Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker ovarium merupakan suatu kanker yang belum diketahui
penyebabnya.Kanker Ovarium sering ditemukan wanita yang berumur 40 -
74 tahun. Penyebaran suatu kanker ovarium bisa menyebar kebagian yang
lain,seperti daerah panggul dan perut melalui getah bening dan melalui
peredaran darah untuk menuju kehati dan paru-paru.
Karsinoma ovarium adalah jenis epitel adalah penyebab utama kematian
akibat kanker ginekologi diamerika serikat. Pada tahun 2003 diperkirakan
terdapat 25.400 kasus kanker dengan 14.300 kematian yang mencakup
kira- kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker.
Meskipun mayoritas kanker ovarium adalah jenis epitelial,kanker
ovarium dapat juga berasal dari sel yang terdapat diovarium. Tumor
ovarium yang berasal dari sel germinal yang kelasifisikan sebagai
disgerminoma dan teratoma sedangkan tumor ovarium yang berasal dari
sel folikel di kelasifisaikan sebagai sex cord stromal terutama tumor sel
granulosa dan tumor yang berasal dari stroma ovarium adalah sarkoma.
Akan tetapi angka kejadian tumor ovarium non epitelial kecil sekali
sehingga dianggap angka kejadian seluruh kanker ovarium.
Kanker ovarium jarang ditemukan pada umur dibawah 40 tahun . Angaka
kejadian meningkat dengan makin tuanya usia 15 – 16 per 100.000 pada
usia 40 -44 tahun menjadi paling tinggi dengan angka kematain 57 per
100.000 pada usia 70 – 74 tahun.Usia median saat diagnosis adalah 63
tahun dan 48 % penderita berusia diatas 65 tahun.
Pada tahun 2005, Masyarakat kanker Amerika memperkirakan bahwa
22.220 kasus baru kanker ovarian akan bisa di diagnosa, dan itu kan
membunuh 16.200 wanita. Hanya 77% kasus yang mempunyai tingkat
nilai survival 1 tahun, 44% kasus yang mempunyai tingkat nilai suvival 5
tahun. Dan hanya 19% kasus saja kasus yang di diagnosa sebelum

1
metastasis terjadi. Hal tersebut disebabkan Oleh karena ketiadaan adanya
deteksi dini peyakit dan kemajuan penyakit yang cepat. Sehingga
menyebabkan angka kematian yang sebabkan oleh kanker Ovari
meningkat.
Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium
70% kasus ditemukan kasus pada keadaan yang sudah usia lanjut yakni
tumor yang menyebar jauh dari ovarium ( Brooker, 2012).

Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang


tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang
wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel
skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar
penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona transisional yang terletak
antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar ( Brooker, 2012).

Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian


terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan
kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000
penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang
perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan
penelitian vaksinasi sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit
ini di masa mendatang.

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku
seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya kanker
serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses
yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami ( Brooker,
2012).

2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan
kedua setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang
masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat
kanker pada usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di negara
berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker servik merupakan penyebab
utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastik semenjak
diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau. Namun,
sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks
masih tetap tinggi. ( Brooker, 2012).

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah


menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif
sekaligus prediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih
terbatas pada operasi, radiasi dan kemoterapi, atau kombinasi dari
beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih berupa
“simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker
yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian. ( Brooker, 2012).

Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran


penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan
teknologi kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya
atau untuk membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus
berdasarkan pada perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan
luasnya penyebaran penyakit melalui sistem stadium ( Brooker, 2012).

