Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Traumatik brain injury (cedera otak traumatik/COT) yang
umumnya didefinisikan dengan adanya kelainan non degeneratif dan non
congenital yang terjadi pada otak, sebagai akibat adanya kekuatan
mekanik dari luar, yang berisiko menyebabkan gangguan temporer atau
permanen dalam fungsi kognitif, fisik, dan fungsi psikososial, dengan
disertai penurunan atau hilangnya kesadaran ( Dowodu, 2013 ).
Cedera otak traumatik merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecacatan utama di dunia. Angka kejadian COT di seluruh United
States of America yang masuk kerumah sakit sebanyak 290.000 orang dan
51.000 orang meninggal serta 80.000 orang mempunyai kecacatan
menetap.
Cedera otak traumatik merupakan masalah yang perlu dilakukan
penanganan segera, sehingga kelanjutan dari cedera otak primer ke cedera
otak sekunder dapat tertangani dengan baik (Satyanegara, 2010).
Tingkat keparahan secara klinis dari cedera otak traumatik dapat
dinilai dari Glasgow Coma Scale (GCS/ Skala Coma Glasgow).
Penekanan pada standarisasi penilaian awal dengan pendekatan GCS pada
pasien merupakan salah satu indikator yang nyata dan dapat dipercaya
dari cedera otak traumatik dan harus diulang-ulang untuk menentukan
perbaikan atau perburukan sepanjang waktu.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Trauma Brain Injury pendekatan dengan
proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Laporan ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny. E dengan Trauma Brain Injury di RSUD
Sleman Murangan yang meliputi:
a. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Trauma Brain
Injury.
b. Dapat menentukan masalah keperawatan pada klien dengan
Trauma Brain Injury.
c. Dapat merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Trauma Brain Injury.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Trauma Brain Injury.
e. Dapat melakukan evaluasi pada klien dengan Trauma Brain
Injury.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma
mekanik terhadapkepala baik secara langsung ataupun tidak langsung
yang menyebabkan gangguanfungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifattemporer maupun permanent
(PERDOSI,2011)
Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubahkemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional,gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fungsi otak (Pedoman Penaggulangan Gawat
Darurat Ems 119 Jakarta, 2008).
Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan
bentuk ataupenyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan(accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi olehperubahan peningkatan pada percepatan faktor dan
penurunan percepatan, sertanotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibatperputaran pada tindakan pencegahan.

B. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan
distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan , menurut Sylvia A (2009)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus
menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan
cemas.

3
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah
tingkah laku.
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa
minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma
ringan.

2. Cedera kepala sedang, Diane C (2010)


a. Kelemahan pada salah satu tubuh yangdisertai dengan
kebinggungan atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba
deficit neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan
dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit
kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2010)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum
dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual,
adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan
neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan
fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan
pada area tersebut.

C. Etiologi
1. Kecelakaan jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan, benda tumpul dan benda tajam

4
D. PatofisiologI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar
dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi
pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala
“fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya
untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan
dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom
intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam

5
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak.
Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak,
atau dua-duanya.

E. Pathway

F. Pengkajian Fokus
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
1. Aktivitas/ Istirahat

6
a. Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
b. Tanda : Perubahan kesehatan, letargi, Hemiparase,
quadrepelgia, Ataksia cara berjalan tak tegap, Masalah
dalam keseimbangan, Cedera (trauma) ortopedi,
Kehilangan tonus otot, otot spastik

2. Sirkulasi
a. Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi),
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi bradikardia disritmia).
3. Integritas Ego
a. Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
atau dramatis)
b. Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
a. Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau
mengalami gngguan fungsi.
5. Makanan/ cairan
a. Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
b. Tanda : Muntah (mungkin proyektil), Gangguan menelan
(batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Neurosensoris
a. Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran,
fingking, baal pada ekstremitas.
b. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan
status mental, Perubahan pupil (respon terhadap cahaya,
simetri), Wajah tidak simetris, Genggaman lemah, tidak
seimbang, Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah,
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia.

7
7. Nyeri/ Kenyamanan
a. Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda biasanya koma.
b. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat,
merintih.
8. Pernapasan
a. Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak, Ronki,
mengi positif
9. Keamanan
a. Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
b. Tanda : Fraktur/ dislokasi, Gangguan penglihatan,
Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis, Demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mufti (2009), pemeriksaan diagnostik pada cedera kepala adalah
:
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras).
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikel dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI (magnetig resonan imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Serebral angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan
otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma .
4. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
5. CSF, lumbal fungsi

8
Jika diduga perdarahan sub arachnoid
6. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
7. Scree toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.

H. Penatalaksanaan
Menurut Abdale (2009), penatalaksanaan medis pada cedera
kepala adalah :
1. Dexamethason/kalmethason.
Sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
2. Therapy hiperventilasi.
Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40% atau gliserol 10%.
5. Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan
apapun kecuali hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak.
7. Pembedahan
8. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan, dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan
dektrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya apabila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui nasogastrictube (2500-
3000TKTP).
9. Pemberian protein tergantung nilai urea nitrogen.

I. Komplikasi
Menurut Engram. B (1998), komplikasi dari cedera kepala adalah :
1. Meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).
2. Perdarahan.

9
3. Kejang.
4. Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya
tengkorak beresiko terhadap bocornya cairan serebrospinal (CSS)
dari hidung (rinorea) dan dari telinga (otorea).
5. Bocor CSS kemungkinan terjadi meningitis

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo
bronkial
3. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.
4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan.
6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia,
kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dawodu, S.T., 2013. Traumatic Brain Injury: Definition, Epidemiology,


Pathophysiology. Available From:
http://emedicine.medscape.com/article/326510-overview [Accessed on
26 April 2014]

Engram, Barbara, 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Alih


bahasa, Suharyati Samba, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., 2011.


Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta: PERDOSSI

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction

Satyanegara., 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2009, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai