Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK PERMUKIMAN NELAYAN KELURAHAN UNTIA

KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR

Muh. Arif
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar
muhammadarifxf@gmail.com

ABSTRAK

Kelurahan Untia adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar.
Keluraha ini dihuni oleh masyarakat yang mayoritas mata pencaharian bergantung pada
laut yaitu sebagai nelayan dan budidaya tambak. Sebagaimana kawasan pesisir pada
umumnya, pembangunan di Kelurahan ini menghadapi beberapa masalah di antaranya
sarana pelayanan dasar termasuk prasarana fisik masih terbatas, kondisi lingkungan
kurang terpelihara sehingga kurang memenuhi persyaratan kesehatan, air bersih dan
sanitas belum memadai dan pendapatan penduduk masih rendah. Berdasarkan kondisi
tersebut, studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakterisik permukiman nelayan
Kelurahan Untia. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan identifikasi penilaian dari
aspek fisik dan non fisik, aspek sosial budaya, ekonomi dan aspek kebijakan tata ruang.
Penelitian ini menggunakan metode observasi. Data-data penelitian dianalisis untuk
menghasilkan strategi pengembangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik
permukiman merupakan perpaduan antara pola pikir manusia dan perwujudan
kebudayaan yang sama yang menghasilkan suatu karakteristik yang dapat dikenali, ini
dapat dilihat melalui struktur fisik lingkungan permukiman tersebut serta perilaku
masyarakat yang mendiami permukimannya.
Kata Kunci : Karakteristik Lingkungan, Perilaku Masyarakat, Permukiman Nelayan

PENDAHULUAN terkait dengan faktor-faktor sosial budaya yang


Permukiman merupakan suatu kawasan ada di dalamnya. Rapoport (1969)
yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan mengemukakan bahwa faktor utama dalam
tempat melakukan kegiatan untuk mendukung proses terjadinya bentuk adalah budaya
kehidupan penghuninya, juga merupakan sedangkan faktor lain seperti iklim, letak dan
tempat hidup bersama dalam suatu proses kondisi geografis, politik dan ekonomi
bermukim. Dalam suatu permukiman terjadi merupakan faktor pengubah (modifiying factor).
hubungan antara manusia dengan manusia, Jadi dalam hal ini karakteristik lingkungan
manusia dengan alam serta manusia dengan adalah salah satu faktor yang sangat
pencipta-Nya. Permukiman sangat berkaitan mempengaruhi terbentuknya tata ruang suatu
erat dengan karakteristik lingkungan dan permukiman dan arsitektur permukiman, selain
perilaku penggunanya yang dominan. faktor perilaku manusianya. Kawasan
permukiman juga akan memiliki keunikan
Permukiman yang terbentuk dari orang- tersendiri yang terbentuk karena adanya
orang yang masih mempunyai pertalian kekhasan budaya masyarakat, kondisi iklim
keluarga lewat perkawinan, akan berbeda yang berbeda, karakteristik tapak, pengaruh
dengan bentuk permukiman yang dibentuk oleh nilai-nilai spritualnya yang dianut, dan kondisi
karena kesamaan mata pencaharian, demikian
politik atau keamanan dari suatu daerah atau
juga dengan permukiman-permukiman yang permukiman.
pemukimnya didominasi oleh etnis-etnis
tertentu akan berbeda pula. (Nurjannah, 2008).
Lingkungan permukiman terbentuk bukan
hanya dari hasil kekuatan fisik tetapi juga
METODE selanjutnya menjadi landasan dalam
Lokasi Penelitian dilaksanakan pada perumusan strategi dalam meningkatkan
permukiman nelayan di Kelurahaan Untia, kualitas masyarakat dan permukiman di
Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Kelurahan Untia termasuk prasarana dan
dengan luas lahan 2,89 Ha. Pemilihan lokasi ini sarana permukimannya.
didasarkan karena merupakan permukiman
nelayan dan terjadi perubahan sosial dan HASIL DAN PEMBAHASAN
ekonomi pada kelompok nelayan Lae-Lae Hasil Penelitian
setelah direlokasi ke Kelurahan Untia. Studi ini Berdasarkan profil Kelurahan
berdasar pada hasil penelitian yang dilakukan Untia 2017, jumlah penduduknya
dengan metode survei yaitu meliputi kegiatan sebanyak 2076 jiwa yang terdiri dari
observasi. Karakteristik lingkungan dan sosial 1075 jiwa laki-laki dan 1.001 jiwa
ekonomi masyarakat di Kekurahan Untia dapat perempuan. Jumlah kepala keluarga
diidentifikasi berdasarkan variabel: prasarana tercatat sebanyak 542 KK, khusus
dan sarana lingkungan, lingkungan fisik, dan
dalam kawasan pusat kelurahan
data sosial ekonomi serta sosial budaya
terdapat sebanyak 429 KK, dan 118 KK
masyarakat. Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui jumlah sarana dan prasarana yang di antaranya merupakan masyarakat
terdapat di permukiman Kelurahan Untia nelayan yang pindah dari Pulau Lae-Lae
dengan cara observasi. Sedangkan karakteristik pada tahun 2005. Jumlah tersebut
sosial, ekonomi, dan budaya dapat dianalisis tersebar di 5 RW dan 14 RT yang ada di
secara deskriptif kualitatif. Kelurahan Untia.

Peranan lingkungan baru dalam Sarana dan Prasarana Permukiman


membentuk masyarakat dan permukiman di Nelayan Untia
Kelurahan Untia dapat diketahui melalui analisis Jumlah Fasilitas pendidikan di
faktor-faktor penyebab perubahan sosial, Kelurahan Untia tahun 2015 tercatat 2
ekonomi, dan budaya nelayan setempat, serta unit TK, 1 unit SD, dan 1 unit SMP, 1
kondisi fisik lingkungan permukiman nelayan unit SMA, dan 1 unit SMK. Khusus di
Untia. Data-data tersebut dianalisis keterikatan permukiman resettlement Untia hanya
antara indikator fisik dengan non fisik untuk terdapat 1 unit SMK, 1 unit SD dan 1
mengetahui penyebab dari perubahan sosial unit TK. Untuk jelasnya lihat Gambar 1,
ekonomi dan budayanya. Strategi 2, dan 3 di bawah. Secara umum
meningkatkan kualitas sosial ekonomi dan masyarakat di Kelurahan Untia
permukiman masyarakat di Kelurahan Untia cenderung menyekolahkan anaknya
dapat diketahui melalui pendekatan konsep hanya sampai tingkat SMP dengan
peningkatan sosial, ekonomi, budaya, dan fisik alasan biaya. dengan peruntukan
permukiman, sesuai kebutuhan masyarakat sebagai permukiman dan perdagangan
permukiman nelayan di Untia. Untuk menjawab atau jasa.
pertanyaan penelitian tentang strategi yang
diajukan dalam meningkatkan kualitas
masyarakat dan permukiman di Kelurahan
Untia dilakukan dengan mengidetifikasi
karakteristik fisik dan non fisik kawasan
permukiman, serta mengkaji fator-faktor
penyebab perubahan dan permasalahan yang
terjadi, serta arah perkembangan masyarakat
dan permukimannya berdasarkan analisis
kualitatif desktiptif. Faktor-faktor yang diketahui Gambar 1. TK di KelurahanUntia
selanjutnya dikaitkan dengan teori dan Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 4. Jalan Paving dan saluran drainase
Gambar 2. SD di Kelurahan Untia
di Kelurahan Untia
Sumber: dokumentasi pribadi
Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 3. SMK di Kelurahan Untia Gambar 4. Nelayan yang memarkir perahu di


Sumber: dokumentasi priadi sekitar dermaga
Sumber: https://google.com
Jumlah fasilitas kesehatan di Kelurahan Untia
tahun 2015 tercatat terdapat 1 unit puskesmas Faktor – faktor yang mempengaruhi
pembantu (pustu) dan 3 unit posyandu. Di lingkungan
samping itu juga terdapat 1 unit fasilitas masjid. a. Faktor non fisik
Namun demikian hingga saat ini di Kelurahan Tingkat pendidikan mempengaruhi jenis
Untia belum tersedia tempat pelelangan ikan, pekerjaan yang akhirnya dapat berpengaruh
sehingga para nelayan hanya menjual hasil terhadap tingkat pendapatannya. Masyarakat
tangkapan ikannya di TPI Paotere. Jaringan dengan tinggat pendidikan yang tinggi
jalan di dalam permukiman Kelurahan Untia berpeluang memperoleh berbagai pekerjaan
terdapat berupa jalan lokal dan jalan lingkungan dengan pendapatan yang relatif besar.