3
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan
pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa Ca Ovarium dan Ca Serviks.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui anatomi fisiologi Ca Ovarium dan Ca Serviks
b. Mengetahui pengertian dari Ca Ovarium dan Ca Serviks
c. Mengetahui tanda dan gejala Ca Ovarium dan Ca Serviks
d. Mengetahui cara mencegah Ca Ovarium dan Ca Serviks
e. Mengetahui patofisiologi Ca Ovarium dan Ca Serviks
f. Mengetahui jenis stadium dari Ca Ovarium dan Ca Serviks
g. Pemeriksaan penunjang Ca Ovarium dan Ca Serviks
h. Penatalaksanaan Medis Ca Ovarium dan Ca Serviks
i. Asuhan keperawatan pada pasien Ca Ovarium dan Ca Serviks

4
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi
1. Ca Ovarium
Kanker indung telur (kanker ovarium) adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada
wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita
kanker ovarium.
Kanker ovarium bisa menyebar secara langsung ke daerah
disekitarnya dan melalui sistem getah bening bisa menyebar kebagian
lain dari panggul dan perut, sedangkan melalui pembuluh darah
kanker bisa bisa menyebar ke hati dan paru-paru. (April,2014)
2. Ca Serviks
Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang
tumbuh di dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang
menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks biasanya menyerang pada wanita berusia 35-
55tahun 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% biasanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
(April,2014)
B. Etiologi
1. Etiologi Ca Ovarium menurut Prawirohardjo, (2008) yaitu :
Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker ovarium. Secara umum,
kanker dimulai ketika sel-sel sehat mengalami mutasi genetik yang
mengubah sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat tumbuh dan
berkembang biak pada tingkat yang ditetapkan, akhirnya mati pada
waktu yang ditetapkan. Sel-sel kanker tumbuh dan berkembang di luar
kendali, dan mereka tidak mati. Adanya akumulasi sel abnormal akan
membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker menginvasi jaringan

5
terdekat dan dapat pecah dari tumor awal untuk menyebar ke tempat
lain dalam tubuh (metastasis).
Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker
ovarium, diantaranya:
a. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel
ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses
penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor.
b. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel
ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro,
androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan
sel-sel kanker ovarium.
2. Etiologi Ca Serviks menurut Dwiana, (2008) yaitu :
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor
ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks,
antara lain infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa.
Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah
perilaku seksual berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi,
rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik
maupun endofitik.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kanker serviks, antara lain adalah :
a. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya
untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli,
perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari

6
17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang
menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
b. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan
meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang
ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10
kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang
atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat
menjadi faktor pendamping.
c. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat
diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
d. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di
samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya
radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
e. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi
vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan
dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya
kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten
dan retinol (vitamin A).

7
f. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat
mempengaruhi timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan
iritasi menahun
g. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan
penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
h. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah
tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap
Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat
dilakukan.
C. Patofisiologi
1. Ca Ovarium
Ovarium normal akan membentuk beberapa kist akecil yang
disebut folikel degraff.Pada pertengahan siklus, folikel dominant
dengan diameter lebihdari 2,8 cm akan melepaskan ositmature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpusleteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5-2cm dengan kista ditengah tengah.
Bila tidak terjadi fertilisasi, kurpus mengalami fibrosis dengan
pengerutan secara progresif, Namun bila terjadi fertilisasi, korpus
leteummula mula akan membesar kemudian secra gradual akan
mengecil selama kehamilan. Kista ovary yang berasal dari proses
ovulasi normal disebut kista fungsional dan slalu jinak. Kista tersebut
dapat di stimulasi oleh gonadrtiopin yang berlebih.Endometriosis
adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma
ovary polikistik, ovarium biasanya terdiri folikel-folikel dengan
meliputi kistikber diameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam sonogram.
(Prawirohardjo, 2008)

8
2. Ca Serviks
Patofisiologi Serviks adalah penyakit yang progresif, mulai
dengan intraepitel, berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya
menjadikan kerservik ssetelah 10 tahun atau lebih. Secara
histopatologilesi pre invasive biasanya berkembang melalui beberapa
stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadikan sinomain dan
akhirnya invasif. Berdasarkankan sinogenesisumum, proses perubahan
menjadikan keakibatkan oleh adanya mutasi gen lisiklus sel. Gen
pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair
genes. Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang
berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai
timbulnya transformasimaligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat
dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang
melalui perubahan intra epitel, tidak semua perubahan ini progress
menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresise cara
spontan sebanyak 3 -35%. Bentuk ringan (displasiaringandansedang)
mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari
displasia menjadi karsinomainsitu (KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun,
sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinomains itu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses perkembangan
kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan
gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi kekanali sserviks. Lesi dapat meluas
keforniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat

9
menginvasi kerektum dan atau vesikaurinaria. Virus DNA ini
menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi,
dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan
sifat serta control pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan.
Prawirohardjo,dkk (2008).

10
D. Pathway

Virus HPV Virus herpes simplek Faktor-faktor resiko


Sito megalo virus

Kanker Serviks Pemeriksaan sel Ca pada saraf


Kanker Ovarium
Nyeri

Psikologis Pendarahan Bau busuk Pengobatan

Kurang pengetahuan Hipovolemi Ggn.Bodi Ggn.pola Eksternal radiasi


Anemia image seksual

Anxietas
Intoleran
aktifitas Kulit merah, Depresi Mulut kering
Kering sumsum tulang stomatitis

Kerusakan integritas Hb
Kulit Anemia

Sel-sel kurang O2

Gastrointestin kurang O2
Resiko kekurangan volume Mual, Muntah
cairan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Kelemahan/kelelahan

Daya tahan tubuh berkurang Resiko injury

Sumber : Fachlevy, (2011)

11
E. Tanda dan Gejala
1. Ca Ovarium
Tanda dan gejala Ca Ovarium menurut Yatim, 2008 yaitu :
Tanda dan gejala dari kanker ovarium cenderung seperti gejala
gangguan pencernaan,misalnya sering merasa perut kembung,nyeri
pada perut atau panggul adanya kesulitan makan dan merasa kenyang.
Gejala lainya dapat berupa perubahan kebiasaan buang air besar
termasuk diare atau sembelit dan perasaan terdesak untuk buang air
kecil,berkurangnya selera makan dan menurunya berat badan.
Gejala-gejala ini merupakan gejala penyakit umum sehingga banyak
yang berfikir bahwa mungkin penyakit yang diderita merupakan
masalah lain. Pada saat diagnosis di tegakkan, kanker telah menyebar
diluar ovarium.
2. Ca Serviks
Tanda dan gejala Ca Serviks menurut April 2014 :
Tanda dan gejala dari kanker serviks
a. Gejala perdarahan vagina yang abnormal,terutama diantara
menstruasi,setelah melakukan hubungan seksual dan setelah
menopause.
b. Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak
c. Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer,berwarna
pink,coklat,mengandung darah atau hitam serta berbauk busuk .
d. Kista jenis ini tidak memberikan gejala yang karakteristik, bahkan
kadang- kadang tidak menunjukan gejala- gejala apapun.Kurve
suhu basal bersifat monofasis.Bila mencapai ukuran yang cukup
besar, kista tersebut dapat memberikan rasa penuh dan tidak enak
pada daerah yang dikenai.Seperti pada semua tumor ovari dapat
menyebabkan torsi.
e. Kadang- kadang walaupun jarang, dapat terjadi ruptura secara
spontan, dengan disertai tanda- tanda perdarahan intra abdominal
sehingga gambaran klinisnya dapat menyerupai suatu kehamilan

12
ektopik yang terganggu.Yang paling sering terjadi ialah, cairan
kista tersebut mengalami resorpsi secara spontan setelah satu atau
dua siklus.
F. Klasifikasi
1. Klasifikasi Ca Ovarium menurut Liwidjaja,(2018) yaitu :

Klasifikasi tumor ovari, sampai sekarang belum ada yang


benar- benar memuaskan, baik pembagian sevara klinis maupun secara
patologis anatomis. Novak mengusulkan suatu klasifikasi yang
sifatnya sederhana. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tumor Ovari yang Benigna.


