Anda di halaman 1dari 27

I.

Judul Percobaan : Koefisien Distribusi Iod


II. Hari/Tanggal Percobaan : Senin, 10 April 2017 ; 09.40 WIB – 11.30 WIB
III. Tujuan Percobaan :
1. Mengekstrak iod ke dalam pelarut organik
2. Menghitung harga koefisien distribusi (KD) dari iod
IV. Dasar Teori
Jenis metode pemisahan ada berbagai macam, di antaranya yang paling baik
dan populer adalah ekstraksi pelarut atas ekstraksi air. Ekstraksi pelarut menyangkut
distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur,
seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform, dengan batasan zat terlarut dapat
ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Alat yang digunakan
dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi Soxhlet, sampai yang
paling rumit, berupa alat “Counter Current Craig”. Teknik ekstraksi sangat berguna
untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik.
Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di
dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan
ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
pelarut.
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat
terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut yang lain.Seringkali campuran bahan
padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan
metode pemisahan mekanis atau termis. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu
kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah.

Untuk mendapatkan hasil ekstrak yang optimum terdapat beberapa hal yang
dapat dilakukan, antara lain:
1. Menggunakan pelarut yang sesuai.
2. Melakukan ekstraksi secara berulang kali.
3. Pemilihan pH yang semakin rendah, karena ketika digunakan, pH rendah zat yang
diekstraksi berada pada fasa organik sehingga akan didapat hasil ekstraksi yang
banyak.
4. Memperbesar volume organik, sehingga f(o) juga semakin besar.
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, maka pemisahannya
akan lengkap. Namun, kenyataannya, banyak senyawa organik, khususnya asam
dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Cukup diketahui
berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu
dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam
karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Apalagi, bila cairan-cairan
tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam
satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah
menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur
(karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah
satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok
bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan
dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara
larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel, 1985 : 145).

Selain itu, dalam memilih pelarut dalam proses ekstraksi maka perlu
diperhatikan faktor-faktor seperti di bawah ini:
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Pada ekstraksi bahan-bahan
alami, sering terjadi bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan
bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak
tercemar, larutan ekstrak tersebut harus dibersihkan, misalnya diekstrak lagi
dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Kelarutan
Pelarut hendaknya memilikinya kemampuan melarutkan ekstrak yang besar
(kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kemampuan tidak saling tercampur
Pada ekstraksi cair-cair, pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan
Untuk ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan
yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar
kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat).
5. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Seringkali ekstraksi juga disertai
dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
6. Titik didih
Pemisahan ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara
penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka kedua bahan itu tidak boleh terlalu
dekat dan keduanya tidak membentuk aseotrop.
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (Solut) di antara 2
fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organic maupun zat anorganik.
Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro (Soebagio, 2002:
34).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut
maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organik dan air. Dalam percobaan, solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke
dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi aau koefisien
distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca (Soebagio. 2002 : 34).
Dimana,
KD = koefisien distribusi
C1 = konsentrasi solute pada pelarut 1
C2 = konsentrasi solute pada pelarut 2
Co = konsentrasi solute pada pelarut organik
Ca = konsentrasi solute pada pelarut air
Dan dari rumus tersebut jika harga KD besar,solute secara kuantitatif akan
cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula
sebaliknya. Rumus tersebut hanya berlaku bila :
 Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut
 Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
 Zat terlarut tidak dapar bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya
reaksi- reaksi lain.
Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur
ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan
terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh
I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan
terbagi dalam air dan CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan
konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga akan tetap.
Kenyataan ini tergolong hukum termodinamika pada kesetimbangan. Jika potensial
kimia dari solute dalam larutan encer dalam larutan adalah :
U1 = U10 + kT In C1
Dan pada larutan air adalah :
U2 = U20 + kT In C2
Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan
kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi
larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dan sisa iod
dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua
pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi KD iod dan angka banding distribusi
dalam sistem kloroform-air dapat ditentukan.