dengan kondisi jalan berupa beton dan paving Perkembangan tingkat pendidikan masyarakat
dengan lebar ± 2-3. Pada permukiman dapat dilihat dari perbandingan antara tingkat
Kelurahan Untia telah tersedia prasarana pendidikan kepala keluarga dengan tingkat
lingkungan berupa saluran drainase yang pendidikan anak-anaknya saat ini. Hasil analisis
mengalirkan air buangan ke dalam kanal dan menunjukkan peningkatan pendidikan yang
langsung ke laut. Permukiman Kelurahan Untia secara signifikan dari pendidikan Kepala
telah terdapat prasarana TPS untuk Keluarga yang menunjukkan rata-rata 76%
pembuangan sampah dengan cara diangkut masih berada di bawah pendidikan SMP ketika
langsung atau menggunakan ke lokasi TPS dan di Lae-Lae, sedang ketika di lokasi saat ini rata-
selanjutnya menggunakan Truk sampah menuju rata tingkat pendidikan keluarga yang <SMP
ke TPA Tamangapa. Selanjutnya sumber air masing-masing menunjukkan untuk anak
bersih dapat diperoleh dari sumur, air tanah, pertama (58%), anak kedua (68%) dan anak
dan PDAM. ketiga (70%). Di lain pihak terdapat
pertambahan dari pendidikan rata-rata SMP menghabiskan waktu melaut 3-5 bulan.
dan SMA dari 22% untuk untuk Kepala Terdapat masalah untuk nelayan lokal karena
Keluarga ketika di Lae-Lae, menjadi 42% untuk belum adanya fasilitas TPI di Untia, sehingga
anak 1, 33% untuk anak 2, dan 30% untuk anak terpaksa harus menjual hasil tangkapan ke TPI
3 ketika di lokasi baru. Paotere yang tergolong jauh. Hal ini membuat
ketidaknyamanan sehingga mereka cenderung
Sebagian masyarakat Kelurahan Untia masih memilih pekerjaan lain atau sampingan. Dalam
pada tingkat pendidikan rendah (SD dan SMP), hal pendapatan, masyarakat Kelurahan Untia
sehingga hanya dapat bekerja sebagai buruh relatif mengalami peningkatan. Ketika di Lae-
pabrik di pergudangan atau pabrik yang tidak Lae pendapatan nelayan lokal rata-rata Rp
mensyaratkan tingkat pendidikan. Di samping 800.000 perbulan (sesuai nilai uang tahun
itu sebagian memilih pekerjaan serabutan (jasa 2005). Pada saat ini di Untia pendapatan rata-
bangunan, jasa bengkel), dan sebagian lagi rata nelayan lokal Rp 1,5-2 juta perbulan,
hanya melajutkan profesi orang tua sebagai nelayan antar kab/prov Rp 2-3 juta perbulan,
nelayan. Sebagian di antaranya putus sekolah dan nelayan samudra Rp 3-5 juta perbulan.
disebabkan oleh factor ekonomi. Dapat Walaupun pendapatannya relatif meningkat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dibanding di Lae-Lae, jumlah penghasilannya
(keturunan) dari masyarakat asal Lae-lae lebih saat ini dinilai masih belum cukup. Dengan
beragam dibandingkan dengan orang tuanya, berbagai peluang kerja saat ini, masyarakat
disebabkan oleh berbagai pengaruh lingkungan mulai beralih ke pekerjaan sampingan terutama
baru terutama peluang fasilitas pendidikan yang pada saat tidak melaut.