a) Kistik
Tumor kistik merupakan jenis yang paling sering terjadi
terutama yang bersifat non neoplastik, seperti kista retensi
yang berasal dari corpus luteum. Tetapi disamping itu di
temukan pula jenis yang betul merupakan neoplasma.
Oleh karena itu tumor kistik dari ovarium yang jinak di bagi
dalam golongan: 1.Kista Ovarium Non Neoplastik
b) Kista Follikel
Kista ini berasal dari folikel yang menjadi besar semasa proses
atresia foliculi. Setiap bulan, sejumlah besar folikelmenjadi
mati, disertai kematian ovum, disusul dengan degenerasi dari
epitek folikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista- kista
kecil. Tidak jarang ruangan folikel diisi dengan cairan yang
banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar, yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan klinus. Biasanya besarnya tidak
melebihi sebuah jeruk. (lemon). Sering terjadi pada pubertas,
climavterium dan sesudah salpingektomi. Tidak jarang terjadi
perdarahan yang masuk kedalam rongga kista, sehingga trjadi
suatu haematoma folikuler.

13
Gejala
Kista jenis ini tidak memberikan gejala yang karakteristik, bahkan
kadang- kadang tidak menunjukan gejala- gejala apapun. Kurve
suhu basal bersifat monofasis. Bila mencapai ukuran yang cukup
besar, kista tersebut dapat memberikan rasa penuh dan tidak enak
pada daerah yang dikenai. Seperti pada semua tumor ovari dapat
menyebabkan torsi.
Kadang- kadang walaupun jarang, dapat terjadi ruptura secara
spontan, dengan disertai tanda- tanda perdarahan intra abdominal
sehingga gambaran klinisnya dapat menyerupai suatu kehamilan
ektopik yang terganggu. Yang paling sering terjadi ialah, cairan
kista tersebut mengalami resorpsi secara spontan setelah satu atau
dua siklus.
c) Kista Lutein
Kista ini dapat tejadi pada kehamilan, lebih jarang di luar
kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal
dari corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam ruang
corpus selalu terjadi pada masa vascularisasi. Bila perdarahan
ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah corpus luteum
haematoma, yang b erdinding tipis dan berwarna kekuning-
kuningan. Secara perlahan- lahan resorpsi dari unsur- unsur
darah, sehingga akhirnya tinggalah cairan yang jernih, atau
sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah
jaringan fibroblas pada bagian dalam lapisan lutein sehingga
pada kista corpus lutein yang tua, sel- sel lutein terbenam
dalam jaringan- jaringan perut.

14
2. Klasifikasi Ca Serviks menurut Rohmat,(2010) yaitu :
Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis.
Dispalsia berat terjadi pada dua pertiga epiddermihampir tidak
dapat dibedakan dengan karsinomia insitu.
a) Stadium karsinoma insitu
Pada karsinomia insitu perubahan sel epitel terjadi pada
seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma insitu tumbuh didaerah ektoseviks, peralihan sel
skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
b) Stadium karsinoma mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat
pertumbuhan sel miningkat juga sel tumor menembus
membrana badalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5
mm dari membrane basalis, biasanya tumor ini asimtomatik
dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
1) Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasive perubahan derajat pertumbuhan
sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan
invasive muncul diarea bibir posterior serviks dan meluas
ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior,
2) Bentuk kelainan dan pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, Tumbuh
kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa
inflitrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah
nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanyan lesi berbentuk ulkus dan
tumbuh progresif meluas ke forniks, posterior dan anterior
ke kurpus uteri dan parameterium.

15
G. Komplikasi
1. Komplikasi Ca Ovarium menurut Ocviyanti,(2008) yaitu :

Komplikasi kanker ovarium yang sangat mungkin wanita hadapi


ialah hilangnya kesempatan untuk hamil dan menopause yang datang lebih
cepat. Pengangkatan kedua organ ovarium akan menghilangkan
kemampuan untuk memproduksi sel telur. Jika kondisinya seperti ini,
dapat dipastikan tidak akan dapat mengandung lagi. Komplikasi lain dari
kanker ovarium adalah masuknya cairan ke rongga perut dan paru,
sehingga pasien kanker ovarium dapat mengalami perut yang buncit dan
sesak nafas terutama saat berbaring.

Pengobatan kemoterapi juga dapat menuntun pada penyakit lain


seperti leukimia dan kerusakan ginjal. Cisplatin yang terkandung dalam
obat kemoterapi juga sangat berbahaya untuk pendengaran dan dapat
berefek pada kerusakan pendengaran. Komplikasi ringan lainnya yang
mungkin terjadi setelah kemoterapi ialah kerontokan rambut, rasa pusing,
mual, dan hilangnya selera makan.

2. Ca Serviks

Komplikasi yang mungkin terjadi selama tindakan operasi bedah


kanker serviks menurut Rohmat, (2010) yaitu :

1. Kerusakan pembuluh darah utama akibat tindakan operasi yang


menyebabkan perdarahan masif. Kondisi ini bisa mengancam
keselamatan jiwa pasien.
2. Kerusakan pada kandung kemih, rektum, ureter (saluran dari ginjal
ke kandung kemih), dan saraf. Pasien mungkin harus menjalani
tindakan operasi lagi bila diperlukan.

16
Potensi efek samping yang merugikan pasca operasi:

- Sulit untuk buang air kecil


- Edema (retensi cairan yang menyebabkan pembengkakan pada
daerah yang terkena dampaknya) pada tungkai bagian bawah,
mati rasa ringan di bagian paha
- Getah bening terakumulasi di dalam rongga panggul sehingga
menyebabkan limfosel (massa kistik berukuran besar yang
berisi cairan limfatik) dan infeksi
- Perdarahan atau hematosel (pengumpulan darah) di vagina,
infeksi luka
- Tidak bisa hamil

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Ca Ovarium menurut Liwidjajs,(2018) adalah :
- USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
- Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
- Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta – HCG
dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis
kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk
melakukan tindakan operasi.
2. Pemeriksaan Ca Serviks menurut Liwidjajs,(2018) :
Dengan pemeriksaan biopsi, pasien bisa mengetahui apakah mengidap
kanker serviks dan apakah sudah menyebar. Jika memang terdapat
kanker serviks, pemeriksaan lanjutan untuk melihat sejauh mana
penyebaran kankernya adalah :
- Tes darah : dilakukan untuk memeriksa kondisi hati, ginjal, dan
sumsum tulang.
- Pemeriksaan organ panggul : rahim, vagina, rektum, dan kandung
kemih akan diperiksa apakah terdapat kanker.

17
- CT scan: pemindaian kondisi tubuh bagian dalam dengan komputer
untuk mendapatkan gambar tiga dimensi. Berguna untuk melihat
kanker yang tumbuh dan apakah kanker sudah menyebar ke bagian
tubuh yang lain.
- X-ray dada: untuk melihat apakah kanker sudah menyebar ke paru-
paru.
- MRI scan: pemindaian memakai medan magnet yang kuat dan
gelombang radio menghasilkan gambar dari dalam tubuh. Berguna
untuk melihat apakah kanker sudah menyebar dan seberapa jauh
penyebarannya.
- PET scan: jika digabungkan dengan CT scan, dapat melihat
penyebaran kanker dan juga memeriksa respons seseorang terhadap
pengobatan yang dilakukan.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Ca Ovari menurut Andhi Djuanda,(2009) yaitu :
Kanker ovarium memerlukan pengobatan segera, termasuk oprasi
bedah dan kemoterapi. Tindak lanjut penyakit secara berkala sangat
penting untuk memperbaiki tingkat kelangsungan hidup penderita.
a. Reseksi bedah :
Mengangkat area termasuk ovarium dikedua sisi perut, tuba falopi,
rahim, omentum besar (membran besar yang menggantung dari
perut), kelenjar getah bening didekatnya, dan jaringan yang
mengalami tanda-tanda penyebaran. Untuk penderita kanker
stadium dini (tumor terbatas pada satu ovarium), dokter mungkin
mempertimbangkan untuk hanya mengangkat ovarium dan tuba
falopi yang terdampak dan mempertahankan ovarium yang lain
setelah oprasi penilaian stadium, sehingga sekresi hormon
dipertahankan dan pasien masih bisa mengalami kehamilan bila
diinginkan.

