Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan keadaan fisiologis yang normal. Persalinan dapat dilakukan
dua cara yaitu persalinan normal (pervaginam) dan dengan pembedahan (sectio
caesarea). Persalinan normal yaitu proses dari mulesnya ibu sampai dengan keluarnya
bayi dengan kondisi kepala dahulu melalui vagina dengan lama persalinan kurang dari 24
jam (Whalley, 2002 Pratiwi, 2012).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Sectio Caesarea biasanya dilakukan
karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi kehamilan (preeklampsia),
disproporsisefalo pelvic, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal,
kepala panggul (Padilla Pratiwi, 2013).
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab langsung kematian ibu. Menurut
WHO angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51-38%. Di negara maju berkisar 6-
7% dan eklampsia 0,1-0,7%, sedangkan di negara berkembang angka kematian ibu
disebabkan preeklampsia masih tinggi. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia di
negara Amerika, kira-kira 8%, yang berkembang menjadi eklampsia 5% dan ibu yang
meninggal karena eklampsia dan komplikasinya sebanyak 5%. Paling sedikit 95% kasus
PIH terjadi setelah minggu ke 32 dan sekitar 75% pasien adalah primigravida. Kejadian
preeklampsia paling dua kali lipat terjadi pada kehamilan multipel, mola hidatidosa dan
polihidramnion (Benson dan Pernol, 2009).
Di Indonesia kasus preeklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% pada wanita
hamil. Penyebabnya, masih misterius sehingga disebut penyakit disease of theory
Kejadian kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2009 paling banyak adalah pada waktu
nifas sebesar 49,12%, kemudian pada waktu bersalin sebesar 26,99%, dan pada waktu
hamil sebesar 23,89%. Penyebab kematian adalah perdarahan sebesar 22,42%, eklampsia
sebesar 28,76%, infeksi sebesar 3,54%, dan lain-lain sebesar 45,28 (Rohyadi, 2010).

1
Penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti, namun faktor predisposisi
preeklampsia adalah umur < 20 tahun dan >35 tahun, penyakit vaskular atau renal,
diabetes melitus, hipertensi kronis, feokromositoma, lupus eritematosus sistemik, hidrops
fetalis imun, malnutrisi dan status sosial ekonomi rendah (Benson dan Pernol, 2009).
Pencegahan preeklampsia hanya dapat dicapai secara umum dengan memberikan
perawatan antenatal care berkualitas tinggi (Benson dan Pernol, 2009). Ibu hamil dengan
preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat` jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak
istirahat (berbaring atau tidur miring) tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada
preeclampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal
(Syaifuddin, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan menyusun laporan Karya Tulis
Ilmiah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III
Keperawatan dengan mengambil kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny A Post
Sectio Caesarea dengan Indikasi Preeklampsia Berat (PEB) di Ruang Kenanga RSUD
Kota Jogja ”.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Ny A Post Sectio
Caesarea dengan Indikasi Preeklampsia Berat (PEB) di Ruang Kenanga RSUD Kota
Jogja
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menyususn asuhan keperawatan maternitas yang terdiri atas.
a. Mampu mengetahui definisi pre eklamsia
b. Mampu mengetahui etiologi pre eklamsia
c. Mampu mengetahui tanda dan gejala pre eklamsia
d. Mampu mengethaui patofisiologi pre eklamsia
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang pre eklamsi
f. Mampu mengetahui penatalaksanaan pre eklamsi
g. Mampu mengetahui definisi Sectio Caesarea
h. Mampu mengetahui indikasi/kontraindikasi Sectio Caesarea
i. Mampu mengetahui definisi masa nifas
j. Mamapu mengetahui klasifikasi masa nifas
k. Mampu mengetahui perubahan fisiologis masa nifas
l. Mampu mengetahui perubahan psikologis masa nifas
m. Mampu menyusun data focus masa nifas
n. Mampu mengetahui diagnose keperawatan yang mungkin muncul
o. Mampu menyusun perencanaan keperawatan

