Oleh :
Kelompok : VII
Nama : Nira Aulia Hanifah 171424027
Dewi Lutfi Juliana 171424009
Dhiya Nadhifah Salsabila 171424010
M. Azman Hizburrohman 171424020
Kelas : 2A – TKPB
Salah satu alat penukar panas yang umum digunakan di industri adalah jenis Shell and
Tube Heat Exchanger (STHE). Alat ini dipilih karena konstruksinya yang sederhana, cara
membersihkannya mudah, dan tidak terbatas temperatur. Alat ini juga merupakan penukar
panas yang baik.
Untuk itu, perlu diketahui dan dipahami tentang penggunaan dan prinsip kerja alat
STHE. Melalui praktikum ini, diharapkan praktikan dapat memahami prinsip kerja alat dan
mengoperasikan STHE dalam bentuk yang sederhana.
1.2 Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Memahami konsep perpindahan panas pada Shell and Tube Heat Exchanger (STHE),
2. Menghitung efisiensi perpindahan panas pada STHE,
3. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan pada STHE,
4. Menghitung konduktivitas panas dari koefisien perpindahan panas keseluruhan.
BAB II
DASAR TEORI
Perpindahan panas adalah ilmu yang berupaya untuk memprediksi perpindahan energi
yang mungkin terjadi antara material sebagai akibat dari adanya perbedaan temperatur .
Sesuai dengan hukum termodinamika ke-2 (dua), aliran energi panas akan selalu mengalir ke
bagian yang memiliki temperatur lebih rendah. Secara umum terdapat 3 (tiga) jenis
perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
Ilmu perpindahan kalor tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah
dari suatu benda ke benda lain, tetapi juga dapat memprediksi laju perpindahan yang terjadi
pada kondisi-kondisi tertentu. Perbedaan ilmu perpindahan kalor dengan ilmu lain adalah
dapat menganalisis laju perpindahan kalornya yang disebabkan karena pada waktu proses
perpindahan itu berlangsung, sistem tidak berada dalam keadaan seimbang, contohnya suatu
batangan besi kalor dicelupkan ke dalam air, ilmu perpindahan kalor dapat memprediksi
berapa lama suhu batangan besi atau air mengalami keseimbangan atau pada suhu berapa besi
atau air mengalami keseimbangan.(Gamma Ajiyantono,2014)
2.1 Heat Exchanger
Heat exchanger atau penukar panas adalah alat yang digunakan untuk menukarkan
panas secara kontinyu dari suatu medium ke medium lainnya dengan membawa energi panas.
Suatu heat exchanger terdiri dari elemen penukar kalor yang disebut sebagai inti atau matrix
yang berisikan di dinding penukar panas, dan elemen distribusi fluida seperti tangki, nozzle
masukan, nozzle keluaran, pipa-pipa, dan lain-lain. Biasanya, tidak ada pergerakan pada
bagian-bagian dalam heat exchanger. Namun, ada pengecualian untuk regenerator rotary
dimana matriksnya digerakan berputar dengan kecepatan yang dirancang. Dinding
permukaan heat exchanger adalah bagian yang bersinggungan langsung dengan fluida yang
mentransfer panasnya secara konduksi. ( Kuppan, 2000)
Heat exchanger bekerja berdasarkan prinsip perpindahan panas (heat transfer), dimana
terjadi perpindahan panas dari fluida yang temperaturnya lebih tinggi ke fluida yang
temperaturnya lebih rendah. Biasanya, ada suatu dinding metal yang menyekat antara kedua
cairan yang berlaku sebagai konduktor . Suatu solusi panas yang mengalir pada satu sisi yang
mana memindahkan panasnya melalui fluida lebih dingin yang mengalir di sisi lainnya.
Energi panas hanya mengalir dari yang lebih panas kepada yang lebih dingin dalam
percobaan untuk menjangkau keseimbangan. Permukaan area heat exchanger mempengaruhi
efisiensi dan kecepatan perpindahan panas yang lebih besar area permukaan panas exchanger,
lebih efisien dan yang lebih cepat pemindahan panasnya. ( Sitompul, 1993)
Heat Exchanger dapat dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan fungsional dan jenis
permukaan perpindahan panasnya. Pembagian tipe heat excanger secara fungsional
diantaranya recuperative type, regenerative / storage type, dan direct mixing type. Sementara
itu, pembagian tipe heat exchanger berdasarkan perrmukaan perpindahan panasnya dapat
diukur dalam beberapa bentuk diantaranya single tube arrangement, shell and tube heat
arrangement, dan cross flow heat exchanger. (Kothandaraman, 2006)
Hampir di semua Heat exchanger, perpindahan kalor didominasi oleh konveksi dan
konduksi dari fluida kalor ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding.