18
b. Kemotherapi
Setelah oprasi bedah, dokter akan menggunakan obat anti kanker
sebagai terapi adjuvan untuk menghancurkan dan mengganggu
pertumbahan sel kanker untuk menurunkan tingkat kemungkinan
tumbuhnya kanker. Obat anti kanker biasanya disuntikkan dalam
tubuh melalui pembuluh darah. Pengobatan secara menyeluruh
mencakup 6 kali suntikan, diberikan setiap 3 atau 4 minggu sekali.
Efek samping kemotherapy yang umum terjadi adalah mual,
muntah, rambut rontok, kehilangan nafsu makan, dan kelelahan,
anemia, jumlah trombosit yang rendah, dan resiko infeksi juga
umum terjadi karena dampaknya pada sumsum tulang.
2. Penatalaksanaan Ca Serviks menurut Andhi Djuanda,(2009) yaitu :
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan
stadium lanjutanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur
kebersihan pengobatanya itu bisa digunakan adalah langkah harapan
hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium
atau drajatnya beberapa penliti menyebutkan bahwa angka harapan
hidup untuk kanker leher Rahim akan menurun dengan stadium yang
lebih lanjut. Pada penderita kanker leher Rahim ini juga mendapatkan
sitistika dalam genetologi.

Penggolongan obat sitostatika anatara lain :

a. Golongan terdiri atas obat-obatan yang mematikan semua sel pada


siklus termasuk obat-obatan non spesifik.
b. Golongan obat-obatan yang mematikan pada fase tertentu dimana
proliferasi termasuk obat fasespesifik.
c. Golongan obat yang merusak selakan terapi pengaruh proliferasi
selebih besar, termasuk obat-obatan siklus spesifik.

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian menurut Ocviyanti,(2008) yaitu :


1. Identifikasi klien
2. Keluhan Utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan pendarahan posca coitus dan terdapat keputihan
yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau
keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala
dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga
untuk memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan
segera serta kurangnya pengetahuan keluarga.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Perlu ditanyakna apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
6. Riwayat psikososial.
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah sakit dan bagaimana keluarga tentang penyakit kanker serviks.
B. Pemeriksaan Fisik menurut Ocviyanti,(2008) yaitu :
a. Inspeksi
1. Perdarahan
2. Keputihan
b. Palpasi
1. Nyeri abdomen
2. Nyeri punggung bawah
C. Pemeriksaan Diagnostik menurut Ocviyanti,(2008) yaitu :
a. Sitologi
b. Biopsi
c. Kolkoskopi
d. Serviksgrafi

20
e. Geneskopi
D. Diagnosa keperawatan menurut Herdman, (2018) yaitu :
a. Perubahan perfungsi jaringan berhubungan dengan anemia
trombositopenia.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresia.
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan tromositopenia.
e. Intelorensi aktifas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
anemia dan pemberian kemoterapi.

21
E. Intervensi

No Diagnosa Perencanaan
. Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1. Perubahan Mampu 1. Kalaborasi 1. Untuk menambah
perfusi mengenali dan dalam presentase
jaringan menangani pemeriksaan trombosit menjadi
berhubunga anemia hematocrit dan normal
n dengan pencegana Hb seta jumlah 2. Agar pasien tidak
anemia terhadap trombosit. mengalami
trombosipen terjadinya 2. Berikan cairan dehidrasi
ia komlikasi secara cepat. 3. Untuk membantu
perdarahan. 3. Pantau dan atur proses
kecepatan Infus penyembuhan
4. Kalaborasi pasien dan
dalam menyeimbangkan
pemberian cairan dalam
infus. tubuh pasien
2. Nutrisi Masukan yang 1. Kaji adanya 1. Pengkajian
kurang dari adekuat serta pantangan atau penting dilakukan
kebutuhan kalori yang adanya alergi untuk mengetahui
tubuh b.d mencukupi terhadap status nutrisi
anoreksia, kebutuhan makanan pasien sehingga
mual dan tubuh. tertentu. dapat menentukan
muntah 2. Kalaborasi intervenisi yang
dengan ahli gizi diberikan
dalam 2. Untuk menambah
pemberian nutrisi bagi pasien
menu yang agar membantu
sesuai dengan mempercepat