tersedia, fasilitas dan prasarana penunjang
seperti kemudahan akses ke mana-mana, Berdasarkan hasil analisis, perubahan profesi
pengembangan profesi, keragaman relasi masyarakat di Kelurahan Untia menunjukkan
(interaksi sosial yang terjadi), dan perubahan peralihan profesi
pandangan terhadap masa depan keturunan yang sangat beragam sesuai dengan latar
yang terkait oleh pengaruh dinamika belakang profesi dan peluang tempat kerja yang
perkembangan Ipteks. ada. Dari 25 KK nelayan lokal yang pindah ke
Kelurahan Untia berubah menjadi jasa
Jenis profesi masyarakat ketika di Lae- bangunan, karyawan swasta, nelayan antar
Lae dominan berupa nelayan lokal sebanyak 25 kab/prov, bengkel, dan pegawai toko; demikian
KK, kemudian nelayan antar kabupaten/provinsi pula untuk 16 KK nelayan antar kab/prov juga
sebanyak 16 KK dan selebihnya bekerja pada mengalami perubahan profesi. Masyarakat
sektor jasa (8KK) dan ibu rumah tangga (6KK). nelayan tradisional seperti masyarakat di Lae-
Setelah berada di lingkungan baru, sebagian Lae (sebelum relokasi) masih menunjukkan
besar masyarakat tersebut mengalami adanya pola kerja secara patron-klien
perubahan profesi yang disebabkan oleh (ponggawa-sawi). Patron-klien adalah
kondisi dan peluang kerja di lingkungan hubungan kerja yang terbentuk karena ada
barunya. Berdasarkan lokasi melaut, nelayan pihak yang memimpin atau
Untia tergolong menjadi tiga, yaitu (1) nelayan menguasai/berpengaruh, dan ada pihak yang
lokal yang melaut di sekitar kota Makassar; (2) dipimpin atau dipengaruh. Berbeda dengan
nelayan yang melaut antar kabupaten/provinsi; masyarakat nelayan di permukiman Untia pola
(3) nelayan yang melaut antar negara mengikuti tersebut sudah mulai bergeser, namun justru
kapal asing. Nelayan lokal memiliki jadwal membentuk kelompok kerja nelayan secara
melaut setiap hari (dari subuh hingga siang, terstruktur berdasarkan lokasi penangkapan
atau siang hingga petang, atau malam hingga ikan. Di samping itu meskipun lokasi barunya
pagi). Hari kerja nelayan lokal hanya 5-6 hari berada di wilayah pesisir, namun terdapat hal-
perminggu. Nelayan yang melaut di perairan di hal yang kurang mendukung seperti site yang
sekitar Makassar umumnya menghabiskan tidak berbatasan langsung dengan pantai
waktu melaut 2-3 hari. Nelayan samudera sebagaimana pengalaman bermukim pada
lokasi sebelumnya, di tambah lagi dengan penguasaan lahan oleh kelompok tertentu,
adanya jarak tempuh yang relatif jauh dari begitu pula kedekatan rumah dari fasilitas
permukiman ke lokasi Tempat Pelelangan Ikan umum tidak direncanakan karena letak tersebut
(TPI) membuat mereka mencari pekerjaan diperoleh berdasarkan undian. Kondisi rumah
sampingan. yang ada juga dipengaruhi oleh kondisi
pendapatan atau jenis pekerjaan penghuni.
Dapat disimpulkan bahwa perubahan Penghuni mencerminkan wujud rumahnya
profesi masyarakat relokasi terjadi secara sesuai jenis aktifitasnya. Kondisi rumah yang
signifikan yang dipengaruhi oleh bebarapa dihuni oleh nelayan lokal terlihat masih asli,
aspek seperti: pengembangan usaha sesuai kurang dikembangkan, dan kurang dipelihara;
potensi yang dimiliki, peluang usaha atau sedang kondisi rumah dan material yang dihuni
tempat kerja pada lingkungan baru, fasilitas dan oleh nelayan antar pulau dan nelayan ABK
prasarana penunjang seperti kemudahan akses pada kapal asing tampak lebih berkembang dan
ke mana-mana, pengembangan tingkat berkesan terpelihara.