(Cengel, 2000)
2.2 Shell and Tube Heat Exchanger
Heat exchanger tipe shell & tube menjadi salah satu tipe yang paling mudah dikenal.
Tipe ini melibatkan tube sebagai komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir di dalam
tube, sedangkan fluida lainnya mengalir di luar tube. Pipa-pipa tube didesain berbeda di
dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut dengan shell, sedemikian rupa sehingga
pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu shell. Peningkatan efisiensi pertukaran
panas biasanya pada alat penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat (buffle),
bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence
time), namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah
beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yag dipertukarkan panasnya harus diatur.
(Gamma Ajiyantono, 2014)
Jenis heat exchanger yang umumnya terdapat di industri yaitu shell and tube heat
exchanger dan plate heat exchanger. Shell and tube heat exchanger merupakan jenis penukar
kalor yang paling banyak digunakan di industri perminyakan. Jenis ini terdiri dari suatu
tabung dengan diameter cukup besar yang didalamnya berisi seberkas pipa dengan diameter
relatif kecil. Salah satu fluida yang diperkirakan energinya dilewatkan diluar pipa atau di
dalam tabung. (Wafi, 2011)
Prinsip kerja shell and tube yaitu fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa
sedangkan fluida yang lain mengalir diluar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau
bersilangan. Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa. Untuk meningkatkan
efisiensi, pertukaran panas, biasanya dipasang sekat (buffle). Ini bertujuan untuk membuat
turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal. Pemasangan buffle akan memperbesar
pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang di
pertukaran panasnya harus diatur. Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan untuk
aplikasi tekanan tinggi dan suhu > 260°C. (Wafi, 2011)
Gambar 2.1 Straight tube heat exchanger (two pass side) Gambar 2.2 Straight tube heat exchanger (one pass side)
Sumber : http://chemicalengineeringnow.blogspot.com/2015/03/heat-exchanger-alat-penukar-panas.html
Shell and tube heat exchanger terdiri dari serangkaian tabung. Satu set dari tabung
berisi cairan yang harus dipanaskan atau didinginkan. Cairan kedua berjalan lebih dari tabung
yang sedang dipanaskan atau didinginkan sehingga dapat menyediakan panas atau menyerap
panas yang dibutuhkan. (Kern, 1984)
Gambar 2.3 Macam-macam rangkaian pipa tube pada shell and tube heat exchanger
Sumber : https://artikel-teknologi.com/macam-macam-heat-exchanger-alat-penukar-panas-bagian-2
b. Shell
Bagian ini menjadi tempat mengalirnya fluida kerja yang lain selain yang mengalir di
dalam tube. Umumnya shell didesain berbentuk silinder dengan penampang
melingkar. Material untuk membuat shell ini adalah pipa silindris jika diameter desain
dari shelltersebut kurang dari 0,6 meter. Sedangkan jika lebih dari 0,6 meter, maka
digunakan bahan plat metal yang dibentuk silindris dan disambung dengan proses
pengelasan.
Gambar 2.3 Tipe-tipe desain front-end head, shell, dan rear-end head
Sumber : https://artikel-teknologi.com/macam-macam-heat-exchanger-alat-penukar-panas-bagian-3
Tipe-tipe desain dari shell ditunjukkan pada gambar di atas. Tipe E adalah yang
paling banyak digunakan karena desainnya yang sederhana serta harga yang relatif
murah. Shell tipe F memiliki nilai efisiensi perpindahan panas yang lebih tinggi dari
tipe E, karena shell tipe didesain untuk memiliki dua aliran (aliran U). Aliran sisi shell
yang dipecah seperti pada tipe G, H, dan J, digunakan pada kondisi-kondisi khusus
seperti pada kondenser dan boiler thermosiphon. Shell tipe K digunakan pada
pemanas kolam air. Sedangkan shell tipe X biasa digunakan untuk proses penurunan
tekanan uap.
𝑄
𝑈=
𝐴 × ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷
Harga Q dapat dihitung dari : 𝑄 = (𝑚 × 𝑐 × ∆𝑇) kalor yang diterima fluida dingin,
sementara harga ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 :
∆𝑇1 − ∆𝑇2
∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 =
∆𝑇
𝑙𝑛 ∆𝑇1
2
(𝑚 × 𝐶𝑝 × ∆𝑇2 )
𝜂= × 100%
(𝑚 × 𝐶𝑝 × ∆𝑇1 )
Keterangan, Q = laju alir kalor (watt), A = luas permukaan (m2), ∆𝑇𝐿𝑀𝑇𝐷 = perbedaan
suhu logaritmik (K), dan U = koefisien perpindahan panas keseluruhan
1
𝑈= 𝑟𝑜
1 𝑟1 1
. 2𝜋𝑟1 𝐿 + ln 𝐾2𝜋𝐿 + . 2𝜋𝑟𝑜 𝐿
ℎ𝑖 ℎ𝑜
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini tersedia dalam tabel berikut :
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Alat Bahan
No. Alat Jumlah No. Bahan Jumlah
1. Shell and Tube HE 1 set 1. Air -
4.1.2 Tubes
Dari pengamatan alat yang dilakukan, diperoleh beberapa data yaitu :
1. Keliling Luar Tubes : 2cm
2. Ketebalan Tubes : 1mm
3. Jumlah Tubes : 7 buah
e. Perhitungan Q
Tabel 4.6 Data untuk perhitungan Q, dari Appendix
Laju Laju
ρ1 ρ2 Cp 1 Cp 2 ṁ1 ṁ2
Fluida Fluida ∆T1 ∆T2
(kg/m3) (kg/m3) (kJ/kg.C) (kJ/kg.C) (kg/min) (kg/min)
Dingin Panas (°C) (°C) hot cold hot cold hot cold
(L/min) (L/min)
0,3 1 23,6 14,3 987,83 997,73 4,183 4,183 9,878 2,993
0,6 1 24,3 14,5 987,88 998,06 4,183 4,183 9,879 5,988
0,9 1 23,9 15,6 988,02 998,02 4,183 4,183 9,880 8,982
1,2 1 24,1 16,7 988,02 998,10 4,183 4,183 9,880 11,977
1,5 1 24,2 17,8 988,07 998,19 4,183 4,183 9,881 14,973
150
100 Q panas
50 Q dingin
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
f. Perhitungan U
𝑸
U= 𝑨.△𝑻
𝒎
671.489
0,3 98,536084 18,56335 0,007905
671.489
0,6 147,14541 18,98019 0,011545
671.489
0,9 161,92557 19,45582 0,012394
671.489
1,2 168,69844 20,17431 0,012453
671.489
1,5 156,7488 20,83644 0,011203
0.008
y = 0.0025x + 0.0088
0.006 R² = 0.4044 U
0.004 Linear (U)
0.002
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
4.2.2 Co Current
4.2.2.1 Laju Alir Air Dingin Tetap (FT02=1,0); Laju Alir Panas Berubah
d. Perhitungan ∆Tm
Tabel 4.5 Perhitungan ∆Tm
∆Tm
Laju Fluida Panas ∆TLMTD
FT (∆TLMTD×FT)
(L/min) (°C)-1
(°C)-1
0,3 19,22299 1 19,22299
0,6 19,51289 1 19,51289
0,9 19,11636 1 19,11636
1,2 19,45426 1 19,45426
1,5 19,48471 1 19,48471
e. Perhitungan Q
Tabel 4.6 Data untuk perhitungan Q, dari Appendix
Laju Laju
ρ1 ρ2 Cp 1 Cp 2 ṁ1 ṁ2
Fluida Fluida ∆T1 ∆T2
(kg/m3) (kg/m3) (kJ/kg.C) (kJ/kg.C) (kg/min) (kg/min)
Panas Dingin (°C) (°C) hot cold hot cold hot cold
(L/min) (L/min)
0,3 1 23,9 15,2 988,17 998,14 4,183 4,183 2,964 9,981
0,6 1 24,3 15,4 987,97 998,14 4,183 4,183 5,928 9,981
0,9 1 24,2 14,8 987,97 998,10 4,183 4,183 8,892 9,981
1,2 1 24,3 15,3 987,88 998,06 4,183 4,183 11,855 9,981
1,5 1 24,1 15,5 987,88 997,98 4,183 4,182 14,818 9,980
250
200
Q (Kj/min)
150
Q dingin
100
Q panas
50
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
f. Perhitungan U
𝑸
U= 𝑨.△𝑻
𝒎
671.489
0,3 103,8336 19,22299 0,008044
671.489
0,6 152,72533 19,51289 0,011656
671.489
0,9 188,47125 19,11636 0,014683
671.489
1,2 196,87173 19,45426 0,015071
671.489
1,5 200,74159 19,48471 0,015343
0.01
0.008 y = 0.006x + 0.0076 U
0.006 R² = 0.8326
Linear (U)
0.004
0.002
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
d. Perhitungan ∆Tm
Tabel 4.5 Perhitungan ∆Tm
∆Tm
Laju Alir Fluida ∆TLMTD
FT (∆TLMTD×FT)
Dingin (L/min) (°C)-1
(°C)-1
0,3 17,44827 1 17,44827
0,6 18,96809 1 18,96809
0,9 19,71634 1 19,71634
1,2 21,38562 1 21,38562
1,5 21,66168 1 21,66168
e. Perhitungan Q
Tabel 4.6 Data untuk perhitungan Q, dari Appendix
Laju Laju
ρ1 ρ2 Cp 1 Cp 2 ṁ1 ṁ2
Fluida Fluida ∆T1 ∆T2
(kg/m3) (kg/m3) (kJ/kg.C) (kJ/kg.C) (kg/min) (kg/min)
Dingin Panas (°C) (°C) hot cold hot cold hot cold
(L/min) (L/min)
0,3 1 24,5 11,9 988,02 998,27 4,183 4,183 9,880 2,995
0,6 1 24,7 14,2 988,02 998,35 4,183 4,183 9,880 5,990
0,9 1 24,5 15,6 987,97 998,23 4,183 4,183 9,880 8,984
1,2 1 24,8 18,3 987,83 998,23 4,183 4,183 9,878 11,979
1,5 1 24,8 18,8 987,83 998,23 4,183 4,183 9,878 14,973
200
Q (Kj/min)
150
100 Q panas
Q dingin
50
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
f. Perhitungan U
𝑸
U= 𝑨.△𝑻
𝒎
671.489
0,3 153,80457 17,44827 0,013127
671.489
0,6 160,83498 18,96809 0,012628
671.489
0,9 172,65844 19,71634 0,013041
671.489
1,2 150,98281 21,38562 0,010514
671.489
1,5 158,05932 21,66168 0,010866
0.01
d. Perhitungan ∆Tm
Tabel 4.5 Perhitungan ∆Tm
∆Tm
Laju Fluida Panas ∆TLMTD
FT (∆TLMTD×FT)
(L/min) (°C)-1
(°C)-1
0,3 20,39564 1 20,39564
0,6 20,05061 1 20,05061
0,9 19,90548 1 19,90548
1,2 19,56714 1 19,56714
1,5 19,37951 1 19,37951
e. Perhitungan Q
Tabel 4.6 Data untuk perhitungan Q, dari Appendix
Laju Laju
ρ1 ρ2 Cp 1 Cp 2 ṁ1 ṁ2
Fluida Fluida ∆T1 ∆T2
(kg/m3) (kg/m3) (kJ/kg.C) (kJ/kg.C) (kg/min) (kg/min)
Panas Dingin (°C) (°C) hot cold hot cold hot cold
(L/min) (L/min)
0,3 1 24,6 16,7 988,02 998,31 4,183 4,183 2,964 9,983
0,6 1 24,6 16,1 988,17 998,44 4,183 4,183 5,929 9,984
0,9 1 24,4 16 987,97 998,19 4,183 4,183 8,892 9,982
1,2 1 24,7 15,2 987,83 998,19 4,183 4,183 11,854 9,982
1,5 1 24,4 15,1 987,88 998,10 4,183 4,183 14,818 9,981
200
150 Q panas
100 Q dingin
50
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM)
f. Perhitungan U
𝑸
U= 𝑨.△𝑻
𝒎
671.489
0,3 94,481023 20,39564 0,006899
671.489
0,6 143,5696 20,05061 0,010663
671.489
0,9 168,51987 19,90548 0,012608
671.489
1,2 208,11245 19,56714 0,015839
671.489
1,5 219,42186 19,37951 0,016862
0.012
0.01
0.008 y = 0.0084x + 0.005 Series1
0.006 R² = 0.9708 Linear (Series1)
0.004
0.002
0
0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM
BAB V
PEMBAHASAN
0.015 0.02
0.015
U (Kj/min)
0.01
U (Kj/min)
y = 0.0025x + 0.0088 0.01
0.005 R² = 0.4044 y = 0.006x + 0.0076
0.005
R² = 0.8326
0 0
0 0.5 1 1.5 2 0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir Air Dingin (LPM) Laju Alir Air Panas (LPM)
0.01
U (Kj/min) 0.01
0.005 y = -0.0022x + 0.014 y = 0.0084x + 0.005
R² = 0.706 0.005 R² = 0.9708
0 0
0 0.5 1 1.5 2 0 0.5 1 1.5 2
Laju Alir (LPM) Laju Alir (LPM
Pada grafik U vs Laju Alir di atas, nilai U maksimum terdapat pada kurva dengan
jenis aliran counter current dengan nilai U= 0,016862 KJ/min.m2.oC pada saat laju alir
1.5 LPM. Terlihat dari tiga grafik tersebut bahwa grafik memiliki trendline yang naik
dimana nilai U semakin besar seiring kenaikan laju alir.
Jika dilihat dari trend linear nya, jenis aliran counter current memiliki trend
yang paling baik dengan nilai R2=0.9708. Grafik hasil percobaan telah sesuai dengan
teori yang ada, yaitu nilai U sebanding dengan nilai laju alir.
Jika diamati dari perubahan laju alir terhadap perpindahan panas, dengan laju alir
panas dan dingin tetap. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi
laju alir panas, panas yang diberikan/dilepas fluida panas dan panas yang
diterima/diserap fluida dingin semakin tinggi juga, namun panas yang dilepas selalu
lebih besar dibandingkan dengan panas yang diserap, atau dengan kata lain ada energi
yang hilang, sedangkan menurut teorinya atau idealnya energi yang diberikan dalam
perpindahan panas harus sama dengan energi yang diterima. Hal ini dapat disebabkan
oleh faktor yang belum diketahui oleh penulis.
Dengan meningkatnya laju alir air panas, didapatkan heat loss (%) semakin
meningkat juga dan efisiensi heat exchanger semakin menurun. Hal tersebut dapat
diakibatkan karena peralatan shell and tube heat exchanger yang digunakan tidak
dilengkapi isolator dibagian luar sehingga mempermudah terjadinya heat loss sehingga
efisiensinya berkurang.
Berdasarkan literatur, penukar panas jenis co-current, temperatur fluida dingin
yang keluar dari alat penukar panas tidak dapat melebihi temperatur fluida panas yang
keluar dari alat penukar panas, sehingga diperlukan media pendingin/pemanas yang
banyak. Sedangkan jenis aliran counter current, temperatur fluida dingin yang keluar
dari penukar panas lebih tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar dari
penukar kalor, sehingga dianggap lebih baik dari aliran searah. Berarti data hasil
praktikum menunjukkan kebenaran jika jenis aliran counter current lebih baik dari pada
aliran co-current. Hal ini disebabkan pada aliran counter current panas yang diserap
fluida dingin akan semakin banyak dibanding pada aliran co current.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pada suatu alat Shell and Tube
Heat Exchanger dengan tujuan untuk mengetahui prinsip kerja dari Shell and Tube,
pengaruh aliran tube dan shell terhadap koefisien perpindahan panas serta efisiensi
perpindahan panas.
Shell and tube Heat Exchanger memiliki komponen utama yaitu baffle,
,nozzle, shell dan tube. Baffle memiliki tujuan untuk mengarahkan aliran sehingga
distribusi perpindahan panas merata dan juga sebagai penopang komponen tube.
Nozzle berfungsi sebagai pengatur aliran fluida. Tube merupakan suatu tabung berisi
cairan yang ingin dipanaskan atau didinginkan. Fluida dalam shell merupakan cairan
yang berfungsi untuk memanaskan atau mendinginkan sehingga dapat memberikan
panas atau menyerap panas yang dibutuhkan.
Pada praktikum kali ini diinginkan air yang keluar dari tube berupa air yang
lebih dingin dari suhu aliran masuk ke tube. Aliran panas yang masuk ke tube
dilakukan setting suhu sebesar ±50°C dan suhu aliran yang digunakan untuk
mendinginkan / yang masuk ke shell bersuhu ±25°C. Untuk tipe aliran yang
digunakan ialah Co-Current dan Counter Current. Dilakukan 2 variasi terhadap laju
alir, dimana pada percobaan pertama dilakukan variasi laju alir fluida dingin yang
dibuat menjadi sebesar 0,3 LPM; 0,6 LPM; 0,9 LPM; 1,2 LPM; 1,5 LPM sedangkan
laju alir fluida panas dibuat konstan sebesar 1 LPM. Pada percobaan kedua laju alir
yang divariasikan adalah laju alir fluida panas yang dibuat sebesar 0,3LPM; 0,6 LPM;
0,9 LPM; 1,2 LPM; 1,5 LPM sedangkan laju alir fluida dingin dibuat konstan sebesar
1 LPM.
a. Co-current
Ketika laju alir fluida panas dinaikan dengan laju alir fluida dingin tetap,
diperoleh bahwa kenaikan koefisien perpindahan panas (U) akan bertambah
seiring dengan kenaikan laju alir fulida panas. Hal ini mengakibatkan bahwa,
efisiensi panas yang diterima fluida dingin makin bertambah. Menurut teori
(Geankoplis, 2003) “Panas yang diberikan semakin banyak.” Lalu, berdasarkan
literatur (Kern), nilai U untuk laju alir panas dan laju alir dingin berupa larutan air
nilainya berkisar antara 200-500 Btu/h.ft2.oF.
Pada saat laju alir fluida dingin tetap dan laju alir fluida panas
berubah terjadi kenaikan koefisien perpindahan panas, hal tersebut
terjadi karena laju alir fluida panas yang tinggi mengakibatkan suhu
yang dihasilkan pun semakin tinggi. Akibatnya, panas yang diterima
oleh fluida dingin pun semakin besar.
Laju Fluida
Q rata-rata U
Dingin
(kJ) (kJ/m2.0C)
(L/min)
0,3 98,536084 0,007905
0,6 147,14541 0,011545
0,9 161,92557 0,012394
1,2 168,69844 0,012453
1,5 156,7488 0,011203
Pada saat fluida panas tetap dan fluida dingin berubah terjadi
kenaikan koefisien perpindahan panas ketika salah satu laju alir fluida
dingin dinaikkan. Artinya kapasitas fluida dingin untuk menerima
panas bertambah karena laju alirnya dibuat tinggi.
b. Counter-current
Pada counter-current laju alir fluida panas dan laju alir fluida dingin dibuat
berlawanan arah, diperoleh koefisien perpindahan panas semakin bertambah
seiring dengan kenaikan laju alir fluida namun pada variasi fluida dingin terjadi
penurunan koefisien perpindahan panas. Berikut ini adalah tabel berdasarkan hasil
percobaan diatas:
Laju Fluida
Q rata-rata U
Dingin
(kJ) (kJ/m2.0C)
(L/min)
0,3 153,80457 0,013127
0,6 160,83498 0,012628
0,9 172,65844 0,013041
1,2 150,98281 0,010514
1,5 158,05932 0,010866
Nilai U maksimum terdapat pada kurva dengan jenis aliran counter current
dengan nilai U= 0,016862 KJ/min.m2.oC pada saat laju alir 1.5 LPM. Dari grafik yang
didapatkan dapat dilihat bahwa grafik memiliki trendline yang naik dimana nilai U
semakin besar seiring kenaikan laju alir.
Jika dilihat dari trend linear nya, jenis aliran counter current memiliki trend
yang paling baik dengan nilai R2=0.9708. Grafik hasil percobaan telah sesuai dengan
teori yang ada, yaitu nilai U sebanding dengan nilai laju alir. Berdasarkan data hasil
praktikum menunjukkan kebenaran jika jenis aliran counter current lebih baik dari pada
aliran co-current. Hal ini disebabkan pada aliran counter current panas yang diserap
fluida dingin akan semakin banyak dibanding pada aliran co current. Dengan
meningkatnya laju alir air panas, didapatkan heat loss (%) semakin meningkat juga dan
efisiensi heat exchanger semakin menurun. Hal tersebut dapat diakibatkan karena
peralatan shell and tube heat exchanger yang digunakan tidak dilengkapi isolator
dibagian luar sehingga mempermudah terjadinya heat loss sehingga efisiensinya
berkurang.
Faktor faktor yang mempengaruhi perpindahan panas pada alat STHE ini
adalah perbedaan temperatur antara kedua fluida yang digunakan, luas permukaan
perpindahan panas, dan laju alir fluida yang digunakan. Pada faktor laju alir, laju alir
dapat menyebabkan perbedaan waktu kontak antara fluida panas dan fluida dingin
pada alat STHE. Selain itu akan mempengaruhi besar kecilnya kalor yang dilepaskan
dan diterima oleh fluida.
BABVI
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kuppan, T., 2000, “Heat Exchanger Design Handbook”, New York: Marcel Dekker. inc.
Sitompul,T.M, 1993, Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Utara.