Angka Banding Distribusi (D)

Jika solute terionisasi, berasosiasi dan bereaksi dengan salah satu pelarut
maka kondisi demikian harga KD tidak dapat lagi menggambarkan distribusi solute
diantara kedua fasa pelarut. Karena solute tidak berada dalam rumus molekul yang
sama didalam kedua fasa pelarut. Oleh karena itu, perlu didefnisikan suatu besaran
baru, yang dinamakan angka banding distribusi (D). Angka banding distribusi
menyatakan perbandingan kosentrasi total zat terlarut dalam pelarut organic (fasa
organik) dan pelarut air (fasa air). Untuk keperluan analisiskimia angka banding
distribusi (D) akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD ). Pada kondisi
ideal atau tidak terjadi asosiasi,disosiasi atau polimerasi, maka harga KD sama
dengan D. Untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, biasanya digunakan
istilah persen ekstraksi (E). Hal ini berhubungan dengan perbandingan distribusi
dalam persamaan sebagai berikut :

D=

Dimana,
Va = volume fase air
Vo = volume fase organic

Harga D semakin kecil dengan berkurangnya keasaman larutan.


Berdasarkan definisi harga D diatas, dapat didimpulkan bahwa jumlah total
solute dalam pelarut organic semakin berkurang dengan berkurangnya keasaman
larutan.

V. Alat dan Bahan


1. Alat
Nama Jumlah
Pipet volum 10 ml 1 buah
Pro pipet 1 buah
Pipet tetes 6 buah
Gelas kimia 100 ml 2 buah
Gelas ukur 10 ml 2 buah
Statif klem 1 set
Corong pisah 1 buah
Penyangga corong pisah 1 buah
Buret 1 buah
Labu ukur 100 ml 1 buah

2. Bahan
Nama Jumlah
Larutan Iod 0,01 M 10 ml
Aquades 100 ml
Kloroform 15 ml @5 ml
H2SO4 2 M 8 ml @2 ml
Larutan Kanji 2 % 12 tetes @ 3 tetes
Na2S2O3 0,01 M Secukupnya

VI. Alur Percobaan

1. Pengenceran Iodium

10 mL Iodium 0,01 M

- Dimasukkan ke dalam labu


ukur 100 mL
- Diencerkan dengan air
sampai tanda miniskus
- Dikocok hingga homogen

Larutan Iodium encer

2. Titrasi Blanko

1 mL larutan iod encer


- Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2 M
- Ditambahkan 3 tetes kanji 2%
Larutan berwarna biru

- Ditetesi dengan Na2S2O3 0,01 M sampai


warna biru hilang

Larutan tidak berwarna


- Dicatat volume Na2S2O3 yang
dibutuhkan untuk titrasi
- Dihitung konsentrasi iod awal

Konsentrasi iod awal

3. Ekstraksi Iod

10 ml larutan iod encer


- Dimasukkan ke dalam corong pisah
- Ditambahkan 5 mL kloroform
- Dikocok 2-5 mL sampai larutan
terpisah
- Didiamkan sebentar
- dipisahkan

Lapisan organik Lapisan air

- Ditampung dalam Erlenmeyer


- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2 M

1 mL larutan iod encer

- Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer


- Diasamkan dengan 2 mL H2SO4 2 M
- Ditambahkan 3 tetes kanji 2%

Larutan berwarna biru


- Ditetesi dengan Na2S2O3 0,01 M sampai
- warna
Dicatat volume
biru hilangNa2S2O3 yang
dibutuhkan
- Diulang untuk
titrasi titrasi 3 kali
sebanyak
- Dihitung harga KD iod dalam sistem
kloroform-air
Larutan tidak berwarna
Harga KD iod
VII. Hasil Pengamatan
Sebelum Sesudah

1 Pengenceran - Larutan iod : - Larutan iod +


berwarna aquades : larutan
coklat berwarna merah
kemerahan kecoklatan
- Aquades :
larutan tidak
berwarna

KD =

Tahap Ekstraksi iod I2 (aq) + 2CHCl(aq)


 3Cl2 (g) + 2CHI
(aq)

- Larutan iod - Larutan iod encer


encer : larutan + kloroform :
berwarna larutan berwarna
merah pink magenta
kecoklatan - Larutan iod encer
- Kloroform : + kloroform +
larutan tidak dikocok +
berwarna didiamkan :
- H2SO4 : terdapat dua
larutan tidak lapisan (lapisan
berwarna organik + lapisan
- Amilum 2% : air)
larutan tidak - Lapisan organik :
berwarna larutan berwarna
- Na2S2O3 : ungu
larutan tidak - Lapisan air :
berwarna larutan berwarna
kuning
- Lapisan air +
H2SO4 : larutan
3 berwarna kuning
- Lapisan air +
H2SO4+ amilum :
larutan berwarna

biru kehitaman
- Lapisan air +
H2SO4 + amilum +
Na2S2O3: larutan
tidak berwarna
- Volume Na2S2O3 :
1. Erlenmeyer I :
0,5 ml
2. Erlenmeyer 2 :
0,6 ml
3. Erlenmeyer 3 :
0,5 ml