pendidikan, keragaman relasi (interaksi sosial),
adanya kekurangan lokasi Untia sebagai lokasi Nilai-nilai sosio-kultural masyarakat
nelayan dibanding lokasi sebelumnya, dan tradisional Makassar seperti pada permukiman
perubahan pandangan terhadap pola kerja yang masyarakat Lae-Lae sebelum relokasi tercermin
terkait oleh pengaruh dinamika perkembangan dalam bentuk tata letak rumah yang
Ipteks. menekankan pada pentingnya aspek
kekerabatan . Setiap warga berupaya menjaga
b. Faktor fisik kerukunan dengan cara menempatkan rumah
Kondisi permukiman tradisional di Lae-Lae secara berdekatan membentuk kelompok
tergolong permukiman yang dibangun secara besar. Mereka belum mempermasalahkan
swadaya oleh masyarakat setempat dengan batas kepemilikan tanah, sehingga tata
tidak melalui proses perencanaan tapak bangunan cenderung tidak terlalu teratur.
sebelumnya (tanpa direncanakan). Permukiman Kondisi ini mencerminkan adanya kesadaran
tersebut lahir dari masyarakat berdasarkan masyarakat secara kolektif atau bersifat
kebutuhan, ketersediaan lahan, dan hasil mekanis. Mereka belum menggunakan
rembuk bersama, yang berproses terus pembatas halaman. Halaman rumah tidak
menerus hingga sekarang. Salah satu bentuk berpagar bertujuan memberi kesan luas,
rumah warga yang difungsikan menyatu dengan menciptakan keakraban, dan meningkatkan
fasilitas warung. Sebagai permukiman interaksi antarpenghuni yang berkontribusi
tradisional, di sana terlihat ada penguasaan terhadap peningkatan keamanan penghuni dan
oleh kelompok tertentu pada lokasi tertentu lingkungan. Jarak antar rumah yang rapat
seperti pusat permukiman atau sekitar fasilitas, disebabkan oleh keterbatasan lahan dan
mereka itu adalah kelompok Ponggawa-Sawi kecenderungan tinggal berdekatan dengan
atau kelompok yang memiliki status sosial yang keluarga atau kerabat yang dapat menciptakan
dihormati dan berkuasa. Permukiman rasa aman . Meskipun sektor pembangunan
Kelurahan Untia memiliki pusat berupa fasilitas dan modernisasi kehidupan telah dicanangkan
umum seperti pendidikan, kesehatan, dan dengan visi yang sangat ideal, namun demikian
keagamaan yang terletak di tengah tetap terjadi pergeseran terhadap makna nilai-
permukiman. Pola permukiman Untia nilai kehidupan yang dipahami masyarakat.
menggunakan pola grid dan relatif teratur. Pergeseran tersebut akan berpengaruh
Permukiman terdiri dari enam blok dengan luas terhadap perubahan struktur sosial dan
lahan yang sama dan dikelilingi oleh kanal atau perubahan pengetahuan budaya (khususnya
jalan lingkungan. Keteraturan permukiman tentang logika dan etika. Dalam hal ini
disebabkan adanya perencanaan permukiman pengaruh modernisasi dan globalisasi terhadap
yang telah ada (siap dihuni). Karena itu dalam masyarakat tradisional yang relatif lebih kuat
permukiman tidak dikenal adanya pola setelah relokasi dibandingkan dengan ketika
masih di tempat asal, cenderung
mempengaruhi tatanan perumahan dan
permukimannya, apalagi permukimannya
secara jelas merupakan pola permukiman yang
direncanakan sebelumnya. Namun demikian,
nilai-nilai budaya yang dipahami masyarakat
Makassar tentang perlunya menjaga
kebersamaan dan gotong royong yang berdasar
pada nilai-nilai kekerabatan seperti siri na
pacce, abbulo sibatang, masih tetap
terpengaruh terhadap tata bangunan dan
bentuk rumahnya yang bersifat terbuka. Hal ini Gambar 5. Pola tata bangunan kawasan
terlihat bentuk pembatas yang tidak masif dan Kelurahan Untia
lebih terlihat transparan dengan fungsi semata-
mata hanya untuk mempertegas batas hukum Dari 58 sampel rumah yang dijadikan objek
dari halaman rumah. Nilai-nilai pacce yang kajian di perumahan Kelurahan Untia,
dipahami masyarakat Makassar hingga kini dibangun dengan bentuk awal berupa rumah
tetap tercermin melalui tata cara hidup panggung dengan material konstruksi kayu (non
berdampingan yang saling menghormati permanen). Pada bagian bawah rumah
(sipakatau), saling menghargai (sikalabbiri), digunakan untuk kegiatan servis dan tempat
terutama kaitannya dengan sistem pelapisan memelihara ternak atau menempatkan
sosial masyarakat sebagaimana yang peralatan nelayan. Pada saat ini rumah-rumah
dikemukakan oleh. Hal ini terlihat pada kegiatan tersebut sebagian besar telah dikembangkan
silaturrahim antar tetangga, pesta perkawinan, menjadi rumah permanen sebanyak 3 unit,
kematian, atau pada peringatan hari besar semi permanen sebanyak 26 unit, dan tetap
agama Islam. Arah orientasi bangunan pada dalam kualitas non permanen sebanyak 29 unit.