3
BAB II
KONSEP DASAR MEDIK

A. Tinjauan Tentang Etiologi (Pre Eklampsia)


1. Definisi Pre Eklampsia
Pre eklamsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, adapun
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu (Obgynacea,
2009).
Pre eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa (Hanifa, 2010)
Pre eklamsia berat adalah suatu keadaan pada kehamilan dimana tekanan
darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau diastolik lebih dari 110 mmHg pada dua
kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring.
(Bobak,2008)
Pre eklamsia berat adalah keadaan yang ditandai dengan tekanan darah
sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, kandungan protein dalam urin 2+
atau 3+, oliguria (< 400 ml dalam 24 jam) peningkatan aktivitas enzim hati, nyeri
kepala menetap, gangguan penglihatan, dan nyeri ulu hati yang men-etap,
(Varney, 2008).

4
2. Etiologi Pre Eklamsi
Penyebab Pre eklamsi sampai sekarang belum diketahui tetapi dewasa ini banyak
ditemukan sebab Pre eklamsi adalah iskemia placenta dan kelainan yang menyertai
penyakit ini adalah Spasmus, Arteriola, Retensi natrium dan air juga koagulasi
intravaskuler ( Hanifa, 2010 ).
Penyebab Pre Eklamsi sampai sekarang belum diketahui, telah terdapat teori yang
mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang
dapat memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima antara lain:
a. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,
hidromnion, dan molahidatidosa
b. Sebab bertambahnya, frekuensi dan makin tuanya kehamilan
c. Sebab dapat terjadinya, perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dan uterus
d. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
Faktor predisposisi pre eklamsi yang harus diwaspadai menurut (Hanifa,
2010) antara lain Nuliparitas, riwayat keluarga dengan Eklamsi dan pre eklamsi,
kehamilan ganda, diabetes, hipertensi dan molahidatidosa.

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi Berat menurut
Bobak ( 2008 ) adalah
a. Pre Eklamsi Ringan
1) Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan
biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan
jarak 6 jam
2) Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara random
dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada
dua waktu dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah
bervariasi
3) Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak

5
terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan ½ kg
dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang banyak ini
disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema
nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat
b. Pre Eklamsi Berat
1) Tekanan Darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada
dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan posisi ibu
tirah baring
2) Proteinuria > 5 gram dalam urin 24 jam atau lebih dari +3 pada diagnostic
setidaknya pada 2x pemeriksaan acak menggunakan contoh urin yang diperoleh
cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam
3) Oliguria < 400 mml dalam 24 jam
4) Gangguan otak atau gangguan penglihatan
5) Nyeri ulu hati
6) Edema paru/ sianosis
c. Eklamsia
1) Kejang – kejang / koma
2) Nyeri pada daerah frontal
3) Nyeri epigastrium
4) Penglihatan semakin kabur
5) Mual, muntah

4. Patofisiologi
Menurut Mochtar (2011) pada preeklamsia terdapat penurunan plasma dalam
sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokri, dimana perubahan pokok pada
preeklamsia yaitu mengalami spasme pembuluh darah, perlu adanya kompensasi
hipertensi yaitu suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi
jaringan tercukupi).
Preeklamsia didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dan proteinuria,
namun preeklamsia dapat memengaruhi sistem tubuh yang berbeda dan
mengakibatkan terjadinya berbagai macam gejala preeklamsia. Perubahan yang

6
terjadi pada preeklamsia tampaknya disebabkan oleh gabungan kompleks antara
abnormalitas genetik, faktor imunologis, dan faktor plasenta. Akibat plasentasi yang
buruk, terjadi disfungsi organ dan terjadi gambaran klasik preeklamsia disertai
dengan gejalanya seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrik (
Bothamley, 2012).
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam
dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola
dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Mochtar, 2013).

5. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien dengan preeklamsia perlu dilakukan pemeriksaan penunjang: tanda
vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6
jam, pemeriksaan laboratorium protein urin dengan kateter (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau 2+ hingga lebih pada skala kualitatif), kadar hematokrit
menurun, dan serum kreatinin meningkat (Trisnawati, 2012).

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Umum
Pre eklamsia dapat merupakat suatu penyakit yang fatal. Deteksi dini dan
penatalaksanaan yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk
memperbaiki hasil akhir ibu, pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
penatalaksanaan cairan dan asuhan pendukung untuk berbagai komplikasi
organ akhir (Noels,2013). Setelah melahirkan, wanita penderita preeklamsia
biasanya dirawat di area ketergantungan tinggi (high-dependency unit), karena
eklamsia sering terjadi pada periode ini. Pengawasan kondisi wanita secara
cermat bersamaan dengan pemberian obat dan dukungan yang sesuai akan
mengurangi risiko komplikasi jangka panjang. Preeklamsia dapat muncul

7
pertama kalinya pada masa puerperium (Bothamley, 2012). Perawatan
preeklamsia berat yaitu pasien harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklamsia mempunyai risiko tinggi terjadinya edema paru dan oligouria.
Oleh karena itu, monitoring input cairan menjadi sangat penting. Sehingga
harus dilakukan pengukuran yang tepat terhadap jumlah cairan yang
dimasukkan dan dikeluarkan (Saifuddin, 2010).
b. Pengelolaan Medisional
1) Obat Anti Hipertensi
Menurut Nugroho (2014) anti hipertensi diberikan bila tensi
≥180/110 mmHg atau MAP ≥126. Obat : Nivedipin 10-20 mg oral, diulangi
setelah 20 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nivedipin tidak
dibenarkan sublingual karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran
pencernaan makanan. Diuretikum tidak dibenarkan secara rutin, hanya
diberikan (misal furosemid 40 mg IV) atas indikasi : edema paru, payah
jantung kongestif, edema anasarka.
2) Obat Anti Kejang
Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk
mencegah kejang pada preeklamsia.
3) Dosis pemeliharaan
- MgSO4 (50%) 5 gr + lignokain 2% 1 ml IM setiap 4 jam
- Lanjutkan sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang terakhir
4) Bila MgSO4 tidak tersedia:
MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam
Dosis awal : diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit, jika kejang
berulang, ulangi dosis, Dosis pemeliharaan : diazepam 40 m dalam 500
larutan Ringer Laktat per infus, depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi
jika dosis >30mg/jam, jangan berikan > 100 mg / 24 jam

8
B. Tinjauan tentang Tindakan (Sectio Caesarea)
1. Definisi
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Hanifa, 2010)
Sectio Caesarea biasanya dilakukan karena beberapa indikasi diantaranya
komplikasi kehamilan (preeklampsia), disproporsisefalo pelvic, partus lama,
rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal, kepala panggul (Padilla Pratiwi,
2008).
2. Indikasi/kontraindikasi
Menurut Rasjidi (2009) indikasi dan kontraindikasi dari Sectio Caesarea
sebagai berikut.
a. Indikasi mutlak
Indikasi ibu
1) Panggul sempit absolute
2) Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi
3) Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi
4) Stenosis serviks/ vagina
5) Placenta previa
6) Disproporsi sefalopelvik
7) Rupture uteri membangkat
Indikasi janin
a) Kelainan letak
b) Gawat janin
c) Prolapsus plasenta
d) Perkembangan bayi yang terhambat
e) Mencegah hipoksia janin

9
b. Indikasi relative
1) Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
2) Presentasi bokong
3) Distosia
4) Fetal distress
5) Preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
6) Ibu dengan HIV positif inpartu
c. Indikasi sosial
1) Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
2) Wanita yang ingin melakukan Sectio Caesarea elektif karena takut
bayinya mengalami cedera
3) Wanita yang takut terjadi perubahan pada tubuhnya setelah melahirkan

Kontra indikasi
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
d. Kelainan kongenital berat

C. Tinjauan Masa Nifas


1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini
karena merupakan masa kritis ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa
nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2010).
Wanita pasca persalinan harus cukup istirahat dengan tidur telentang
selama 8 jam pascapersalinan. Setelah itu, ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri
untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, hari kedua ibu
diperbolehkan duduk. Pada hari ketiga ibu dianjurkan berjalan-jalan dan pada hari

10
keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang. Makanan yang dikonsumsi
sebaiknya mengandung protein, sayur-sayuran, dan buah-buahan (Mochtar,
2013).
2. Klasifikasi Masa Nifas
Adapun tahapan masa nifas adalah :
1) Puerperium dini : Masa pemulihan, yakni saat-saat ibu diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial : Masa pemulihan menyeluruh dari organ - organ
genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3) Remote puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau bersalin mempunyai komplikasi. Sebagai
catatan, waktu untuk sehat sempurna bisa cepat bila kondisi sehat prima, atau bisa
juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan
kesehatan lainnya (Suherni,2008).
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Involusi alat alat kandungan
Dalam masa nifas, alat alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan perubahan
alat genetal ini dalam keseluruhanya disebut involusi
2) Uterus
Isapan pada puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris
mengakibatkan oksitosin dikelurkan oleh hipofise. Produksi ASI akan lebih
banyak. Sebagai efek positif adalah involusi uteri akan lebih sempurna
3) Lokhea
Lokhea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas.
a) Lokhea Rubra
Berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
peralinan.
b) Lokhea sanguinolenta

11
Berwarna merah kuning, berisi darah dan lendir, hari ke 3-7
pasca persalinan.
c) Lokhea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan
d) Lokhea alba
Berwarna putih, setelah 2 minggu.
e) Lokhea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk
(Wiknjosastro, 2009).
4) Servik
Serviks mengalami involusi bersama sama dengan uterus. Warna serviks
sendiri merah kehitam hitaman, karena penuh pembuluh darah.
Konsistensinya lunak, kadang kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil.
Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang
mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada
perbatasan antara korpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks
yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap.
Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dimasukkan 2-3 jari, pada minggu ke 6 postpartum serviks menutup
(Ambarwati, 2009).
5) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6
sampai 8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina (Ambarwati, 2009).

12
4. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Menurut Suherni (2008), proses adaptasi psikologi pada seorang ibu sudah
dimulai sejak hamil. Wanita hamil akan mengalami perubahan psikologis yang
nyata sehingga memerlukan adaptasi. Perubahan mood seperti sering menangis,
lekas marah, dan sering sedih atau cepat berubah menjadi senang merupakan
manifestasi dari emosi yang labil. Proses adaptasi berbeda-beda antara satu ibu
dengan ibu yang lain.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani.
Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta
perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam
menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai
berikut :
1) Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir. Ibu perlu bicara
tentang dirinya sendiri. Ketidaknyamanan fisik yang dialami ibu pada fase ini
seperti rasa mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu cukup istirahat
untuk mencegah gangguan psikologis yang mungkin dialami, seperti mudah
tersinggung, menangis. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif. Pada fase
ini petugas kesehatan harus menggunakan pendekatan yang empatik agar ibu
dapat melewati fase ini dengan baik.
2) Fase taking hold
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan

13
kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan
kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan
kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas kita adalah mengajarkan cara merawat
bayi, cara menyusu yang benar, cara merawat luka jahitan, senam nifas,
memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan ibu seperti gizi, istirahat,
kebersihan diri dan lain-lain.
D. Fase letting go
Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah
mulai menyesuaikan diri denga ketergantungan bayinya. Ibu memahami
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan
bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat pada
fase ini. Ibu akan lebih percaya diri dalam menjalani peran barunya.
Pendidikan kesehatan yang kita berikan pada fase sebelumnya akan sangat
berguna bagi ibu. Ibu lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan diri dan
bayinya. Dukungan suami dan keluarga masih terus diperlukan oleh ibu.
Suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi, mengerjakan urusan
rumah tangga sehingga ibu tidak telalu terbebani. Ibu memerlukan istirahat
yang cukup, sehingga mendapatkan kondisi fisik yang bagus untuk dapat
merawat bayinya.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Mitayan (2009) pengkajian keperawatan adalah sebagai berikut.
1. Biodata
a) Identitas Klien
Terdiri dari identitas klien yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status marital, tanggal masuk
RS, tanggal operasi, nomor CM, ruang / kamar, diagnosa medis, tanggal
pengkajian, alamat.
b) Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, alamat
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan yang paling menonjol dan yang paling dirasakan oleh klien
dengan post partum seksio sesarea. Pada saat dilakukan pengkajian pada
umumnya klien mengeluh nyeri luka operasi di daerah abdomen.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Didalamnya terdapat keluhan dan keadaan pasien dari rumah hingga
dirawat di rumah sakit, sehingga diberikan tindakan berdasarkan Paliatif (P)
yaitu faktor utama keluhan, Q (kualitatif) yaitu kualitas, Region (R) atau
daerah penyebaran nyeri, Safety (S) yaitu kenyamanan klien, Time (T) yaitu
waktu terjadinya keluhan.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengenai penyakit dahulu yang dirasakan dan dialami oleh klien yang
dapat mempengaruhi keadaan sekarang.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah terdapat anggota keluarga yang mengidap penyakit menular dan
diturunkan, seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan lain - lain.

15
e) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a. Riwayat Obstetri
b. Riwayat Ginekologi
Mengkaji tentang kelainan atau keluhan pada waktu hamil yang dapat
mempengaruhi keadaan sekarang.
f) Riwayat Menstruasi
Umur pertama mengalami haid, lama haid, banyaknya perdarahan, siklus,
HPHT, taksiran persalinan, dan usia kehamilan.
g) Riwayat Perkawinan
Umur klien dan suami pada waktu nikah, lama menikah, berapa kali menikah.
h) Riwayat Kontrasepsi
Mengenai jenis kontrasepsi yang digunakan sebelum hamil, waktu dan
lamanya penggunaan, masalah yang dihadapi dengan menggunakan
kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan sekarang.
i) Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat yang berisi tentang keadaan klien selama kehamilan sekarang
yaitu: keluhan saat kehamilan, pergerakan janin, keadaan janin, kebiasaan
memeriksakan kehamilan, tempat pemeriksaan, immunisasi.
j) Riwayat Persalinan Sekarang.
Riwayat klien dari mulai merasakan tanda – tanda persalinan kemudian
diperiksa oleh dokter atau bidan dan diketahui hasil pemeriksaannya yang
apabila keadaan gawat, langsung dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan
tindakan selanjutnya.
k) Riwayat Nifas Sekarang
Di kaji ada tidaknya perdarahan, bau, dan keluhan pada daerah luka post
operasi pada saat bergerak.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Mengkaji tentang kesadaran klien, tanda-tanda vita (temperatur, nadi,
respirasi dan tekanan darah), BB, TB.

16
b. Sistem Integumen
Suhu tubuh, lesi dan dekubitus, keadaan luka operasi, skala nyeri, turgor,
striae gravidarum, warna rambut, penyebaran rambut, kebersihan kulit
kepala dan rambut, keadaan dan warna kuku klien.
c. Sistem Sensori
1) Mata
Keadaan konjungtiva, sklera, pupil, reflek terhadap cahaya, alat bantu
penglihatan, dan keluhan.
2) Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran, kebersihan, alat bantu yang di gunakan dan
keluhan.
3)Hidung
Bentuk, fungsi penciuman, kebersihan, alat yang terpasang dan keluhan.
4) Mulut
Mukosa bibir, kondisi gigi, fungsi pengecapan dan menelan, kondisi
lidah dan keluhan.
5) Leher
Peninggian jugularis vena pressure, pembesaran kelenjar getah
bening, kelenjar thyroid dan keluhan.
d.Sistem Pernapasan
Bentuk dada, rasio pernafasan inspirasi dan ekspirasi, pola nafas, frekuensi
pernafasan, bunyi pernafasan, kebersihan dan keluhan.
e. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah, nadi, capillary refilling time, denyut nadi, bunyi
jantung.
f. Sistem Gastrointestinal
Bising usus frekuensi 4-8 kali/menit
g. Sistem Perkemihan
Alat yang terpasang, warna urine, volume urine.
h. Sistem Muskuloskeletal

