakukan
penjepitan continous dengan menembus bagian
myometrium sampai endometrium. Kemudian
diteruskan sampai ujung luka. Evaluasi perdarahan dan
kontraksi uterus. Kesan : perdarahan terkontrol,
kontraksi adekuat
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis sebagai
berikut : peritoneum dijahit secara continuous suture
dengan benang catgut 2.0. otot dijahit secara simple
interupred suture dengan benang plain catgut no. 2.0.
fascia dijahit secara continuous dengan benang vicryl
2.0. subkutis dijahit secara simple interupred suture
dengan benang chromic catgut no. 2.0. kutis dijahit
dengan benang vicryl 3.0
Penjahitan selesai, luka pada dinding perut selesai
dijahit dan ditutup dengan supratule, kassa dan hypafix

Operasi selesai, keadaan umum ibu post operasi :


Sensorium : compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/i
Pernafasan : 22x/i
Suhu : 36.2C

Kontraksi : (+)

RENCANA TATALAKSANA POST SC


Terapi Medikamentosa
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

RENCANA TINDAKAN
- Cek lab darah rutin 2 jam post SC
- Awasi kontraksi, vital sign, perdarahan (kala IV)

HASIL LABORATORIUM 2 JAM POST SC


- Hemoglobin : 9.8 g/dL
- Hematokrit : 30,0%
- Leukosit : 22,71 x 103/μm3
- Trombosit : 348 x 103/μm3
-
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Follow up
6 S : Post operatif care
November O : SP : Sens : CM
2018 TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/ menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari di bawah pusat, kontraksi kuat
L/O : tertutup verban, kesan : kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : (+) via kateter OUP: ±30
cc/jam. kuning jernih
BAB : (-) , Flatus (+)
A : Post SC a/i Prev SC 1x + PB + AH
P : IVFD RL + Oksitoksin 10 IU 20 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

R/ Awasi vital sign, kontraksi uterus, P/V, cek DR 2


Jam post OP
7 S : Nyeri bekas luka operasi
November O : SP : Sens : CM
2018 TD : 100/60 mmHg
Nadi : 76 x/ menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari di bawah pusat
L/O : tertutup verban, kesan : kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : via kateter (+) 600cc warna
kuning jernih
BAB : (-), flatus (-)
A : Post SC a/i prev SC 1x + NH1
P : Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Ketorolac 30mg/8jam
Inj. Ranitidine 50/12jam
R/ -Terapi lanjut

- Aff Kateter
- Mobilisasi
- Diet MB

8 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang


November O : SP : Sens : CM
2018 TD : 110/60 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
RR : 20 x/menit
T : 36,8oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah pusat
L/O : tertutup verban, kesan : kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : via kateter (+) 80cc/jam,
kuning, jernih
BAB : (+) Normal
A : Post SC a/i prev SC 1x + NH2
P : Cefadroxyl 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Vit B Comp 2x1
R/ Aff infus
Mobilisasi
Diet MB
9 S : Nyeri luka operasi (+) berkurang
November O : SP : Sens : CM
2018 TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
RR : 20 x/menit
T : 36,7oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah pusat
L/O : tertutup verban, kesan : kering
P/V : (-) , Lochia (+) rubra
BAK : Via kateter 60cc/jam. Kuning
jernih
BAB : (+) Normal
A : Post SC a/i prev SC 1x + NH3
P : Cefadroxyl 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Vit B Comp 2x1
R : - PBJ Tanggal 9 November 2018
- Kontrol ke PIH tanggal 12 November 2018
BAB IV
DISKUSI KASUS
Ny. P 31 tahun, G2P1A0 Batak, Islam, datang ke RSUPM dengan keluhan
mules-mules mau belahirkan. Hal ini dirasakan sejak 1 hari yang lalu pukul 17.00
WIB, Riwayat keluar lendir bercampur darah dijumpai 1 hari yang lalu pukul 13.00
WIB. Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-). Riwayat SC 1x. BAB dan BAK dalam
batas normal. Riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya tidak di
jumpai. Riwayat darah tinggi pada kehamilan saat ini tidak di jumpai. Riwayat
HPHT: ?/ 2 /2018,TTP ? / 11 /2018, siklus tidak teratur . Tidak ada riwayat
pemakaian kontrasepsi, ANC (+) 5x dengan Sp. OG. Riwayat persalinan (1) Laki –
laki, 2700 gram, SC a/i ?, 9 tahun, sehat. (2) Hamil ini
Pemeriksaan obstetri: Abdomen membesar asimetris, tinggi fundus uteri 2 jari
dibawah processus xyphoideus (30 cm), teregang kanan, terbawah bokong, turunnya
bokong 4/5, gerakan janin (+), Denyut Jantung Janin (+) 148 x/i, reguler, His (+) 2x
20”/10’. VT: serviks ? , dilatasi 2 cm, EFF 20%, Hodge I. Adekuasi Panggul:
Promontorium tidak teraba, Linea inominata tidak teraba 2/3 anterior, sudut Pubis
>900, Os scarum konkad, os koxigeus mobile. Kesimpulan: Panggul adekuasi.
Pemeriksaan USG TAS janin tunggal, Presentasi kaki, Anak Hidup, FM(+), FHR (+)
133 kali/menit reguler, BPD 90,7 mm, HC 315 mm, AC 319 mm, FL 70 mm, EFW
2945 gram, Plasenta Fundal grade ? Kesan : (37-38) minggu + presentasi bokong+
anak hidup dan lakukan Operasi Sectio Caesarea pada 6 november 2018 pada pukul
03.00 WIB. Lahir bayi laki-laki BBL 2900 gr PBL 44 cm. A/S 8/9. Pasien dirawat di
ruangan dengan terapi IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit, Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam,
, Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam, Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam dan rencana tindakan di
ruangan Cek lab darah rutin 2 jam post SC, Awasi kontraksi, vital sign, perdarahan
(kala IV). Selama perawatan pasien mendapatkan antibiotik dan analgetik sesuai
dosis standard, keadaan pasien membaik. Ibu dan bayi baik dan pulang pada tanggal 9
November 2018, kontrol PIH tanggal 12 November 2018.
BAB V
ANALISIS KASUS

TEORI TEMUAN

Sectio Caesarea adalah Ny. P 31 tahun, G2P1A0 Batak,


suatu cara melahirkan janin Islam, datang ke RSUPM dengan
dengan membuat sayatan keluhan mules-mules mau
pada dinding uterus melalui belahirkan. Hal ini dirasakan sejak 1
dinding depan perut atau hari yang lalu pukul 17.00 WIB,
vagina. Terdapat 2 kategori, Riwayat keluar lendir bercampur
yaitu emergency dan darah dijumpai 1 hari yang lalu
elective Caesarean section. pukul 13.00 WIB. Riwayat keluar
Disebut emergency apabila air-air dari kemaluan (-). Riwayat
adanya abnormalitas pada SC 1x.
power atau tidak
adekuatnya kontraksi Pemeriksaan Penunjang
uterus. ‘Passenger’ bila
- Hb/Eri/Leu/Ht:11.1/3.95/15,09/33,7
malaposisi ataupun
- Ur/Cr/: 10.0/0.62
malapresentasi. Serta ‘
- KGD ad Random: 121
Passage’ bila ukuran
- PT/APTT/ INR: 12.3/30.6/0.89
panggul sempit atau adanya
- Anti HCV : Negatif
kelainan anatomi.
- Anti HIV : Negatif

PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Sensorium : compos
mentis
Tekanan Darah : 110/70
mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,4 ºC

PEMERIKSAAN USG
Janin tunggal, Presentasi bokong,
Anak Hidup
Fetal movement (+), fetal heart rate
(+) 133 kali/menit
Biparietal diameter : 90,7
mm
Head circumference : 31,5
mm
Abdominal circumference : 31,9
mm
Fetal lenght : 70
mm
Estimated Fetal Weight : 2945
gr
Plasenta :
Fundal

Kesan : IUP (37-38) minggu + PB +


AH
Indikasi untuk Ny. P 31 tahun, G2P1A0
sectio caesarea antara lain Batak, Islam, datang ke RSUPM
meliputi: dengan keluhan mules-mules mau
Indikasi untuk belahirkan. Hal ini dirasakan sejak
sectio caesarea antara lain 1 hari yang lalu pukul 17.00 WIB,
meliputi: Riwayat keluar lendir bercampur
1. Indikasi ibu: darah dijumpai 1 hari yang lalu
 Panggul sempit pukul 13.00 WIB. Riwayat keluar
 Tumor yang dapat air-air dari kemaluan (-). Riwayat
mengakibatkan SC 1x.
obstruksi
 Plasenta previa
 Ruptur Uteri
 Disfungsi Uterus
 Solusio Plasenta