permukiman di Lae-Lae secara umum Pengembangan rumah secara umum dilakukan
berorientasi ke arah garis pantai dan jalur jalan dengan cara memanfaatkan kolong rumah awal
yang mengikutinya. Bangunan memiliki menjadi fungsi untuk kegiatan hunian. Hal itu
orientasi yang homogen. Hal ini dimaksudkan dilakukan dengan menambah dinding pada
agar sepenuhnya dapat menghadap ke laut bagian lantai dasar serta dinding. Material lantai
(pusat aktifitas dan sumber energy) serta untuk yang digunakan bervariasi dari lantai tanah,
menciptakan aksesibilitas yang tinggi dari arah semen, keramik, atau campuran ketiganya.
pantai atau jalan yang terletak di sepanjang Demikian pula material dinding yang digunakan
garis pantai. Berbeda halnya dengan arah bervariasi dari jenis kayu, seng, bambu, triplek,
orientasi bangunan yang dominan ke arah jalur dan dinding, atau gabungan dari keenam
jalan atau kanal yang ada. Orientasi bangunan material tersebut. Selanjutnya pada bagian
tidak berlaku secara homogeny, tetapi lebih lantai atas juga dikembangkan dengan
cenderung mengikuti pola jalan di sekitarnya. menggunakan material lantai keramik dan
Hal ini sangat terkait dengan pola permukiman semen. Demikian pula dinding bangunan atas
yang telah direncanakan sebelumnya, serta dikembangkan dengan menggunakan material
pemahaman masyarakat yang saat ini kayu, bamboo dan tembok, atau gabungan
cenderung lebih mengutamakan orientasi ke kayu dan tembok. Demikian pula pengaruh
arah akses jalan. Mereka lebih melihat pada lingkungan baru terhadap 58 unit rumah di
kondisi pencapaian dibandingkan dengan resettlement Untia juga dapat dilihat dari
kesamaan pola, sebagai karakter masyarakat indikator berkembangnya property yang dimiliki
modern yang telah banyak mendapat pengaruh oleh penghuni setempat seperti: mobil
ipteks, kesadaran hukum, dan ekonomi. sebanyak 2 unit, TV sebanyak 55 unit, kulkas
sebanyak 47 unit, dan antena parabola
sebanyak 3 unit. Kepemilikan mobil adalah KESIMPULAN
rumah penghuni yang memiliki pekerjaan karakteristik permukiman Untia saat ini
sebagai pelaut dan nelayan yang bergabung tergolong sudah baik dilihat dari keberadaan
dengan kapal asing. Sedangkan kepemilikan prasarana jalan, air bersih, listrik, pengolahan
property TV dan kulkas hampir semua rumah sampah, serta beberapa sarana lingkungan
telah terpenuhi. Dalam hal prasarana air seperti masjid, puskesmas pembantu, kantor
bersih terdapat perkembangan besar bagi Lurah, pos keamanan, dermaga PPN, dan
kebutuhan penggunaan air bersih. Penggunaan rumah-rumah penduduk yang relatif sehat.
air bersih ketika di Lae-Lae secara umum Berbagai perubahan telah dirasakan
rumah tinggal menggunakan sumur gali (100%) masyarakat nelayan baik perubahan bersifat
untuk kebutuhan mandi dan cuci sedankan non fisik maupun perubahan fisik permukiman
untuk kebutuhan masak/minum menggunakan di Untia. Perubahan yang bersifat non fisik
air bersih yang dibeli dari kota, air gallon, serta dapat dilihat dari indikator perubahan tingkat
sebagian lagi menggunakan air hujan. pendidikan dan profesi masyarakat. Perubahan-
Sedangkan penggunaan air bersih setelah perubahan tersebut tidak lain disebabkan oleh
berada di resettlement Untia secara umum keterlibatan lingkungan baru dalam membentuk
rumah tinggal menggunakan air dari PDAM masyarakat. Perubahan tingkat pendidikan
(100%) untuk kebutuhan mandi, cuci, dan keluarga (keturunan) disebabkan oleh pengaruh
masak/minum. Namun demikian sebagian lingkungan baru terutama: peluang fasilitas
rumah tangga (5 rumah) juga menggunakan air pendidikan yang tersedia, fasilitas dan wisata
sumur dan atau sumur bor untuk kebutuhan bisnis. prasarana penunjang, pengembangan
cuci, dan terdapat sebanyak 16 rumah yang profesi, dan perubahan pandangan terhadap
juga menggunakan air gallon untuk kebutuhan masa depan keturunan yang terkait oleh
minum. Demikian pula penggunaan listrik pengaruh dinamika perkembangan Ipteks.
ketika di Lae-Lae tergolong terbatas yaitu hanya Selanjutnya perubahan keberagaman jenis
menggunakan genset dikelola oleh PLN dan pekerjaan masyarakat yang sebelumnya
hanya melayani selama 6-12 jam. Sedangkan dominan nelayan dimana pola kehidupan
prasarana listrik yang digunakan di resettlement modern bergeser dari bersifat mekanis
Untia telah disiapkan oleh PLN selama 24 jam. (pemahaman kolektif) menjadi organis (semi-
Perubahan bentuk rumah, kelengkapan individualistik), disebabkan oleh berbagai
prasarana dan semakin bertambahnya pengaruh lingkungan baru terutama:
pemilikan properti pada setiap rumah tangga pengembangan peluang usaha atau tempat
tersebut merupakan akibat dari tuntutan kerja sesuai potensinya, fasilitas dan prasarana
kebutuhan fungsi ruang sebagai dampak dari penunjang seperti kemudahan aksesibilitas,
perkembangan anggota keluarga, pengembangan pendidikan, keragaman relasi
pengembangan jenis pekerjaan rumah tangga, (interaksi sosial), adanya kekurangan lokasi
dan pengembangan tingkat pendapatan Untia sebagai lokasi nelayan dibanding lokasi
keluarga. Jika dibandingkan dengan bentuk sebelumnya, dan perubahan pandangan
tipikal rumah yang ada di Lae-Lae, bentuk terhadap pola kerja dan lifestyle yang terkait
rumah di permukiman Kelurahan Untia banyak dengan modernisasi dan globalisasi.
mengalami perubahan. Hal ini sangat terkait
dengan pengaruh lingkungan baru serta
perubahan lifestyle masyarakat akibat
perkembangan modernisasi dan globalisasi
yang semakin terbuka pada permukiman baru.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Abu (2003), “Siri’ Butuh Revitalisasi”, dalam Siri’ dan Pesse, Harga Diri Orang Bugis,
Makassar, Mandar, Toraja, ed. Mustafa, Yahya, Pustaka Refleksi,
Makassar..http://Hamidabusiri’.blogspot.com.html
Hidayat, Arief (2009). Kajian komunitas nelayan pesisir Kelurahan Untia, Kecamatan
Biringkanaya, Kota Makassar, http://ariefhidayat 06.blogspot.co.id/2009/04/kajian-komunitas-
nelayan-pesisir.html
Fanni dan Arief (2014), Artikel internet, http://www.sapp.itb.ac.id/pwk/wp-content
https://karakteristikpermukimannelayanmakassar.blogspot.com.kajian-nelayan-pesisir.html
https://karakteristik-permukiman-nelayan.co.id
Nurjannah, (2008)
Rapoport (1969)

Anda mungkin juga menyukai