22
diset yang proses membaik
ditentukan. 3. Agar mengetahui
3. Pantau makanan makanan yang
oleh klien dikonsumsi oleh
4. Anjurkan agar pasien
membawa 4. Mulut bersih dapat
makanan dari mengangkat nafsu
rumah jika makan
diperlukan dan
sesuai dengan
diet.
5. Lakukan
perawaan mulut
sebelum
makanan sesuai
ketentuan.
3. Resiko Pasien bebas 1. Observasi 1. Untuk
tinggi dari perdarahan tanda-tanda mengetahui
terhadap dan hupoksis vital. keadaan umum
cedera b.d jaringan 2. Observasi 2. Untuk
trombositny tanda-tanda mengetahui
a perdarahan. adanya
3. Lakukan pendarahan
tindakan yang 3. Agar mencegah
tidak adanya
menyebabkan pendarahan
perdarahan. dalam
4. Kolaborasi melakukan
dengan petugas aktivitas
laboratorium 4. Untuk
untuk mengetahui hasil

23
pemeriksaan laboratorium dan
darah lengkap mencegah
(hb dan adanya
trombosit) komplikasi yang
5. Kolaborasi terjadi
dalam tindakan
transfusi tc
(trombosit
concentrated)
4. Intoleransi Pasien mampu 1. Kaji pola 1. Mengkaji setiap
aktivitas mempertahanka istirahat serta aspek klien
berhubunga n tingkat adanya terhadap terapi
n dengan aktifitas yang keletihan latihan yang
keletihan optimal pasien. direncanakan
sekunder 2. Anjurkan 2. Melatih kekuatan
akibat kepada pasien dan irama jantung
anemia dan untuk selama aktivitas
pemberian mempertahanka 3. EKG memberikan
kemoterapi. n pola istirahat gambaran yamg
atau tidur akurat mengenai
sebanyak konduksi jantung
mungkin selama istirahat
dengan maupun aktivitas
diimbangi 4. Mengetahui setiap
aktifitas. perkembangan
3. Bantu pasien yang muncul
merencanakan segera setelah
aktivitas terapi.
berdasarkan
pada istirahat
atau keletihan

24
yang dialami.
4. Anjurkan
kepada klien
untuk
melakukan
latihan ringan.
5. Observasi
kemampuan
pasien dalam
melakukan
aktivitas.

25
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari kesimpulan diatas Kanker indung telur (kanker ovarium)
adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling
sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70
wanita menderita kanker ovarium sedangkan kanker leher rahim (kanker
serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/serviks
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.

B. Saran
Untuk mencegah kanker ovarium dan kanker serviks diharapkan untuk
melakukan deteksi dini, dan apabila timbul gejala-gejala maka segera
menindak lanjuti, agar kanker ovarium dan kanker serviks dapat diatasi
cepat oleh petugas kesehatan.
Selain itu diharapkan untuk membiasakan diri dengan pola hidup sehat dan
bersih dan menghindari faktor-faktor resiko pemicu kanker serviks.

26
DAFTAR PUSTAKA

Fachlevy, dkk. 2011. Faktor Risiko Kanker Ovarium di RSUP Wahidin

Sudirohusodo Makasar. Makasar

Herdman Heather. 2017. Nanda International Nursing Diagnoses : Definitions

and Classification 2018-2020, Eleventh Edition. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran ; EGC

Liwidjaja, Kathleen H, Kuntaraf. 2018. Mengenal kanker dan antikanker.


Bandung ; Indonesia publishing House.
Prawirohardjo, Suwarnodkk. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT .binapustaka.

Yatim, faisal. 2008. Penyakitkandungan. Jakarta: pustaka popular obor.

Ocviyanti dwiana. 2008. HPV dan kanker serviks. Power point IVA.jakarta.

Rohmat ratih. 2010. Penanganan Ca Cervix. Didapatkan dari URL: http:// ca

cervix/penanganan CA Cervix. Ratihrocmat’s.mht. Diunduh tanggal 19

september 2018 Pukul 20.00 WIB.

Andhi Djuanda. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

27

Anda mungkin juga menyukai