- Larutan iod
encer : larutan
- Larutan iod
berwarna
encer +
merah
H2SO4 :
kecoklatan
larutan
- Kloroform :
larutan tidak berwarna
Tahap Blanko berwarna merah
- H2SO4 : kecoklatan
larutan tidak - Larutan iod +
berwarna H2SO4+
- Amilum 2% : amilum :
larutan tidak larutan
berwarna berwarna biru
- Na2S2O3 : kehitaman
larutan tidak - Larutan iod +
berwarna H2SO4 +
amilum +
Na2S2O3:
larutan tidak
berwarna
- Volume
Na2S2O3 : 4
ml
-

VII. Hasil Pengamatan


Analisis dan Pembahasan
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil
zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut yang lain. Jenis metode pemisahan
ada berbagai macam, di antaranya yang paling baik dan populer adalah ekstraksi
pelarut atas ekstraksi air. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut
(solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon
tetraklorida atau kloroform, dengan batasan zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah
yang berbeda dalam kedua fase pelarut.

Salah satu aplikasi ekstraksi, dapat dilakukan pada percobaan koefisien


distribusi iod. Tujuan dari percobaan koefisien distribusi iod yaitu untuk mengekstrak
iod ke dalam pelarut organik dan menghitung harga koefisien distriusi (KD) dari iod
yang berada pada fasa kloroform – air. Penentuan koefisien distribusi dilakukan
melalui zat terlarut iodin pada pelarut klorofom dan air. Prinsip dasar percobaan ini
yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu
air dan kloroform. Menurut hukum distribusi Nerst, apabila ke dalam kedua pelarut
yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya
pelarut organik dan air. Dalam percobaan, solute akan terdistribusi dengan sendirinya
ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan
pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi.
Dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, dilakukan percobaan koefisien
distribusi iod dalam beberapa tahap, diantaranya yaitu tahap pengenceran iod,
ekstraksi iod, dan penentuan tahap blanko.
1. Tahap Pengenceran Iod
Pada pengenceran iodium langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan
alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan, kemudian membersihkan peralatan
praktikum terlebih dahulu, hal ini berfungsi agar peralatan percobaan terhindar dari
zat pengotor yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil percobaan karena larutan
terkontaminasi oleh zat pengotor tersebut.

Langkah kedua yaitu mengambil larutan iod 0,01 M sebanyak 10 ml yang


berwarna coklat kemerahan dengan pipet volum. Penggunaan pipet volume dipilih
karena pipet ini memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Kemudian larutan iod
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda batas miniskus
pada tabung agar tidak mengurangi konsentrasi larutan yang akan didapatkan/dibuat,
selain itu dalam melakukan pembacaan skala pada labu ukur, posisi mata harus tepat
(tegak lurus) pada garis batas miniskus pada labu ukur. Pada tahap ini, pengenceran
larutan iod bertujuan untuk mempermudah praktikan dalam perhitungan yang
melibatkan pengenceran yang bersifat langsung, dan berfungsi untuk mengurangi
konsentrasi dari larutan iod. Larutan ion yang telah diencerkan mengalami perubahan
warna menjadi merah kecoklatan.

2. Tahap Blanko

Percobaan tahap blanko bertujuan untuk mendapatkan ml. mol larutan iod
mula-mula dengan cara titrasi standarisasi larutan iod. Langkah pertama yaitu
menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan, kemudian
membersihkan peralatan praktikum terlebih dahulu, hal ini berfungsi agar peralatan
percobaan terhindar dari zat pengotor yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil
percobaan karena larutan terkontaminasi oleh zat pengotor tersebut.

Langkah kedua yaitu, mengambil 10 ml larutan iod (merah kecoklatan) yang


telah diencerkan dalam labu ukur 100 ml ke dalam erlenmeyer. Langkah selanjutnya
yaitu menambahkan 1 mL larutan H2SO4 2M ke dalam erlenmeyer. Penambahan asam
sulfat tidak memberikan perubahan warna pada larutan, sehingga larutan tetap
berwarna merah kecoklatan. Penambahan H2SO4 2M bertujuan untuk memberikan
suasana asam, agar pH larutan tetap asam, dan ketika dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat tidak terjadi oksidasi secara parsial menghasilkan sulfat. Selain itu agar
larutan iod mudah dioksidasi menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid.
Kemudian larutan ditambahkan 3 tetes larutan kanji 2%. Penambahan larutan kanji ke
dalam erlenmeyer menyebabkan larutan mengalami perubahan warna dari merah
kecoklatan menjadi berwarna biru kehitaman. Perubahan warna menjadi biru
kehitaman menunjukkan bahwa iod dalam larutan mengalami oksidasi. Selain itu
terjadinya ikatan kompleks antara amilum dengan iod. Larutan kanji 2 % berfungsi
sebagai indikator yang dapat mengidentifikasi pewanaan biru kehitaman yang
dihasilkan dari reaksi larutan iod dengan larutan kanji. Persaman reaksi sebagai
berikut :

Langkah ketiga yaitu, melakukan titrasi larutan dalam erlenmeyer dengan


Na2S2O3 0,01 M. Pada saat proses titrasi berlangsung, larutan mengalami perubahan
warna dari biru kehitaman menjadi biru keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa titik
ekivalen telah tercapai. Kemudian titrasi dilanjutkan sampai larutan mengalami
perubahan menjadi larutan tidak berwarna atau warna biru hilang. Perubahan larutan
menjadi tidak berwarna menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Pada
tahap ini, larutan natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk proses titrasi sebesar 0,4
ml.

Larutan natrium tiosulfat sebelum digunakan sebagai titran, harus dilakukan


standarisasi terhadap sebuah larutan primer, sehingga dapat digunakan untuk
menghitung ml. mol iod mula-mula. Selain itu, pemilihan natrium tiosulfat sebagai
titran, karena natrium tiosulfat merupakan salah satu agen pengoksidasi yang
diperlukan larutan asam untuk dapat bereaksi dengan iodin. Iodin akan mengoksidasi
tiosulfat menjadi tetrationat dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

I2(aq) + 2e-  2I-

2S2O32-(aq)  S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-(aq)  2I-(aq) + S4O62-(aq)

Sehingga dapat diperoleh ml. mol iod dengan persamaan :

 Volume blanko = 4,0 mL

MI2 =

MI2 =

MI2 = 0,04 M

3. Ekstraksi Iod
Pada percobaan ini, ekstraksi iod yang dilakukan termasuk dalam ekstraksi
cair – cair, yaitu ekstraksi zat cair dari satu fase ke fase cair yang lain. Ekstraksi cair –
cair merupakan teknik dasar dalam laboratorium kimia, karena proses ini dilakukan
dengan menggunakan teknik yang sederhana yaitu dengan corong pisah. Pada
dasarnya proses ekstraksi ini dilakukan untuk menarik suatu senyawa iod ke dalam
fasa organik, sehingga akan terbentuk lapisan 2 fasa dalam corong pisah, yaitu
lapisan fasa air, dan fasa organik.

Pada tahap ekstraksi, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu


menyiapkan alat dan bahan yang digunakan untuk percobaan, kemudian
membersihkan peralatan praktikum terlebih dahulu, hal ini berfungsi agar peralatan
percobaan terhindar dari zat pengotor yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil
percobaan karena larutan terkontaminasi oleh zat pengotor tersebut.
Langkah kedua yaitu mengambil 10 ml larutan iod yang telah diencerkan
(larutan merah kecoklatan) kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian
menambahkan 5 ml larutan CHCl3 ke dalam corong pisah. Penambahan larutan
kloroform ke dalam corong pisah menyebabkan larutan membentuk 2 lapisan, lapisan
atas berwarna merah kecoklatan, dan lapisan bawah berwarna merah muda. Hal ini
terjadi karena danya perbedaan massa jenis air dengan kloroform. Kemudian
campuran larutan dalam corong pisah tersebut dikocok sesekali, dan dihilangkan gas
dalam larutan dengan cara membuka tutup corong pemisah. Pengocokan pada larutan
berfungsi untuk mendistribusikan iod ke dalam pelarut air, sehingga zat terlarut akan
terdistribusi di kedua pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai
kesetimbangan. Namun tetap antara klorofom dan air tidak dapat bercampur. Hal ini
disebabkan karena pelarut air merupakan pelarut polar, sedangkan kloroform
merupakan pelarut non polar. Secara teknik, faktor pengocokan atau ekstraksi ini
merupakan hal yang penting, dan dapat berpengaruh terhadap proses didtribusi suatu
larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling bercampur.
Proses ekstraksi atau pengocokan harus dilakukan secara berulang kali, hal ini
bertujuan untuk memperbesar jumlah dari konsentrasi iod yang tertarik ke dalam fase
organik atau untuk memperkecil massa iod yang tertinggal dalam fase air. Pemisahan
fase organik dan fae air harus dilakukan secara hati – hati, karena apabila pada proses
pemisahannya terdapat fase organik yang tertinggal ataupun fase air yang ikut keluar,
dan bercampur dengan fase organik maka dapat mempengaruhi nilaikoefisien
distribusi, karena besarnya nilai koefisien distribusi dipengaruhi oleh konsentrasi zat
terlarut pada fase organik, dan fase air.
Langkah ketiga yaitu, mendiamkan larutan sampai terbentuk 2 lapisan.
Lapisan atas menghasilkan larutan berwarna kuning, dan lapisan bawah
menghasilkan larutan berwarna ungu. Penambahan larutan CHCl 3 ini bertujuan untuk
melarutkan iod dan membentuk larutan menjadi 2 lapisan. Pemilihan penggunaan
kloroform sebagai pelarut organik, karena dalam struktur kimianya, kloroform
mengandung senyawa halida yang dapat berinteraksi dengan iod, sehingga iod akan
tertarik oleh kloroform yang akan terpisah dengan air. Hal ini dibuktikan dengan
terbentuknya dua lapisan pada corong pisah, yaitu fase air yang berwarna kuning
pada lapisan atas, dan fase organik yang berwarna ungu pada lapisan bawah. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan massa jenis kloroform, dan massa jenis air.
Berdasarkan teori, massa jenis air sebesar 1 gr/cm3, dan kloroform memiliki massa
jenis 1,49 gr/cm3, sehingga pada lapisan yang terbetuk
dapat diketahui bahwa lapisan bawah merupakan lapisan iod dalam klorofom,
sedangkan lapisan atas merupakan larutan iod dalam air. Sehingga jika iod dikocok
bersama suatu campuran kloroform dan air serta kemudian didiamkan, iod akan
terbagi dalam kedua pelarut itu yang membuat keadaan kesetimbangan antara larutan
iod dalam kloroform dan larutan iod dalam air. Sehingga solut iod dapat terekstrak
dari fasa air ke fasa organik.
Pada saat terbentuk 2 fasa, fasa air berada di bagian atas berwarna kuning dan
fasa organik berada pada bagian bawah berwarna ungu. Setelah larutan terekstrak,
fasa organik (ungu) dikeluarkan dari corong pisah secara hati – hati, dan fasa air
(kuning) disimpan pada erlenmeyer. Fasa air kemudian dititrasi seperti langkah
percobaan sebelumnya, yaitu dengan menambahkan 2 ml H2SO4 2M. Penambahan
asam sulfat pada larutan tidak memberikan perubahan warna, yaitu larutan tetap
berwarna kuning. Penambahan asam sulfat pada tahap ini berfungsi untuk
memberikan suasana asam dalam reaksi tersebut. Selain itu suasana asam ini berguna
bagi larutan kanji yang digunakan sebagai uji yang sangat peka terhahap iod.
Kepekaannya lebih tinggi dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan dengan
suasana netral. Selain itu reaksi oksidasi iod juga membutuhkan suasana asam karena
ion iod lebih mudah, dan lebih cepat dioksidasi dalam larutan asam menjadi iod bebas
dengan sejumlah zat pengoksidasi.
Langkah keempat yaitu menambahkan 3 tetes larutan kanji 2%. Penambahan
larutan kanji 2 % pada larutan menghasilkan larutan berwarna biru kehitaman.
Penambahan larutan kanji berfungsi sebagai indikator uji yang sangat peka terhadap
iod dengan membentuk senyawa kompleks berwarna biru kehitaman. Persamaan
reaksi sebagai berikut :
Langkah keempat yaitu, melakukan titrasi larutan dalam erlenmeyer dengan
Na2S2O3 0,01 M. Pada saat proses titrasi berlangsung, larutan mengalami perubahan
warna dari biru kehitaman menjadi biru keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa titik
ekivalen telah tercapai. Kemudian titrasi dilanjutkan sampai larutan mengalami
perubahan menjadi larutan tidak berwarna atau warna biru hilang. Perubahan larutan
menjadi tidak berwarna menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai.
Kemudian larutan tersebut dititrasi sampai larutan yang berubah warna biru menjadi
tidak berwarna yang menunjukan titik akhir titrasi. Seperti halnya percobaan
sebelumnya Iodin akan mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :

I2(aq) + 2e-  2I-

2S2O32-(aq)  S4O62- + 2e-

I2(aq) + 2S2O32-(aq)  2I-(aq) + S4O62-(aq)

Langkah ini diulangi sebanyak 3 kali dan didapatkan volume Na2S2O3 berturut – turut:

V1 = 0,5 mL

V2 = 0,6 mL
V3 = 0,5 mL

Hasil dari kedua langkah percobaan yang telah dilakukan di atas dapat
digunakan untuk menghitung harga KD dari Iod. Sehingga harga koefisien distribusi
(KD) Iod dalam sistem kloroform-air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

KD =

Sehingga nilai harga KD Iod dalam sistem kloroform-air adalah sebagai berikut
(perhitungan terdapat dalam lampiran) : KD = 6,55. Nilai KD berbanding lurus dengan
jumlah zat yang terekstrak, sehingga semakin besar nilai KD yang diperoleh maka
semakin besar pula konsentrasi zat yang terekstrak.

VIII. Kesimpulan
1. Iod dapat didistribusikan ke dalam pelarut organik yaitu kloform, dan
pelarut air dengan metode ekstraksi pelarut.
2. Harga KD iod yang diperoleh berdasarkan praktikum sebesar 6,55.
IX. Jawaban pertanyaan
1. a). Apa perbedaan KD dan D?
Jawab :
Koefisien Distribusi (KD) menyatakan perbandingan konsentrasi zat
terlarut dalam fase air dan fase organik saat tidak ada interaksi antara
zat terlarut dan pelarutnya. KD digunakan jika solut tidak terionisasi
dalam salah satu pelarut, solut tidak berasosiasi dalm satu pelarut, dan
zat terlarut tidak dapat bereaksi dalam salah satu pelarut. KD
dinyatakan dengan:

KD =

Sedangkan angka banding distribusi (D) yaitu perbandingan


konsentrasi total antara zat terlarut dalam pelarut organik (fasa
organik) dan pelarut air (fasa air) pada suhu dan tekanan yang tidak
konstan, melainkan dipengaruhi oleh pH fasa air atau saat zat terlarut
berinteraksi dengan pelarutnya. D dinyatakan dengan :

D=

b). Bilamana harga KD sama dengan D?


Jawab :
Harga KD = D apabila berada pada sama (kondisi ideal) dan tidak terjadi
interaksi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi.
2. Bagaimana mencari harga D untuk asam lemah HB yang dapat mengalami
dimerisasi dalam suatu pelarut organik?
Jawab :
HB ⇄ H+ + B-

D= ………………….. persamaan (1)

KDHB = ……….................. persamaan (2)

Ka = ………………… persamaan (3)

Dari persamaan 3 dapat dituliskan:

………………… persamaan (4)

Dari persamaan 4 disubstitusikan ke dalam persamaan 1 akan diperoleh

D= ……………. persamaan (5)


Bila persamaan 2 disubstitusikan ke dalam persamaan 5 akan diperoleh
persamaan sebagai berikut:

D=

X. Daftar pustaka
JR. Day R A dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga

Setiono, 1985. Kimia Analisis. Jakarta: Bumi Aksara


Soebagio, dkk. 2002. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.

Tim Dosen Kimia Analitik III. 2017. Panduan Praktikum Kimia Analitik III Dasar-
Dasar Pemisahan Kimia. Surabaya: Jurusan Kimia UNESA.

Underwood,A.L dan Day,A.R. 1989. Analisis Kimia Kuantutatif Edisi Kelima. Jakarta
: Erlangga.

Vogel.1985. Analisis Anorganik Kualitatif makro dan semimikro .Jakarta : PT.


Kalman Media Pusaka.

Surabaya, 15 April 2017

Mengetahui Praktikan,
Dosen / Asisten Pembimbing

(…………………………….) (………………………..)

Anda mungkin juga menyukai