Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan media komunikasi yang sangat penting bagi


investor, kreditur, dan manajemen dalam pengambilan keputusan. Laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan harus mencerminkan keadaan
perusahaan yang sebenarnya. Kualitas informasi laporan keuangan dapat
meningkat apabila tingkat asimetri informasi yang disajikan rendah (Paramita,
2014).

Laporan keuangan dan laporan tahunan merupakan salah satu informasi


yang secara formal wajib dipublikasikan. Informasi yang dipublikasikan tersebut
harus dapat mengungkapkan kondisi keuangan yang sebenarnya, sehingga
bermanfaat bagi masyarakat umum. Informasi yang bermanfaat bagi masyarakat
umum adalah informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yaitu
informasi yang relevan. Salah satu indikator bahwa suatu informasi akuntansi
relevan adalah adanya reaksi pemodal pada saat diumumkannya suatu informasi
yang dapat diamati dari pergerakan harga saham, informasi yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan tersebut adalah laba akuntansi (Naimah, 2008).

Laba akuntansi adalah salah satu informasi dari banyak informasi yang
digunakan oleh para investor untuk memperkirakan nilai suatu saham. Salah satu
pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur reaksi investor terhadap
informasi laba akuntansi adalah koefisien respon laba atau earning response
coeficient (BRC) (Daud dan Syarifuddin, 2008).

Scott (2009) mendefinisikan ERC sebagai koefisien yang digunakan untuk


mengukur besarnya return saham dalam merespon laba yang dilaporkan oleh
perusahaan. Setiap perusahaan memiliki hubungan yang berbeda antara laba
perusahaan dengan return saham. Semakin tinggi return saham yang dapat
diharapkan dari peningkatan laba menunjukkan semakin tinggi pula tingkat BRC.
Investor akan lebih mudah memprediksi laba yang mungkin didapatkan dari
investasi saham pada suatu perusahaan di masa datang dengan mengetahui tingkat
ERC suatu perusahaan.

Walaupun informasi laba merupakan hal yang paling direspon oleh


investor sebagai dasar pengambilan keputusan, namun informasi tersebut sangat
terbatas kegunaannya bagi investor. Semakin tepat waktu informasi laba akuntansi
dipublikasikan, maka diharapkan semakin meningkatkan kandungan kualitas
informasi laba akuntansi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas laba
perusahaan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ERC yaitu
Ketepatwaktuan penyampaian laporan, konservatisme, dan leverage.

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas informasi adalah


ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan. Nilai ketepatwaktuan
penyampian laporan keuangan merupakan faktor penting bagi kemanfaatan
laporan keuangan. Disamping itu ketepatwaktuan merupakan kewajiban bagi
perusahaan yang go publik untuk menyampaikan laporannya secara berkala.

Pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dinyatakan


dengan jelas bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan
berkala dan laporan insidental lainnya kepada Otoritas jasa Keuangan maupun
Bursa Efek indonesia. Dalam Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor :
Kep-306/Bej/O7-2004 Tentang Peraturan Nomor I-E Tentang Kewajiban
Penyampaian Informasi menyebutkan bahwa batas waktu penyampaian laporan
keuangan tahunan harus disampaikan dalam bentuk laporan keuangan auditan,
selambat-lambatnya pada akhir bulan ke-3 (ketiga) setelah tanggal laporan
keuangan tahunan.

Berkembangnya perusahaan publik di Indonesia menyebabkan


ketepatwaktuan dalam penyampaian laporan audited keuangan ke Otoritas Jasa
Keuangan maupun kepada Bursa Efek Indonesia menjadi tidak mudah. Hambatan
tersebut tentunya akan dapat mempengaruhi respon pasar terhadap laporan
keuangan yang disajikan. Menurut Chandrarin, Reaksi pasar ditunjukkan oleh
besaran kekuatan hubungan antara laba akuntansi dan harga saham dalam ukuran
return abnormal kumulatif. Kandungan kualitas informasi laba akuntansi sebagai
wujud kredibilitas informasi akuntansi dipengaruhi oleh ketepatwaktuan publikasi
laporan keuangan yang tercermin oleh return abnormal kumulatif (CAR) sebagai
bentuk ukuran dari kuat-lemahnya hubungan antara harga saham dan laba
akuntansi yang juga merupakan hasil regresi antara proksi dari harga saham dan
laba akuntansi (Paramita, 2014).

Menurut Atiase, dkk, Beberapa riset yang mengungkapkan


ketepatwaktuan menunjukkan bahwa publikasi laporan keuangan yang
mengandung informasi laba akuntansi direspon secara berbeda ketika
dipublikasikan pada tingkat ketepatwaktuan berbeda terdapat pengaruh
Timeliness terhadap Respon laba (Paramita, 2014). Paramita dalam penelitiannya
menemukan bahwa yaitu Ketidaktepatan waktu pelaporan keuangan mempunyai
pengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas laba. Tapi terdapat juga penelitian
yang menyatakan, Ketepatwaktuan informasi tidak berpengaruh terhadap
keresponan laba (Yanti, 2015).

Konservatisme juga dapat mempengaruhi laporan keuangan.


Konservatisme merupakan prinsip penting yang telah lama mempengaruhi laporan
keuangan. Konvensi seperti konservatisme menjadi pertimbangan dalam
akuntansi dan laporan keuangan karena aktivitas perusahaan dilingkupi oleh
ketidakpastian. FASB Statement of Concept No. 2 mendefinisi konservatisme
sebagai reaksi hatihati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada
situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan.

Konservatisme merupakan konsep akuntansi yang kontroversial. Terdapat


banyak kritikan yang muncul, namun ada pula yang mendukung penerapan
pn'nsip konservatisme. Di satu sisi, konservatisme akuntansi dianggap sebagai
kendala yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Penerapan
konservatisme menimbulkan reaksi bagi para pelaku pasar modal. Reaksi pasar
dipengaruhi oleh informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Laporan
keuangan yang konservatif menghasilkan angka-angka pendapatan atau laba yang
lebih rendah dibandingkan laporan keuangan optimis. Menurut Nayar dan Rozeff,
Hubungan antara reaksi pasar terhadap laba yang dihasilkan dari penerapan
konservatisme tercermin dalam earnings response coejicient. Earnings response
coeffcient menunjukkan seberapa besar respon pasar yang terkandung dalam
harga saham atas perubahan yang tetjadi pada laba (Mentari, 2012). Oleh karena
itu, tujuan variabel konservatisme dihubungkan dengan earnings response
coemcient adalah untuk melihat seberapa besar reaksi pelaku pasar terhadap
laporan keuangan yang konservatif.

Penelitian oleh Panman dan Zhang menjelaskan bahwa hubungan antara


akuntansi konservatif dan kualitas laba bergantung pada pertumbuhan investasi
perusahaan. Pertumbuhan investasi yang temporer atau berfluktuasi akan
menghasilkan tingkat pengembalian (rate of return) yang temporer atau
berfluktuasi sehingga menghasilkan kualitas laba yang rendah. Penerapan
akuntansi konservatif akan menghasilkan laba yang berfluktuasi (tidak persisten).
Laba yang berfluktuasi akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi
aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang. Apabila nilai perusahaan
adalah nilai sekarang dari aliran kas masa depan, maka laba yang berfluktuasi
cenderung untuk mengurangi hubungan antara laba dan retun. Dapat disimpulkan
praktik akuntansi konservatif diduga akan mengurangi koefisien respons laba
perusahan (Suaryana, 2007).

Beberapa penelitan yang berhubungan dengan konservatisme menyatakan


Konservatisme akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap keresponan laba
(Yanti, 2015). Berbanding terbalik dengan penelitian selanjutnya yaitu
konservatisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap earnings response
coefficient (Mentari, 2012). Namun dalam penelitian Setyaningtyas (2009)
menyatakan Konservatisme laporan keuangan dan koefisien respon laba
berhubungan positif tidak signifikan. Selain itu, tidak terdapat perbedaan respon
pasar yang signiiikan terhadap kecenderungan pelaporan keuangan baik yang
konservatif atau pun optimis.

Leverage merupakan pengukuran besarnya aktiva yang dibiayai dengan


hutang. Hutang yang digunakan membiayai aktiva berasal dari kreditor, bukan
berasal dari investor. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi berarti
memiliki utang yang lebih besar dibandingkan modal. Dengan demikian jika
terjadi peningkatan laba maka yang diuntungkan adalah debtholders.
Leverage yang tinggi menggambarkan suatu perusahaan sangat
bergantung pada kreditornya. Menurut Weston dan Copeland menyebutkan
leverage dapat digunakan untuk mengukur penggunaan hutang akan pembiayaan
aktiva. Leverage yang tinggi juga dapat dikatakan perusahaan tersebut mengalami
keseulitan keuangan dan Peneliti Schwartz dan Soo berpendapat bahwa
perusahaan akan semakin lambat menyampaikan laporan keuangannya apabila
mengalami kesulitan keuangan (dewi dan wirakusuma, 2014).

Struktur modal adalah penggunaan aset dan sumber daya oleh perusahaan
yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan
keuntungan potensial pemegang saham. Konsep struktur modal sangat penting
terutama untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade off
antara resiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial.
Struktur modal perusahaan yang diproksikan dengan leverage berpengaruh negatif
terhadap koefisien respon laba (Dhaliwal et. al. 1991 dalam Nofianti, 2014). Pada
umumnya struktur modal yang diproksikan dengan besarnya leverage perusahaan
menyebabkan para investor menjadi kurang percaya terhadap laba yang
dipublikasikan oleh perusahaan, pada akhirnya akan mengakibatkan respon pasar
menjadi relative rendah yang mencerminkan laba suatu perusahaan kurang atau
tidak berkualitas.

Beberapa penelitan yang berhubungan dengan leverage diantaranya,


menurut Hasanzade et al., (2013) menghasilkan bahwa variabel leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap Earnings Response Coejficient.
Sedangkan menurut Paramita (2012) bahwa leverage memiliki pengaruh yang
tidak signifikan terhadap Earnings Response Coefficient. Murwaningsari (2008)
memperoleh bukti empiris yang menunjukkan hasil terdapat pegaruh negatif
antara leverage terhadap Earning Response Coeficient (ERC).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah: Penelitian


sebelumnya hanya menggunakan satu variabel independen saja dalam melihat
pengaruhnya terhadap Respon Laba Akuntasi namun dalam penelitian ini saya
menambahkan dua variabel idependen lainnya yang dapat mempengaruhi Respon
Laba Akuntansi yaitu Konservatisme dan Leverage. Obyek penelitian dalam hal
ini saya menggunakan perusahaan yang tergabung kedalam Jakarta Islamic Index
(JII) dalam kurun waktu dari tahun 2013-2017.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melakukan penelitan dengan


judul: “ Pengaruh Ketepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan,
Konservatisme Dan Leverage Terhadap Respon Laba Akuntansi ”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang


akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan berpengaruh


secara parsial terhadap Respon Laba Akuntansi?
2. Apakah Konservatisme laporan keuangan berpengaruh secara parsial
terhadap Respon Laba Akuntansi?
3. Apakah Leverage laporan keuangan berpengaruh secara parsial terhadap
Respon Laba Akuntansi?
4. Apakah Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan, Konservatisme,
dan Leverage berpengaruh secara simultan terhadap Respon Laba
Akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka


penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji:

1. Pengaruh Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan secara parsial


terhadap Respon Laba Akuntansi.
2. Pengaruh Konservatisme laporan keuangan secara parsial terhadap Respon
Laba Akuntansi.
3. Pengaruh Leverage laporan keuangan secaara parsial terhadap Respon
Laba Akuntansi.
4. Pengaruh Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan,
Konservatisme, dan Leverage secara simultan terhadap Respon Laba
Akuntansi.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang


berarti dalam perkembangan ilmu ekonomi, khususnya pada bidang ilmu
akuntansi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
referensi dan perbandingan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan koefisien respon laba akuntansi.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Investor dan Calon investor Sebagai bahan pertimbangan bagi


investor dan calon investor dalam melakukan analisis fundamental
yang dilakukan untuk mengambil keputusan investasi, dengan
memahami Ketepatwaktuan penyampaian laporan keungan,
Konservatisme laporan keuangan, dan Leverage laporan keuangan
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi besaran yang
menunjukkan hubungan informasi laba dan return perusahaan.
b. Bagi para peneliti terdahulu Dapat digunakan untuk melihat
konsistensi hasil penelitian sehingga bermanfaat sebagai
pembanding hasil-hasil penelitian sejenis, serta sebagai bahan
referensi lebih lanjut untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

1. Laporan Keuangan

Laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat untuk berkomunikasi dengan


pihak-pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan. Karena fungsi-fungsi
inilah akuntansi sering disebut leanguage of business. Kondisi keuangan dan hasil
operasi perusahaan yang tercemin dalam laporan keuangan perusahaan pada
hakikatmya merupakan hasil akhir dari kegiatan akuntansi perusahaan yang
bersangkutan. Informasi tentang kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan
sangat berguna bagi berbagai pihak yang berada diluar perusahaan. Informasi
yang berguna misalnya tentang kemampuan perusahaan untuk melunasi
utangutang jangka pendek, kemampuan perusahaan dalam membayar bunga dan
pokok pinjaman, dan keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan besarnya
melalui modal sendiri (Jumingan, 2011).

Sebagian besar sistem akuntansi dirancang unuk menghasilkan informasi


untuk pelaporan internal dan eksternal. Informasi eksternal sifatnya jauh lebih
ringkas dibanding informasi yang dilaporkan pada pemakai internal. Hal ini
dimengerti, karena perusahaan tidak mau mengungkapkan setiap rincian dari
keuangan intemalnya kepada pihak luar. Oleh karena itulah, pelaporan keuangan
eksternal diatur oleh lembaga yang dibentuk untuk membuat standar atau prinsip-
prinsip yang dirancang untuk mendefinisikan secara seksama informasi apa yang
harus diungkapkan oleh perusahaan kepada pihak luar. Laporan keuangan untuk
tujuan umum (general purpose financial statements) merupakan pusat dari
akuntansi keuangan.

Semua pihak yang berkepentingan dengan kesehatan keuangan suatu


perusahaan disebut dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku
kepentingan yang menggunakan informasi akuntansi biasanya dapat dibedakan
menjadi dua klasifikasi utama.;
1. Pemakai internal yaitu pengambil keputusan yang secara langsung
berpengaruh terhadap kegiatan internal perusahaan.
2. Pemakai eksternal yaitu pengambil keputusan yang berkaitan dengan
hubungan mereka dengan perusahaan.