17
Ekstremitas atas : bentuk dan ukuran, alat yang terpasang.
Ekstremitas bawah : oedema, bentuk dan ukuran, disertai
keluhan.
i. Sistem Persyarafan
Glasgow Coma Scale, fungsi saraf cranialis dari I sampai XII.
j. Sistem Endokrin
Apakah klien mempunyai riwayat Diabetes Melitus, pembesaran
kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dan gangguan hormonal lain.
k. Sistem Reproduksi
1) Mamae
Bentuk, keadaan puting susu, keluhan.
2) Genetalia
Bentuk, loche dan warna, bau dan kebersihan.
3) Uterus
Tinggi Fundus Uteri.
4. Aktivitas sehari – hari
a. Nutrisi dan cairan
1) Nutrisi
Kaji tentang jenis, frekuensi, pantangan, keluhan yang dirasakan.
2) Cairan
Kaji tentang jenis, frekuensi, jumlah per hari, keluhan.
3) Eliminasi
4) Buang Air Besar
Kaji tentang frekuensi, konsistensi, warna, dan keluhan.
5) Buang Air Kecil
Kaji tentang frekuensi, warna, alat yang terpasang dan keluhan.
6) Istirahat Tidur
Dikaji tentang lamanya tidur, dan keluhan.
7) Personal Hygiene
Dikaji tentang mandi, mencuci rambut, gunting kuku, gosok gigi,
ganti pakaian dan keluhan.

18
8) Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari – hari, dan keluhan.
5. Aspek Psikososial
Mengkaji tentang status emosi klien, konsep diri (body image, identitas
klien, peran, ideal diri, dan harga diri).
6. Aspek Sosial
Kaji tentang komunikasi klien dengan keluarga dan petugas
kesehatan.
7. Aspek Spiritual
Mengkaji apa agama klien, keadaan ibadah klien sebelum sakit
dan sesudah nifas.
8. Pengetahuan Klien dan Keluarga Mengenai:
a) Immunisasi
b)Perawatan payudara
c) Teknik pemberian ASI
d) KB

B. Diaognosa yang mungkin muncul

Diagnosa yang mungkin muncul menurut Mitayan (2009) adalah sebagai berikut.

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus


sekunder terhadap penurunan cardiac output.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi, hipoksia,
sianosis.
4. Konstipasi.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik.

19
B. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1. Timbang popok atau 1. Penimbangan popok atau
berhubungan dengan tindakan keperawatan pembalut jika perlu pembalut digunakan untuk
kerusakan fungsi selama 3 x 24 jam klien 2. Pertahankan cairan mengukur seberapa banyak
glomerolus sekunder dapat Terbebas dari intake dan output keluaran darah post partum
terhadap penurunan edema, efusi, anasarka, yang akurat 2. Pertahanan cairan intake akan
cardiac output (domain bunyi nafas bersih tidak 3. Pasang urine kateter membantu menstabilkan kondisi
2,kelas 5, kode 00026) ada dispneu, jika diperlukan klien
memeliharan tekanan 4. Monitoring hasil HB 3. Pemasangan kateter urin dapat
vena sentral dan terbebas yang sesuai dengan menurunkan volume cairan
dari kelelahan retensi cairan (BUN, 4. Monitor HB digunakan untuk
Kriteria Hasil : Hmt, osmolitas, mengetahui apakah perlu
1. Gangguan elektrolit urin) dilakukan transfusi darah
2. Ansietas 5. Monitor vital sign 5. Monitor vital sign dipakai untuk
3. Perubahan tekanan
6. Monitor status memantau kondisi klien
darah
nutrisi 6. Monitor status nutrisi dipakai
4. Dispneu cairan
7. Kolaborasi diuretik untuk mengetahui tingkat nutrisi
0601(Keseimbangan )
sesuai instruksi klien
(Manajemen Cairan 7. Kolaborasi deuretik dipakai
4120) untuk membantu proses
penyembuhan klien melalui obat.

20
2 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Pengkajian nyeri dipakai untuk
dengan agen cidera fisik tindakan keperawatan 3 x nyeri secara mengetahui tingkat nyeri pada
(domain 12, kelas 1, 24 jam nyeri klien komprehensif klien
kode 00132) berkurang. termasuk lokasi, 2. Observasi reaksi nonverbal dapat
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, digunakan untuk mengetahui
1. Skala nyeri 0-1 frekuensi, kualitas, tindakan selanjutnya untuk
2. Ibu mengatakan dan faktor mengurangi nyeri
nyerinya berkurang presipitasi 3. Penanganan nyeri dapat
sampai hilang , 2. Observasi reaksi menurunkan nyeri
3. Tidak merasa nyeri nonverbal dari 4. Pengkajian nyeri dipakai untuk
saat mobilisasi , ketidaknyamanan mengetahui tindakan yg akan
4. Tanda vital dalam 3. Pilih dan lakukan dilanjutkan selanjutnya
batas normal (Kontrol penanganan nyeri 5. Analgetik merupakan obat anti
nyeri 1605) (farmakologi, non nyeri
farmakologi dan 6. Istirahat dapat membantu klien
interpersonal) melupakan nyeri
4. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
5. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
6. Tingkatkan istirahat
(Mamajemen nyeri
1400)

21
3 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas, 1. Pembukaan jalan nafas dapat
nafas berhubungan tindakan keperawatan gunakan teknik memperlancar pernafasan klien
dengan keletihan otot selama 3 x 24 jam klien chin lift atau jaw 2. Posisikan pasien untuk
pernafasan (Domain 4, dapat mendemonstrasikan trust bila perlu memaksimalkan ventilasi
kelas 4, kode 00032) peningkatan ventilasi dan 2. Posisikan pasien 3. Fisioterapi dada dapat membantu
oksigenasi yang adekuat, 3. Lakukan fisioterapi pengeluaran secret
emelihara kebersihan dada jika perlu 4. Monitor respirasi dapat dipakai
paru-paru dan bebas dari 4. Monitor respirasi untuk mengetahui tindakan
tanda-tanda distress dan status O₂ selanjutnya
pernafasan dan tanda- (Manajemen jalan
tanda vital dalam rentang nafas 3140)
normal.
Kriteria Hasil :

1. Frekuensi pernafasan
normal
2. Irama pernafasan
normal (Pernafasan
normal 0415)
4 Konstipasi (Domain 3, Setelah dilakukan 1. Monior tanda dan 1. Monitor gejala konstipasi dapat
kelas 2, kode 00011) tindakan keperawatan 3 x gejala konstipasi digunakan untuk mengetahui
24 jam klien dapat BAB 2. Monitor bising usus jenis obat yang akan diberikan
sedini mungkin. 3. Monitor feses : 2. Monitor bising usus dipakai
Kriteria Hasil : frekuensi, untuk mengetahui keadaan klien
1. Akan mengeluarkan konsistensi dan 3. Monitor feses dipakai untuk
feses yang berbentuk volume memantau apakah feses normal
dan lunak 4. Kolaborasi 4. Laksatif merupakan obat
2. Melaporkan kembali pemberian laksatif konstipasi
pola defekasi yang (Manajemen
biasa (Eliminasi usus Konstipasi 0450)
0501)

22
5 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya alergi 1. Pengkajian alergi makanan
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan makanan digunakan untuk mengetahui
kebutuhan tubuh selama 3 x 24 jam klien 2. Kolaborasi dengan apakah ada pantangan makanan
berhubungan dengan tidak ada tanda-tanda mal ahli gizi untuk 2. Jumlah kalori dan nutrisi
asupan diet kurang nutrisi. menentukan jumlah digunakan untuk mengetahui
(Domain 2, kelas 1, kode Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi tingkat nutrisi klien
00002) 1. Klien dapat istirahat yang dibutuhkan 3. Peningkatan protein dan vitamin
yang cukup klien C dapat menyeimbangkan nutrisi
2. Berat badan klien 3. Anjurkan pasien 4. Gula dapat meningkatkan
bertambah untuk meningkatkan glukosa yang menjadi sumber
3. Asupan gizi klien protein dan vitamin tenaga bagi klien
terpenuhi (Asupan C 5. Diet yang tinggi serat dapat
nutrisi 1004) 4. Berikan substansi mencegah konstipasi
gula 6. Makanan yang terpilih dapat
5. Anjurkan diet yang membantu meningkatkan nutrisi
dimakan tinggi serat 7. Monitor jumlah nutrisi dapat
untuk mencegah dipakai untuk mengetahui tingkat
konstipasi nutrisi
6. Berikan makanan
yang terpilih (sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
7. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
(Manajemen nutrisi
1100)