2. Indikasi Janin
a. Kelainan Letak
 Letak Lintang
 Presentasi
Bokong
 Presentasi
Ganda
b. Gawat Janin
c. Ukuran Janin

3. Indikasi Ibu dan Janin


a. Gamelli atau bayi
kembar
b. Riwayat Sectio
Casearea

Pada Tanggal 6 November 2018, pukul


03.00 WIB, dilakukan Sectio Casearea, lahir
bayi Laki-laki, BBL: 2900 gr, PBL: 44 cm,
Apgar Skor: 8/9, anus(+).

Tindakan yang dilakukan adalah tindak


yang sesuai standar. Tetap awasi vital sign,
kontraksi uterus dan perdarahan.
KESIMPULAN DAN PERMASALAHAN

CLINICAL SUMMARY

Ny. P 31 tahun, G2P1A0 Batak, Islam, datang ke RSUPM dengan keluhan


mules-mules mau belahirkan. Hal ini dirasakan sejak 1 hari yang lalu pukul 17.00
WIB, Riwayat keluar lendir bercampur darah dijumpai 1 hari yang lalu pukul 13.00
WIB. Riwayat keluar air-air dari kemaluan (-). Riwayat SC 1x.
Pasien didiagnosa masuk dengan Prev. Sc 1x+ SG+ KDR (37-38) minggu+
PB+ AH+inpartu. Tindakan yang telah dilakukan sectio casearea cito. Pasien telah
diberkan terapi sesuai standar dan kondisi pasien post operasi stabil.

DISKUSI
1. ???
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar, Masalah dan Solusinya. Jakarta: Puspa
Swara.
2. Cunningham, F.G., Mac.Donald, P.C., Gant, N.F., Distosia karena kelainan
pada presentasi, posisi atau perkembangan janin , Obstetri Williams (18th ed),
Suyono, J., Hartono, A., (Alih Bahasa), Jakarta : EGC, 2005
3. World Health Organization (WHO), 2010. World Health Statistics 2010.
WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Available from:
http://www.who.int/whosis/whostat2007_erratareduce.pdf. [Accessed 20
November 2018]
4. Lydon-Rochelle, M., Holt, V.L., Easterling, T.R., dan Martin, D.P., 2001.
Risk Of Uterine Rupture During Labor Among Women With Prior Cesarean
Delivery. N Engl J Med 345:3-8.
5. Joy, S., 2011. Caesarean Delivery. Wake Forest University School of
Medicine. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/article/263424–overview. [Accesed on
18 November 2018]
6. Edmonds DK. 2012. Dewhurst’s textbook of Obstetrics and Gynaecology, 8th
edition. Blackwell Publishing.
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
8. Keman. K. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. In: ilmu Kebidanan
Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011. Page:
186
9. Deering, SH., 2017. Abruptio Placentae. University of Washington.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/262159-overview.
[Accesed on 18 November 2018]
10. Mukherjee, S.N., 2008. Rising Cesarean Section Rate. Maulana Aazad
Medical College and Hospitals, New Delhi. Available from:
http://medind.nic.in/jaq/t06/i4/jaqt06i4p298.pdf
11. Saputri.Y, 2014. Persalinan Pervaginal Pasca Seksio-sesarea.
http://simtakp.uui.ac.id/dockti/YONA_SAPUTRI-kti_yona.pdf diakses pada
10 Juni 2018
12. Setiawan.D., Krisnadi.S.R., Sabarudin.U, 2012. Perbandingan Keberhasilan
Vaginal Birth After Caesarea (VBAC) Pada Inersia Uteri Hipotonik dengan
dan Tanpa Pemberian Oksitosin. Jurnal FKUNPAD. Bandung.
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/download/130/pdf_35
diakses pada 11 Juni 2018
13. USU. 2011. Vaginal Birth After Caesarea.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23239/chapter%20II.p
df diakses pada 11 Juni 2018.
14. Maine Medical. 2017. Vaginal Birth After Cesarean (VBAC) Guideline.
https://mainehealth.org/-/media/mainehealth/pdfs/clinical-guidelines-and-
resources/obstetrical-perinatal-guidelines/vbac-guideline.pdf diakses pada 11
Juni 2018
15. Women’s Health Care. 2017. Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Jurnal
Frequently Asked Questions.
htpps://www.acog.org/~/mediafor%20patients/faq070.pdf diakses pada 11
Juni 2018
16. SOGC. 2005. Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth.
https://sogc.org/wp-content/uploads/2013/01/155e-CPG-February2005.pdf
diakses pada 11 Juni 2018.
17. Wiknjasastro.H. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal.In: Ilmu
Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2006.

Anda mungkin juga menyukai