Perusahaan bersaing untuk mendapatkan pendanaan eksternal karena


pemakai eksternal memiliki beragam alternatif investasi. Kualitas informasi
akuntansi yang disediakan bagi pemakai eksternal akan membantu untuk
menentukan (1) Apakah operasi peusahaan cukup dapat menghasilkan keuntungan
untuk membenarkan pemberian pendanaan tambahan, dan (2) Berapa besar resiko
operasi perusahaan untuk menentukan tingkat pengembalian yang diperlukan
untuk mengganti kerugian penyedia modal bagi risiko investasi. Ada banyak
variasi keputusan yang dibuat oleh pemakai eksternal; maka, kebutuhan informasi
mereka sangat beragam. Ada dua kelompok pemakai eksternal yang telah
diidentifikasi sebagai pemakai eksternal utama informasi keungan, yaitu investor
dan kreditor. Keditor (creditor) membutuhkan informasi tentang profitabiitas dan
stabilitas perusahaan untuk menjawab beberapa penanyaan. Investor (baik
pemegang saham yang sudah ada maupun investor potensial) membutuhkan
informasi yang berhubungan dengan keamanan dan profitabilitas dari investasi
mereka (Stice dkk, 201 1).

1. Respon Laba

Pengertian Koefisien Respon Laba (Eamings Response Coejicient)


menurut Cho dan Jung (1991) dalam Murwaningsari (2008) adalah sebagai
berikut : Koefisien Respon Laba dideiinisikan sebagai efek setiap dolar
unexpected earnings terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slopa
koefisien dalam regresi abnormal returns saham dan unexpected earning. Nilai
ERC diprediksi lebih tinggi jika laba perusahaan lebih persisten di masa depan.
Demikian juga jika kualitas laba semakin baik, maka diprediksi nilai ERC akan
semakin tinggi.

Scott menyatakan Earnings Response Coejficient (ERC) besarnya


abnormal return saham dalam merespon komponen yang diharapkan dari laba
yang dilaporkan perusahaan. Penelitian-penelitian tentang respon laba atau
hubungan antara return saham dan laba lebih banyak menggunakan data pool
dengan asumsi hubungan tersebut tidak bervariasi antar perusahaan. Sehingga
hanya ada satu angka coejfisien untuk setiap perusahaan (Ambarwati, 2008)

Earnings Response Coejicient (ERC) merupakan koeiisien yang mengukur


respon abnormal returns sekuritas terhadap unexpected accounting earnings
perusahaan-perusahaan yang menerbitkan sekuritas. ERC merupakan pengaruh
laba kejutan (unexpected earnings) terhadap cumulative abnormal return (CAR),
yang ditunjukkan melalui slope coeficient dalam regresi abnormal return saham
dengan unexpected earnings (Cho dan Jung, 1991 dalam Antasari, 2007). Hal ini
menunjukkan bahwa ERC adalah reaksi CAR terhadap laba yang diumumkan
oleh perusahaan. Reaksi yang diberikan tergantung dari kualitas laba yang
dihasilkan oleh perusahaan. Tinggi rendahnya ERC tergantung dari “good news ”
atau “bad news” yang terkandung dalam laba.

Keresponan laba yang diukur dengan earning response coefficient (BRC)


mengukur tingkat abnormal return sekuritas dalam merespon komponen yang
tidak terekpektasi dari pengumuman laba perusahaan, dengan kata lain terdapat
van'asi hubungan antara laba perusahaan dengan return saham. Kartajumena
(2010), menyatakan kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba akan tercermin
dari tingginya koefisien respon laba, sebaliknya lemahnya reaksi pasar terhadap
informasi laba akan tercermin nilai ERC yang rendah.

Cho dan Jung mendefinisikan ERC sebagai efek setiap dolar unexpected
earnings terhadap return saham, dan biasanya diukur dengan slope koefisien
dalam regresi abnormal return saham dan unexpected earning. Dengan demikian,
ERC merupakan koefisien yang menunjukkan besarnya reaksi pasar terhadap laba
akuntansi yang diumumkan perusahaan. Reaksi pasar diproksikan dengan
cumulative abnormal return (CAR), sedangkan laba akuntansi dipmksikan dengan
unexpected earning (UE). Besarnya BRC diperoleh dari regresi antara abnormal
return dan unexpected earning (Suaryana, 2007).

Pada saat penerbitan laporan keuangan, pasar akan memberikan reaksi


yang berbeda-beda. Reaksi tersebut akan mempengaruhi harga dari sekuritas serta
akan mempengaruhi return yang akan didapat. Dalam hal ini, koeifisien respon
laba dapat mengukur seberapa besar reaksi pasar, khususnya investor dalam
melihat signal informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan. Besarnya ukuran
perubahan return atau harga saham dalam merespon informasi laba dapat dilihat
menggunakan koefisien respon laba (Y anti, 2015).

Secara teoritis, koefisien respon laba dibagi menjadi dua kategori; (1)
model yang berdasar pada pengukuran informasi ekonomi, (2) model yang
berdasar pada pengukuran laba time-series. Model pengestimasian koefisien
respon laba itu sendiri telah banyak dilakukan peneliti dengan regresi linear, yang
dalam sejumlah literatur akuntansi, regresi harga saham terhadap sejumlah
explanatory variables disebut price model, sedangkan regresi dari perubahan
harga saham terhadap sejumlah explanatory variables disebut return model
(Chiarella dan Gao, 2002 dalam Setyaningtyas, 2009 ).

2. Ketepatwaktuan (Timeliness)

Ketepatwaktuan informasi mengandung pengertian bahwa informasi


sebelum kehilangan kemampuannya untuk mempengaruhi atau membuat
perbedaan dalam keputusan (Paramita, 2014). Menurut Murwaningsan
Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan merupakan faktor yang
menimbulkan pertanyaan bagi pengguna laporan keuangan mengenai kredibilitas
ataupunkualitas laporan tersebut (Paramita, 2014). Menurut Syafrudin meneliti
pengaruh ketidak tepatan waktu terhadap koefisien respon laba dan
menyimpulkan bahwa ketidak tepatan Waktu pelaporan keuangan mempunyai
pengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas laba. Ini didasarkan pada argumentasi
bahwa ketidak tepatan waktu, bagi pemakai informasi akan dipersepsikan bahwa
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi yang
mengandung noise (gangguan). Adapun noise yang timbul ini merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kualitas laba yang pada akhimya tercermin pada
koefisien respon laba (Paramita, 2014).

Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan


Keuangan Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan harus memenuhi
empat karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas yang membuat informasi
laporan keuangan berguna bagi para pemakainya. Keempat karakteristik tersebut
yaitu. dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Untuk
mendapatkan informasi yang relevan tersebut, terdapat beberapa kendala, salah
satunya adalah kendala ketepatan waktu (Yanti, 2015). Sedangkan Chambers dan
Penman mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara yaitu : 1)
Ketepatwaktuan didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal
laporan keuangan sampai tanggal melaporkan. 2) Ketepatwaktuan ditentukan
dengan ketepatan waktu pelaporan relatif atas tanggal pelaporan yang diharapkan
(Hilmi dan Ali, 2008). Menurut Dyer dan Mc Hugh ada tiga kriteria
keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan
antara lain :

1. Preliminary lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai penerimaan laporan akhir preleminary oleh bursa.
2. auditors report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal laporan auditor ditandatangani.
3. Total lag yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan
sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa (Hilmi dan
Ali, 2008).

Ketepatan waktu laporan keuangan, laporan tahunan, laporan kepada pihak


regulator, dan siaran pers yang menyangkut laporan akuntansi berbeda-beda setiap
negara. Jangka waktu pelaporan keuangan juga dapat diestimasikan dengan
membandingkan akhir tahun fiskal sebuah peerusahaan dengan tanggal laporan
auditnya. Tanggal terakhir ini dianggap sebagai tanggal indikasi kapan informasi
keuangan perusahaan pertama kali tersedia untuk masyarakat umum (Choi dan
Meek, 2005).

Dalam penelitian ini ketepatwaktuan informasi diukur dari waktu ketika


perusahaan mendistribusikan atau menyampaikan laporan keuangannya di Bursa
Efek Indonesia (BEI) setelah tanggal yang telah ditetapkan. Laporan keuangan
yang dimaksud adalah laporan keuangan tahunan auditan yang harus disampaikan
ke Bursa Efek Indonesia (BEI) paling lambat tanggal 30 Maret atau 90 hari sejak
akhir tahun buku (31 Desember). Walaupun kenyataannya ada perusahaan yang
tidak tepat waktu dalam penyampaian laporan.
Pada perusahaan yang tidak tepat dalam penyampaian informasinya,
pemakai informasi sudah mempersepsikan hal yang sama bahwa informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi yang mengandung noise
dan oleh karenanya berpengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas informasi laba.

Sebaliknya, apabila penyampaian laporan keuangan dilakukan sebelum


sampai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh BEI, maka pemakai informasi
akan mempersepsikan bahwa informasi dalam laporan keuangan yang diperlukan
ini merupakan informasi relatif bebas noise. Karena relatif bebas noise, maka
kredibilitas informasi lebih baik (Yanti, 2015).

3. Konservatisme Akuntansi

Konsep konservatisme (conservatism) umumnya diartikan mencatat aktiva


milik perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari harga perolehannya (cost)
atau mencatat utang perusahaan lebih tinggi (overstated). Selain itu,
konservatisme juga diberi makna, yaitu apabila akuntan mengikuti prinsip
mengakui kemungkinan rugi yang akan terjadi, tetapi tidak mengantisipasikan
laba yang belum direalisasikan (tidak diakui sebagai pendapatan neriode itu)
(Jumingan, 2011).

Menurut Wibowo, konservatisme adalah prinsip dalam pelaporan


keuangan yang dimaksudkan untuk mengakui dan mengukur aktiva dan laba
dilakukan dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis
yang dilingkupi ketidakpastian (Yanti, 2015). Implikasi dari penerapan prinsip ini
adalah pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba dan
aktiva lebih rendah atau utang lebih tinggi. Peneliti lain Basu, mendefinisikan
konservatisme sebagai praktik mengurangi laba (dan mengecilkan aktiva bersih)
dalam merespons berita buruk (bad news), tetapi tidak meningkatkan laba
(meninggikan aktiva bersih) dalam merespon berita baik (good news) (Yanti,
2015).

Menurut Watts dalam Conservatism in Accounting Part 1: Explanations


and Implication, konservatisme didefinisikan sebagai perbedaan variabilitas dalam
pengakuan laba dibanding rugi dan dalam artikelnya yang berjudul
“Conservatismin Accounting Part II: Evidence and Research Opportunities
menggunakan tiga tipe pengukuran untuk menilai konservatisme yaitu:

1) Earning/stock return relation measures

Srock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai asset


pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai
asset stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya.

2) Earning/accrual measures

Pada tipe ini, konservatisme diukur dengan menggunakan akrual, yaitu


selisih antara laba bersih dari kegiatan operasional dengan arus kas. Givoly
membagi akrual menjadi dua, yaitu operating accrual yang merupakan jumlah
akrual yang muncul dalam laporan keuangan sebagai hasil dari kegiatan
operasional perusahaan dan non-operating accrual yang merupakan jumlah akrual
yang muncul diluar hasil kegiatan operasional perusahaan.

Givoly dan Hayn mengukur konservatisme dengan melihat kencederungan


dari akumulasi akmal selama beberapa tahun. Akrual yang dimaksud adalan
perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi atau amortisasi dan arus kas
kegiatan operasi. Apabila terjadi akrual negatif (laba bersih lebih kecil daripada
arus kas kegiatan operasi) yang konsisten selama beberapa tahun, maka
merupakan indikasi diterapkannya konservatisme (Yanti, 2015).

3) Net asset measure

Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konservatisme


laporan keuangan seperti yang di giinakan Beaver dan Ryan adalah nilai aktiva
yang understatement dan kewajiban yang overstatement. Proksi pengukuran ini
menggunakan rasio market to book value of equity yang mencerminkan nilai
pasar ekuitas relatif terhadap nilai buku ekuitas perusahaan (Dyahayu, 2010).

Konservatisme adalah reaksi yang hati-hati (prudent reaction) menghadapi


ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan
bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis atau perusahaan sudah
cukup dipertimbangkan. Selain merupakan konvensi penting dalam laporan
keuangan, konservatisme mengimplikasi kehati-hatian dalam mengakui dan
mengukur pendapatan dan aset. Konservatisme juga merupakan prinsip dominan
dalam akuntansi. Konservatisme bukan merupakan suatu standar atau aturan
utama yang harus diikuti, melainkan dideiinisi sebagai suatu usaha dalam memilih
metoda akuntansi yang dapat diterima secara umum sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut: (1) pengakuan pendapatan yang lebih lambat, (2) pengakuan
biaya yang lebih cepat, (3) penaksiran aset yang lebih rendah, (4) penaksiran
kewajiban yang lebih tinggi (Wolk et al, 2004 dalam Mentari, 2012).

Berdasarkan definisi tersebut, maka praktik konservatisme dalam


pelaporan keuangan tidak terburu-buru dalam mengakui pendapatan yang
mungkin terjadi, tetapi mempercepat pengakuan biaya yang mungkin terjadi.
Sementara itu, dalam penilaian aset dan kewajiban, aset dinilai pada nilai yang
paling rendah dan kewajiban dinilai pada nilai yang paling tinggi.

Selain itu, tingkat penerapan konservatisme dapat digunakan dalam


pemilihan metoda akuntansi. Beberapa metoda berikut menunjukkan bahwa
standar akuntansi yang berlaku mengijinkan untuk memilih berbagai metoda yang
dapat diterapkan dalam kondisi/transaksi yang sama, sehingga memungkinkan
perusahaan menggunakan metoda yang dirasa paling tepat. Kebebasan memilih
standar akuntansi dapat menghasilkan angka-angka yang berbeda dalam lapnran
keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung
konservatif. Contohnya seperti dalam penilaian metoda persediaan, metoda yang
digunakan adalah metoda yang menghasilkan laba paling rendah. Selain itu,
laporan keuangan akan menjadi lebih konservatif jika biaya riset dan
pengembangan diakui sebagai beban daripada sebagai aset. Biaya riset dan
pengembangan yang diakui sebagai beban mengakibatkan laba yang dihasilkan
menjadi lebih rendah.

Karakteristik dari konservatisme adalah nilai buku dari aset bersih yang
dilaporkan di laporan keuangan lebih rendah dibandingkan nilai pasarnya dalam
jangka panjang. Berbagai metoda pengukuran konservatisme yang digunakan
antara lain, ratio of market value to book value (mengindikasi neraca konservatif)
dan ratio of income from continuing operations to total assets (Wolk et al, 2004
dalam Mentari, 2012).

Konservatisme merupakan salah satu prinsip penting dalam pelaporan


keuangan yang dimaksudkan agar pengakuan dan pengukuran aktiva serta laba
dilakukan dengan penuh kehati-hatian oleh karena aktivitas ekonomi dan bisnis
dilingkupi ketidakpastian. Oleh sebab itulah seringkali konservatisme dianggap
sebagai prinsip akuntansi yang kontroversial. Banyak kritik mengenai kegunaan
suatu laporan keuangan jika penyusunannya dengan menggunakan metode yang
sangat konservatif (Kiryanto dan Suprianto, 2007). Meski demikian prinsip ini
tetap banyak di gunakan dalam penyusunan laporan keuangan.

4. Leverage

Rasio leverage yaitu rasio untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva
perusahaan dibiayai dari utang. Dengan mengetahui leverage ratio akan dapat
dinilai tentang : (a) posisi perusahaan terhadap seluruh kewajibanya kepada pihak
lain; (b) kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap;
(c) keseimbangan antara nilai aktiva tetap dengan modal. Leverage ratio antara
lain:

a. Debt to equity ratio, yaitu rasio antara total utang dengan modal sendiri.
Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri
yang dijadikan jaminan utang. Bagi perusahaan makin besar rasio ini akan
semakin menguntungkan, tetapi bagi pihak bank makin besar rasio ini
berarti akan semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan
perusahaan yang mungkin terjadi.
b. Current ”abilities to net worth, yaitu rasio antara utang lancar dengan
modal sendiri. Rasio ini menunjukkan bahwa dana-dana pinjaman yang
segera akan ditagih ada sekian kalinya modal sendiri. Rasio ini sifatnya
sama dengan debt to equity ratio.
c. Tangible assets debt coverage, yaitu rasio antara aktiva tetap berwujud
dengan utang jangka panjang. Rasio ini menunjukkan besarnya setiap
rupiah aktiva tetap berwujud yang dipergunakan untuk menjamin utang
jangka panjang.
d. Long term debt to equity ratio, yaitu rasio antara modal sendiri yang
dijadikan jaminan utang jangka panjang.
e. Debt service, yaitu rasio antara (EBIT minus pajak plus bunga) dengan
(angsuran kredit + bunga). EBIT = laba bersih sebelum pajak. Rasio ini
menunjukkan bahwa laba operasi ada sekian kalinya kewajiban membayar
angsuran kredit beserta bunganya. Maka kecil rasio ini maka rasio bank
semakin besar (Jumingan, 2011).

Menurut Brigham dan Houston, Leverage keuangan (financial


Leverage)merupakan suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana
sekuritas berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam
stuktur modal perusahaan. Pada umumnya ada dua jenis Leverage, yaitu Leverage
operasi (operating Leverage) dan Leverage financial Leverage), yang dimaksud
Leverage dalam penelitian ini adalah Leverage keuangan (financial Leverage).
Leverage keuangan menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasinya (Paramita, 2012).

Rasio Leverage merupakan proporsi total hutang terhadap equitas


pemegang saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran
mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat resiko
tak tertagihnya suatu utang (Luciana dan Ikka, 2007 dalam Paramita, 2012). Rasio
Leverage adalah ukuran dari seberapa banyak aset perusahaan berpengaruh
terhadap equitas. Perusahaan dengan rasio Leverage yang tinggi berarti bahwa
perusahaan menggunakan hutang dan kewajiban lainnya untuk membiayai asset
dan berisiko lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan Leverage yang lebih
rendah.
2.1 Kerangka Pemikiran

konservatisme Laporan leverage


keuangan
perusahaan

Ketepatanwaktu
penyampaian laporan
keuangan

Akan mempengaruhi
seorang investor dalam
melakukan investasi

Hal tersebut di respon laba akuntansi


yang diukur dengan menggunakan
koifisien respon laba (ERC)

2.2 Model Penelitian

Ketepatan waktu penyampaian


laporan keuangan (X1)

Koefisien Respopn
Konservatisme (X2) Laba (ERC) (y)

Leverage (X3)

2.3 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Pengaruh Ketepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan Terhadap


Respon Laba Akuntansi.
Ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan (timeliness)
merupakan faktor yang menimbulkan pertanyaan bagi pengguna laporan
keuangan mengenai kredibilitas ataupun kualitas laporan tersebut.
Syafrudin (2004) dalam Murwaningsari (2008) meneliti pengaruh
ketidaktepatan Waktu pada ERC. Dari penelitian tersebut dapat dilihat
bahwa ketidaktepatan waktu pelaporan keuangan mempunyai pengaruh
terhadap kredibilitas atau kualitas laba. Ini didasarkan pada argumentasi
bahwa ketidaktepatan waktu bagi pemakai informasi akan dipersepsikan
bahwa informasi yang terkandung dalam laporan keuangan adalah
informasi yang mengandung noise (gangguan). Adapun noise yang timbul
ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas laba yang pada
akhirnya tercermin pada ERC.

H1 : Ketepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan berpengaruh


secara parsial terhadap Respon Laba Akuntansi.

2. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Respon Laba Akuntansi.

Konservatisme merupakan prisip akuntansi yang mengurangi laba


serta menurunkan nilai aktiva bersih ketika menghadapi bad news, dan
tidak meningkatkan laba serta nilai aktiva bersih ketika menanggapi good
news. Prisip ini juga merupakan reaksi yang hatihati (prudent reaction)
menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk
mencoba memastikan bahwa ketidak pastian dan risiko yang inheren
dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Selain merupakan
konvensi penting dalam laporan keuangan, konservatisme
mengimplikasikan kehati-hatian dalam mengakui dan mengukur
pendapatan dan aktiva. Laporan keuangan yang memakai prinsip ini akan
terkesan bias dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Semakin
konservatif laporan keuangan semakin tidak berkualitas laba, laba yang
tidak berkualitas akan berdampak pada rendahnya keresponan laba (Yanti,
2015).

Konsep konservatisme menyatakan bahwa dalam keadaan yang


tidak pasti manajer perusahaan akan menentukan pilihan perlakuan atau
tindakan akuntansi yang didasarkan pada keadaan, harapan kej adian, atau
hasil yang dianggap kurang menguntungkan. Implikasi konsep ini terhadap
prinsip akuntansi adalah akuntansi mengakui biaya atau rugi yang
kemungkinan akan teljadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau
laba yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar
(Suwardjono, 2005).

Pada penjelasan di atas menjelaskan bahwa konservatisme akan


membuat kerespona laba rendah, tetapi berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setyaningtyas (2009) menemukan bahwa konservatisme
berhubungan positif terhadap keresponan laba. Dia menjelaskan bahwa
semakin konservatif laporan keuangan maka semakin tinggi keresponan
labanya. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Suaryana (2007) yang
menyatakan bahwa konservatisme berhubungan negatif dengan
keresponan laba. Dengan adanya konservatisme daya prediksi laba
perusahaan lebih buruk sehingga keresponan labanya akan rendah.

H2 = Konservatisme akuntansi berpengaruh secara parsial terhadap


Respon Laba Akuntansi.

3. Pengaruh Leverage terhadap Respon Laba Akuntansi.

Murwaningsari (2008) menyatakan terdapat pegaruh negatif antara


Leverage terhadap Earning Response Coejicient (BRC). Hasil
penelitiannya sejalan dengan Dhaliwal, Lee dan Farger (1991) yang
membuktikan bahwa Leverage berpengaruh negatif terhadap koefisien
respon laba yaitu Earning Response Coefficient (BRC). Perusahaan yang
tingkat Leveragenya tinggi berarti memiliki hutang yang lebih besar
dibandingkan modal. Dengan demikian jika terjadi peningkatan laba maka
yang diuntungkan adalah debtholders, sehingga semakin baik kondisi laba
perusahaan maka semakin negatif respon pemegang saham, karena
pemegang saham beranggapan bahwa laba tersebut hanya
menggantungkan kreditur.
H3 = Leverage berpengaruh secara parsial terhadap Respon Laba
Akuntansi.

2.4 Penelitian Terdahulu

no judul penulis Metode Hasil


penelitian
waktu ketepatan evaluasi Terdapat
penyampaian waktu dengan cara pengaruh
laporan penyampaian cross sectional signifikan
keuangan laporan approach dan ketepatan
terhadap vs keuangan time series waktu
pendeta terhadap analysisrencana penyampaian
akuntansi respon laba analisis data laporan
akuntansi dalam keuangan
penelitian ini dengan respon
akan dilakukan laba artinya
dengan kita pada
menggunakan waktu
uji statistik penyampaian
kruskal Wallis laporan
keuangan
mempunyai
pengaruh
terhadap
kredibilitas
atau kualitas
laba yang akan
dihasilkan
oleh pasar
pengaruh metode analisis konservatisme
konservatisme regresi linear akuntansi
akuntansi berganda berpengaruh
risiko signifikan
sistematik dan terhadap
ketepatan respon laba
waktu
informasi
terhadap
respon laba
pengaruh model Hasil
leverage persamaan pengujian
frame size dan struktural membuktikan
voluntary dengan aplikasi pengaruh
disclosure analysis of antara
terhadap moment leverage
energi structure a terhadap
response version 18 energi respon
collection koefisien yang
studi pada tidak
perusahaan signifikan
manufaktur
yang terdaftar
di bursa efek
Indonesia
pengaruh teknik analisis Hasil yang ada
struktur modal yang menunjukkan
ukuran dipergunakan bahwa secara
perusahaan dalam kajian parsial struktur
dan kebijakan ini ialah modal dan
dividen analisis regresi ukuran
terhadap dengan perusahaan
koefisien variabel memiliki
respon laba moderator pengaruh yang
signifikan dan
negatif
terhadap
koefisien
respon laba
akan tetapi
kebijakan
dividen tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
koefisien
respon laba
struktur modal
tidak memiliki
pengaruh
terhadap
koefisien
respon laba
pada saat
menggunakan
konservatisme
akuntansi
sebagai
variabel
moderator
Pengaruh Metode analisis Konservatisme
konservatisme data yang laporan
laporan digunakan keuangan dan
keuangan dan dalam koefisien
siklus hidup penelitian ini respon laba
perusahaan antara lain berhubungan
terhadap yaitu pengujian positif tidak
koefisien statistik signifikan
respon laba deskriptif uji selain itu tidak
pada asumsi klasik terdapat
perusahaan pengujian perbedaan
manufaktur di hipotesis respon pasar
bursa efek yang
Jakarta signifikan
periode 2002 terhadap
sampai 2006 kecenderungan
pelaporan
keuangan baik
yang
konservatif
ataupun
optimis

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kuantitatif dengan jenis penelitian kausalitas karena dalam penelitian yang
menjelaskan hubungan sebab akibat antara beberapa variabel melalui pengujian
hipotesis (Sanusi, 2011). Penelitian ini memaparkan hubungan antara variabel
dependen dan independen Koefisien Respon Laba (ERC) sebagai variabel
dependen dan Ketepatwaktuan Penyampaian Laporan Keuangan dan Leverage
sebagai variabel Independen.

2.2 Lingkup Penelitian

Obyek penelitian ini adalah pada perusahaan yang termasuk kedalam Jakarta
Islamic Index tahun 2011-2016 yaitu perusahaan yang pernah termasuk kedalam
Jakarta Islamic Index dalam kurun waktu enam tahun yaitu dari tahun 2011-2016.
Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini meliputi 43 perusahaan yang termasuk kedalam Jakarta


Islamic Index tahun 2011-2016 dengan teknik purposive sampling method.

Nama hperusabaan 1 Astra A ro Lestari Tbk. ! Adaro Ener gag Tbk AKR Co
norindo Tbk

…..___.-__|.__. .F"… _...p

A_1__1_e__15a_Tambang Persero) Tbk Astra International Tbk. Alam Sutera


Realty Tbk. Sentul City Tbk.

Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk gharoen Pokphand Indonesia Tbk. Energi
Mega Persada Tbk.

… XL Axiata Tbk. …“ Harum Energy Tbk Indofod CBP Sukses Makmur Tbk
Vale Indonesia Tbk. _ Indofod Sukses Makmur Tbk. T_Indooement Tunggal
Prakasa Tbk. Indo TambangTaya Megah Tbk. J asa Marga (Persero) Tbk. Kalbe
Palma Tbk. Lippo Karawaci Tbk. * PP London Sumatra Indonesia Tbk.
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero)
Tbk: Salim Ivomas Pratama Tbk. ;“ Semen Gresik (Persero) Tbk. “__ Timah
(Persero) Tbk Telekomunkasi Indonesia (Persero) Tbk. Trada Maritime Tbk.
_United Tractors Tbk. Unilever Indoneia Tbk Indika Energy Tbk. Mitra
Adiperkasa Tbk Media Nusantara Citra Tbk. Global Mediacom Tbk. W1 Ja a
Karya (Persero) Tbk Matahari Putra Prima Tbk

Pakuwon Jati Tbk


__,_._,___-…

__._,_.___-___…

CipUtra Development Tbk. PP (Persero) Tbk.

3.4 Metode Pengumpulan data Data

yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dengan
mengambil data secara tidak langsung dari perusahaan atau data yang diambil dari
pihak ketiga. Data ini berupa data saham perusahaan yang tergabung dalam daftar
Jakarta Islamic Index yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia yang di
publikasikan di www.idx.co.id dengan komponen data yang diperlukan antara
lain:

a. Data laporan keuangan tahunan publikasian melali www.idx.co.id untuk


periode tahun 201 1-2016

b. Data saham perusahaan yang diperdagangkan dan dipublikasikan di


WWW.DuniaInvestasi.com

3.5 Operasional Variabel

3.5.1 Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel yang terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi
oleh variabel-variabel lainnya atau faktor-faktor lain. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel dependen adalah Earning response“ coeficient (ERC) yang
disimbolkan dengan (Y). ERC digunakan untuk mengindikasikan atau
menjelaskan perbedaan reaksi pasar terhadap informasi laba yang diumumkan
oleh perusahaan. ERC merupakan koefisien yang diperoleh dari regresi antara
proksi harga saham dan laba akuntansi. Proksi harga saham yang digunakan
adalah Cumulative Abnormal Return (CAR), sedangkan proksi laba akuntansi
adalah Unexpected Earnings (UE). Regresi model tersebut akan menghasilkan
BRC Masing-masing populasi sasaran yang akan digunakan untuk analisis
berikutnya. Variabel dependen pada penelitian ini adalah respon laba. Respon laba
akan dihitung dengan Comulative Abnormal Return (CAR) yang dihitung harian
untuk periode 11 hari, yaitu 5 hari sebelum tanggal pengumuman dan 5 hari
setelah tanggal pengumuman. Dalam penelitian ini abnormal return dihitung
menggunakan model sesuaian pasar (market adjusted model). Hal ini sesuai
dengan Widiastuti (2002) yang menjelaskan bahwa estimasi return sekuritas
terbaik return pasar saat itu. Besarnya ERC diperoleh dengan melakukan beberapa
tahap perhitungan, yaitu:

1. Menghitung Cumulative Abnormal Return (CAR)

CAR merupakan proksi harga saham yang menunjukkan besarnya respon pasar
terhadap informasi akuntansi yang dipublikasikan yang dihitung dengan
menggunakan model pasar yang disesuaikan karena yang dianggap sebagai
penduga terbaik adalah model pasar yang disesuaikan. Dalam model ini, yang
dianggap sebagai penduga terbaik untuk mengestimasi return sekuritas adalah
return indeks pasar. Model ini tidak memerlukan periode estimasi untuk
membentuk model estimasi.