23
6 Resiko infeksi (Domain Setelah dilakukan 1. Tinjau catatan 1. Peninjauan catatan persalinan
11, kelas 1, kode tindakan keperawatan persalinan dan dipakai untuk mengetahui angka
00004) selama 3 x 24 jam kelahiran terkait kejadian infeksi yang dapat
. diharapkan infeksi tidak infeksi yang sudah terjadi
terjadi. ada sebelumnya 2. Penggantian pembalut dapat
Kriteria Hasil : atau pajanan menjaga kebersihan area
Tidak ada tanda-tanda terhadap organisme perineum untuk mengurangi
infeksi (Status imunitas infeksi. angka bakteri
0702) 2. Lakukan penggantian 3. Pemantauan TTV untuk
pembalut dan mengetahui keadaan umum
perawatan perineal 4. Pemantauan warna dan lochea
dengan sering, digunakan untuk mengetahui
gunakan teknik dari keadaan klien terkait pengeluaran
depan kebelakang, darah
hingga ibu dapat
melakukannya
sendiri.
3. Pantau tanda-tanda
vital, khususnya
suhu dan nadi.
4. Pantau warna dan
bau lokia
(pascapartum)
(Kontrol infeksi
6540)

24
7 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 4. Kaji tingkat 1. Pengkajian kemampuan
fisik berhubungan tindakan keperawatan 3 kemampuan digukanan untuk mengetahui
dengan nyeri (Domain x 24 jam mobilisasi klien pasien dalam tingkat kemampuan klien dalam
4, kelas 2, kode 00085) tidak tergantung melakukan mobilisasi
keluarga. aktivitas tiap 2. Alih baring dapat membantu
Kriteria Hasil : hari. klien dalam latihan perpindahan
1. Klien mampu 5. Lakukan alih posisi
miring kanan dan baring tiap 2 -4 3. Dengan aktivitas yang sesuai
kekiri. jam kemampuan klien akan lebih
2. Klien mampu 6. Anjurkan pasien mengerti aktivitas yang
melakukan aktivitas untuk dilakukan dengan bertahap
yang ringan melakukan 4. Fisioterapi akan membantu dapat
3. Klien mampu aktivitas sesuai peningkatan kekuatan otot
melakukan aktivitas kemampuanya
sehari-hari tanpa 7. Kolaborasi
kesulitan (Ambulasi dengan
0220) fisioterapi
(Terapi
Ambulasi:Latiha
n 0221)

25
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, W. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendekia

Benson. 2009. Buku Saku Obsetry Gynecology William. Jakarta: EGC.

Bobak. 2008. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC

Bothamley. 2012. Patofisiologi Dalam Kebidanan. Jakarta: EGC

Hanifa. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Kurniawati. 2009. OBGYNACEA. Yogyakarta: TOSCA Entreprice

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Mochtar. 2011. Sinopsis Obsetric. Jakarta: EGC

Nugroho, T. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika

Pratiwi. 2012. Penurunan Intensitas Nyeri Akibat Luka Post SC. Skripsi: Undip

Rasjidi. 2009. Manual Seksio Sesarea & Laparatomi. Jakarta: EGC

Rohyadi. 2010. Kamus Praktis Kebidanan. Jakarta: Slayer Computindo

Saifuddin. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo. Jakarta: Tridasa Printer

Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya

Trisnawati. 2012. Asuhan Kebidanan. Jilid I. Jakarta: PT.Prestasi Pustakarya

Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai