Anggota Kelompok :
1
Muhammad Ali al- khawli, Qomus Tarbiyah, English-Arab, Beirut : Dar al-‘ilm al-Maliyyin,tt.
Hal:103
2
Muhammad Ansyar, Dasar Dasar Pengembangan Kurikuum. Jakarta : Dirjen PT-PPLPTK
Depdikbut, 1989. Hal 8
kokulikuler. Kegiatan kulikuler ialah kegiatan belajar untuk mempelajari pelajaran wajib,
sedangkan kegiatan kokulikuler dan ekstrakulikuler disebut mereka sebagai kegiatan
penyerta. Praktik kimia, fisika atau biologi, kunjungan ke museum untuk pelajaran sejarah
misalnya, dipandang mereka sebagai kakulikuler (penyerta kegiatan belajar bidang studi).
Apabila kegiatan itu tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti pramuka dan olahraga, maka
yang ini disebut kegiatan di luar kurikulum (kegiatan ekstrakulikuler).
Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau
bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang actual dan
nyata, yaitu yang actual terjadi disekolah dalam proses belajar. Dalam pendidikan,
kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar, seperti berkebun,
olahraga, pramuka dan pergaulan serta beberapa kegiatan lainnya di luar bidang studi yang
dipelajari. Semuanya merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat. Pandangan modern
berpendapat bahwa semua pengalaman belar itulah kurikulum.
Atas dasar ini, maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata pengalaman
belajar yang banyak berpengaruh dalam pendewasaan anak, tidak hanya mempelajari mata
pelajaran interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam kelompok, interaksi
dalam lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman belajar.3
Baik dilihat dari fungsi kurikulum dan maupun tujuannya, hakekat kurikulum adalah
kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa
bentuk-bentuk bahan pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar, pengaturan-
pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan
yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan.
Melalui konsep dasar kerikulum tersebut, dapat disusun ‘teori kurikulum’ sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Beauehamp (1975) mendefinisikan teori
kurikulum dengan “...a set of related statement that gives meaning to a school’s
curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its
development, it use, and its evaluation” (...seperangkat pernyataan yang terkait yang
memberi arti bagi suatu kurikulum sekolah dengan jalan menunjukkan hubungan-
hubungan di antara unsur-unsurnya dan dengan mengarahkan pengembangan, penggunaan
3
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Amzah 2010. Hal:163-164
dan evaluasinya). Menurut Jaweer dan Bair, teori kurikulum pendidikan tersebut harus
didasari atas asumsi tentang hakekat masyarakat, manusia, dan pendidikan sendiri.4
4
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kharisma Putra Utama. Hal :123-124
3. Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan Al-
Qur`an dan Al-Hadits.
4. Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah peserta didik
serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkret.
5. Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan
Islam.
6. Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa relevan
dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penerapannya didalam kehidupan masyarakat.5
Beberapa ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam yang telah disebutkan diatas, dapat
dipahami bahwa kurikulum pendidikan Islam menekankan aspek spiritual tinggi dan
akhlak yang mulia.
5
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, Bandung: Pustaka Setia,
2010. Hal: 176-177.
Sudah lazim diketahui bahwa manusia dalam perkembangan fisik, mental, dan
pengetahuannya dibentuk oleh keluarga, sekolah dan lingkungannya yang beragam
dan berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam penentuan materi atau kebijakan
kependidikan tidak lepas dari perbedaan individualitas dan kolektivitas subjek didik.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan di dalam menyusun kurikulum dan
menetapkan materi ajar. Keseimbangan tidak harus sama, tetapi seimbang
berdasarkan porsi yang diberikan pada suatu hal secara proporsional.
3. Prinsip Persamaan dan Pembebasan
Prinsip ini berasal dari adanya keyakinan bahwa manusia diciptakan oleh
Tuhan yang sama dan juga dari asal yang sama (QS. Al-An’am [6]: 98, QS. an-Nisa
[4]:189, dan QS. az-Zumar [39]:6) sehingga tidak ada perbedaan unsur jenis kelamin,
kedudukan sosial-politik, warna kulit, dan lain-lain. Dari prinsip persamaan inilah
muncul pendidikan kerakyatan, dalam arti seluruh rakyat berhak mendapatkan
pendidikan dan pengajaran yang layak.
Selain prinsip persamaan, pendidikan (Islam) juga menganut prinsip
pembebasan dalam arti sebuah proses menuju ke arah kemerdekaan. Sebab, ketika
manusia tumbuh dan berintegrasi secara sosial dalam bidang pendidikan, ekonomi,
politik dan seni budaya maka pada saat itu terkuak realitas dan gambaran bahwa kaum
yang lemah dalam berbagai segi berhadapan secara tidak seimbang dengan kaum kuat,
masyarakat awam berhadapan dengan kaum terdidik atau intelektual, warga
masyarakat berbenturan dengan elite kekuasaan, masyarakat ekonomi lemah
dibelenggu oleh kelompok konglomerat yang semena-mena, dan masyarakat
teknologi-industrial merasakan keterasingan yang dahsyat yang mengungkungi
eksistensinya.
Di sini, manusia menghadapi problem kemanusiaannya sendiri. Untuk itu,
dibutuhkan pendidikan yang mampu membebaskan dalam arti mengembalikan unsur-
unsur kemanusiaannya sehingga terwujud manusia terdidik yang mampu
menyuarakan sisi kemanusiaan bila ia mendapatkan adanya kekurangan atau gejala
penyelewengan. Manusia yang mampu dan mau ber-amar makruf nahi munkar.
4. Prinsip Pendidikan Berkelanjutan
Prinsip ini disebut juga prinsip pendidikan seumur hidup. Penulis cenderung
memakai bahasa kontinu-berkelanjutan dengan dasar bahwa pendidikan Islam akan
terus berjalan di mana saja dan kapan saja. Proses pendidikan akan terus berjalan
seiring perkembangan zaman. Oleh karena itu, proses ini tidak akan berhenti hanya
dengan kematian seorang ilmuan. Jasa dan pahala ilmuan akan terus mengalir sampai
hari akhir selama ilmunya terus bermanfaat atau dimanfaatkan.
5. Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan
Kemaslahatan (al-mashlahah) dan keutamaan (al-fadhilah) adalah sebuah
prinsip yang mengharuskan pendidikan membawa manusia ke arah yang mashlahah
(baik bermanfaat) dan menuju ke arah yang lebih utama. Prinsip ini adalah ruh
pendidikan yang membawanya menuju fungsi yang sebenarnya. Prinsip ini berasal
dan berawal dari ruh tauhid yang menyebar dalam sistem moral, akhlak kepada Allah
dengan menjaga kebersihan hati dan kepercayaan serta jauh dari kekotoran syirik (QS.
Al-Kahfi[18]:110, QS. Luqman[31] :13 dan 22 ), dan memancar ke moralitas sosial.
Dengan prinsip kemaslahatan dan keutamaan ini, pendidikan bukan hanya sebuah
kerja mekanis, melainkan sebuah proses yang agung guna mengembalikan dan
meningkatkan potensi-potensi dan moral utama manusia.6
1. Berorientasi pada Islam, termasuk dalam ajaran serta nilai- nilainya yang ada
didalamnya. Adapun kegiatan kurikulurn baik berupa falsafah, prosedur, tujuan
kandungan, metode, cara melakukan serta hubungan-hubungan yang berlaku atau
diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan haruslah berdasarkan Islam. Harus
sesuai dengan ajaran yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist.
2. Prinsip menyeluruh (syumiuliyah/universal) baik dalam tujuan maupun isi
kandungannya. Jadi dalam sebuah kurikulum yang diterapkan dalam sebuah
pendidikan Islam. Sebuah prinsip atau pedomannya harus memiliki tujuan atauun isi
yang bersifat universal. Tidak terlalu kaku dengan satu hal pokok saja.
3. Prinsip keseimbangan (tawazun) antara isi atau kandungan kurikulum dengan tujuan
dari adanya kurikulum. Isi dan tujuan dari kurikulum harus seimbang. Tidak bisa jika
sebuah kurikulum yang diterapkan bersifat berat sebelah. Memiliki tujuan yang jelas
namun isinya tidak sesuai dengan pendidikan Islam atau bahkan tidak ada isinya.
4. Prinsip interaksi (inttishohiyah) antara kebutuhan Siswa dan kebutuhan masyarakat.
5. Prinsip pemeliharaan (wiqoyah) antara perbedaan-perbedaan individualitas.
Kurikulum yang dijalankan harus bisa mengajarkan pentingnya sebuah toleransi dan
6
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, LkiS Cemerlang, Yogyakarta, 2009, hal. 84-87
juga manfaatnya. Serta dampak negatif jika tidak bersikap negataif terhadap adanya
sebuah perbedaan.
6. Prinsip perkembangan (tanmiyah) dan perubahan (taghoyyur) seiring dengan tuntutan
yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut. Jadi sebuah kurikulum
pendidikan Islam harus bisa beradaptasi seiring dengan perkembangan zaman, namun
tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist.
7. Prinsip integritas (muwahhadah) antara mata pelajaran, pengalaman dan aktivitas
kurikulum dengan kebutuhan anak didik, masyarakat dan tuntutan zaman, tempat
anak didik berada.7
Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam kedalam empat kelompok dengan
mempertimbangkan jenis dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu Fiqh, as-Sunnah, tafsir,
Ilmu Tauhid.
7
Akh. Muzakki dan Kholilah, Ilmu Pendidikan Islam, Kopertais IV Press, Surabaya, 2010, hal. 86
8
Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Bandung 1989, hal. 6-8
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-Qu’an dan ilmu agama.
Misalnya ilmu nahwu dan sharaf.
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah untuk dipelajari, seperti halnya ilmu kedokteran,
matematika, industri, pertania, teknologi, dan lain-lain.
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.9
9
Akh. Muzakki dan Kholilah, Ilmu Pendidikan Islam, Kopertais IV Press, Surabaya, 2010, hal. 88
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang bisa didapat dalam materi yang ada dalam makalah ini adalah,
kurikulum itu merupakan sesuatu yang penting dan sangat dibutuhkan dalam sebuah lembaga
pendidikan. Baik itu pendidikan Islam maupun pendidikan lainnya. Hal ini dikarenakan
kurikulum merupakan semua hal yang secara nyata diterapkan dalam proses pendidikan di
sekolah. Jadi semua pembelajaran yang terjadi dalam kegiatan pendidikan di sekolah itu
tidaklah lepas dari yang namanya kurikulum, dan kurikulum disini adalah kurikulum
pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan islam haruslah mengajarkan hal-hal yang
menjunjung tinggi agama, akhlaq yang mulia serta tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Kurikulum pendidikan Islam juga harus memiliki prinsip-prinsip yang sesuai dengan isi
kandungan yang ada dalam Al-Qur’an. Contoh mata pelajaran yang ada dalam kurikulum
pendidikan Islam adalah Ilmu Fiqh, Ilmu Nahwu dan Sharaf, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Akh. Muzakki dan Kholilah, 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Kopertais IV Press, Surabaya.
Muhammad Ali al- khawli, Qomus Tarbiyah, English-Arab, Beirut : Dar al-‘ilm al-
Maliyyin,tt.
Muhammad Ansyar, 1989. Dasar Dasar Pengembangan Kurikuum. Jakarta : Dirjen PT-
PPLPTK Depdikbut.
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, Bandung:
Pustaka Setia.