Dengan rumus:

+5
𝐶𝐴𝑅𝑖(−5,+5) = ∑ 𝐴𝑅𝑖𝑡
𝑦=−5

(Jogiyanto, 2010)

Dalam hal ini: CARi (-5,+5) : abnormal return kumulatif perusahaan i selama
periode pengamatan kurang lebih 5 hari dari tanggal publikasi laporan keuangan.
(5 hari sebelum, tanggal publikasi dan 5 hari setelah tanggal publikasi laporan
keuangan)

ARit : abnormal return perusahaan i pada hari t

Abnormal return diperoleh dari:


ARi,t = Ri,t – Rm,t

(Jogiyanto, 2010)

Dalam hal ini:

ARi,t = abnormal return perusahaan i pada periode ke- t

Ri,t = Return perusahaan pada periode ke-t

Rm,t = return pasar pada periode ke-t

Untuk memperoleh data abnormal return, terlebih dahulu harus mencari Returns
saham harian dan Returns pasar harian.

Returns saham harian dihitung dengan rumus :

𝑃𝑖𝑡 −𝑃𝑖𝑡−1
𝑅𝑖𝑡 = 𝑃𝑖𝑡−1

(Jogiyanto, 2010)

Dalam hal ini:

Rit = returns saham perusahaan i pada harit

Pit =harga penutupan saham i pada hari t

Pit-1 =harga penutupan saham i pada pada hari t-l.

Returns pasar harian dihitung sebagai berikut:

𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡 − 𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡−1
𝑅𝑚𝑡 =
𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡−1

(Jogiyanto, 2010)
Dalam hal ini:

Rmt = returns pasar harian

IHSGt = indeks harga saham gabungan pada hari t

IHSGt-l = indeks harga saham gabungan pada hari H.

2. Menghimng Unexpected Earning (UE)

Unexpected Earning atau laba kejutan adalah selisih antara laba sesungguhnya
dengan laba ekspektasian. Unexpected earning digunakan dengan pertimbangan
bahwa model laba ekspektasian bisa mengisolasi komponen kejutan yang ada di
dalam laba dengan komponen yang diantisipasi. Cho dan Jung (1991) menyatakan
bahwa BRC tergantung pada hubungan antara return saham dengan Unexpected
earning. Di dalam pasar modal yang efisien, komponen yang diantisipasi tidak
berkorelasi dengan return laba yang tidak diekspektasi menggunakan model
langkah acak (random walk model) sehingga laba yang tidak diekspektasi adalah
sebagi berikut:

𝐴𝐸𝑖𝑡 − 𝐴𝐸𝑖𝑡−1
𝑈𝐸𝑖𝑡 =
𝐴𝐸𝑖𝑡−1

UEit : Unexpected Earning perusahaani pada tahun t

AEi-t : Laba akuntansi (earnings) setelah pajak perusahaan i pada tahun t

AEi.t-1 : Laba akuntansi (earnings) setelah pajak perusahaan i pada tahun t

3. Menghitung ERC masing-masing sampel

𝐶𝐴𝑅𝑖(𝑡1,𝑡2) = 𝛽0 + 𝛽1 𝑈𝐸𝑖.𝑡 + 𝑒

(Jogiyanto, 2010)
Dimana: 𝐶𝐴𝑅𝑖(𝑡1,𝑡2) : Cumulative Abnormal Return perusahaan i untuk interval
dari hari tl, hingga hari t2.

UEi.t :Laba yang tidak diekspektasi perusahaan i pada tahun t

Β0 : Konstansta

β1 :koefisien laba kejutan adalah ERC

e : Error term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian

3.5.2 Variabel Independen (X)

1. Ketepatwaktuan Penyampaian Laportan Keuangan

Ketepatwaktuan dalam penelitian ini diukur berdasarkan rentang waktu


pengumuman laporan keuangan tahunan yang telah diaudit (auditan) kepada
publik yaitu lamanya hari yang dibutuhkan untuk mengumumkan laporan
keuangan tahunan kepada publik, sejak tanggal tutup tahun buku perusahaaan
sampai tanggal penyerahan ke BEI (Murwaningsari, 2008). Variabel ini diukur
dengan menggunakan variabel dummy dengan kategorinya adalah bagi
perusahaan yang tidak memiliki ketepatan waktu (terlambat) masuk kategori 1
dan perusahaan yang tepat waktu masuk kategori O. Dikatakan tepat waktu
apabila laporan keuangan tahunan diserahkan sebelum atau paling lambat pada
akhir bulan ketiga (90) hari setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan
publik dan dikatakan tidak tepat waktu (terlambat) apabila laporan keuangan
diserahkan setelah 3 bulan (90) hari setelah tanggal laporan keuangan tahunan
perusahaan publik (Hilmi dan Ali, 2008). Selanjutnya di dalam proses analisis
data variabel ini disebut TIME.

2. Konservatisme
Variabel Independen dalam penelitian ini menggunakan konservatisme yang
diukur dengan menggunakan rasio market to book. Pengukuran market to book
ratio dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian summa (2007) yang mengacu
pada Watts (2003), yaitu sebagai berikut:

Market value of common equity (MVE)


Market To Book Ratio =
Ratio Book value of common equlty (BVE)

Keterangan;

MVE = Harga penutupan saham akhir tahun x jumlah saham beredar

BVE = Total net asset total kewajiban

3. Leverage

Rasio Leverage adalah ukuran dari seberapa banyak aset perusahaan berpengaruh
terhadap equitas. Perusahaan dengan rasio Leverage yang tinggi berarti bahwa
perusahaan menggunakan hutang dan kewajiban lainnya untuk membiayai asset
dan berisiko lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan Leverage yang lebih
rendah. Leverage dalam penelitian ini diproksikan dengan debt to equity ratio
(DER), yaitu menunjukkan proporsi antara kewajiban dan ekuitas yang
merupakan sumber pendanaan suatu perusahaan. Pengukuran leverage pada
penelitian ini mengacu pada penelitian Mentari (2012), yaitu diproksikan dengan
debt to equity ratio yaitu rasio total hutang dibagi total ekuitas perusahaan.

3.6 Alat Analisis Data

3.6.1 Uji Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda pada dasarnya merupakan perluasan dari regresi linear
sederhana, yaitu menambahkan jumlah variabel independen yang sebelumnya
hanya satu menjadi dua atau lebih (Sanusi, 2011). Pengujian hipotesis dalam
penelitian ini berkaitan dengan ada tidaknya pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen. Variabel dependen dinotasi dengan Y dan untuk
variabel independen dinotasi dengan X. Maka, model regresi linear berganda
untuk penelitian ini sebagai berikut:
𝐸𝑅𝐶𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑇𝐼𝑀𝐸𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐾𝑂𝑁𝑖𝑡 + 𝛽3 𝐷𝐸𝑅𝑖𝑡 + 𝐸𝑖𝑡

Keterangan:

ERCit = Eamings Response Coejj'icient perusahaan i pada tahunt it

TIMEit = Ketepatwaktuan Penyampaiaan Laporan keuangan i pada tahun t

KONit = Konservatisme perusahaan i pada tahun t it

DERit = Leverage perusahaan i pada tahun t it

Eit = Error

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Dalam melakukan penelitian terhadap model analisis regresi harus dipenuhi


asumsi-asumsi yang mendasari model regresi. Penelitian dengan menggunakan
model regresi membutuhkan beberapa pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi
klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan
benar-benar bebas dari gejala multikolinearitas, gejala heteroskedastisitas, dan
gejala autokorelasi.

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan keadaan yang mana terdapat korelasi antara tiga atau
lebih variabel independen. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari
nilai Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai TOL
berkebalikan dengan VIF. T olerance adalah besarnya variasi dari satu variabel
independen yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya, sedangkan
VIF menjelaskan derajat suatu van'abel independen dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jika nilai TOL lebih besar dari 0,1, maka tidak terdapat
multikolinearitas di antara variabel independen. Sedangkan untuk nilai VIF
sebagai rule of thumb nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan bahwa ada
multikolinearitas yang tinggi di antara variabel independen (Sanusi, 2011).
b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi


ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas, jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Hal ini dapat
dideteksi dengan melihat .scatterplot antara nilai taksiran Y dengan nilai residual
dimana plot residual versus nilai prediksinya menyebar. Jika pada grafik yang
mempunyai sumbu residual yang distandarkan dari sumbu X dan Y yang telah
diprediksi membentuk suatu pola tertentu yang jelas (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit), serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol
pada sumbu Y atau masingmasing variabel independen tidak berpengaruh
signiikan terhadap absolut residual (a= 0,05), maka tidak terjadi heterokedastisitas
(Sanusi, 2011).

c. Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan perioda t-l
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi.
Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksiran masih tetap bias dan
masih tetap konsisten hanya saja masih tidak efisien. Model regresi yang baik
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Metode pendeteksian adanya
autokorelasi adalah dengan tes Durbin-Watson ( Sanusi, 2011 ).

3.5 Tabel Uji Autokorelasi

Hipotesis Nol Keputusan Jika


Tidak ada autokorelasi (+) Tolak 0 < d <dl

Tidak ada autokorelasi (+) No decision dl ≤15 ≤du


Tidak ada autokorelasi (-) Tolak 4-dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi (-) No decision 4-du ≤ d ≤ 4-du

Tidak ada autokorelasi (+),(-) Tidak Tolak du < d < 4-du


3.6.3 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distn'busi nomal. Seperti diketahui bahwa uji t
dan F mengasumsikann bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampl
kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berditribusi normal atau
tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji sttistik. Dalam penelitian ini
menggunakan analisis grafik.

3.6.4 Uji Hipotesis

Uji hipotesis sama artinya dengan menguji signifikansi koeisien regresi linear
berganda secara parsial yang terkait dengan pernyataan hipotesis penelitian.
Pengujian hipotesis dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dan signiiikansi dari masing masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial
dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dengan tingkat
kesalahan analisis (a) 5%. Untuk menolak atau menerima hipotesis digunakan:

Jika Sig < 5% maka : Ho diterima

Jika Sig > 5% maka : Ho ditolak

3.6.4.l Uji Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) sering pula disebut dengan koeiisien


determinasi majemuk (multiple coeficient of determination) yang hampir sama
dengan koefisien r2. R juga hampir serupa dengan r, ; tetapi keduanya berbeda
dalam fungsi (kecuali regresi linear sederhana). R2 menjeaskan proporsi variasi
dalam variabel dependen (Y) yang dijelaskan oleh variabel bebas ( lebih dari satu
Variabel: Xi ; i = 1, 2, 3, 4 ..., k) secara bersarna-sama. Sementara itu, r2 mengukur
kebaikan sesuai (goodness-of-fit) dari persamaan regresi, yaitu memberikaan
persentase variasi total dalam variabel dependen (Y) yang dijelaskan oleh hanya
satu variabel bebas (X). Lebih lanjut, r adalah koefisien korelasi yang
menjelaskan keeratan hubungan linear di antara dua variabel, nilainya dapat
negatif dan positif. Sementara itu, R adalah koefisien korelasi majemuk yang
mengukur tingkat hubungan antara variabel dependen (Y ) dengan semua variabel
independen yang menjelaskan secara bersama-sama dan nilainya selalu positif.
Persamaan linear berganda akan semakin baik apabila nilai koefisien determinasi
(R2) semakin besar (mendekati 1) dan cenderung meningkat nilainya sejalan
dengan peningkatan jumlah variabel independen.

3.6.4.2 Uji Kelayakan Model (Uji Signifikansi F)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi dapat menjelaskan
pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F (pengujian signifikansi secara
simultan). Nilai F berhubungan erat dengan nilai koefisien determinasi (R2) maka
pada saat melakukan uji F, sesungguhnya menguji signifikansi koefisien
determinasi (R2). Uji P yang signifikan menunjukan bahwa variasi bebas secara
bersama-sama adalah benar-benar nyata dan bukan terjadi karena kebetulan.
Dengan kata lain, berapa persen variabel dependen dijelaskan oleh seluruh
variabel independen secara serempak (bersama-sama), dijawab oleh koefisien
determinasi (R2), sedangkan signifikan atau tidak yang sekian persen itu, dijawab
oleh uji F. Berdasarkan asumsi ini, nilai koefisien determinasi (R2) dan uji F
menentukan baik tidaknya model yang digunakan. Makin tinggi nilai koeiisien
determinsi (R2) dan signifikan maka semakin baik model itu. Langkah-langkah
yang ditempuh dalam pengujian ini adalah:

1. Menyusun hipotesis nol (HO)

HO : p = 0, diduga variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh


signifikan terhadap variabel dependen.

HO : p ≠ 0, diduga variabel independen secara bersama-sama berpengaruh


signilikan terhadap variabel dependen.

2. Menetapkan kriteria pengujian yaitu:


Tolak HO jika angka signifikansi lebih besar dari a= 5% Terima HO jika angka
signilikansi lebih kecil dari a= 5%

3.6.4.3 Uji t

Uji signifikansi terhadap masing-masing koefisien regresi diperlukan


untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh dan masing-masing variabel
independen (Xl) terhadap variabel dependen (Y). Berkaitan dengan hal ini, uji
signifikansi secara parsial di gunakan Untuk menguji hipotesis penelitian. Nilai
yang digunakan untuk melakukan pengujian adalah nilai t hitung yang diperoleh
dari rumus yang sudah dijelaskan sebelumnya. Langkah-langkalmya sebagai
berikut (Sanusil,2011) :

l. Merumuskan hipotsis nol

Ho : bi = 0

Ho : bi ≠ 0

𝑏
2. Menghitung niai t dengan menggunkan rumus 𝑡 = 𝑠 𝑖
𝑏𝑖

3. Membandingkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan niai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yang tersedia pada taraf nyata
tertentu.

3. Mengambil keputusan dengan kriteria berikut.

Jika -𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ≤ 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ; maka Ho diterima

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < -𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ; maka Ho ditolak atau

niai Pr ≥ a = 1 % ; maka Ho diterima

niai Pr < a = 1 % ; maka Ho ditolak

Anda mungkin juga menyukai

  • Pertanyaan Seminar
    Pertanyaan Seminar
    Dokumen2 halaman
    Pertanyaan Seminar
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Audit Internal
    Audit Internal
    Dokumen6 halaman
    Audit Internal
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Ilmu Budaya Dasar (Tugas Kelompok)
    Ilmu Budaya Dasar (Tugas Kelompok)
    Dokumen20 halaman
    Ilmu Budaya Dasar (Tugas Kelompok)
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Makalah Akl 2
    Makalah Akl 2
    Dokumen22 halaman
    Makalah Akl 2
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Materi Tea PDF
    Materi Tea PDF
    Dokumen18 halaman
    Materi Tea PDF
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Akl 2
    Akl 2
    Dokumen14 halaman
    Akl 2
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Kasus Audit
    Kasus Audit
    Dokumen2 halaman
    Kasus Audit
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Makalah Akl 2
    Makalah Akl 2
    Dokumen22 halaman
    Makalah Akl 2
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii
    Anonymous oejOz09gm
    Belum ada peringkat