Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses
degeneratif juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur adalah
suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan
ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser (Smeltzer,
2014).
Sendi pergelangan kaki mudah sekali mengalami cedera karena kurang
mampu melawan kekuatan medial, lateral, tekanan dan rotasi. Tidak seperti pada
cedera lain yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang
dalam jangka waktu yang lama. Cedera akut pada pergelangan kaki disebabkan
karena adanya penekanan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba.
Salah satu jenis fraktur yang disebabkan oleh pemuntiran/terpuntirnya
tubuh ketika kaki sedang tertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang
menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan
kaki disebut dengan fraktur ankle (Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur ankle terjadi
sebanyak 110 sampai 120 kasus per 100 ribu orang dengan berbagai umur dan
jenis kelamin dengan 50% mengalami tindakan pembedahan (Hoiness, 2002).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada
klien fraktur melalui metode ilmiah.

B. Tujuan

1
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan laporan harian.
2. TujuanKhusus
Tujuan khusus penulisan laporan ini adalah:
a. Memahami definisi dari fraktur ankle
b. Mengetahui etiologi fraktur ankle
c. Mengetahui epidemiologi fraktur ankle
d. Memahami patofisiologi fraktur ankle
e. Mengetahui pemeriksaan fisik fraktur ankle
f. Mengetahui penatalaksanaan fraktur ankle
g. Mengetahui pengkajian fokus fraktur
h. Mengetahui diagnosa keperawatan fraktur
i. Mengetahui rencana keperawatan fraktur

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Definisi
Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan
istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle
fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika
kaki sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang
menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi
pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi
pergelangan kaki. Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah
fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan/atau maleolus medialis.
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan
dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis
yang diikat dengan ligament.
Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott.
Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang
mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak
sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk
pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila
terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan
fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki. Bagian-bagian
yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi,
adduksi, endorotasi atau eksorotasi (Bruner & Sudarth, 2012).

B. Epidemiologi
Insidens sering terjadi pada :

3
1. Fraktur pergelangan kaki menduduki posisi kedua sebagai fraktur yang
sering ditemukan.
2. Fraktur pada anak-anak pada umunya melibatkan lempeng pertumbuhan.
3. Fraktur pada remaja (Fraktur Tillaux) memiliki pola khusus karena
penutupan parsial pada lempeng pertumbuhan.
4. Angka kejadian fraktur ini lebih tinggi pada kelompok dewasa muda.

C. Etiologi
1. Fraktur pergelangan kaki paling sering terjadi pada trauma akut,
seperti jatuh, salah langkah, atau cedera saat berolahraga
2. Lesi patologis jarang menyebabkan fraktur pergelangan kaki

Kondisi yang Berkaitan dengan Fraktur Pergelangan Kaki


1. Keseleo pergelangan kaki (sprain ankle)
2. Keseleo PTT (sprain PTT)

D. Klasifikasi
Lauge-Hansen (1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis
terjadinya pergeseran dari fraktur, yang merupakan pedoman penting
untuk tindakan pengobatan atau manipulasi yang dilakukan.
Klasifikasi yang sering dipakai adalah klasifikasi dari Danis–Weber
yang berdasarkan pada level fraktur fibula. Klasifikasi lainnya adalah dari
AO serta Lange-Hansen yang berdasarkan patogenesanya. Klasifikasi
Danis – Weber adalah sebagai berikut :
1. Weber type A
Fraktur fibula dibawah tibiofibular syndesmosis yang disebabkan
adduksi atau abduksi. Medial maleolus dapat fraktur atau deltoid
ligamen robek.
2. Weber type B

4
Fraktur oblique dari fibula yang menuju ke garis syndesmosis.
Disebabkan cedera dengan pedis external rotasi syndesmosisnya
intak tapi biasanya struktur dibagikan medial ruptur juga.
3. Weber type C
Fibulanya patah diatas syndesmosis disebut C1 bila 1/3 distal dan C2
bila lebih tinggi lagi. Disebabkan abduksi saja atau kombinasi
abduksi dan external rotasi. Syndsmosis & membrana interosseus
robek juga.

E. Patofisiologi
Penyelidikan-penyelidikan mekanisme trauma pada sendi talocrural
ini telah dilakukan sejak lama sekali. Tapi baru setelah tahun 1942 oleh
penemuan-penemuan berdasarkan penyelidikan eksperimentil pada
preparat-preparat anatomik, Lauge Hansen dari Denmark berhasil
melakukan pembagian dari jenis-jenis trauma serta berdasarkan
pembagian ini hampir semua fraktur serta trauma dapat dibagi dalam 5
dasar mekanismenya.
1. Trauma supinasi/Eversi
Dalam jenis ini termasuk lebih dari 60% dari fraktur sekitar sendi
talocrural.
2. Trauma Pronasi/Eversi
Tidak begitu sering, hanya kurang lebih 7 -- 8% fraktur sekitar sendi
talocrural.
3. Trauma Supinasi/Adduksi
Antara 9 -- 15% dari fraktur sendir talocrural termasuk golongan ini.
4. Trauma Pronasi/Abduksi
Sekitar 6 -- 17% fraktur sendi talocrural.
5. Trauma Pronasi/Dorsifleksi
Sangat jarang terjadi tapi perlu disebutkan.
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi
dalam beberapa macam trauma:

5
1. Trauma abduksi
Tauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis
yang bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat
avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang
bersifat oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma
adduksi juga bisa hanya menyebabkan strain atau robekan pada
ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan
terjadi fraktur pada fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan
robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada maleolus medialis.
Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian
depan disertai dengan dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur
komunitif disertai dengan robekan diastasis.

F. Manifestasi Klinis
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali
dan tak dapat berjalan. Ditemukan adanya pembengkakan pada

6
pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan
adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada
ligamen.
Nyeri pada pergelangan kaki dan ketidakmampuan menahan berat
tubuh. Deformitas dapat timbul bersama dengan fraktur/dislokasi. Sering
juga ditemukan pembengkakan dan ekimosis.

G. Komplikasi
5. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi
gangguan pembuluh darah yang segera, sehingga harus dilakukan
reposisi secepatnya.
6. Malunion
Reduksi yang tidak komplit akan menyebabkan posisi persendian yang
tidak akurat yang akan menimbulkan osteoarthritis.
7. Osteoartritis
8. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri,
terdapat pembengkakan dan nyeri tekan di sekitar pergelangan kaki.
Dapat terjadi perubahan trofik dan osteoporosis yang hebat.
9. Kekakuan yang hebat pada sendi

H. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Primer
i. Airway : Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh
adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
ii. Breathing : Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan
napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur,
suara nafas terdengar ronchi /aspirasi.
iii. Circulation : Tekanan darah dapat normal atau meningkat ,
hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung

7
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

b. Pengkajian sekunder
i. Aktivitas/istiraha : Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
dan Keterbatasan mobilitas.
ii. Sirkulasi : Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah),
tachikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, cailary
refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa
hematoma pada sisi cedera.
iii. Neurosensori : Kesemutan, deformitas, krepitasi,
pemendekan, dan kelemahan
iv. Kenyamanan :Nyeri tiba-tiba saat cidera dan spasme/
kram otot
v. Keamanan :Laserasi kulit, perdarahan. perubahan warna
dan pembengkakan lokal

Palpasi pada daerah yang terpengaruh dan menginspeksi tiap patahan


pada kulit atau tenting. Memeriksa pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibia
posterior dan semua saraf sensoris maupun motoris pada kaki. Cederan
inverse pada pergelangan kaki dapat menyebabkan palsy nervus peroneus.
Memeriksa ada tidaknya pembengkakan yang parah dan kemungkinan
terjadinya sindrom kompartemen pada kaki.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

8
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Data Dasar
a. Aktivitas istirahat dan tidur
b. Sirkulasi
c. Integritas Kulit
d. Neuro Sensori
e. Nyaman Nyeri
f. Eliminasi
g. Nutrisi dan Cairan
h. Keamanan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan akibat fraktur.
Tujuan :
 Nyeri berkurang atau terkontrol
 Klien mengatakan nyeri berkurang.
 Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
 Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)

9
 Kaji keluhan nyeri klien : lokasi, intensitas, karakteristik.
 Beri posisi yang nyaman sesuai anatomi tubuh manusia.
 Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
 Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips.
 Kolaborasi : beri therapi analgetik sesuai program medik.

b. Ketidakmampuan beraktivitas berhubungan dengan fraktur dan


cidera jaringan sekitar.
Tujuan :
 Kebutuhan hygiene, nutrisi dan eliminasi.
 Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai
kemampuan klien dan sesuai program medik.
Intervensi
 Kaji tingkat kemampuan beraktivitas klien.
 Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
 Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat
dilakukan sendiri.
 Bantu klien dalam pemenuhan personal higiene.
 Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan.
 Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak.
Tujuan :
 Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
 Suhu normal 36-37oC
 Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.
Intervensi :
 Observasi TTV terutama suhu.
 Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
 Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.

10
 Rawat luka dengan teknik aseptik.
 Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.

d. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang


boleh dilakukan dan perawatan di rumah berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan :
 Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatan saat di rumah.
Intervensi :
 Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan
di rumah.
 Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan
aktif secara teratur.
 Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
 Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
 Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan
yang fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

11
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC

Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik


(Terjemahan). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A., C,(2014).Rencana Asuhan


Keperawatan pedoman untuk Perencanaan Keperawatan
Pasien.Edisi:3.Jakarta:EGC

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Marilynn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai