Disusun Oleh :
Hari :
Tanggal :
Praktikan,
Mengetahui,
A. PENGERTIAN
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling
utama manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan
penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau
penyakit lain), respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka
(sakit kepala tegang) atau kombinasi respon tersebut (Soemarmo, 2009)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis
orbitomeatal. Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit
dan dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organik. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis dan nyeri
kepala berbeda, namun pendapat lain ada yang menganggap wajah itu
sebagai bagian depan kepala yang tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel,
2007)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit
dan dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain),
respon stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala
tegang) atau kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt, 2005).
B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
a) Migrain
b) Sakit kepala tegang
c) Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
a) Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
b) Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
c) Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis.
Perdarahan
subarakhnoid).
d) Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler
(mis. Tumor otak).
e) Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus
obat.
f) Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
g) Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik
(hipoglikemia).
h) Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan
kepala, leher atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
i) Neuralgia
Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf kranial)(Soemarmo, 2009)
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah
faktor resiko yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah
keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat
yang berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah
parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk
sakit kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak
mengalami penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala.
Karena hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat
beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya
sakit kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat
membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami
pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas
ketika ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat
sakit kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein
yang berlebihan juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah
setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan
nikotin dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit
kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf
terjepit di leher atau bahkan tumor.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil
perangsangan terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang
peka terhadap nyeri. Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri
ialah otot-otot oksipital, temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri
subkutis dan periostium. Tulang tengkorak sendiri tidak peka nyeri.
Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri dari meninges,
terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri
tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan
subdural atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras
ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat
sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),
gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan
hiperkapnia), pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio
serebri, insufisiensi serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi (
migren dan clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan
kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma,
iritis), sinus (sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis
dan molar III yang mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis
deforman servikalis. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai
manifestasi psiko organik pada keadaan depresi dan stress.
F. PEMERIKASAAN PENUNJANG
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan
mengidentifikasi masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu
dalam menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan
ventrikuler atau hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan
etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi
tentang biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma,
CSV atau space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai
aktivitas saat episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi
migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,
meningkat pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi
migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan
CSS, adanya sel-sel abnormal dan infeksi.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
1. Cidera serebrovaskuler / Stroke
2. Infeksi intrakranial
3. Trauma kranioserebral
4. Cemas
5. Gangguan tidur
6. Depresi
7. Masalah fisik dan psikologis lainnya
H. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system
syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi
platelet, dan pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik
dari ergotamine. Pilihan lain : ibuprofen, ketorolak
3) Golongan triptan
a) Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi
Menghambat pelepasan takikinin, memblok inflamasi
neurogenik Efikasinya setara dengan dihidroergotamin,
tetapi onsetnya lebih cepat
b) Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per
oral
c) Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan
menstimulasi reseptor 5-HT1 presinapti. Pemberian IV dpt
dilakukan untuk serangan yang berat
d) Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah.
Diberikan 15-30 min sebelum terapi antimigrain, dapat
diulang setelah 4-6 jam
e) Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik
opiate. Contoh : butorphanol
c. Obat untuk terapi profilaksis
1) Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi
migraine. Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol.
Antidepresan trisiklik Pilihan: amitriptilin, bisa juga:
imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek antikolinergik,
tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau hiperplasia
prostat
2) Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis
5-HT2. Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan,
frekuensi dan durasi pada 80% penderita migraine.
3) NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat
menyebabkan gangguan GI
4) Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
5) Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian
migrain
2. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1) Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya
20 sampai 30 menit.
2) Perubahan posisi tidur.
3) Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang
lain.
4) Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5) Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja,
menggunakan komputer, atau saat menonton televisi
6) Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7) Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat
nyeri Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen,
ibuprofen atau naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein
dapat meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis,
perlu assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya
karena anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan,
seperti amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan
analgesik secara kronis memicu rebound headache
3. Cluster headache
a. Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah
serangan (profilaksis)
b. Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor
cerebral
c. Obat-obat terapi abortif:
1) Oksigen
2) Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
3) Sumatriptan. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil,
Litium, Ergotamin, Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat
I. PENGKAJIAN
Pengkajian meliputi :
a) Aktivitas / Istirahat
Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca,
insomnia
b) Sirkulasi
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak
kemerahan
c) Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
d) Makanan / Cairan
Mual / muntah , anoreksia selama nyeri
e) Neuro sensori
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
f) Kenyamanan
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
g) Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab peran
h) Pengkajian kegawat daruratan
Pengkajian Tindakan
mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas
disertai kontrol
servikal.
Airway Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
- sianosis (mencerminkan hipoksemia)
- retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
- pernafasan cuping hidung
- bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan
nafas)
a) P - tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total
r jalan nafas atau henti nafas
i
m
a
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
r
agar oksigenasi adekuat.
y
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
Breathing - pergerakan dada
s
- adanya bunyi nafas
u
- adanya hembusan/aliran udara
r
mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan.
v
Circulation Status hemodinamik dapat dilihat dari :
e
- tingkat kesadaran
y
- nadi
- warna kulit
p
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
a
Disability terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak
d
dianjurkan mengukur GCS
a
Exposure keadaan kuli, seperti turgor kulit/ kelainan pada kulit
Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan.
EGC: Jakarta.
Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.
Papdi, Eimed. 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in internal
medicine).Interna Publishing: Jakarta.
Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi. Erlangga: Jakarta.
Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.
Priguna Sidharta. 2008. Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat :
Jakarta.
Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI. Edisi 5. EGC: Jakarta.